BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Uraian Umum 2.1.1. Sifat Fisika dan Kimia Parasetamol Sinonim
: Paracetamolum Asetaminofen.
Nama kimia
: 4-hidroksiasetanilida.
Rumus molekul : C8H9NO2 Rumus bangun : HO Kandungan
NHCOCH3
: tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 % C8H9NO2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian
: Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.
Kelarutan
: Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus cahaya (DitJen POM., 1995).
2.2.Farmakologi Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal dengan nama parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas (Wilmana, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Efek analgetik Paracetamol dapat menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Paracetamol menghilangkan nyeri, baik secara sentral maupun secara perifer. Secara sentral diduga Paracetamol bekerja pada hipotalamus sedangkan secara perifer, menghambat pembentukan prostaglandin di tempat inflamasi, mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau kimiawi. Efek antipiretik dapat menurunkan suhu demam. Pada keadaan demam, diduga termostat di hipotalamus terganggu sehingga suhu badan lebih tinggi (Zubaidi, 1980). Paracetamol bekerja dengan mengembalikan fungsi termostat ke keadaan normal. Pembentukan panas tidak dihambat tetapi hilangnya panas dipermudah dengan bertambahnya aliran darah ke perifer dan pengeluaran keringat. Efek penurunan suhu demam diduga terjadi karena penghambatan terbentuknya prostaglandin (Zubaidi, 1980). Senyawa Paracetamol memiliki waktu paruh 1 – 3 jam, dan tidak menyebabkan perdarahan gastrointestinalis atau gangguan asam basa seperti asam asetilsalisilat, tetapi mempunyai bentuk toksisitas hepatik sedang sampai berat. (Andrianto.P., 1985). 2.3.Spektrofotometri Ultraviolet Spektrofotometer adalah alat yang terdiri
dari
spektrometer
dan
fotometer. Spektrometer berfungsi untuk menghasilkan sinar dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer berfungsi sebagai alat pengukur intensitas cahaya
yang
diabsorbsi
(Khopkar,2002).
Keuntungan
utama
metode
Universitas Sumatera Utara
spektrofotometri yaitu dapat menetapkan kadar suatu zat yang sangat kecil (Vogel,1994). Spektrofotometri Ultraviolet adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Spektroskopi ultraviolet biasanya digunakan untuk
senyawa di dalam larutan. Spektrum ultraviolet mempunyai pita yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang biasa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur serapan pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Dachriyanus,2004) Menurut hukum Lambert, serapan (A) berbanding lurus dengan ketebalan lapisan (b) yang disinari : A= k. b Dengan bertambahnya ketebalan lapisan, serapan akan bertambah. Menurut Hukum Beer,
yang hanya berlaku untuk cahaya monokromatis dan
larutan yang sangat encer, serapan (A) dan konsentrasi (c) adalah proporsional: A= k. c Jika konsentrasi bertambah, jumlah molekul yang dilalui berkas sinar akan bertambah, sehingga serapan juga bertambah.
Universitas Sumatera Utara
Kedua persamaan ini digabungkan dalam hukum Lambert-Beer, maka diperoleh bahwa serapan berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketebalan lapisan: A= k . c. b Nilai tetapan (K ) dalam hukum Lambert-Beer tergantung pada sistem konsentrasi mana yang digunakan. Bila c dalam gram perliter, tetapan tersebut disebut dengan absorptivitas (a) dan bila dalam mol per liter tetapan tersebut adalah absorbtivitas molar ( ∈ ) (Day and Underwood,1999) Parasetamol secara struktur diketahui mempunyai gugus kromofor dan gugus auksokrom yang menyebabkan senyawa ini dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet. Parasetamol mempunyai spektrum ultraviolet dalam suasana asam pada panjang gelombang 245 nm ( A11 668 a) dan dalam suasana basa pada panjang gelombang 257 nm ( A11 715 a) (Moffat, 1986). 2.4.Sediaan Tablet 2.4.1.Pengertian Tablet Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan ataupun tanpa bahan pengisi. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet dapat dibuat dengan berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desai cetakan ( DitJen POM, 1995). Secara umum tablet dibuat dengan 3 cara yaitu : granulasi basah, granulasi kering dan kempa langsung. Tujuan granulasi basah dan kering adalah untuk meningkatkan aliran campuran dan atau kemampuan kempa. Granulasi kering di
Universitas Sumatera Utara
buat dengan cara menekan massa serbuk pada tekanan sehingga menjadi tablet yang besar yang tidak berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan (DitJen POM., 1995). Dewasa ini sediaan tablet semakin populer pemakaiannya dan merupakan sediaan yang paling banyak diproduksi. Tablet merupakan salah satu sediaan yang banyak mengalami perkembangan baik formulasi maupun cara pengunaannya. Beberapa keuntungan. Beberapa keuntungan sediaan tablet diantaranya adalah sediaan lebih kompak, biaya pembuataannya lebih sederhanan dosisnya tepat, mudah pengemasannya, sehingga penggunaanya lebih praktis jika dibandingkan dengan sediaan yang lain ( Lachman, dkk.,1994 ) Selain mengandung bahan aktif, tablet biasanya mengandung bahan tambahan yang mempunyai fungsi tertentu. Bahan tambahan yang umum digunakan adalah bahan pengisi, bahan pengikat, bahan pengembang, bahan pelicin atau zat lain yang cocok. Bahan tambahan yang digunakan pada pembuatan tablet harus inert, tidak toksik dan mampu melepaskan obat dalam keadaan relatif konstan pada jangka waktu tertentu (Soekemi, 1987). 2.4.2.Komposisi Tablet Komposisi umum dari tablet adalah zat berkhasiat, bahan pengisi, bahan pengikat atau perekat, bahan pengembang dan bahan pelicin. Kadang-kadang dapat ditambahkan bahan pewangi (flavoring agent), bahan pewarna (coloring agent) dan bahan-bahan lainnya (Ansel, 1989). 1. Zat berkhasiat
Universitas Sumatera Utara
2. Bahan pengisi Untuk mendapatkan berat yang diinginkan, terutama apabila bahan obat dalam jumlah yang kecil. Bahan pengisi haruslah bersifat inert. Bahan-bahan yang umum digunakan sebagiai bahan pengisi antara lain laktosa, sukrosa, manitol, sorbitol, avicel, bolus alba, kalsium sulfat, dll (Lachman, dkk., 1994). 3. Bahan pengikat Untuk mengikat komponen-komponen tablet untuk dijadikan granul dengan ukuran yang sama dan bentuk spheris setelah dipaksakan melewati ayakan. Dengan adanya bahan pengikat, komponen tablet akan mudah dibentuk menjadi granul, sehingga akan memudahkan didalam pencetakan. Pemilihan bahan pengikat tergantung pada sifat fisika dan kimia dari bahan obat, daya ikat yang diperlukan dan tujuan pemakaian obatnya. 4. Bahan pengembang Untuk memudahkan tablet menjadi partikel-partikel kecil ketika berkontak dengan cairan pencernaan sehingga luas permukaan diperbesar dan absorbsinya dipermudah (Lachman, dkk., 1994). 5. Bahan pelicin Untuk meningkatkan daya alir granul-granul pada corong pengisi, mencegah melekatnya massa pada punch dan die, mengurangi gesekan antara butir-butir granul dan mempermudah pengeluaran tablet dari die. Hasil terbaik saat ini sebagai bahan pelicin adalah talk serta kalsium atau magnesium stearat (Voigt.R., 1994).
Universitas Sumatera Utara
Tablet yang dinyatakan baik harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Memiliki kemampuan atau daya tahan terhadap pengaruh mekanis selama proses produksi, pengemasan dan distribusi. 2. Bebas dari kerusakan seperti pecah-pecah, rompal pada permukaan dan sisasisanya. 3. Dapat menjamin kestabilan fisik maupun kimia dari zat berkhasiat yang terkandung didalamnya. 2.4.3 Evaluasi Tablet 1. Kekerasan tablet Tablet harus mempunyai kekuatan atau kekerasan tertentu serta tahan atas kerenyahan agar dapat bertahan terhadap berbagai guncangan mekanik pada saat pembuatan, pengepakan, dan pengapalan. Selain itu tablet juga harus dapat bertahan terhadap perlakuan berlebihan oleh konsumen. Kekerasan tablet yang cukup serta tahan penyerbukan dan kerenyahan merupakan persyaratan penting bagi penerimaan konsumen.( Lachman dkk, 1994). Kekerasan dinyatakan dalam satuan
kg
dari
tenaga
yang
dibutuhkan
untuk
memecah
tablet
(Soekemi,dkk.,1987). 2. Friabilitas. Untuk mengetahui keutuhan tablet (terkikis) karena selama tranfortasi tablet mengalami benturan dengan dinding wadahnya. Tablet yang mudah menjadi bubuk , menyerpih dan pecah- pecah pada penanganannya, akan kehilangan keelokannya serta konsumen enggan menerimanya, dan dapat menimbulkan pengotoran pada tempat pengangkutan dan pengepakan, juga dapat menimbulkan variasi pada berat dan keseragaman isi tablet. (Lachman, dkk.,1994)
Universitas Sumatera Utara
3.Waktu hancur Menurut Lachman dkk (1994), jika dikaitkan dengan disolusi maka waktu hancur merupakan faktor penentu dalam pelarutan obat. Sebelum obat larut dalam media pelarut maka tablet terlebih dahulu pecah menjadi partikel-partikel kecil sehingga daerah permukaan partikel menjadi lebih luas. Namun uji ini tidak memberi jaminan bahwa partikel-partikel akan melepaskan bahan obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya, karena uji waktu hancur hanya menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan, dan lewatnya seluruh partikel melalui saringan berukuran mesh-10. 4. Kadar zat berkhasiat Kadar zat berkhasiat tertera dalam monografi masing-masing tablet baik batasan nilainya maupun cara penetapannya. Menurut Lachman dkk (1994), bahwa selain memenuhi persyaratan
kadar suatu tablet juga harus dapat
melepaskan kandungan zat berkhasiatnya mendekati 100 % dan diabsorbsi secara utuh sehingga dapat menimbulkan efek farmakologis. 5. Keseragaman sediaan Keseragaman sediaan ditetapkan dengan 2 cara yaitu : a. Keragaman bobot dilakukan terhadap tablet yang 50 % bahan aktifnya lebih besar atau sama dengan 50 mg. b. Keseragaman kandungan dilakukan terhadap tablet yang 50 % bahan aktifnya kurang dari 50 mg (Ditjen POM,1995).
Universitas Sumatera Utara
6.Disolusi Disolusi adalah proses dimana suatu zat pada menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Saat sekarang ini disolusi dipandang sebagai salah satu uji pengawasan mutu yang paling penting dilakukan pada sediaan farmasi. Pada uji disolusi dapat diketahui partikel-partikel obat akan melepas bahan obat dalam larutan dengan kecepatan tertentu. Cepatnya melarut obat atau tablet menentukan berapa kadar bahan berkhasiat yang terlepas kedalam darah, oleh karena itu laju disolusi berhubungan langsung dengan efikasi (kemanjuran) dari tablet dan perbedaan biovaibilitas dari berbagai formula (Lachman, dkk.,1994). Secara singkat, alat untuk menguji karakteristik disolusi dan sediaan pada kapsul atau tablet terdiri dari : (1.) motor pengaduk dengan kecepatan yang dapat diubah (2.) keranjang baja stainless berbentuk silinder atau dayung untuk ditempelkan ke ujung batang pengaduk (3.) bejana dari gelas, atau bahan lain yang inert dan transparan dengan volume 1000 ml, bertutup sesuai dengan di tengah-tengahnya ada tempat untuk menempelkan pengaduk, dan ada lubang tempat masuk pada 3 tempat, dua untuk memindahkan contoh dan satu untuk menempatkan termometer. (4.) Penangas air yang sesuai untuk menjaga temperatur pada media disolusi dalam bejana. Pada tiap pengujian, volume dari media disolusi (seperti yang dicantumkan dalam masing-masing monografi ) ditempatkan dalam bejana dan
Universitas Sumatera Utara
biarkan mencapai temperatur 37o C ± 0,5 oC. Kemudian 1 tablet atau 1 kapsul yang diuji dicelupkan ke dalam bejana atau ditempatkan dalam keranjang dan pengaduk diputar dengan kecepatan seperti yang ditetapkan dalam monografi. Pada waktu-waktu tertentu contoh dari media diambil untuk analisis kimia dari bagian obat yang terlarut. Tablet dan kapsul harus memenuhi persyaratan seperti yang terdapat dalam monografi untuk kecepatan disolusi (Ansel,1989).
Universitas Sumatera Utara