Swasembada Pangan, Indikator Utama Kemakmuran Rakyat Hamparan tanaman padi dan palawija yang digelar di area seluas 25 hektar di Malang, Jawa Timur, awal Juni yang lalu, berhasil memukau pengunjung, termasuk Presiden SBY dan rombongan. Karena itu, dalam pesan beliau tersirat bahwa penerapan teknologi hasil penelitian secara luas akan dapat mempercepat swasembada pangan yang merupakan indikator utama kemakmuran rakyat.
T
umpah ruah, tidak kurang dari 35 ribu orang berduyun-duyun memadati area gelar teknologi Pekan Nasional (Penas) Petani-Nelayan XIV di Kepanjen, Malang, Jawa Timur, pada 7 Juni 2014. Mereka datang dari berbagai penjuru nusantara untuk melihat sendiri perkembangan terkini teknologi pertanian, perikanan, dan kehutanan. Begitu memasuki gapura utama areal gelar teknologi, mereka sudah berada di depan hamparan tanaman yang tumbuh subur, terutama padi, jagung, kedelai, sorgum, gandum, ubi kayu, ubi jalar, kemiri sunan, bunga matahari, dan tebu pada lahan seluas lebih dari 25 hektar. Teknologi yang digelar di lapangan sesuai dengan tema Penas Petani-Nelayan kali ini, “Pertanian Bioindustri Ramah Lingkungan”. Pangan dan energi menjadi isu sentral dewasa ini karena makin beratnya masalah yang dihadapi petani dalam berproduksi dan makin menipisnya ketersediaan bahan bakar minyak fosil di perut bumi. Perubahan iklim yang telah memberikan dampak serius terhadap sistem produksi pertanian merupakan masalah yang makin mengemuka di banyak negara. Hal ini dikhawatirkan akan mempengaruhi ketahanan pangan ke depan. Di sisi lain, kebutuhan pangan terus meningkat mengikuti laju pertumbuhan pen-
2
duduk. Kebutuhan bahan bakar minyak terus pula bertambah seiring dengan kemajuan peradaban manusia dan perkembangan teknologi otomotif yang makin canggih. Oleh karena itu, mau tidak mau, suka tidak suka, upaya pemecahan masalah ketahanan pangan dan energi harus mendapat perhatian yang lebih besar karena sudah menjadi kebutuhan dasar yang menentukan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia. Dalam sambutannya pada pembukaan Penas Petani-Nelayan XIV di Malang, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tidak lama lagi akan mengakhiri masa jabatannya sebagai Kepala Negara mengingatkan pentingnya swasembada pangan berkelanjutan bagi kemakmuran rakyat. Menurut presiden, ada sasaran besar
yang perlu diwujudkan pemerintah ke depan. Pertama, ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup dan bahkan berlebih dengan harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Kedua, peningkatan penghasilan petani dan nelayan. Sasaran besar itu dapat diwujudkan melalui beberapa cara. Pertama, pemerintah pusat dan daerah perlu menyusun kebijakan, regulasi, dan menciptakan iklim investasi yang tepat. Kedua, para pakar, peneliti, dan motivator pertanian dituntut untuk bekerja keras menghasilkan dan mengembangkan inovasi yang diperlukan dalam peningkatan produksi pertanian. Ketiga, harga produk pertanian harus menguntungkan petani. Keempat, petani harus tetap rajin, terampil, dan menguasai teknologi. Kelima, masyarakat tidak boros pangan dan efisien dalam pemanfaatan bahan pokok.
ISSN 0852-6230 Penanggungjawab: Kepala Puslitbang Tanaman Pangan, Dr Made Jana Mejaya Dewan Redaksi: R. Heru Praptana, Hermanto, Haryo Radianto, Nuning Argo Subekti, M. Syam Tata Letak: Edi Hikmat Alamat: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Jalan Merdeka 147, Bogor, 16111 Telp. (0251) 8334089, 8311432, Faks. (0251) 8312755; E-mail:
[email protected]. www.pangan.litbang.deptan.go.id
Berita Puslitbangtan 57 • Oktober 2014
Gelar Teknologi Tidak kurang dari 28 varietas unggul padi, 15 varietas unggul jagung, 25 varietas kedelai, delapan varietas ubi jalar, 10 varietas ubi kayu, dua varietas sorgum, dan dua varietas gandum yang digelar di lapangan. Bulir padi yang merunduk karena tidak kuat menopang bobot gabah yang lebat menjadi bukti bahwa varietas unggul padi yang digelar memberikan hasil yang memuaskan. Varietas unggul Inpari 13, misalnya, mampu berproduksi di atas 10 t/ha. Hal serupa juga ditunjukkan oleh varietas unggul baru jagung dan kedelai. Jagung hibrida varietas Bima 15 berpotensi hasil 13,2 t/ha. Varietas unggul kedelai Anjasmoro yang kini makin meluas pengembangannya di sentra produksi memberi hasil 2,2 t/ha di lokasi gelar teknologi, lebih tinggi dibandingkan dengan hasil nasional kedelai yang hingga kini baru menyentuh angka 1,2 t/ ha. Varietas unggul baru jagung yang turut digelar antara lain hibrida Bima URI 19 dan Bima URI 20 dengan potensi hasil 12,5 t dan 12,8 t/ha. Sementara varietas unggul baru kedelai yang dipromosikan antara lain Detam 4 dan Detam 5 dengan potensi hasil 2,9 t dan 3,5 t/ha serta Dewah 1, Dewah 2, dan Dewah 3 dengan potensi hasil masing-masing 3,5 t/ha. Teknologi lainnya yang digelar adalah varietas unggul cabai dan bawang merah, tebu, kemiri sunan, serai wangi, bunga matahari, dan wijen. Beberapa ternak unggulan swasembada daging seperti sapi, kambing, domba, ayam, dan itik beserta tanaman pakan juga digelar di lapangan. Dalam upaya modernisasi pertanian, digelar pula beberapa prototipe alat dan mesin pertanian.
Sorgum Mendapat Perhatian Presiden Setelah membuka Penas XIV-2014 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (7/6), Presiden beserta
Berita Puslitbangtan 57 • Oktober 2014
Didampingi oleh Menteri Pertanian Suswono, Presiden SBY di area gelar teknologi Penas PetaniNelayan di Malang memberikan apresiasi terhadap kemajuan penelitian pertanian di Indonesia.
Menteri Pertanian Suswono, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutarjo, dan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan meninjau gelar teknologi di lapangan. Di salah satu saung agroinovasi Badan Litbang Pertanian, Presiden SBY yang didampingi Ibu Negara, Any Yudhoyono, tertarik pada tanaman sorgum yang bijinya bermanfaat untuk pangan dan batangnya untuk bahan baku bioetanol. Dalam diskusi singkat dengan peneliti Balitsereal di area gelar teknologi, Presiden SBY terlihat sangat tertarik oleh informasi sorgum varietas Super 1 dan Super 2 yang baru dilepas. Kedua varietas ini memiliki manfaat ganda, bijinya untuk pangan dan nira batangnya untuk bioetanol atau gula kristal setelah melalui serangkaian proses pengolahan. Terkesan dengan penampilan tanaman sorgum varietas Super 1 dan Super 2 yang tumbuh tegap dan ijo royo-royo di lapangan, Presiden memperhatikan pula proses pengolahan batang sorgum untuk menghasilkan nira menggunakan mesin pemeras. Sesuai dengan deskripsinya, varietas Super 1 dan Super 2 masingmasing memiliki potensi etanol 4,2
kl/ha dan potensi hasil biji 5,75 t dan 6,33 t/ha. Keunggulan utama tanaman sorgum adalah mampu berproduksi pada lahan kering marginal. Oleh sebab itu, Presiden berharap tanaman sorgum dikembangkan secara luas, terutama pada lahan-lahan marginal, untuk mempercepat pengembangan energi terbarukan dan memperkuat ketahanan pangan di kawasan marginal. Selain sorgum, Presiden juga tertarik dengan varietas unggul gandum tropika yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian dengan potensi hasil 2 t/ha. Di India, produktivitas gandum baru mencapai rata-rata 1 t/ha. Meskipun potensi varietas unggul baru gandum ini masih di bawah target, Presiden memberikan apresiasi kepada Badan Litbang Kementerian Pertanian yang telah membangkitkan kembali penelitian gandum di Indonesia. Badan Litbang Pertanian juga telah menguji sejumlah galur harapan gandum di dataran tinggi, beberapa diantaranya mampu berproduksi 7-9 t/ha. (HMT/ HRY)
3
Kapan Swasembada Kedelai Bisa Terealisasi? Di antara palawija utama, kondisi kedelai dapat dikategorikan sangat memprihatinkan. Meski swasembada terus didengungkan, jangankan meningkatkan produksi, mempertahankan saja seakan jauh panggang dari api. Luas panennya juga menurun drastis dari 1,67 juta ha pada 1992 menjadi 0,56 juta ha pada 2013. Karena itu tidak mengherankan kalau target produksi yang dipatok 2,25 juta pada 2013 hanya terealisasi 30%. Murahnya harga kedelai impor sering dituding menjadi penyebab kurangnya gairah petani menanam kedelai. Seakan tak mau kalah, komoditas ubi-ubian yang diharapkan dapat mensubstitusi terigu yang impornya terus membengkak, seakan diabaikan. Hal ini terungkap dalam Seminar Nasional di Malang, Jawa Timur, bulan Juni lalu yang membahas potensi aneka kacang dan ubi dalam sistem pertanian bioindustri berkelanjutan.
P
embangunan pertanian ke depan tetap dituntut untuk menyediakan pangan dalam jumlah yang cukup dengan harga yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Di sisi lain, pasar global mengisyaratkan pentingnya produk usahatani yang berdaya saing, terutama dari segi kualitas dan harga. Komunitas lingkungan dunia mempersyaratkan pula perlunya pelestarian sumber daya alam yang dewasa ini sudah tercemar yang ditandai oleh perubahan iklim yang berdampak terhadap pemanasan global. Fenomena alam ini telah merusak sistem usahatani di berbagai belahan dunia. Persaingan pemanfaatan lahan dan air antarsektor dan semakin menipisnya sumber energi fosil di perut bumi juga menjadi isu yang mengemuka dewasa ini. Sementara itu, pertambahan jumlah penduduk dan perkembangan pembangunan dari periode ke periode menuntut ketersediaan lahan dan air di berbagai sektor. Akan halnya ketersediaan energi fosil yang semakin menipis memerlukan energi baru terbarukan yang bersumber dari pertanian. Kondisi ini melatarbelakangi pentingnya pengembangan sistem pertanian bioindustri berkelanjutan.
4
Dalam konsep pertanian bioindustri berkelanjutan, seluruh faktor produksi dimanfaatkan secara optimal untuk menghasilkan pangan yang sehat dan produk lainnya dikelola untuk pakan dan bioenergi. Berbagai komoditas kacang dan ubi yang ada di Indonesia potensial dikembangkan untuk bahan
pangan, pakan, dan bioenergi. Hal ini terungkap dalam Seminar Nasional Potensi Aneka Kacang dan Ubi dalam Sistem Pertanian Bioindustri Berkelanjutan di Malang pada 5 Mei 2014. Seminar dihadiri oleh 250an peneliti, akademisi, penetu kebijakan, dan praktisi pertanian tanaman.
Luas panen kedelai terus menurun dalam dua dekade terakhir, dari 1,67 juta ha pada 1992 menjadi 0,56 juta ha pada 2013.
Berita Puslitbangtan 57 • Oktober 2014
Komoditas ubi-ubian yang diharapkan dapat mensubstitusi terigu yang impornya terus membengkak seakan diabaikan, padahal ubi kayu dan ubi jalar dapat diolah menjadi berbagai produk pangan yang bergizi.
Kepala Badan Litbang Pertanian dalam pengarahannya mengisyaratkan pentingnya berbagai aspek yang terkait dengan penelitian dan pengembangan tanaman aneka kacang dan ubi dalam pertanian industri, antara lain (1) penyediaan teknologi bagi peningkatan produktivitas berupa varietas unggul, benih bermutu, dan teknik budi daya spesifik lokasi; (2) penerapan teknologi mitigasi dan adaptasi untuk menekan emisi gas rumah kaca yang menjadi pemicu pemanasan global; (3) peningkatan efisiensi, daya saing, dan nilai tambah produksi; (4) pengelolaan sumber daya lahan dan air sesuai dengan potensi yang ada; dan (5) penyediaan produk biomass tanaman sebagai sumber energi terbarukan. Profesor Robert Manurung, Anggota Tim Perumus Strategi Induk Pembangunan Pertanian, dalam seminar mengungkapkan bahwa tanaman berperan penting dalam sirkulasi hidrologi alam untuk penyediaan air. Pengolahan biomassa tanaman menjadi bioenergi di perdesaan merupakan salah satu langkah penting menuju keberlanjutan ketersediaan energi bagi dunia usaha, khususnya mengurangi kebergantungan usaha pertanian terhadap bahan bakar fosil. Ketersediaan dan penggunaan bio-
Berita Puslitbangtan 57 • Oktober 2014
energi di perdesaan dapat meningkatkan efisiensi usahatani dan menjadi lokomotif percepatan pertumbuhan ekonomi dan secara bertahap memungkinkan bagi perdesaan menjadi produsen bioenergi. Menurut Profesor Manurung, tantangan pengembangan pertanian bioindustri antara lain bagaimana mempertahankan jasa ekosistem secara holistik. Jasa ekosistem pertanian yang paling pokok adalah penyediaan pangan, air, dan bioenergi. Sistem produksi dan penggunaan energi, air, dan pangan pada dasarnya saling terkait dan bersinergi yang merupakan tantangan mendasar yang akan dihadapi masyarakat global. Unsur utama yang melandasi ketahanan energi, air, dan pangan adalah menjaga jasa ekosistem yang harmonis. Oleh karena itu, solusi berbasis lingkungan alam merupakan fondasi dalam menjamin ketersediaan air, energi, dan pangan secara berkelanjutan. Ir Khudori, Staf Ahli Menteri Pertanian, menunjukkan data kinerja produksi aneka kacang dan ubi. Dalam 20 tahun terakhir, terjadi penurunan luas tanam kedelai, dari 1,67 juta hektar pada tahun 1992 menjadi 0,56 juta hektar pada tahun 2013. Target produksi
hampir selalu meleset sehingga rencana swasembada kedelai pada 2014 urung terwujud. Pada tahun 2013 produksi kedelai ditargetkan 2,25 juta ton, tapi hanya tercapai 0,78 juta ton. Ubi kayu dan ubi jalar yang merupakan komoditas multiguna masih terabaikan, padahal potensial diolah menjadi produk yang dapat memberikan nilai tambah, misalnya dalam bentuk tepung, produk kimia, dan bioenergi. Tepung dari kedua komoditas ubi ini dapat mensubstitusi terigu yang angka impornya telah mencapai 6-7 juta ton per tahun. Ubi kayu dan ubi jalar memiliki produktivitas biomassa yang tinggi, sehingga bisa dikembangkan menjadi bioenergi dan produk biomassa, terutama untuk pakan ternak. Dalam seminar nasional ini juga dipresentasikan 127 makalah hasil penelitian aneka kacang dan ubi untuk mendukung pengembangan sistem pertanian bioindustri berkelanjutan. Setelah melalui proses penyuntingan, baik substansial maupun redaksional, makalah-makalah seminar tersebut akan diterbitkan dalam bentuk prosiding seminar nasional hasil penelitian aneka kacang dan ubi. (HMT)
5
Lisensi Varietas Unggul Padi dan Jagung Jaman telah berubah. Komoditas pertanian, terutama tanaman pangan, bukan lagi sekedar buat petani kecil atau subsisten. Tanaman ini telah berubah menjadi komoditas komersial yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pengusaha swasta. Di sisi lain, perkembangan hak paten dan kekayaan intelektual telah memberikan kesempatan bagi lembaga penelitian untuk menghasilkan teknologi yang mampu memberi keuntungan bagi pengguna. Dengan demikian, meskipun biaya penelitian sepenuhnya atau sebagian didukung oleh pemerintah, lembaga penelitian dan penelitinya diberi kesempatan untuk melisensikan teknologi tersebut kepada pihak lain, termasuk perusahaan swasta melalui perjanjian yang menguntungkan kedua belah pihak.
D
alam buku 400 inovasi teknologi pertanian yang diterbitkan oleh Badan Litbang Pertanian, pembaca dapat melihat sebagian di antara inovasi yang dihasilkan tersebut telah dilisensikan kepada pihak swasta. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang kekayaan intelektual kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu hak yang diberikan perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu. Selain varietas unggul, terutama dalam bentuk varietas hibrida, beberapa inovasi lain seperti pupuk dan pestisida hayati, serta bio-aktivator telah dilisensikan. Dalam kondisi sistem penyuluhan yang belum optimal seperti saat ini, lisensi inovasi tersebut dapat dipersepsikan sebagai salah satu bentuk diseminasi inovasi hasil penelitian. Sejak 2006 hingga 2013, Puslitbang Tanaman Pangan telah melisensi 11 varietas padi hibrida (Tabel 1), 12 varietas jagung hibrida (Tabel 2), dan dua prototipe lampu perangkap hama tanaman padi dengan masa lisensi berkisar antara 5-20 tahun. Jagung hibrida varietas Bima 2 Bantimurung tampaknya lebih diminati karena masa lisensinya yang seharusnya berakhir pada tahun 2012 diperpanjang menjadi
6
Tabel 1. Padi hibrida rakitan BB Padi yang dilisensi pihak swasta, 2006-2012. Varietas
Mitra
Masa perjanjian
Mulai lisensi
Akhir lisensi
Rokan Maro
PT Sumber Alam Sutera PT Dupont Indonesia
5 tahun 5 tahun
2006 2007
2011 2012
Hipa 8 Hipa 9 Hipa 10 Hipa 11 Hipa 12 Hipa 14
PT Dupont Indonesia PT Metahelik Life Science PT Petrokimia Gresik PT Petrokimia Gresik PT Saprotan Benih Utama PT Saprotan Benih Utama
10 tahun 5 tahun 10 tahun 10 tahun 20 tahun 20 tahun
2010 2010 2010 2010 2011 2011
2020 2015 2020 2020 2031 2031
Hipa Jatim 1 Hipa Jatim 2 Hipa Jatim 3
Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur
10 tahun 10 tahun 10 tahun
2012 2012 2012
2022 2022 2022
Hipa Jatim 1, 2, dan 3 tidak dalam bentuk lisensi, tetapi kerja sama produksi dan pemasaran benih
Tabel 2. Jagung hibrida rakitan Balitsereal yang dilisensi pihak swasta, 2007-2013. Varietas
Mitra
Masa perjanjian
Mulai lisensi
Akhir lisensi
Bima 2 Bantimurung Bima 4 Bima 5 Bima 6 Bima 9
PT Saprotan Benih Utama PT Bintang Makmur Pasifik PT Sumber Alam Sutera PT Makmur Sejahtera Utama PT Tosa Agro
5 tahun 5 tahun 5 tahun 5 tahun 5 tahun
2007 2009 2009 2009 2010
2012 2014 2014 2014 2015
Bima 10 Bima 11 Bima 7 Bima 12 Q Bima 2 Bantimurung
PT Tosa Agro PT Tosa Agro PT Biogene Plantation PT Berdikari (Persero) PT Saprotan Benih Utama
5 tahun 5 tahun 5 tahun 5 tahun 5 tahun
2010 2010 2011 2011 2012
2015 2015 2016 2016 2017
Bima 3 Bantimurung Bima 16
PT Golden Indonesia Seed PT Pusri Palembang
5 tahun 5 tahun
2012 2013
2017 2018
Berita Puslitbangtan 57 • Oktober 2014
tahun 2017. Sementara itu, Bima 3 Bantimurung dinilai cukup prospektif oleh mitranya, PT Golden Indonesia Seed (PT GIS). Bahkan, tahun ini mitra swasta yang berkedudukan di Malang tersebut berencana akan menambah wilayah distribusinya ke Kalimantan Selatan (20 ton) dan Jawa Barat (62 ton). Melalui lisensi, teknologi atau varietas unggul yang dihasilkan diharapkan cepat meluas pengembangannya di lahan petani. Sayangnya tidak semua varietas unggul tanaman pangan yang diminati pihak lisensor yang umumnya perusahaan swasta. Varietas unggul kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar rakitan Badan Litbang Pertanian belum satu pun yang direspons pihak swasta. Kedelai hitam, misalnya, perusahaan kecap terkemuka di Indonesia lebih tertarik menggunakan varietas Mallika rakitan Fakultas Pertanian UGM. Padahal kedelai hitam rakitan Balitkabi lebih unggul dari Mallika. Varietas Detam 3 Prida, misalnya, mampu berproduksi rata-rata 2,88 t/ha dalam uji daya hasil di 16 sentra produksi kedelai di Indonesia, sementara hasil varietas pembanding Mallika saat itu rata-rata hanya 2,46 t/ha. Varietas Detam 3 Prida berumur super genjah, sudah dapat dipanen pada umur 75 hari, sementara umur polong masak varietas Mallika berkisar antara 85-90 hari. Selain toleran terhadap kekeringan, rendemen dan kecerahan kecap varietas Detam 3 Prida relatif lebih baik daripada varietas Mallika. Kurangnya minat swasta melisensi varietas unggul padi dan palawija rakitan Badan Litbang Pertanian tampaknya terkait dengan promosi teknologi dan pendekatan yang perlu ditingkatkan kualitas dan intensitasnya. (HMT/HRY)
Berita Puslitbangtan 57 • Oktober 2014
Dr Made Jana Mejaya Dipercaya Memimpin Puslitbang Tanaman Pangan Waktu terus bergulir dan musim pun berganti. Seiring dengan itu, regenerasi kepemimpinan harus tetap berlanjut. Tantangan pembangunan pertanian, terutama kedaulatan pangan yang semakin berat, mendorong Kementerian Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian melakukan perubahan pimpinan di sejumlah instansi yang bernaung di bawahnya. Di antaranya, Dr Made Jana Mejaya MSc dipercaya sebagai Kepala Puslitbang Tanaman Pangan yang baru setelah sekitar 6 bulan dipimpin oleh Dr Handewi sebagai pejabat sementara di samping tugasnya sebagai Kepala PSE/KP.
(BB Padi), Pak Made masih dipercaya memimpin kedua instansi ini.
P
elantikan Dr Made Jana Mejaya, MSc pada 18 Juli 2014 sebagai Kepala Puslitbang Tanaman Pangan telah menjawab spekulasi pengganti Dr Hasil Sembiring yang sejak di penghujung Januari 2014 dipercaya memimpin Direktorat Budi Daya Serealia Kementerian Pertanian. Sambil menunggu penunjukan pimpinan baru di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Dengan latar belakang pemulia tanaman, Pak Made telah berkontribusi dalam perakitan beberapa varietas unggul jagung, di antaranya jagung hibrida Bima 3 Bantimurung yang dilisensi oleh pihak swasta. Setelah menyelesaikan S3 di Universitas Illionis, Amerika Serikat pada tahun 2003, Pak Made mendapat kepercayaan memimpin BPTP Maluku Utara. Pada tahun 2008 Pak Made dilantik sebagai Kepala Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi) menggantikan Dr Yusdar Hilman yang saat itu dipromosikan menjadi Kepala Puslitbang Hortikultura. Kemudian beliau ditugaskan sebagai Kepala BB Padi menggantikan Pak Hasil yang ditugaskan menjadi pimpinan Puslitbang Tanaman Pangan. Selama kepemimpinan Pak Made, BB Padi telah melepas sejumlah varietas unggul baru padi, sebagian diantaranya telah berkembang di petani. Pengalaman memimpin BBTP Maluku Utara, Balitkabi, dan BB Padi tentu
7
Resensi Buku
Reposisi Politik Pertanian: Meretas Arah Baru Pembangunan Pertanian Penulis: Sjarifudin Baharsjah, Faisal Kasryno, dan Effendi Pasandaran Penerbit: Yayasan Pertanian Mandiri (YAPARI), 2014.
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat”. Akibatnya masya-rakat tani yang hidup di pedesaan tetap terjerat dalam kemiskinan dengan produktivitas yang rendah dan pe-nguasaan lahan yang semakin me-nyusut.
B
uku setebal 160 halaman ini, antara lain menyoroti keterpurukan pembangunan pertanian dalam satu dekade terakhir, sangat pantas dan perlu dibaca oleh pemimpin pemerintahan yang akan datang. Ditulis oleh tiga mantan pejabat Kementerian Pertanian yang sarat pengalaman dan pengetahuan tentang berbagai aspek pertanian, buku ini menekankan bahwa redupnya politik pertanian nasional pada hakekatnya disebabkan oleh tidak dilaksanakannya amanat UUD 1945 pasal 33, khususnya ayat 3 yang berbunyi: “ Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
12
Buku ini tidak sekedar mengemukakan UUPA 1960 yang tak pernah dicabut tapi mandul karena tak pernah diimplementasikan. Alokasi lahan, misalnya, sangat sulit bagi petani keluarga tetapi cukup terbuka bagi pengusaha, termasuk pengusaha asing. Hal ini tampaknya digunakan oleh penulis sebagai salah satu alasan untuk mengusulkan penggabungan Kementerian Pertanian dan Kementerian Kehutanan. Swasembada pangan yang sering dikumandangkan dalam dekade terakhir, menurut penulis, semakin jauh dari realitas. Mereka mempertanyakan bagaimana mungkin produksi dikatakan terus meningkat ketika lahan pertanian terus menyusut dan impor pangan terus pula membengkak sementara terobosan teknologi masih samar? Bahkan impor buah dan sayuran pun kini ikut pula menyusul. Lebih dari 5 juta petani dan buruh tani telah terpaksa keluar dari pertanian. Sebagian besar dari mereka beralih ke
sektor informal di wilayah perkotaan dengan penghasilan yang tak pasti. Sebagian yang memilih tetap di desa mengalami penurunan status dari pemilik menjadi buruh tani di lahan yang sebelumnya mereka kuasai. Buku yang kaya akan data dari berbagai sumber ini juga menyoroti peran International Monetary Fund (IMF) dan World Bank dalam memperparah kondisi pertanian nasional. Selain itu, kebijakan daerah otonom yang kurang memberi perhatian pada pertanian, kebijakan yang tak berpihak kepada petani kecil/ keluarga, kurangnya dukungan kepada penelitian dan penyuluhan turut disinggung. Penulis mengusulkan model Pertanian Ekonomi Biru yang polikultur dan nir-limbah menggantikan Revolusi Hijau yang dinilai usang dan terlalu mengandalkan lahan sawah. Penerapan Pertanian Ekonomi Biru, menurut penulis, akan lebih membuka peluang bagi formulasi politik pertanian baru yang efektif. Meskipun terdapat beberapa pengulangan yang seyogianya bisa dihindari, buku yang dibagi dalam enam bab ini, merupakan rujukan berharga bagi akademisi dan peneliti yang selama ini menyimpan berbagai pertanyaan yang belum terjawab. (MS)
Berita Puslitbangtan 57 • Oktober 2014