BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Obligasi Secara umum, obligasi merupakan surat pengakuan utang jangka menengah dan jangka panjang yang diterbitkan oleh pihak penerbit (pemerintah maupun swasta) dengan memberi imbalan berupa bunga (kupon) secara periodik dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut. Jadi surat obligasi adalah selembar kertas yang menyatakan bahwa pemilik kertas tersebut memberikan pinjaman kepada pihak yang menerbitkan obligasi (Tandelilin,2001). Obligasi (bond) adalah sertifikat utang yang menjelaskan kewajibankewajiban dari emiten (penerbit obligasi) kepada pemegang obligasi (Mankiw,2003). Obligasi merupakan sekuritas utang dengan pendapatan tetap karena menjanjikan pendapatan yang tetap atau pendapatan yang telah ditentukan sebelumnya dengan menggunakan rumus tertentu. Sekuritas utang merupakan pernyataan hak/klaim atas sejumlah pendapatan rutin pada suatu waktu tertentu. Kalau seseorang memiliki obligasi, maka secara periodik akan mendapatkan penghasilan yaitu berupa kupon obligasi (yield) yang dibayarkan dengan jumlah tetap pada waktu yang telah ditetapkan misalnya setiap 3 bulan, 6 bulan maupun setahun sekali.
Universitas Sumatera Utara
Istilah-istilah
penting
dalam
sekuritas
utang
obligasi
antara
lain
(Tandelilin,2001): 1. Face value atau nilai pari, menunjukkan besarnya nilai obligasi yang dikeluarkan. 2. Kupon atau bunga, merupakan pendapatan (yield) yang diperoleh pemegang obligasi yang periode waktu pembayarannya berbeda-beda. 3. Jatuh tempo, merupakan tanggal ditetapkannya emiten obligasi harus membayar kembali uang yang telah dikeluarkan investor pada saat membeli obligasi. Jumlah uang yang harus dibayar yaitu besarnya nilai pari beserta bunga (kupon) yang telah ditetapkan. Biasanya tanggal jatuh tempo tertera pada sertifikat obligasi. 4. Nilai intrinsik, merupakan nilai teoritis dari suatu obligasi yang diperoleh dari hasil estimasi nilai saat ini (present value) dari semua aliran kas obligasi di masa yang akan datang. n
Ct Po t (1 i) n t 1 (1 i)
P
dimana: P = Harga pasar obligasi Po = Harga nominal /face value Ct = Nilai rupiah coupon rate setiap periode i
= Yield obligasi atau tingkat keuntungan yang dipandang relevan
n = Maturity /jatuh tempo dari obligasi.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Peringkat Obligasi Pada tahun 1909 John Moody memperkenalkan peringkat obligasi. Peringkat obligasi mencakup penilaian atas risiko obligasi yang mungkin timbul kemudian. Peringkat obligasi dipengaruhi oleh (Rahardjo,2003): 1. Proporsi modal terhadap hutang 2. Tingkat profitabilitas perusahaan atau pihak yang menerbitkan obligasi 3. Tingkat kepastian dalam menghasilkan pendapatan 4. Besar kecilnya perusahaan atau pihak yang menerbitkan obligasi 5. Jumlah pinjaman subordinasi yang dikeluarkan perusahaan atau pihak yang menerbitkan obligasi.
Peringkat obligasi menurut Moody’s standard and poor’s : AAA merupakan ranking tertinggi dari standard and poor’s dan menunjukkan kemampuan yang sangat kuat dalam membayar pokok dan bunga. AA
merupakan obligasi yang dikualifikasikan sebagai obligasi berkualitas
tinggi, dengan perbedaan kecil dari AAA. A
merupakan obligasi yang memiliki kemampuan kuat untuk membayar
pokok dan bunga walaupun lebih rentan terhadap efek merugi dari perubahan situasi dan kondisi perekonomian. BBB
merupakan obligasi yang dianggap memiliki kemampuan yang
mencukupi untuk membayar pokok dan bunga walaupun menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
parameter perlindungan yang memadai, namun kondisi perekonomian yang merugi atau perubahan keadaan biasanya dapat melemahkan kemampuan membayar pokok dan bunga obligasi. BB
merupakan obligasi yang dianggap mampu membayar pokok dan
bunga obligasi, walaupun parameter perlindungan yang cukup memadai. B
merupakan obligasi yang dianggap mampu membayar pokok dan
bunga obligasi, namun kemampuannya sangat spekulatif dan rentan terhadap perubahan kondisi perekonomian. CCC, CC, C, D merupakan obligasi yang secara berturut-turut semakin rapuh kemampuannya untuk membayar pokok dan bunga obligasi, bahkan ada potensi untuk tidak membayar bunga atau bahkan pembayaran bunga maupun pokok mengalami kemacetan. 2.1.3 Obligasi Pemerintah Indonesia Obligasi pemerintah sering disebut dengan Surat Utang Negara (SUN). Surat utang negara menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 merupakan surat berharga yang merupakan surat pengakuan hutang dalam mata uang rupiah dan valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya atau masa jatuh tempo. Tujuan penerbitan surat utang negara adalah : 1. Membiayai defisit APBN 2. Menutup kekurangan kas negara dalam jangka pendek 3. Mengelola portofolio utang negara.
Universitas Sumatera Utara
Menurut denominasi mata uangnya, obligasi negara yang diterbitkan pemerintah dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok (Rahardjo,2003): 1. Obligasi Negara Berdenominasi Rupiah Obligasi negara denominasi rupiah dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu : a. Obligasi berbunga tetap (Fixed Rate bonds-FR) Obligasi jenis ini memiliki tingkat kupon yang ditetapkan pada saat penerbitan dan dibayarkan secara periodik setiap 6 (enam) bulan. Obligasi jenis FR dapat diperdagangkan dan dipindahtangankan kepemilikannya di pasar sekunder. b. Obligasi berbunga mengambang (Variable Rate bonds – VR) Obligasi berbunga mengambang memiliki tingkat kupon yang ditetapkan secara periodik berdasarkan referensi tertentu. Dalam hal ini referensi yang digunakan ialah tingkat bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) berjangka 3 bulan. Kupon dibayarkan secara periodik setiap 3 (tiga) bulan. Obligasi jenis VR dapat diperdagangkan dan dipindahtangankan kepemilikannya di pasar sekunder. c. Obligasi lindung nilai (Hedge Bonds – HB) Obligasi lindung nilai (HB) diterbitkan untuk menutup Net Open Position (NOP) beberapa bank, saat bank-bank tersebut dalam proses rekapitalisasi perbankan. Secara umum NOP ialah suatu ukuran yang membandingkan antara aktiva valas dengan kewajiban valas perbankan. Semakin besar selisih antara aktiva valas dengan kewajiban valas, akan menyebabkan semakin meningkatnya NOP sehingga semakin besar pula risiko valas yang dihadapi bank yang bersangkutan. Bank Indonesia menetapkan aturan besarnya NOP yang harus dipatuhi oleh perbankan. Pokok
Universitas Sumatera Utara
obligasi jenis hedge bonds diterbitkan dalam denominasi Rupiah dengan memperhatikan NOP bank rekap pada saat pelaksanaan rekapitalisasi. Pada saat jatuh tempo pembayaran baik pokok maupun kupon, nilai nominalnya akan disesuaikan terlebih dahulu terhadap nilai tukar Rp/USD yang berlaku. Apabila nilai tukar Rupiah terhadap USD pada saat jatuh tempo pembayaran melemah dibanding nilai tukar pada saat penerbitan, maka nilai nominal HB setelah indeksasi akan meningkat sehingga meningkatkan jumlah pembayaran pokok dan bunga yang jatuh tempo dan sebaliknya. Tingkat kupon HB ditetapkan secara periodik berdasarkan referensi tertentu yaitu SIBOR + margin 2%. Kupon dibayarkan secara periodik setiap 3 (tiga) bulan sekali. Obligasi jenis HB ini tidak dapat diperdagangkan. d. Surat Utang kepada BI (SU) Dalam rangka program penjaminan perbankan dan BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) pada tahun 1998 dan 1999 Pemerintah menerbitkan empat seri SU, yaitu SU-001, SU-002, SU-003 dan SU-004. SU-001 dan SU-003 merupakan SU yang diterbitkan dalam rangka BLBI yang dikucurkan oleh Bank Indonesia saat krisis moneter tahun 1998/1999. SU-002 merupakan penyertaan modal negara pada Bank Ekspor Impor Indonesia. Sementara SU-004 merupakan surat utang yang diterbitkan dalam rangka program penjaminan Pemerintah. Sesuai dengan terms & conditions awalnya, Obligasi jenis ini memiliki tingkat bunga tetap sebesar 3% yang diperhitungkan atas pokok yang diindeks berdasarkan inflasi. Kupon dibayarkan secara periodik setiap 6 (enam) bulan sekali. Sementara pokok utang diamortisasi (dicicil) setiap enam bulan sekali secara proporsional atas dasar pokok yang telah
Universitas Sumatera Utara
diindeks. Pembayaran cicilan pokok dilakukan bersamaan dengan pembayaran bunga dan dimulai setelah masa tenggang (grace period) berakhir. e. SRBI (Special Rate Bank Indonesia) SRBI, yang lengkapnya SRBI-01/MK/2003 adalah surat utang yang diterbitkan oleh Pemerintah pada tanggal 7 Agustus 2003 sebagai pengganti SU-001 dan SU- 003, dalam rangka penyelesaian bantuan likuiditas BI. Pelunasan SRBI akan bersumber dari surplus Bank Indonesia yang menjadi bagian Pemerintah dan akan dilakukan apabila rasio modal terhadap kewajiban moneter BI telah mencapai diatas 10%. Dalam hal rasio modal terhadap kewajiban moneter Bank Indonesia kurang dari 3%, maka Pemerintah akan membayar charge kepada Bank Indonesia sebesar kekurangan dana yang diperlukan untuk mencapai rasio modal tersebut.
2. Obligasi Negara Berdenominasi Mata Uang Asing Pada tanggal 10 Maret 2004, Pemerintah menerbitkan ON berdenominasi USD (Dollar Amerika) yang selanjutnya disebut RI0014, dengan nominal penerbitan sebesar USD1.000.000.000,00. Obligasi ini jatuh tempo pada tanggal 10 Maret 2014 dengan tingkat kupon tetap sebesar 6,75% setahun, yang dibayar secara periodik dua kali
setahun
(semiannual).
Obligasi
RI0014
dapat
diperdagangkan
dan
dipindahtangankan kepemilikannya di pasar sekunder.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Mekanisme Penerbitan Surat Utang Negara Pada dasarnya SUN dapat diterbitkan dengan dua cara yaitu melalui lelang atau tanpa lelang (Rahardjo,2003). Penerbitan yang dilakukan melalui lelang memiliki beberapa metode yaitu: 1. Lelang dengan metode harga beragam (multiple price) 2. Lelang dengan metode harga seragam (uniform price)
Pada lelang dengan metode harga beragam, pemenang lelang membayar kepada Pemerintah sesuai harga penawarannya masing-masing. Sementara untuk lelang dengan metode harga seragam, seluruh pemenang lelang membayar pada harga yang sama, yang dapat ditetapkan atas dasar harga terendah dari penawaran yang dimenangkan. Untuk penerbitan tanpa lelang, metode yang dipakai Pemerintah ialah: a)
Bookbuilding, ialah proses pengumpulan dan pemutakhiran data pemesanan
pembelian pada volume dan harga tertentu oleh investor, atas surat utang yang ditawarkan. Proses pemesanan ini berlangsung selama periode tertentu (masa penawaran) dimana dalam masa tersebut pemesan/investor dapat mengubah baik volume maupun harga surat utang yang akan dibeli, sesuai dengan perkembangan terakhir. Setelah masa penawaran berakhir, Pemerintah beserta agen penjual akan menentukan harga akhir yang optimal dan melakukan penjatahan/alokasi perolehan atas surat utang yang ditawarkan.
Universitas Sumatera Utara
b) Private placement, yaitu Pemerintah melakukan penempatan langsung kepada investor tertentu sesuai kesepakatan. Terbitnya SUN pada saat rekapitalisasi perbankan dahulu dan penerbitan obligasi Negara baru pengganti HB yang jatuh tempo merupakan contoh penerbitan SUN tanpa lelang dengan metode private placement.
2.2 Penerimaan Negara / Penerimaan Pemerintah Penerimaan Pemerintah terdiri dari penerimaan dalam negeri Pemerintah, penerimaan luar negeri Pemerintah dan hibah. Penerimaan dalam negeri Pemerintah terdiri atas (Dumairy,1997): 2.2.1 Penerimaan Perpajakan Penerimaan perpajakan dapat dikelompokkan atas beberapa jenis, yaitu : a. Pajak Penghasilan (PPh) Pemungutan pajak penghasilan didasarkan pada Undang-Undang Nomor 10 tahun 1994 tentang pajak penghasilan. Pajak penghasilan merupakan biaya atau tarif yang ditetapkan sesuai dengan besarnya penghasilan seseorang. b. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) PPN merupakan tarif yang dikenakan atas nilai tambah barang dan jasa, sedangkan PPnBM merupakan pajak yang dikenakan terhadap barang-barang mewah atau barang-barang yang diimpor dari luar negeri.
Universitas Sumatera Utara
c. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak bumi dan bangunan merupakan pungutan yang dikenakan atas tanah dan bangunan yang didirikan di atasnya. Hasil pungutan tersebut, 90 persen dikembalikan kepada daerah setempat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tingkat I 16,2 persen, dan APBD tingkat II 64,8 persen. Sisanya 9 persen digunakan untuk upah atau biaya pungut, sedangkan 10 persen lagi digunakan untuk Pemerintah pusat. Sejak tahun 1994 dana yang ke Pemerintah pusat dialokasikan kembali kepada daerah dengan perincian 65 persen dibagikan secara merata kepada daerah tingkat II, sisanya 35 persen dialokasikan sebagai insentif kepada daerah tingkat II yang realisasi penerimaan PBB tahun anggaran sebelumnya berhasil mencapai atau melampaui penerimaan yang telah ditetapkan. d. Bea perolehan Hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) BPHTB merupakan jenis penerimaan pajak yang dikenakan atas nilai perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru. Pemungutan pajak ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 1997 tentang BPHTB. e. Pajak lainnya Pajak lainnya terdiri dari bea meterai dan cukai. Bea meterai merupakan tarif yang dikenakan atas dokumen-dokumen terutang dan tidak terutang. Ketentuan mengenai bea meterai tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 182/KMK.04/1995 tanggal satu mei 1995. Cukai merupakan pungutan atas barang
Universitas Sumatera Utara
kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir. f. Cukai Kebijaksanaan pemungutan cukai tidak semata-mata dilaksanakan untuk mengisi kas negara (fungsi budgeter), tetapi juga bertujuan sebagai alat pengatur dalam rangka perlindungan bagi masyarakat. Pengawasan dan penerapan sanksi untuk menjamin ditaatinya ketentuan tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang cukai. Dasar perhitungan besarnya tarif cukai tergantung kepada jumlah barang kena cukai, tarif dan harga dasar. Tetapi dalam kasus tertentu dikenankan
pembebasan
cukai
terhadap
keperluan
tertentu
seperti
untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, pencegahan pencemaran lingkungan, serta pengembalian cukai apabila barang itu diekspor. g. Bea masuk Bea masuk merupakan tarif yang dikenakan atas barang-barang yang diimpor dari luar negeri. Selain sebagai penerimaan negara, bea masuk juga bertujuan untuk memproteksi produksi dalam negeri. h. Tarif eksport Tarif atau pajak ekspor merupakan tarif atas beberapa komoditi yang akan diekspor, seperti yang tertera dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 241 tahun 1998 tentang penetapan besarnya tarif dan tatacara pembayaran dan penyetoran pajak ekspor atas beberapa komoditi tertentu.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Penerimaan Negara Bukan Pajak Penerimaan negara bukan pajak (PNBP), menurut Undang-Undang Nomor 20 pasal 1 ayat 1 tahun 1997 merupakan seluruh penerimaan Pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. PNBP dalam UU No. 20 Tahun 1997 meliputi : a. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah b. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam c. Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan d. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah e. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi f. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah; dan g. Penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri. 2.2.3 Hibah Hibah adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan atau non devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan atau dalam bentuk jasa termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali (Arief,2004).
Universitas Sumatera Utara
2.2.4 Pengaruh Penerimaan Negara Tahun Sebelumnya Terhadap Penerbitan Obligasi Pemerintah Penerimaan Pemerintah baik dari dalam maupun luar negeri sangat penting bagi keberhasilan proses pembangunan nasional. Hal ini disebabkan penerimaan Pemerintah terutama dari dalam negeri yaitu dari pajak dan non-pajak maupun migas dan nonmigas adalah untuk menutup pengeluaran rutin Pemerintah. Dan kalau ada sisanya dijadikan sebagai tabungan pemerintah setelah ditambah dengan pinjaman luar negeri yang dimanfaatkan untuk mendanai pembangunan. Apabila penerimaan pemerintah ini cukup besar untuk membiayai pembangunan dan pengeluaran rutin, maka obligasi ataupun surat utang negara yang diterbitkan akan berkurang (Dumairy,1997). Dari pernyataan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pengaruh penerimaan negara tahun sebelumnnya terhadap penerbitan obligasi pemerintah adalah negatif.
2.3 Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran Pemerintah adalah sejumlah anggaran yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia, baik dalam bentuk pengeluaran rutin dan pengeluaran untuk pembiayaan pembangunan dalam satu tahun (Djunasien dan Hidayat,1999). 2.3.1 Pengeluaran Rutin Pengeluaran
rutin
merupakan
pengeluaran
yang
digunakan
untuk
pemeliharaan dan penyelenggaraan Pemerintah yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga dan cicilan utang, subsidi dan pengeluaran rutin
Universitas Sumatera Utara
lainnya. Melalui pengeluaran rutin, Pemerintah dapat menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan Pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan aset negara, pemenuhan kewajiban kepada luar negeri, perlindungan kepada masyarakat miskin dan kurang mampu serta menjaga stabilitas perekonomian (Djunasien dan Hidayat,1999). Besarnya pengeluaran rutin dipengaruhi oleh berbagai langkah kebijakan yang ditempuh Pemerintah dalam rangka pengelolaan keuangan negara dan stabilitas perekonomian seperti perbaikan pendapatan aparatur Pemerintah, penghematan pembayaran bunga utang dan pengalihan subsidi agar lebih tepat sasaran. Kenaikan pengeluaran Pemerintah terutama dari pos belanja pegawai yang dialokasikan untuk menaikkan gaji pegawai dan pensiunan. Selain itu lonjakan pengeluaran Pemerintah terjadi pada pos pembayaran bunga utang luar negeri dan dalam negeri. Perbedaan karakteristik yang paling mendasar antara pinjaman dari dalam dan luar negeri yaitu pada implikasi disaat pengembalian (amortisasi). Dalam kasus pinjaman dalam negeri, pembayaran bunga utang oleh Pemerintah akan kembali dinikmati oleh masyarakat Indonesia karena terjadi transfer pendapatan dari kelompok masyarakat yang menjadi kreditur. Dampak dari aliran dana ini masih berputar di dalam negeri karena masing-masing pihak adalah warga negara Indonesia. Sedangkan dalam kasus pinjaman luar negeri, terjadi aliran dampak ekonomi (multiplier effect) yang berbeda. Pihak-pihak yang menerima pengembalian pinjaman adalah kreditur di luar negeri (Mangkoesoebroto,2001).
Universitas Sumatera Utara
Jumlah utang luar negeri yang semakin besar menyebabkan anggaran yang digunakan untuk membayar bunga utang juga semakin meningkat. Meningkatnya jumlah pembayaran bunga utang tersebut selain disebabkan oleh membengkaknya jumlah utang jatuh tempo juga dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Selain itu pengeluaran untuk subsidi yang berperan cukup besar adalah subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Subsidi ini muncul pada tahun 1997/1998 sebagai akibat dari melonjaknya harga minyak mentah di pasar dunia menyebabkan meningkatnya biaya pengadaan BBM hingga melebihi hasil penjualan BBM itu sendiri, akibatnya pemerintah terpaksa memberikan subsidi terutama terhadap minyak tanah dan solar. 2.3.2 Pengeluaran Pembangunan Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang digunakan untuk membiayai pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan umum, baik pembangunan secara fisik maupun non fisik. Peranan anggaran pembangunan lebih ditekankan pada upaya penciptaan kondisi yang stabil dan kondusif bagi berlangsungnya proses pemulihan ekonomi dengan tetap memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam kaitannya dengan pengelolaan APBN secara keseluruhan dengan keterbatasan sumber pembiayaan yang tersedia, maka pencapaian sasaran-sasaran pembangunan harus dilakukan seoptimal mungkin. Sehubungan dengan hal tersebut, formulasi distribusi alokasi dan penentuan besarnya pengeluaran memegang peranan penting dalam target kebijakan fiskal (Nota Keuangan dan APBN,2004).
Universitas Sumatera Utara
Pengelolaan anggaran pembangunan juga harus tetap ditempatkan sebagai bagian yang utuh dari upaya menciptakan APBN yang sehat, melalui upaya mengurangi secara bertahap peran pembiayaan yang bersumber dari luar negeri tanpa mengurangi upaya menciptakan pertumbuhan yang berkesinambungan. Pembiayaan pembangunan dibiayai dari sumber-sumber pembiayaan dalam negeri dan pinjaman program. Pengelolaan dana tersebut akan dialokasikan kepada departemen di tingkat pusat termasuk Departemen Hankam dan pemerintah daerah yang diklasifikasikan kedalam dana pembangunan yang dikelola daerah (Djamin,1993). Dalam kebijakan penyusunan APBN dikenal beberapa kebijakan anggaran yaitu anggaran berimbang, anggaran surplus dan anggaran defisit. Dalam pengertian umum, anggaran berimbang adalah suatu kondisi dimana penerimaan sama dengan pengeluaran (G=T). Anggaran surplus yaitu pengeluaran lebih kecil dari penerimaan (G
T). Anggaran surplus digunakan jika pemerintah ingin mengatasi masalah inflasi, sedangkan anggaran defisit digunakan jika pemerintah ingin mengatasi masalah pengangguran dan peningkatan pertumbuhan ekonomi. 2.3.3 Klasifikasi Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah dapat dibedakan (Djamin,1993): a. Pengeluaran yang self liquiditing sebagian atau seluruhnya, artinya pengeluaran Pemerintah mendapatkan pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima jasa atau barang yang bersangkutan. Misalnya, pengeluaran untuk jasa perusahaan Negara atau proyek-proyek produktif untuk tujuan ekspor.
Universitas Sumatera Utara
b. Pengeluaran yang reproduktif, artinya mewujudkan keuntungan-keuntungan ekonomis bagi masyarakat, yang dengan naiknya tingkat penghasilan dan sasaran pajak akan menaikkan penerimaan Pemerintah. Misalnya untuk bidang pengairan, pertanian, pendidikan dan kesehatan masyarakat (pubic health). c. Pengeluaran yang tidak self liquiditing dan tidak produktif, yaitu pengeluaran yang langsung menambah kegembiraan dan kesejahteraan masyarakat. Misalnya untuk bidang rekreasi, pendirian monument, objek-objek pariwisata dan sebagainya. Ada tiga pos utama pada sisi pengeluaran Pemerintah, yaitu : 1. Pengeluaran Pemerintah untuk pembelian barang dan jasa 2. Pengeluaran Pemerintah untuk gaji pegawai 3. Pengeluaran Pemerintah untuk pembayaran transfer (transfer payment).
Pembayaran transfer Pemerintah adalah pembayaran Pemerintah kepada individu yang tidak dipakai untuk menghasilkan barang dan jasa sebagai imbalannya. Pengeluaran Pemerintah berupa pembayaran subsidi atau bantuan langsung kepada berbagai
golongan
masyarakat.
Pemerintah
mampu
mempengaruhi
tingkat
pendapatan keseimbangan menurut dua cara yang terpisah. Pertama, pembelian Pemerintah atas barang dan jasa merupakan komponen dari permintaan agregat. Kedua, pajak dan transfer payment mempengaruhi hubungan antara output dan pendapatan disposibel (pendapatan bersih yang siap untuk dikonsumsi atau ditabung) yang didapat oleh sektor swasta.
Universitas Sumatera Utara
Perubahan dalam pengeluaran Pemerintah dan pajak akan mempengaruhi tingkat pendapatan. Hal ini menimbulkan kemungkinan bahwa kebijakan fiskal dapat digunakan untuk menstabilkan perekonomian. Jika perekonomian berada dalam keadaan resesi, pajak harus dikurangi dan pengeluaran ditingkatkan untuk meningkatkan output. Jika sedang dalam masa makmur (booming), pajak harus ditingkatkan dan pengeluaran Pemerintah dikurangi agar kembali ke penggunaan tenaga kerja penuh. 2.3.4 Teori Pengeluaran Pemerintah a) Pengeluaran Pemerintah Versi Keynes Identitas keseimbangan pendapatan nasional Y = C + I + G merupakan pandangan kaum Keynesian akan relevansi campur tangan Pemerintah dalam perekonomian tertutup. Formula ini dikenal sebagai identitas pendapatan nasional. Y merupakan pendapatan nasional, C merupakan pengeluaran konsumsi, dan G merupakan Pengeluaran Pemerintah. Dengan membandingkan nilai G terhadap Y serta mengamati dari waktu ke waktu dapat diketahui seberapa besar kontribusi Pengeluaran Pemerintah dalam pembentukan pendapatan nasional (Dumairy,1997). Menurut Keynes untuk menghindari timbulnya stagnasi dalam perekonomian, Pemerintah berupaya untuk meningkatkan jumlah pengeluaran Pemerintah (G) dengan tingkat yang lebih tinggi dari pendapatan nasional sehingga dapat mengimbangi kecenderungan mengkonsumsi (C) dalam perekonomian.
Universitas Sumatera Utara
b) Teori Wagner Wagner menyatakan dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran Pemerintah akan meningkat. Terutama disebabkan karena Pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya. Formulasi hukum Wagner ialah sebagai berikut :
PkPPt n PkPP PkPPt 1 PkPPt 2 > > >......> PPk PPkt 1 PPk t 2 PPk t n Keterangan : PkPP = Pengeluaran Pemerintah per kapita PPk
= Pendapatan nasional per kapita
1,2,..,n = Indeks waktu (tahun)
Wagner mendasarkan pandangannya pada suatu teori yang disebut organic theory of state yaitu teori yang menganggap Pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dengan masyarakat yang lain. Menurut Wagner, ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran Pemerintah selalu meningkat yaitu : a. Tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan b. Kenaikan tingkat pendapatan masyarakat c. Urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi d. Perkembangan demografi; dan e. Ketidakefisienan birokrasi.
Universitas Sumatera Utara
Pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan hubungan antar industri dan hubungan antar industri dengan masyarakat akan semakin kompleks sehingga potensi terjadinya kegagalan eksternalitas negatif menjadi semakin besar. Namun teori Wagner memiliki kelemahan yaitu tidak didasari pada teori pemilihan barang-barang publik (Dumairy,1997). c) Teori Peacock dan Wiseman Teori mereka didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha memperbesar pengeluaran, sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Peacock dan Wiseman menyebutkan bahwa perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah. Dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah semakin meningkat pula. Oleh karena itu dalam keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah semakin besar. Begitu juga dengan pengeluaran pemerintah yang menjadi semakin besar juga. Peacock dan Wiseman menjelaskan bahwa perkembangan pengeluaran pemerintah tidak berbentuk garis tetapi berbentuk tangga seperti yang ditunjukkan oleh gambar di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Pengeluaran Pemerintah Wagner, Solow, Musgrev Peacock – Wiseman
0
Tahun Gambar 2.1. Kurva Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Pelaksanaan keterlibatan
segenap
pembangunan unsur
merupakan
lapisan
program
masyarakat.
Peran
yang
memerlukan
pemerintah
dalam
pembangunan adalah sebagai katalisator dan fasilitator tentu membutuhkan berbagai sarana dan fasilitas pendukung, termasuk anggaran belanja dalam rangka terlaksananya pembangunan yang berkesinambungan. Pengeluaran tersebut sebagian digunakan untuk administrasi pembangunan dan sebagian lagi untuk kegiatan pembangunan diberbagai jenis infrastruktur yang penting. Anggaran-anggaran tersebut akan meningkatkan pengeluaran agregat dan mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
2.3.5
Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Penerbitan Obligasi Pemerintah Dalam rangka menutupi kesenjangan antara kebutuhan pembangunan dengan
kemampuan dana dalam negeri, maka penerbitan obligasi pemerintah masih tetap dibutuhkan. Akan tetapi apabila pengeluaran pemerintah sangat besar, penerbitan obligasi pemerintah pun akan semakin besar pula. Hal ini dikarenakan untuk menutupi defisit APBN ataupun untuk pembangunan dalam negeri. Oleh karena itu, pembiayaan proyek harus dimanfaatkan secara lebih optimal terutama bagi kegiatan ekonomi yang produktif dan dilaksanakan secara lebih transfaran, efektif dan efisien. Pembiayaan proyek dimanfaatkan untuk pembangunan sumber daya manusia dibidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial lainnya (Kamaluddin,1999). Dari pernyataan ini dapat diambil kesimpulan bahwa pengaruh antara pengeluaran pemerintah terhadap penerbitan obligasi pemerintah adalah positif.
2.4 Pinjaman Luar Negeri Pemerintah Pinjaman luar negeri adalah semua pinjaman yang menimbulkan kewajiban membayar kembali terhadap pihak luar negeri baik dalam valuta asing maupun dalam Rupiah. Termasuk dalam pengertian pinjaman luar negeri adalah pinjaman dalam negeri yang menimbulkan kewajiban membayar kembali terhadap pihak luar negeri (Sanuri,2005).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Basri (2003) pinjaman luar negeri dapat diterangkan melalui pendekatan
pendapatan
nasional.
Sebagai
salah
satu
sumber
pembiayaan
pembangunan, pinjaman luar negeri dibutuhkan untuk menutupi 3 (tiga) defisit yaitu kesenjangan tabungan investasi, defisit anggaran, dan defisit transaksi berjalan. Hubungan ketiga defisit ini dapat dijelaskan dengan menggunakan kerangka teori three gap model yang diperoleh dari persamaan identitas pendapatan nasional, yaitu: a. Sisi Pengeluaran Y = C+ I + G + (X-M)……………………………………………..(1) Dimana: Y = Produk Domestik Bruto C = Total konsumsi masyarakat I = Ivestasi swasta G = Pengeluaran pemerintah X = Ekspor barang dan Jasa M = Impor barang dan jasa
b. Sisi Pendapatan Y = C+ S + T………………………………………………………(2) Dimana: C = Total konsumsi masyarakat S = Tabungan pemerintah T = Penerimaan pajak pemerintah
Universitas Sumatera Utara
Jika kedua sisi identitas pendapatan nasional digabung, maka akan diperoleh: (M-X) = (I-S) + (G-T)…………………………………………...…(3) Dimana: (M-X) = Defisit transaksi berjalan (I-S) = Kesenjangan tabungan investasi (G-T) = Defisit anggaran pemerintah 2.4.1 Karakteristik Pinjaman Luar Negeri Pinjaman luar negeri Indonesia dibedakan dalam 2 kelompok besar, yaitu (Sanuri,2005): 1. Pinjaman luar negeri yang diterima Pemerintah (public debt) 2. Pinjaman luar negeri yang diterima swasta (private debt). Apabila pinjaman luar negeri dilihat dari sumber dananya, maka terbagi atas : a. Pinjaman
Multilateral,
yaitu
pinjaman
yang
berasal
dari
badan-badan
internasional, misalnya World Bank, Asian Development Bank (ADB), Islamic Development Bank (IDB). b. Pinjaman Bilateral, yaitu pinjaman yang berasal dari negara-negara baik yang tergabung dalam Consultative Group on Indonesia (CGI) maupun antar negara secara langsung (intergovernment). c. Pinjaman Sindikasi, yaitu pinjaman yang diperoleh dari beberapa bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) internasional. Pemberian pinjaman
Universitas Sumatera Utara
tersebut dikoordinir oleh satu bank/LKBB yang bertindak sebagai sindication leader. Pinjaman ini biasanya dalam jumlah besar dan bersifat komersial (commercial loan), misalnya dengan tingkat suku bunga yang mengambang (floating rate). Syarat-syarat pinjaman yang dituangkan dalam loan agreement merupakan konsensus dan kesepakatan diantara para pemberi pinjaman.
Pinjaman luar negeri dilihat dari segi persyaratannya, dapat dibedakan : a. Pinjaman Lunak (Concessional Loan), yaitu pinjaman luar negeri Pemerintah dalam rangka pembiayaan proyek-proyek pembangunan. Pinjaman lunak biasanya diperoleh dari negara-negara yang tergabung dalam kerangka CGI maupun non CGI. Concessional loan biasanya juga diartikan sebagai pinjaman yang diperoleh dari Official Development Assitance (ODA) baik yang bersifat bilateral maupun multilateral. Berdasarkan Inpres No.8 tahun 1984 pinjaman yang dapat diklasifikasikan pinjaman lunak harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: Jangka waktu pengembalian pinjaman selama 25 tahun atau lebih. Masa tenggang (grace period) pembayaran pokok pinjaman selama 7 sampai dengan 10 tahun. Tingkat bunga pinjaman berkisar 2% sampai dengan 3%. Dalam pinjaman yang diberikan terdapat unsur hibah (grant element) sebesar 25% atau lebih.
Universitas Sumatera Utara
b. Pinjaman setengah
lunak (semi concessional loan), yaitu pinjaman yang
penggunaannya hampir sama dengan penggunaan pinjaman lunak, namun persyaratannya lebih berat dari pinjaman lunak tetapi lebih ringan daripada pinjaman komersial. Pinjaman semi lunak terdiri dari: 1. Fasilitas Kredit Ekspor (FKE), adalah pinjaman luar negeri yang disediakan oleh suatu badan pengembangan ekspor di luar negeri kepada Pemerintah Indonesia untuk membiayai pembelian barang modal bagi proyek tertentu. Fasilitas pinjaman ini dijamin oleh Pemerintah negara yang bersangkutan atau lembaga yang ditunjuk. Pada umumnya FKE diberikan hanya sebesar 65% sampai dengan 90% dari keseluruhan nilai proyek yang dibiayai, sedangkan sisanya dibiayai dengan dana sendiri atau dana pendampingan oleh Pemerintah RI. Fasilitas Kredit Ekspor dapat dalam bentuk Suppliers Credit atau Buyers Credit. Buyers Credit adalah pinjaman FKE yang diterima dari bank komersial atau lembaga keuangan bukan bank luar negeri, dimana tujuan pinjaman tersebut adalah untuk pembelian barang dari negara pemberi pinjaman. Suppliers Kredit adalah pinjaman FKE yang diterima Pemerintah langsung dari pemasok barang (supplier) di luar negeri kepada Pemerintah RI yang akan diberikan dalam bentuk barang untuk keperluan proyek.
Universitas Sumatera Utara
2. Purchase Installment Sale Agreement (PISA), yaitu pinjaman yang diberikan oleh perusahaan leasing untuk pembiayaan proyek pembangunan tertentu yang dituangkan dalam bentuk persetujuan jual beli dengan pembayaran angsuran. Besarnya pinjaman PISA adalah 100% dari nilai proyek. 3. Pinjaman Komersial (Commercial Loan), yaitu pinjaman yang diterima dengan syarat-syarat yang ditetapkan berdasarkan kondisi pasar uang dan pasar modal internasional. Pinjaman ini lazim pula disebut cash loan karena pinjaman diterima dalam bentuk uang tunai dan penggunaannya lebih fleksibel atau tidak mengikat. Jumlah pinjaman komersial umumnya berjumlah besar karena pemberi pinjaman berupa sindikasi yang anggotanya terdiri atas perbankan dan lembaga-lembaga keuangan internasional. 2.4.2 Prinsip Dasar Penerimaan Pinjaman Luar Negeri Pemerintah Prinsip dasar dan pertimbangan dalam menerima setiap pinjaman luar negeri adalah (Dumairy,1997): 1. Pinjaman yang diterima harus berjangka panjang dengan syarat-syarat yang ringan, yaitu syarat yang masih dapat dipenuhi secara normal dan wajar. 2. Pinjaman yang diterima tidak disertai dengan suatu ikatan politik apapun dan dilandasi azas yang saling menguntungkan secara wajar. 3. Jumlah dan syarat pinjaman disesuaikan dengan batas kemampuan untuk membayar kembali dan tidak menimbulkan beban yang terlalu memberatkan terhadap neraca pembayaran. Indikator kemampuan membayar adalah rasio antara
Universitas Sumatera Utara
jumlah utang dan bunga pada satu periode dengan hasil ekspor pada periode yang sama atau disebut Debt-Service ratio (DSR). 4. Penggunaan dan penarikan dana pinjaman tidak terlalu ketat dan lebih disukai jenis pinjaman yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. 5. Sumber dana pinjaman harus jelas dan pihak kreditor dikenal mempunyai reputasi yang baik. 6. Perlu adanya penganekaragaman (diversifikasi) sumber dan bentuk pinjaman, sehingga dapat meningkatkan borrowing capacity Indonesia. 7. Penggunaan pinjaman diarahkan pada pembiayaan proyek-proyek yang memberi manfaat langsung bagi pengembangan industri dalam negeri serta mendorong perluasan lapangan kerja. 8. Penggunaan pinjaman tidak dibatasi untuk impor barang/jasa dari negara pemberi pinjaman saja, tetapi hendaknya bebas digunakan untuk kepentingan impor dari negara lain. 2.4.3 Peranan Pinjaman Luar Negeri Dalam APBN Dalam struktur APBN, pinjaman luar negeri dimaksudkan sebagai penerimaan pembangunan yang berasal dari pinjaman program dan pinjaman proyek. Pinjaman proyek merupakan pinjaman luar negeri yang sejak awal direncanakan untuk membiayai proyek-proyek tertentu, sedangkan pinjaman program digunakan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan.
Universitas Sumatera Utara
Pada saat ini Pemerintah mengajukan pilihan pada pinjaman luar negeri karena pinjaman luar negeri mempunyai fungsi (Dumairy,1997): a. Mengatasi kesulitan modal untuk membiayai pembangunan b. Mengatasi kesulitan valuta asing c. Mengurangi tekanan inflasi dibanding dengan pembiayaan deficit spending melalui pencetakan uang d.
Memasukkan teknologi maju atau tenaga ahli dari luar negeri. Sumber dalam negeri seperti pencetakan uang tidak dilakukan, karena hal
tersebut akan mengakibatkan tingginya inflasi dalam negeri yang dapat merusak sendi perekonomian Indonesia. 2.4.4
Pengaruh Pinjaman Luar Negeri Pemerintah Terhadap Penerbitan Obligasi Pemerintah Pinjaman luar negeri yang diterima Pemerintah dimaksudkan sebagai
pelengkap pembiayaan pembangunan disamping sumber pembiayaan yang berasal dari dalam negeri berupa hasil perdagangan luar negeri, penerimaan pajak dan tabungan. Salah satu masalah dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah keterbatasan modal dalam negeri. Hal ini tercermin pada angka kesenjangan tabungan investasi SavingInvestment Gap dan Foreigan Exchange Gap.
Universitas Sumatera Utara
Saving Investment gap menggambarkan kesenjangan antara tabungan dalam negeri dengan dana investasi yang dibutuhkan, sedangkan Foreign Exchange Gap menggambarkan kesenjangan antara kebutuhan devisa untuk membiayai impor barang/jasa dengan penerimaan devisa hasil expor barang/jasa. Dan apabila pinjaman luar negeri pemerintah mengalami peningkatan, maka surat utang negara yang diterbitkan mengalami penurunan. Oleh karena itu negara-negara berkembang membutuhkan pinjaman luar negeri untuk menutup kekurangan kebutuhan pembiayaan investasi dan untuk membiayai defisit transaksi berjalan (current account) neraca pembayaran dalam rangka pembiayaan transaksi internasional sehingga posisi cadangan devisa tidak terganggu (Sanuri,2005). Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa pengaruh antara pinjaman luar negeri pemerintah dengan penerbitan obligasi adalah negatif.
2.5 Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 2.5.1 Pengertian Suku Bunga Suku bunga bank dapat dikatakan sebagai balas jasa yang diberikan kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga dapat juga dikatakan sebagai biaya yang dikeluarkan sebagai balas jasa karena telah menggunakan uang orang lain. Namun dalam dunia perbankan, suku bunga dapat dikatakan sebagai harga yang harus dikeluarkan oleh bank kepada nasabah yang menyimpan dana (Hamzah,2005).
Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Pengertian dan sejarah Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) pada prinsipnya adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank sentral sebagai pengakuan utang berjangka
waktu
pendek
dan
diperjualbelikan
dengan
sistem
diskonto
(Hamzah,2005). Sertifikat Bank Indonesia pertama kali diterbitkan pada tahun 1970 dengan sasaran utama untuk menciptakan pasar uang yang hanya diperdagangkan antar bankbank. Namun setelah dikeluarkannya kebijaksanaan yang memperkenalkan bankbank menerbitkan sertifikat deposito pada tahun 1972 dengan terlebih dahulu memperoleh izin dari Bank Indonesia, maka SBI tidak lagi diterbitkan karena sertifikat deposito dianggap akan menggantikan SBI. Oleh karena itu, SBI sebenarnya hanya beredar kurang lebih satu tahun. Namun dengan berubahnya pendekatan kebijakan moneter, maka Bank Indonesia kembali menerbitkan SBI sebagai instrumen kebijakan operasi pasar terbuka (open market operation) terutama untuk kontraksi moneter. Selain sebagai piranti operasi pasar terbuka, penggunaan SBI pada dasarnya sama dengan penggunaan Treasury Bills (T-Bills) di pasar uang Amerika Serikat. Melalui penggunaan SBI tersebut, Bank Indonesia dapat secara tidak langsung mempengaruhi tingkat suku bunga di pasar uang dengan cara mengumumkan Stop Out Rate (SOR). SOR adalah suatu tingkat suku bunga yang diterima Bank Indonesia atas penawaran tingkat suku bunga dari peserta lelang. Selanjutnya SOR tersebut
Universitas Sumatera Utara
akan dapat dipakai sebagai indikator bagi tingkat suku bunga transaksi di pasar uang pada umumnya (Nopirin,1992). 2.5.3 Pihak yang Berhak Memiliki SBI Sejalan dengan ide dasar penerbitan SBI sebagai salah satu piranti operasi pasar terbuka, penjualan SBI diprioritaskan pada lembaga perbankan. Tetapi tidak tertutup kemungkinan masyarakat baik perorangan maupun perusahaan untuk dapat memiliki SBI. Pembelian SBI oleh masyarakat tidak dapat dilakukan secara langsung kepada Bank Indonesia, melainkan harus melalui bank umum serta pialang pasar uang dan pialang pasar modal yang ditunjuk bank Indonesia. Proses pembelian SBI dapat digambarkan sebagai berikut (www.bi.go.id):
Pialang Pasar Uang/ modal Bank Indonesia
Perusahaan/ Perorangan Bank
Gambar 2.2. Proses Pembelian SBI
Universitas Sumatera Utara
2.5.4 Pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Terhadap Penerbitan Obligasi Pemerintah Harga obligasi pemerintah yang dijual akan selalu berfluktuasi. Hal ini disebabkan karena obligasi pemerintah lebih likuid dibanding obligasi korporasi. Perubahan harga obligasi tersebut bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat bunga. Harga obligasi ini berbanding terbalik dengan tingkat suku bunga. Artinya kalau suku bunga naik, maka harga obligasi akan turun dan sebaliknya (Djamin, 1993). Tingkat suku bunga yang cenderung menurun akan menjadi momentum bagi para emiten, baik korporasi BUMN dan swasta maupun pemerintah untuk menerbitkan obligasi. Dengan turunya tingkat suku bunga, maka biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar bunga atau kupon menjadi lebih rendah sehingga obligasi yang diterbitkan menjadi bertambah. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan antara tingkat suku bunga Bank Indonesia dengan penerbitan obligasi pemerintah adalah negatif.
2.6 Penelitian Sebelumnya Engen dan Skiner (1992), melakukan penelitian dengan menggunakan data cross section dari 107 negara pada periode 1970-1985 yang mengembangkan sebuah general model kebijakan fiskal dan pertumbuhan ekonomi. Mereka menyimpulkan bahwa penerapan anggaran berimbang dengan meningkatkan Pengeluaran Pemerintah dan Penerimaan Pajak, diprediksi akan mengurangi pertumbuhan ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
Lubis (2009), meneliti tentang pengaruh nilai kurs, tingkat suku bunga SBI, dan GDP terhadap Permintaan Obligasi Swasta di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kurs, tingkat suku bunga SBI, dan GDP berpengaruh simultan dan signifikan terhadap Permintaan Obligasi Swasta di Indonesia. Hasil studi yang dilakukan Arif dan Sasono (Kuncoro, 1989) menyatakan bahwa sejak Pemerintahan Orde Baru, defisit anggaran selalu ditutupi dengan Pembiayaan (hutang) Luar Negeri. Mereka berkesimpulan terdapat korelasi negatif antara Hutang Luar Negeri dengan anggaran belanja negara. Hal ini disebabkan bahwa hutang tersebut lebih banyak berfungsi sebagai penyedia sumber pembiayaan negara dan surplus impor daripada berfungsi sebagai penambah sumber-sumber yang di investasikan. Ghani dan Zang (1995), dalam penelitiannya menggunakan model Branson mengenai sustainebelitas Utang Luar Negeri dan mengaplikasikannya pada negara miskin dan terjerat utang seperti Ethiopia. Dengan menyederhanakan Utang Luar Negeri Ethiopia dalam sebuah elemen
integral dari stabilitas makroekonomi.
Interaksi antara berbagai variabel kebijakan (utang, fiskal dan suku bunga) dengan variabel hasil (PDB dan pertumbuhan ekspor) dan kondisi ekonomi internasional, kemudian menggabungkannya apakah negara tersebut sudah berada pada jalur Utang Luar Negeri yang sustaineibel. Ada tiga hal mengenai kesimpulannya: 1) Sebuah reformasi kritis sangat diperlukan untuk membuat sebuah negara tetap berada pada jalur Utang Luar Negeri yang sustaineibel.
Universitas Sumatera Utara
2) Isu adanya debt-relief membutuhkan pertimbangan yang serius oleh masyarakat internasional pemberi pinjaman. 3) Mobilisasi sumberdaya dan pertumbuhan membutuhkan penekanan yang tepat untuk memastikan terbayarnya kembali Utang Luar Negeri. Suhud (2004), menurut Suhut selama masa campur tangan IMF di Indonesia setelah adanya krisis moneter menunjukkan banyak saran-saran yang diberikan kepada pemerintah Indonesia tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan karena saran-saran yang diberikan IMF selalu terganjal dengan masalah pendanaan.
Saran-saran
tersebut
tidak
dapat
berjalan
karena
sebelumnya
pembangunan yang dilakukan pemerintah Indonesia berasal dari Utang Luar Negeri. Siahaan (2006), menganalisis pengaruh inflasi dan suku bunga SBI terhadap penerbitan obligasi pemerintah dalam rangka Rekapitalisasi perbankan. Dengan menggunakan metode estimasi Ordinary Least Square pada periode 1989-2005, menyimpulkan bahwa inflasi dan suku bunga SBI memiliki pengaruh negatif terhadap penerbitan obligasi pemerintah dalam rangka rekapitalisasi perbankan.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Kerangka Konseptual Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, landasan teori dan berbagai penelitian sebelumnya, maka dibentuk suatu kerangka konseptual penelitian sebagai berikut:
Penerimaan Negara tahun sebelumnya
Pengeluaran Pemerintah Penerbitan Obligasi Pemerintah Pinjaman Luar Negeri Pemerintah
Suku bunga SBI
Gambar 2.3. Kerangka Konseptual Penelitian Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerbitan Obligasi Pemerintah di Indonesia
Universitas Sumatera Utara
2.8 Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan tinjauan pustaka yang diuraikan di atas, maka hipotesis yang dikemukakan adalah sebagai berikut : 1. Penerimaan negara tahun sebelumnya memiliki pengaruh negatif terhadap penerbitan obligasi Pemerintah di Indonesia, ceteris paribus. 2. Pengeluaran Pemerintah memiliki pengaruh positif terhadap penerbitan obligasi Pemerintah di Indonesia, ceteris paribus. 3. Pinjaman luar negeri Pemerintah Indonesia memiliki pengaruh negatif terhadap penerbitan obligasi Pemerintah di Indonesia, ceteris paribus. 4. Suku bunga Bank Indonesia (SBI) memiliki pengaruh negatif terhadap penerbitan obligasi Pemerintah di Indonesia, ceteris paribus.
Universitas Sumatera Utara