BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Corporate Social Responsiblity (CSR) CSR
merupakan
bentuk
tanggung
jawab
perusahaan
terhadap
lingkungannya bagi kepedulian sosial maupun tanggung jawab lingkungan dengan tidak mengabaikan kemampuan dari perusahaan. Pelaksanaan kewajiban ini harus memerhatikan dan menghormati tradisi budaya masyarakat di sekitar lokasi kegiatan usaha tersebut. CSR merupakan suatu konsep bahwa perusahaan memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. Suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak hanya berdasarkan faktor keuangan belaka seperti halnya keuntungan atau dividen, melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial lingkungan untuk saat ini maupun jangka panjang (Budi Untung, 2014:2). Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) pada dasarnya adalah sebuah kebutuhan bagi korporat untuk dapat berinteraksi dengan komunitas lokal sebagai bentuk masyarakat secara secara keseluruhan. Kebutuhan korporat untuk beradaptasi dsan guna mendapatkan keuntungan sosial dari hubungannya dengan komunitas lokal, sebuah keuntungan sosial berupa kepercayaan (trust). CSR tentunya sangat berkaitan dengan kebudayaan perusahaan dan etika bisnis yang harus dimiliki oleh budaya perusahaan, karena untuk melaksanakan CSR diperlukan suatu budaya yang
7 Universitas Sumatera Utara
didasari oleh etika yang bersifat adaptif (Bambang Rudito & Melia Famiola, 2013:1). Pandangan konsep manajemen modern, menyebutkan bahwa perusahaan tidak dapat dipisahkan dari para individu yang terlibat di dalamnya dan stakeholders di luar perusahaan. Oleh karena itu selain bertanggung jawab secara internal bagi kelangsungan usahanya, pemilik perusahaan juga memiliki tanggung jawab sosial kepada publik. Menurut pandangan ini, masyarakat adalah sumber dari segala sumberdaya yang dimiliki dan direproduksinya. Para profesional bekerja untuknya pun memiliki tanggung jawab ganda, selain kepada pemilik juga kepada publik. Kesan dan komitmen perusahaan dalam memenuhi tanggung jawab sosialnya merupakan keputusan yang secara sepintas tidak sejalan atau bahkan bertolak belakang dengan tanggung jawab lainnya, terutama tanggung jawab untuk menghasilkan laba sebesar-besarnya. Memberi sumbangan, sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial, bukan saja terkesan sebagai pekerjaan yang tidak perlu, melainkan juga bisa mengacaukan misi utama perusahaan yakni, mencari keuntungan (Saidi, 2003:16). Kebanyakan masih menganggap kegiatan CSR sebagai semacam kebijakan kemurahan hati yang diberikan bisnis bagi masyarakat, dan sumbangan semacam ini hanya tepat dilakukan setelah perusahaan mapan, tumbuh, dan mendapat keuntungan. CSR jenis ini sangat khas dan manfaat yang dihasilkan hanya dirasakan sekali oleh masyarakat dan berdampak sangat terbatas bagi perusahaan. Nyata bahwa manfaat bagi kedua pihak: masyarakat dan perusahaan tidak berkelanjutan (Sri Urip, 2014:3).
8 Universitas Sumatera Utara
Di sisi lain, didorong oleh revolusi teknologi komunikasi dan didukung oleh perubahan politik, ekonomi, dan sosial; tak terhindarkan bahwa semua bisnis di suatu negara menjadi bagian dari pasar global yang lebih luas. Dalam 15 tahun terakhir, dunia juga melihat perubahan yang sangat besar: jatuhnya komunisme, liberalisasi di China, Vietnam, dan India, munculnya kegiatan sektor lembaga non-pemerintah (LSM), paham kesadaran lingkungan (environmentalism), fundamentalisme, konsumerisme, proteksi, World Social Forum, dan lain sebagainya. Berbagai perubahan ini berpengaruh besar bukan hanya pada sikap pemerintah dan bisnis, tetapi juga masyarakat (Sri Urip, 2014:4). Kemajuan teknologi informasi juga menyebabkan ketersediaan jaringan televisi global internet yang memudahkan penyebaran informasi secara seketika. Kritikus bisnis mendapat informasi lebih baik dengan pertolongan komunikasi global dan internet, sementara pelanggan dan konsumen menjadi lebih menyadari hak serta kekuatannya untuk mempengaruhi tingkah laku perusahaan (Sri Urip, 2014:4). Perusahaan diharuskan memerhatikan kepentingan stakeholders perusahaan, menciptakan nilai tambah (value added) dari produk dan jasa bagi stakeholders perusahaan dan memelihara kesinambungan nilai tambah yang diciptakannya. Karena itu, prinsip responsibility lebih mencerminkan stakeholders driven concept. Dengan konsep ini, perusahaan harus lebih memerhatikan dimensi sosial dan lingkungan demi kelangsungan perusahaan karena kondisi keuangan saja tidak cukup
untuk
menjamin
nilai
perusahaan
tumbuh
secara
berkelanjutan
9 Universitas Sumatera Utara
(sistainable). Keberlanjutan perusahaan memerhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup (Budi Untung, 2014:11). Keterlibatan
perusahaan
dalam
kesepakatan
sosial
biasanya
mempertimbangkan pandangan yang lebih luas, yaitu keadaan ekonomi, sosial, dan budaya di negara berkembang bisa jadi sangat berbeda. Di negara maju, penanggung jawab utama kesejahteraan sosial masyarakat (setelah Perang Dunia II) pada umumnya adalah negara, dan ini berbeda dengan keadaan negara berkembang. Perusahaan internasional yang berencana mengoptimalkan peluang di pasar global yang luas dengan membangun rantai pasokan internasional atau masuk ke pasar di negara-negara perekonomian baru (new emerging market) harus melaksanakan prakarsa CSR dengan mengikuti kaidah kegiatan CSR di negara berkembang. Ini akan menjamin keberhasilan perusahaan masuk ke pasar tersebut, selain juga pertumbuhan dan laba yang berkelanjutan. Amerika serikat, negara-negara Eropa, dan Australia umumnya lebih maju di banyak segi sosial dan kemasyarakatan; berbeda dengan negara-negara Afrika, Amerika Selatan, dan Asia, kecuali Jepang. Oleh karena itu, banyak prakarsa CSR di negara-negara maju diarahkan pada misi dengan tujuan lebih luas,misalnya kelestarian lingkungan. Karena CSR adalah produk “Barat”, maka tidak mengherankan apabila orang memiliki persepsi bahwa CSR sebagai tanggung jawab bisnis hanya berurusan dengan persoalan lingkungan hidup. Bagaimanapun juga, kita harus menyadari bahwa setiap masalah yang terkait lingkungan pada dasarnya merupakan akibat tingkah laku masyarakat (Sri Urip, 2014:16).
10 Universitas Sumatera Utara
Disebutkan terdapat 4 (empat)
manfaat yang diperoleh dengan
mengimplementasikan CSR, yaitu pertama, keberadaan perusahaan dapat tumbuh dan berkelanjutan dan perusahaan mendapatkan citra positif dari masyarakat luas, kedua, perusahaan lebih mudah memperoleh akses terhadap kapital (modal), ketiga, perusahaan dapat mempertahankan sumber daya manusia (human resources) yang berkualitas dan keempat, perusahaan dapat meningkatkan pengambilan keputusan pada hal-hal yang kritis (critical decision making) dan mempermudah pengelolaan manajemen risiko (Effendi, 2010). Corporate Social Responsibility (CSR) ialah suatu konsep merupakan suatu organisasi (khususnya, tapi tidak terbatas pada, perusahaan) memiliki kewajiban untuk memperhatikan kepentingan pelanggan, karyawan, pemegang saham, komunitas dan pertimbangan-pertimbangan ekologis dalam segala aspek dari usahanya (Ashogu, 2009:9). Sebuah badan usaha sebagai suatu lembaga melaksanakan macam-macam tugas pada waktu yang sama. Misalnya pada perusahaan manufaktur, selain membeli
bahan
baku,
mengolahnya
menjadi
barang
jadi,
kemudian
mendistribusikannya ke pasar, juga melakukan tugas-tugas seperti : penelitian, penyediaan lapangan kerja, dan sebagainya. Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut, di dalam perusahaan terdapat suatu mekanisme, baik dilakukannnya dengan sadar ataupun tidak, untuk memenuhi kebutuhan serta mencapai keinginan yang diharapkan. Dalam pelaksanaannya, pembagian tugas itu tidak sama dari waktu ke waktu pada setiap
11 Universitas Sumatera Utara
perusahaan. Hal ini disebabkan karena pada saat tertentu pasti ada tugas utama supaya usahanya dapat berkembang terus (Irawan & Basu Swastha DH, 1981:26). Perhatian para pembuat kebijakan terhadap CSR menunjukkan telah adanya kesadaran bahwa terdapat potensi timbulnya dampak buruk dari kegiatan usaha. Dampak buruk tersebut tentunya harus direduksi sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kemaslahatan masyarakat sekaligus tetap ramah terhadap iklim usaha.
2.2 Perkembangan CSR Konsep tanggung jawab sosial perusahaan tidak terlepas dari konteks waktu pada saat konsep ini berkembang dan berbagai faktor yang terjadi di lingkungan
internal
maupun
eksternal
perusahaan
yang
mempengaruhi
perkembangan konsep CSR. Sholihin, (2009:3) terdapat tiga periode penting dalam perkembangan konsep CSR, yaitu : 1. Perkembangan awal konsep CSR di era tahun 1950-1960. 2. Perkembangan konsep CSR di era tahun 1970-1980. 3. Perkembangan konsep CSR di era tahun 1990-sampai dengan saat ini. 1) Perkembangan awal konsep CSR di era tahun 1950-1960 Konsep awal tanggung jawab sosial (social responsibility) terhadap suatu perusahaan secara eksplit baru dikemukakan oleh Howard R. Bowen melalui karyanya yang berjudul Social Responsibility of the Businessmen yang dikutip dari Solihin tahun 2009. Landasan awal bagi pengenalan kewajiban pelaku bisnis
12 Universitas Sumatera Utara
untuk menetapkan tujuan bisnis yang selaras dengan tujuan dan nilai-nilai masyarakat. Mengenai prinsip perwalian, dinyatakan bahwa perusahaan merupakan wali yang dipercaya oleh masyarakat untuk mengelola berbagai sumber daya, oleh karena itu, perusahaan harus mempertimbangkan dengan seksama berbagai kepentingan dari para pemangku kepentingan yang dikenal dampak keputusan dan praktik operasi perusahaan. Prinsip ini semakin bertambah penting sejalan dengan pengakuan
terhadap
konsep
pemangku
kepentingan
dimana
pemangku
kepentingan berpotensi untuk menghambat pencapaian tujuan perusahaan bila kepentingan perusahaan tidak sejalan dengan kepentingan masyarakat secara luas. Berdasarkan prinsip perwalian, perusahaan diharapkan untuk melakukan aktivitas yang baik, tidak hanya perusahaan tetapi juga untuk lingkungan sekitarnya. Contohnya perusahaan Cocacola sebagai produsen minuman ringan terbesar di dunia, melaksanakan water stewardship yang bertujuan untuk meningkatkan penghargaan masyarakat terhadap air bersih (Solihin, 2009:20). 2) Perkembangan Konsep CSR di era tahun 1970-1980 Periode awal tahun 1970-an mencatat babak penting perkembangan konsep CSR ketika para pemimpin perusahaan terkemuka di Amerika serta para peneliti yang diakui dalam bidangnya membentuk CED (Committee for Economic Development). CED membagi tanggung jawab sosial perusahaan kedalam tiga lingkaran tanggung jawab, yakni inner circle responsibilities (lingkaran tanggung jawab terdalam), intermediate circle of responsibilities (lingkaran tangging
jawab
13 Universitas Sumatera Utara
pertengahan), dan auter circle responsibilities mencakup tanggung jawab perusahaan untuk melaksanakan fungsi ekonomi yang berkaitan dengan produksi barang
dan
pelaksanaan
pekerjaan
secara
efisien.
Intermediate
circle
responsibilities menunjukkan tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi ekonomi yang berkaitan dengan produksi barang dan pelaksanaan pekerjaan yang efisien. Intermediate circle responsibilities menunujukkan tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi ekonomi, sementara itu pada saat yang sama memiliki kepekaan kesadaran terhadap perusahaan nilai-nilai dan prioritas sosial seperti meningkatnya perhatian terhadap konversasi lingkungan hidup, hubungan dengan karyawan, meningkatnya ekspektasi konsumen untuk memperoleh informasi produk yang jelas, serta perlakuan yang adil terhadap karyawan di tempat kerja. Outer circle responsibilities mencakup kewajiban perusahaan untuk lebih aktif dalam meningkatkan kualitas lingkungan sosial. 3) Perkembangan Konsep CSR di era tahun 1990 sampai dengan saat ini Penyusunan sustainable report perusahaan lebih banyak mengacu kepada pedoman penyusunan sustainability report dari Global Reporting Initiative (GRI). GRI didirikan pada tahun 1997 oleh perusahaan-perusahaan dan berbagai organisasi yang tergabung dalam Coalitation for Environmentally Responsible Economies (CERES). Berdasarkan pedoman ini, perusahaan harus menjelaskan dampak operasi perusahaan terhadap ekonomi, lingkungan, dan sosial Prinsip-prinsip dasar tanggung jawab sosial yang menjadi dasar bagi pelaksanaan yang menjiwai atau menjadi informasi dalam pembuatan keputusan dari kegiatan tanggung jawab sosial meliputi :
14 Universitas Sumatera Utara
a. Keputusan terhadap hukum. b. Menghormati instrumen/badan internasional. c. Menghormati stakeholder dan kepentingannya d. Akuntabilitas e. Transparasi f. Perilaku yang beretika g. Melakukan tindakan pencegahan h. Menghormati dasar-dasar hak asasi manusia.
2.3 Pengertian UKM (Usaha Kecil Menengah) Usaha Kecil Menengah atau yang sering disingkat UKM merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara maupun daerah, begitu juga dengan negara Indonesia. UKM ini sangat memiliki peranan penting dalam lajunya perekonomian masyarakat. UKM ini juga sangat membantu negara atau pemerintah dalam hal penciptaan lapangan kerja baru dan lewat UKM juga banyak tercipta unit unit kerja baru yang menggunakan tenaga-tenaga baru yang dapat mendukung pendapatan rumah tangga. Selain dari itu UKM juga memiliki fleksibilitas yang tinggi jika dibandingkan dengan usaha yang berkapasitas lebih besar. UKM ini perlu perhatian yang khusus dan di dukung oleh informasi yang akurat, agar terjadi link bisnis yang terarah antara pelaku usaha kecil dan menengah dengan elemen daya saing usaha, yaitu jaringan pasar. UKM (Usaha Kecil dan Menengah) adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk
15 Universitas Sumatera Utara
tanah
dan
bangunan
tempat
usaha.
Dan
usaha
yang
berdiri
sendiri
(Dayintapinastika, 2011). Ada dua definisi usaha kecil yang dikenal di Indonesia. Pertama, definisi usaha kecil menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 1 milyar dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, paling banyak Rp 200 juta. Kedua, menurut kategori Badan Pusat Statistik (BPS), usaha kecil identik dengan industri kecil dan industri rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu: (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang; (2) industri kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3) industri menengah dengan pekerja 20-99 orang; dan (4) industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih. Usaha Mikro (Menurut Keputusan Menkeu No. 40/KMK.06/2003, tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil) antara lain adalah Usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia serta memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100 juta per tahun. Usaha Kecil Menengah menurut UU No. 9/1995 adalah sebagai berikut: a. Usaha produktif milik Warga Negara Indonesia, yang berbentuk badan usaha orang orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha berbadan hukumtermasuk koperasi b. Bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung, dengan Usaha Menengah atau Besar
16 Universitas Sumatera Utara
c. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100 juta per tahun. Berdasarkan Kepmenkeu 571/KMK 03/2003 maka pengusaha kecil adalah pengusaha yang selamasatu tahun buku melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak dengan jumlah peredaran brutto dan atau penerimaan brutto tak lebih dari 600 juta. Usaha Menengah menurut Inpres No. 10/1999, tentang Pemberdayaan Usaha Menengah adalah: a. Usaha produktif milik Warga Negara Indonesia, yang berbentuk badan usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi b. Berdiri sendiri, dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung, dengan Usaha Besar c. Memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp.200 juta, sampai dengan Rp. 10 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualanpaling banyak Rp. 100 juta per tahun. Usaha Produktif (Menurut Keputusan Menkeu No. 40/KMK.06/2003, tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil). Usaha pada semua sector ekonomi yang dimaksudkan untuk dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan usaha. Ada beberapa acuan definisi yang digunakan oleh berbagai instansi di Indonesia, yaitu:
17 Universitas Sumatera Utara
a. UU No. 9 tahun 1995 tentang usaha kecil mengatur kriteria usaha kecil berdasarkan nilai aset tetap (diluar tanah dan bangunan) paling besar Rp 200 juta dengan omset per tahun maksimal Rp 1 milyar. Sementara itu berdasarkan Inpres No. 10 Tahun 1999 tentang usaha menengah, batasan asset tetap (di luar tanah dan bangunan) untuk usaha menengah adalah Rp 200 juta hingga Rp 10 milyar. b. BPS dan Kementrian Koperasi dan UKM menggolongkan suatu usaha sebagai usaha kecil jika memiliki omset kurang dari Rp 1 milyar per tahun. Untuk usaha menengah, batasannya adalah usaha yang memiliki omset antara Rp1 sampai dengan Rp 50 milyar per tahun. Berdasarkan definisi tersebut,data BPS dan Kementrian Koperasi dan UKM pada tahun 2002 menunjukkan populasi usaha kecil mencapai sekitar 41,3 juta unit atau sekitar 99,85 persen dari seluruh jumlah usaha di Indonesia; sedangkan usaha menengah berjumlah sekitar 61,1 ribu unit atau 0,15 persen dari seluruh usaha di Indonesia. Sementara itu persebaran UKM paling banyak berada di sektor pertanian (60 persen) dan perdagangan (22 persen) dengan total penyerapan tenaga kerja di kedua sektor tersebut sekitar 53 juta orang (68 persen penyerapan tenaga kerja secara total). c. Departemen Perindustrian dan Perdagangan menetapkan bahwa industri kecil dan menengah adalah industri yang memiliki nilai investasi sampai dengan Rp. 5 milyar. Sementara itu, usaha kecil dibidang perdagangan dan industri juga dikategorikan sebagai usaha yang memiliki aset tetap kurang dari Rp. 200 juta dan omset per tahun kurang dari Rp. 1 miliar (sesuai UU No. 9 tahun 1995).
18 Universitas Sumatera Utara
d. Bank Indonesia menggolongkan UK dengan merujuk pada UU No. 9/1995, sedangkan untuk usaha menengah, BI menentukan sendiri criteria asset tetapnya dengan besarab yang dibedakan antara industri manufaktur (Rp 200juta s/d Rp 5 miliyar) dan non manufaktur (Rp 200-600 juta). e. Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan suatu usaha berdasarkan jumlah tenaga kerja. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki pekerja 1-19 orang; usaha menengah memiliki pekerja 20-99 orang; dan usaha besar memiliki pekerja sekurang-kurangnya 100 orang.
1. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 Pengertian Usaha Kecil Menengah: Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. 2. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Pengertian Usaha Kecil Menengah: Berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99 orang. 3. Berdasarkan Keputuasan Menteri Keuangan Nomor 316 / KMK . 016 / 1994 tanggal 27 Juni 1994. Pengertian Usaha Kecil Menengah dijelaskan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan usaha yang mempunyai penjualan
19 Universitas Sumatera Utara
atau omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau asset atau aktiva setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : - Bidang usaha ( Fa, CV, PT, dan koperasi ) - Perorangan ( Pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa ) 4. Menurut UU No 20 Tahun 2008 Pengertian Usaha Kecil Menengah: Undang undang tersebut membagi kedalam dua pengertian yakni: Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut :
Kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Sementara itu, yang disebut dengan Usaha Menengah adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut : Kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
20 Universitas Sumatera Utara
Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
2.4 Hubungan Corporate Social Responsibility (CSR) dengan Pengembangan UKM Tanggung jawab sosial pengusaha sama dengan kedudukan sosial yang mereka miliki (social responsibilities of businessmen need to be commensurate with their social power). Sehingga, dalam jangka panjang, pengusaha yang tidak menggunakan kekuasaan dengan bertanggung jawab sesuai dengan anggapan masyarakat akan kehilangan kekuasaan yang mereka miliki sekarang. Pada dasarnya CSR merupakan suatu bentuk tanggung jawab sosial yang berkembang sebagai wujud dari sebuah good corporate governence. pada sisi ini, CSR dilihat sebagai aplikasi dari keberadaan corporate sebagai salah satu elemen sosial yang merupakan bagian dari etika bisnis. Dalam hal ini, pelaksanaan CSR mengacu pada konsep yang lebih luas dan global. CSR berdampak positif bagi masyaraka, ini akan sangat tergantung dari orientasi dan kapasitas lembaga dan organisasi lain, terutama pemerintah. Bahwa terdapat sejumlah alasan mengapa perusahaan memiliki program-program filantropik atau program tanggung jawab sosial, yaitu: pertama, untuk mempraktikkan konsep “good corporatecitizenship”, kedua, untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup, dan ketiga adalah untuk meningkatkan kualitas seumber daya manusia terdidik (Davis, 2014).
21 Universitas Sumatera Utara
UKM merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara maupun daerah, begitu juga dengan negara Indonesia. UKM sangat memiliki peranan penting dalam lajunya perekonomian masyarakat. UKM juga sangat membantu negara pemerintah dalam hal penciptaan lapangan kerja baru dan lewat UKM juga banyak tercipta unit kerja baru yang menggunakan tenagatenaga baru yang dapat mendukung pendapatan rumah tangga. Selain dari itu, UKM juga memiliki fleksibilitas yang tinggi jika dibandingkan dengan usaha yang berkapasitas lebih besar. UKM perlu perhatian yang akurat, agar terjadi link bisnis yang terarah antara pelaku usaha kecil dan menengah dengan elemen daya saing usaha, yaitu jaringan pasar (Unwar, 2013:6). Sesuai dengan cirinya, UKM sangat rentan dengan berbagai keterbatasan dan permasalahan, yaitu beberapa diantaranya : a. Biasanya
berbentuk
usaha
perorangan
dan
belum berbadan
hukum
perusahaan b. Aspek legalitas usaha lemah c. Struktur organisasi bersifat sederhana dengan pembagian kerja yang tidak baku d. Kebanyakan tidak mempunyai laporan keuangan dan tidak melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi dengan kekayaan perusahaan e. Kualitas manajemen rendah dan jarang yang memiliki rencana usaha f. Sumber utama modal usaha adalah modal pribadi g. Sumber Daya Manusia (SDM) terbatas h. Pemilik memiliki ikatan batin yang kuat dengan perusahaan, sehingga seluruh kewajiban perusahaan juga menjadi kewajiban pemilik.
22 Universitas Sumatera Utara
Kondisi tersebut berakibat kepada: 1) Lemahnya jaringan usaha serta keterbatasan kemampuan pasar
dan
diversifikasi pasar. 2) Skala ekonomi terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya. 3) Margin keuntungan sangat tipis. Sehubungan dengan permasalahan secara umum yang dialami oleh UKM, Badan Pusat Statistik (2003) mengidentifikasikan permasalahan sebagai berikut: (1) kesulitan dalam pemasaran. (2) persaingan usaha ketat. (3) kesulitan bahan baku. (4) Keterampilan manajerial kurang. (5) kurang pengetahuan manajemen keuangan. (6) Iklim usaha yang kurang kondusif. Chahal danSharma (2006), Russo dan Tencati (2009) mengatakan kedua pola diatas akan dapat berjalan efektif apabila ditopang 3 (tiga) pilarnya, dimana ketiga pilar tersebut mencerminkan 3 dimensi yang seimbang, yaitu: a.
Economic Dimension
Dimensi ekonomi dari Corporate Social Responsibility (CSR) ini meliputi dampak ekonomi dari kegiatan operasional yang dilakukan oleh perusahaan. Dimensi ini sering kali disalah artikan sebagai masalah keuangan perusahaan sehingga dimensi ini diasumsikan lebih mudah untuk
diimplementasikan
23 Universitas Sumatera Utara
daripada 2 dimensi Responsibility (CSR) lainnya, yaitu dimensi sosial dan lingkungan.
Bagaimanapun juga, dimensi ekonomi ini tidak sesederhana melaporkan keuangan/neraca perusahaan saja, tetapi juga meliputi dampak ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap operasional perusahaan dikomunitas lokal dan di pihak-pihak yang berpengaruh terhadap perusahaan lainnya.
Kunci
sukses
dari
dimensi
ekonomi
ini
adalah
economic
performance/kinerja keuangan perusahaan. Indikator-indikatornya adalah: 1) Produk Faktor yang sangat mempengaruhi sebuah perusahaan untuk dapat meningkatkan kinerja keuangannya adalah produk itu sendiri. Produk yang dihasilkan sebaiknya memiliki kualitas yang tinggi, aman dipakai, dan inovatif. 2) Service Selain produk yang dihasilkan berkualitas, pelayanan yang baik perlu diterapkan agar dapat memuaskan konsumen. Mulai dari delivery service hingga after sales service sudah banyak dilakukan oleh beberapa perusahaan untuk meningkatkan
kepuasan konsumennya. Tidak hanya itu, pemenuhan kebutuhan
konsumen dan penanganan komplain yang baik juga dapat mendorong kinerja keuangan perusahaan. 3) Avoiding Actions that Damage Trust Sebuah perusahaan dapat beroperasi bergantung pada kepercayaan dan dukungan masyarakat dan komunitas lokal lainnya. Beberapa perusahaan
24 Universitas Sumatera Utara
sebaiknya menghindari kegiatan yang mungkin dapat mengganggu masyarakat ataupun dapat merusak lingkungan. f.
Sosial Dimension Dimensi sosial memiliki arti untuk bertanggung jawab terhadap dampak
sosial yang diakibatkan oleh perusahaan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Inti dari dimensi sosial ini meliputi : 1) Labour Practises Indikator ini berbicara banyak mengenai pekerja dalam perusahaan. Misalnya,
perusahaan
dituntut untuk menjaga keselamatan pekerjannya,
memperlakukan secara adil menghargai pekerjannya sebagai suatu individu, melakukan pembagian hasil keuntungan perusahaan, dan masih banyak lagi hal– hal yang bisa dilakukan perusahaan untuk kesejahteraan pekerjanya. 2) Social activities Chahal & Sharma (2006) mengemukakan bahwa kegiatan – kegiatan sosial sudah mulai banyak dilakukan oleh perusahaan karena memang kegiatan ini memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap kinerja
keuangan
perusahaan. Menurut Kotler dan Lee (2005), kegiatan ini dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian,yaitu corporate philantrophy, corporate volunteering dan cause – related marketing. g. Environtment Dimension Banyaknya perusahaan manufaktor pada saat ini, memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Oleh sebab itu,intu dari dimensi ini adalah management of environment, atau bagaimana bertindak agar dapat mengurngi dampak negatif
25 Universitas Sumatera Utara
terhadap lingkungn
yang ditimbulkan. Indikator–indikator dari dimensi ini
adalah: 1)
Waste Management
Banyak
sekali perusahaan–perusahaan yang sudah
mulai peduli akan
lingkungannya. Perusahaan tersebut melakukan recycle, reduce, reuse untuk mengurangi limbah yang dihasilkan. 2)
Producing environment Friendly Product
Untuk menghasilkan produk yang ramah lingkungan tentu, bukanlah hal yang mudah. Cost of Good Solodnya lebih tinggi daripada produk yang tidak ramah lingkungan, sehingga akan sulit bersaing dengan kompetitornya.
2.5 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dijadikan bahan referensi dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: Rimba Kusumadilaga (2010), judul penelitian Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas Sebagai Variabel Moderating, lokasi penelitian Perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2006-2008 variabel yang digunakan variabel independen: Ekonomi, Lingkungan, Sosial. Variabel moderating: Profitabilitas. Variabel dependen: Nilai perusahaan. Populasi dan sample populasi dari penelitian ini adalah perusahaanperusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI, dengan alasan : perusahaanperusahaan manufaktur lebih, hasil penelitian berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa : Variabel CSR berpengaruh
26 Universitas Sumatera Utara
signifikan terhadap nilai perusahaan, variabel profitabilitas sebagai variabel moderating tidak dapat mempengaruhi hubungan CSR dan nilai perusahaan. Terdapat perbedaan luas pengungkapan CSR periode sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas. Ni Wayan Rustiarini (2010), Judul penelitian Pengaruh
Korporat
Perusahaan dengan Corporate Social Responsibility Dan Nilai Perusahaan, lokasi penelitian dilakukan di Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sampai tahun 2008. Variabel penelitian yang digunakan : Variabel corporate social responsibility disclosure index dan variabel corporate governance. populasi dan sample Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sampai tahun 2008. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengungkapan CSR merupakan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran perusahaan untuk mengimplementasi dan mengungkapkan aktivitas CSR yang dilakukan. Reni Hariyani (2010), judul penelitian Pengaruh Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) Terhadap Perbedaan Profitabilitas Perusahaan (Studi Kasus PT Unilever Indonesia Tbk), lokasi penelitian PT Unilever Indonesia Tbk, Variabel penelitian yang digunakan
Variabel Profitability, Return on Asset,
Corporate Social Responsibility, Populasi dan sample populasi dari penelitian ini mengambil studi kasus PT Unilever Indonesia Tbk. Implementasi programprogram CSR telah dilakukan ± 11 tahun. Karena PT Unilever Indonesia hipotesis yaitu uji t yaitu paired sample T test, dengan tingkat signifikansi (α) =0,05 dapat
27 Universitas Sumatera Utara
disimpulkan bahwa rata-rata profitabilitas sebelum melaksanakan CSR dengan profitabilitas sesudah melaksanakan CSR adalah tidak sama. Atau dengan kata lain terdapat perbedaan profitabilitas perusahaan PT Unilever Indonesia Tbk antara sebelum implementasi CSR dengan sesudah implementasi CSR. Pada Tabel Paired Samples Statistics menunjukkan bahwa rata-rata profitabilitas perusahaan Unilever Indonesia, Tbk mengalami kenaikan sebesar 0,1919 dari 0,1903 (rata-rata profitabilitas sebelum CSR) menjadi 0,3822 (rata-rata profitabilitas sesudah CSR). Dengan nilai p-value untuk uji dua sisi (2-tailed) = 0,000. Helen Octavia dan Hermi (2014), judul penelitian Pengaruh Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur yang tercatat Di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2010 dan 2011). Lokasi penelitian Perusahaan Manufaktur Yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2010 dan 2011, Variabel yang digunakan : Corporate Social Responsibility; Return on Asset; Cumulative Abnormal Return. Populasi dan sample yang digunakan Populasi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah seluruh Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2010 dantahun2011. Metode pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive judgment sampling yaitu tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu.
Pengungkapan
aktivitas
Corporate
Social Responsibility
(CSR
Disclosure) secara simultan memiliki pengaruh signifikan terhadap ROA dan CARdimana model pertama dapat menjelaskan pengaruh CSR Disclosure terhadap
28 Universitas Sumatera Utara
ROA sekitar 41,9% dan model kedua dapat menjelaskan pengaruh CSR Disclosure terhadap CAR sekitar 97,9%.
2.6 Kerangka Konseptual Berbagai strategi dan program telah diupayakan dalam pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Namun demikian, semua strategi dan program tersebut tidak mungkin dilakukan sendiri oleh Kementerian Koperasi dan UKM secara khusus dan pemerintah pada umumnya mulai dari pusat sampai Provinsi dan Kabupaten/Kota. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 7 tahun 2005 tentang “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004- 2009, dan menggunakannya dalam Undang–Undang No 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas, mengarahkan peran dan dukungan masyarakat, perguruan tinggi termasuk para pelaku bisnis dan stakeholders lainnya juga sangatlah penting. Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh pemerintah perlu didukung oleh sumberdaya yang lain termasuk oleh para pelaku bisnis itu sendiri.Tanpa ada kemauan dari para pelaku bisnis untuk melakukan perbaikan,bagaimanapun besarnya sumber daya yang dialokasikan akan sia-sia saja. Jadi sinergitas di dalam pemberdayaan UKM menjadi kunci penentu dalam rangka pengembangan UKM yang tangguh dan berdaya saing tinggi di masa depan.Salah satu sinergitas yang telah banyak dilakukan di luar negeri, adalah kerjasama atau kemitraan antara UMKM dengan usaha besar. Kemitraan yang ideal dilandasi adanya keterkaitan usaha, melalui prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat, dan saling
29 Universitas Sumatera Utara
menguntungkan kita kenal dengan “win-win solution”.Melalui pola kemitraan ini, diharapkan terjadinya alih teknologi dan manajemen dari perusahaan besar kepada yang lebih kecil. Disamping itu, pola kemitraan akan mendorong adanya peningkatan daya saing UMKM. Kemitraan akan membangun adanya kepastian pasokan produk, karena semuanya diatur dalam kesepakatan berbentuk kontrak. Selain kemitraan yang didasarkan pada inter-relasi atau keterkaitan usaha, di banyak negara juga dikembangkan program kemitraan yang didorong karena kepedulian perusahaan besar untuk membina perusahaan kecil, khususnya usaha mikro dan kecil. Pola kepedulian perusahaan besar dalam bentuk sosial seperti ini yang sering disebut CSR telah banyak dikembangkan. CSR sebagai salah satu solusi kemitraan dapat memperkuat daya saing UKM. Kemitraan antara UKM dengan perusahaan yang kuat akan mendorong UKM menjadi kuat juga. Dalam kaitan ini, kepedulian perusahaan memberi pihak, khususnya
dalam
manfaat
kepada
kedua
belah
rangka pengurangan dampak gejolak sosial sebagai
akibat adanya kecemburuan sosialsi kaya semakin kaya dan si miskin semakin miskin. Pengembangan program kemitraan dengan pola CSR ini dapat dilakukan dalam berbagaipola, seperti community development, peningkatan kapasitas, promosi produk, bahkan perkuatan permodalan bagiUsaha Kecil dan Menengah. Secara spesifik menyebutkan bahwa CSR bisa diarahkan agar UKM bisa dibantu dalam inovasi packaging, inovasi branding, inovasi produk, serta penampilan produk. Selain hal-hal tersebut, bentuk program CSR lainnya yang juga bisa
30 Universitas Sumatera Utara
dilakukan adalah pengembangan lembaga layanan bisnis dan yayasan lain yang intinya diarahkan untuk pengembangan UKM. Kerangka konseptual pada penelitian ini adalah sebagai berikut: X: Corporate Social
Y: Pengembangan
Responsibility (CSR)
UKM
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.7 Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teori dan kerangka konseptual yang telah dikemukakan di atas, maka diambil hipotesis sebagai berikut: 1. Semakin tinggi tingkat kredibilitas advertorial CSR maka persepsi khalayak mengenai CSR akan semakin positif. 2. Semakin positif persepsi khalayak mengenai CSR yang dilakukan oleh PT. Astra Auto2000 maka semakin positif pula citra perusahaan. 3. Terdapat persepsi hubungan CSR dan UKM antara PT. Astra Auto2000 dengan lingkungan sekitarnya.
31 Universitas Sumatera Utara