BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Akuntansi
2.1.1
Pengertian Akuntansi Para akuntan memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang proses
akuntansi dalam menguraikan perbedaan teori-teori. Pandangan tersebut adalah akuntansi sebagai bahasa, akuntansi sebagai catatan peristiwa yang lalu, akuntansi sebagai realitas ekonomi saat ini, akuntansi sebagai sistem informasi, akuntansi sebagai komoditas, dan akhirnya akuntansi sebagai sebuah ideologi. Adapun definisi akuntansi menurut para ahli yaitu sebagai berikut: 1. Akuntansi Sebagai Seni Menurut Belkaoui (2006), pengertian akuntansi sebagai seni adalah : “Akuntansi adalah suatu seni atau keahlian yang menyarankan agar keahlian akuntansi yang dibutuhkan untuk menjadi seorang pedagang yang baik harus diajarkan dan memerlukan adanya pendekatan legalistik terhadap akuntansi”. Dapat disimpulkan bahwa akuntansi sebagai seni adalah seni pencatatan, pengelompokan, pengikhtisaran menurut cara yang berarti dan dinyatakan dalam nilai mata uang, semua transaksi serta kejadian yang sedikitnya bersifat finansial dan dari catatan itu dapat ditafsirkan hasilnya. Seni pencatatan artinya dalam melakukan pencatatan diusahakan serapih mungkin, dengan menggunakan bahasa yang khas dalam akuntansi dan teknik tertentu sehingga menarik dan mudah dipahami oleh para pemakai
sedangkan teknik pengelompokan dan pengikhtisaran dilakukan menurut aturan yang tercantum dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK). 2. Akuntansi Sebagai Proses Pengertian akuntansi sebagai proses menurut Mulyadi (2001:2) adalah: “Proses pengolahan data keuangan untuk menghasilkan informasi keuangan yang digunakan untuk memungkinkan pengambil keputusan melakukan pertimbangan berdasarkan informasi dalam pengambilan keputusan.” Jadi, dapat disimpulkan bahwa akuntansi adalah proses pencatatan, pengklasifikasian, pengelompokkan suatu transaksi yang terjadi di dalam suatu perusahaan atau organisasi untuk suatu pengambilan keputusan. Akuntansi sebagai proses menurut Jusup (2001) adalah: “Proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, pelaporan dan penganalisaan data keuangan suatu organisasi”. Hal ini berarti bahwa kegiatan akuntansi merupakan tugas yang kompleks dan menyangkut bermacam-macam kegiatan. Sedangkan pengertian Menurut Belkaoui (2006), akuntansi sebagai proses adalah: “Proses pengidentifikasian, pengukuran, dan pengkomunikasian informasi ekonomik untuk memungkinkan pembuatan pertimbangan dan keputusan berdasarkan informasi oleh para pengguna informasi tersebut”.
3. Akuntansi Sebagai Sistem Informasi Sedangkan menurut Belkaoui (2000), akuntansi sebagai sistem informasi adalah:
“Akuntansi adalah suatu proses yang menghubungkan sumber informasi atau transmitter (biasanya akuntan), saluran komunikasi, dan sekumpulan penerima (pengguna eksternal)”. Dapat disimpulkan bahwa keunggulan pandangan akuntansi sebagai sistem
informasi
yaitu
sistem-sistem
akuntansi
alternatif
tidak
membutuhkan pertimbangan yang lebih lama lagi dalam menilai kemampuannya untuk menghasilkan true income atau dalam hal kewajaran dari penyajian data historis. Sepanjang setiap pengguna yang berbeda dapat menemukan informasi yang diinginkan, saat itu pula dapat ditentukan bahwa sistem tersebut bermanfaat. Sedangkan akuntansi sebagai sistem informasi menurut Jusup (2001) adalah: “Suatu disiplin yang menyediakan informasi yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efisien dan mengevaluasi kegiatankegiatan suatu organisasi”. Jadi dapat disimpulkan dari penjelasan diatas bahwa informasi akuntansi sangat penting dalam menyelenggarakan kegiatan perusahaan. Informasi ini digunakan dalam pengambilan keputusan pihak internal dan eksternal perusahaan.
2.1.2
Jenis-Jenis Akuntansi Masyarakat menuntut agar perusahaan senantiasa memperhatikan dampak-
dampak sosial yang timbul dan upaya untuk mengatasinya. Masyarakat menginginkan dampak tersebut untuk dikontrol karena dampak sosial yang ditimbulkan
terhadap
kehidupan
masyarakat
sangat
besar.
Dari
sini
berkembanglah ilmu akuntansi yang selama ini hanya memberikan informasi tentang kegiatan perusahaan kepada pihak ketiga (stakeholders dan bondholders), yang mempunyai kontribusi langsung bagi perusahaan, sedangkan pihak lain sering diabaikan. Dengan berkembangnya ilmu akuntansi tersebut, kemudian jenis-jenis akuntansi bermunculan, yaitu: 1.
Akuntansi Biaya Akuntansi Biaya adalah suatu bidang akuntansi yang diperuntukkan
bagi proses pelacakan, pencatatan, dan analisa terhadap biaya-biaya yang berhubungan dengan aktivitas suatu organisasi untuk menghasilkan barang atau jasa. Akuntansi biaya yang digunakan untuk akuntansi keuangan, akuntansi biaya mengukur biaya produksi dan penjualan sesuai GAAP, sedangkan akuntansi biaya yang digunakan untuk kebutuhan internal, informasi akuntansi biaya memberikan dasar untuk perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan. 2.
Akuntansi Keuangan Akuntansi keuangan adalah bagian dari akuntansi yang berkaitan
dengan penyiapan laporan keuangan untuk pihak luar, seperti pemegang saham, kreditor, pemasok, serta pemerintah. Akuntansi Keuangan juga merupakan akuntansi yang berhubungan dengan pencatatan transaksi keuangan. Hasil akhir akuntansi keuangan adalah laporan laba/rugi, laporan perubahan modal, neraca, laporan perubahan posisi keuangan, catatan atas laporan keuangan. Dalam penyusunan laporan keuangan harus sesuai dengan prisip akuntansi yang berterima umum.
Akuntansi keuangan fokus informasinya adalah informasi keuangan masa lalu untuk menggambarkan pertanggungjawaban dana yang dipercayakan oleh pihak luar kepada manajemen suatu perusahaan (Mulyadi, 2001). Hal penting dari akuntansi keuangan adalah adanya Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang merupakan peraturan yang harus digunakan didalam pengukuran dan penyajian laporan keuangan untuk kepentingan eksternal. Dengan demikian, diharapkan pemakai dan penyusun laporan keuangan dapat berkomunikasi melalui laporan keuangan ini, sebab mereka menggunakan acuan yang sama yaitu SAK. 3.
Akuntansi Manajemen Akuntansi Manajemen adalah disiplin ilmu yang berkenaan dengan
pengguna informasi akuntansi oleh para manajemen dan pihak-pihak internal lainnya untuk keperluan penghitungan biaya produk, perencanaan, pengendalian dan evaluasi, serta pengambilan keputusan. Menurut Mulyadi (2001) Akuntansi manajemen di samping menghasilkan informasi masa lalu, juga menyediakan informasi keuangan masa yang akan datang sebagai salah satu dasar bagi manajemen dalam pengambilan keputusan. Akuntansi manajemen juga lebih banyak bersangkutan dengan pengukuran kinerja manajemen dari berbagai jenjang organisasi. Karena informasi akuntansi manajemen digunakan untuk mengukur kinerja manajemen, maka aspek perilaku manusia dalam organisasi perlu diperhatikan dalam pengolahan informasi keuangan dalam akuntansi manajemen.
4.
Akuntansi Pemerintahan Lembaga
pemerintah
dalam
menjalankan
pemerintahannya
memerlukan jasa akuntansi, baik analisis maupun untuk meningkatkan mutu pengawasan, pendidikan, dan pengelolaan keuangan untuk menghasilkan informasi yang akan digunakan. Akuntansi Pemerintahan adalah bidang akuntansi yang berkaitan dengan lembaga pemerintahan dan lembaga-lembaga
yang tidak bertujuan mencari
laba.
Akuntansi
pemerintah berhubungan dengan pencatatan dan pelaporan transaksi ekonomi di lembaga-lembaga pemerintah. Pencatatan itu mencakup administrasi keuangan negara, pelaporan, dan pengontrolan anggaran tidak terjadi penyimpangan dari Undang-undang dan peraturan yang berlaku. 5.
Akuntansi Internasional Akuntansi internasional didefinisikan sebagai akuntansi untuk
transaksi-transaksi internasional, perbandingan prinsip-prinsip akuntansi di berbagai negara dan harmonisasi berbagai standar akuntansi dunia. Kebutuhan akuntansi internasional sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Akuntansi internasional memperluas akuntansi yang bertujuan umum yang berorientasi nasional dalam arti luas untuk : a. analisa komparatif internasional b. pengukuran isu-isu pelaporan akuntansinya yang unik bagi transaksi-transaksi bisnis multinasional c. kebutuhan akuntansi bagi pasar-pasar keuangan internasional
d. harmonisasi keragaman pelaporan keuangan melalui aktivitasaktivitas politik, organisasi, profesi, dan pembuatan standar 6.
Akuntansi Pemeriksaan Akuntansi pemeriksaan atau yang lebih banyak dikenal istilah auditing
adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Akuntansi pemeriksaan merupakan kegiatan akuntansi yang berhubungan dengan pemeriksaan akuntansi keuangan atau akuntansi umum. 7.
Akuntansi Perpajakan Akuntansi pajak adalah bidang akuntansi yang mengkalkulasi,
menangani, mencatat, bahkan menganalisa dan membuat strategi perpajakan sehubungan dengan kejadian-kejadian ekonomi (transaksi) perusahaan. Fungsi akuntansi pajak adalah mengolah data kuantitatif yang akan digunakan untuk menyajikan laporan keuangan yang memuat perhitungan perpajakkan dan kelak akan digunakan dalam pengambilan keputusan. 8.
Akuntansi Penganggaran Akuntansi Penganggaran (budgeting) adalah bidang akuntansi
bertujuan untuk menyusun rencana keuangan untuk periode tertentu di
masa yang akan datang dan membandingkan hasil operasi dengan rencana yang telah di tetapkan. 9.
Akuntansi Sosial Akuntansi Sosial didefinisikan oleh para pakar akuntansi sebagai
proses untuk mengukur, mengatur dan melaporkan dampak interaksi antara perusahaan dengan lingkungan sosialnya. Akuntansi sosial secara teoritis mensyaratkan perusahaan harus melihat lingkungan sosialnya antara lain masyarakat, konsumen, pekerja, pemerintah dan pihak lain yang dapat menjadi pendukung jalannya operasional karena pergeseran tanggung jawab perusahaan. Akuntansi sosial berkaitan erat dengan masalah: (1) penilaian dampak sosial dari kegiatan entitas bisnis (2) mengukur kegiatan tersebut (3) melaporkan tanggungjawab sosial perusahaan, dan (4) sistem informasi internal dan eksternal atas penilaian terhadap sumber-sumber daya perusahaan dan dampaknya secara sosial ekonomi Dalam pertukaran yang terjadi antara perusahaan dan lingkungan sosialnya terdapat dua dampak yang timbul yaitu dampak positif atau yang disebut juga dengan manfaat sosial (social benefit) dan dampak negatif yang disebut dengan pengorbanan sosial (social cost).
10. Akuntansi Lingkungan Akuntansi lingkungan merupakan cabang ilmu akuntansi yang disebut akuntansi pertanggungjawaban sosial (sosial responsibility accounting). Menurut Ikhsan (2008) banyaknya perhatian mengenai persoalan lingkungan menjadi sangat penting untuk mempertimbangkan akuntansi lingkungan dalam mengungkapkan informasi maka maksud dan tujuan dikembangkannya akuntansi lingkungan antara lain meliputi: 1. Akuntansi
lingkungan
merupakan
sebuah
alat
manajemen
lingkungan. 2. Akuntansi lingkungan sebagai alat komunikasi dengan masyarakat. Akuntansi lingkungan merupakan suatu upaya untuk mendapatkan gambaran mengenai besar dan jenis biaya yang benar-benar terjadi. Akuntansi lingkungan diterapkan oleh perusahaan untuk mengefisienkan upaya pengelolaan lingkungan dengan melihat biaya pengelolaan lingkungan tersebut dan manfaatnya terhadap perusahaan (economic benefit),
sehingga
persoalan-persoalan
lingkungan
yang
dihadapi
perusahaan bisa diminimalisir. Akuntansi lingkungan sebenarnya menuntut perusahaan yang telah mengambil apapun manfaat dari lingkungan (sumber daya alam) untuk kegiatan bisnisnya dalam memaksimalkan laba perusahaan, untuk melakukan suatu usaha atau kegiatan mempertanggungjawaban semua dampak yang muncul dengan melakukan suatu kinerja pengelolaan lingkungan atau konservasi lingkungan. Hal ini pula yang banyak dituntut
oleh para stakeholder agar perusahaan melakukan berbagai upaya tanggung jawab lingkungan. Ikhsan (2008:12) menyatakan ada beberapa alasan mengapa perusahaan perlu untuk mempertimbangkan pengadopsian akuntansi lingkungan sebagai bagian dari sistem akuntansi perusahaan, antara lain: a. Memungkinkan secara signifikan mengurangi dan menghapus biaya-biaya lingkungan. b. Biaya dan manfaat lingkungan mungkin kelihatannya melebihi jumlah nilai rekening/akun. c. Memungkinkan
pendapatan
dihasilkan
dari
biaya-biaya
lingkungan. d. Memperbaiki kinerja lingkungan perusahaan yang selama ini mungkin mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan keberhasilan bisnis perusahaan. e. Diharapkan menghasilkan biaya atau harga yang lebih akurat terhadap produk dari proses lingkungan yang diinginkan. f. Memungkinkan keuntungan yang lebih bersaing sebagaimana pelanggan mengharapkan produk/jasa lingkungan yang lebih bersahabat. g. Dapat mendukung pengembangan dan jalannya sistem manajemen lingkungan yang menghendaki peraturan untuk beberapa jenis perusahaan.
Dalam akuntansi lingkungan berkaitan dengan dimasukkannya biaya lingkungan kedalam praktek akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintah. Menurut Anshari (1997) yang dikutip oleh Bernard Daulat (2007) biaya lingkungan merupakan biaya yang muncul dalam usaha untuk
mencapai
tujuan
seperti
pengurangan
biaya
lingkungan,
meningkatkan pendapatan, meningkatkan kinerja lingkungan yang perlu dipertimbangkan saat ini dan yang akan datang. Dengan adanya dampak lingkungan yang muncul dan pelaksanaan kinerja lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan, maka biaya lingkungan yang ditanggung oleh perusahaan dikemukakan oleh White and
Savage
(1995)
yang
dikutip
oleh
Oktavirina
(2006),
pengelompokkan biaya lingkungan dibagi menjadi tiga tipe, yaitu: 1.
Conventional Company Cost Conventional Company Cost dikelompokkan sebagai biaya internal bagi perusahaan, yaitu pengumpulan biaya yang mempengaruhi neraca periode berjalan, peraturan yang ada, dan kondisi pasar. Sebagian besar perusahaan didalam prakteknya hanya mencakup conventional cost saja. Biaya ini termasuk pelepasan limbah akhir, pembelian, dan pemeliharaan sistem pengontrol emisi udara dan perlengkapannya.
2.
Less Tengible Items Less Tengible Items adalah biaya tidak langsung perusahaan (indirect cost), saving atau aliran revenue yang mencakup kewajiban, ketaatan
pada peraturan di masa mendatang, perubahan nilai saham berkaitan dengan penilaian kinerja perusahaan atas kegiatan lingkungan, peningkatan posisi di dalam pasar produk “hijau” dan konsekuensi ekonomi
atas
perubahan
citra
perusahaan
berkaitan
dengan
performance lingkungannya. 3.
Eksternal Cost Biaya kerusakan sosial atau lingkungan yang terjadi akibat operasi perusahaan, misalnya biaya dampak memburuknya kesehatan akibat emisi buangan asap perusahaan yang terjadi karena perusahaan tidak mematuhi peraturan yang ada, kerusakan bangunan atau hasil panen akibat sulfur dan kerusakan yang bersifat tidak dapat diperbaharui terhadap ekosistem atau spesies tertentu akibat kegiatan penambangan atau perusakan hutan.
2.1.4 Prinsip-Prinsip Akuntansi Prinsip akuntansi merupakan dasar atau petunjuk bagi mereka yang melakukan praktek atau kegiatan di bidang akuntansi, sehingga wajib ditaati khususnya dalam hal proses penyusunan laporan keuangan. Prinsip akuntansi dapat memberikan petunjuk tentang bagaimana data sumber-sumber dan kewajiban ekonomi dicatat sebagai harta dan kewajiban, bagaimana cara mencatatnya, kapan perubahan tersebut dicatat serta bagaimana mengukurnya dan informasi apa saja yang diungkapkan dan bagaimana cara mengungkapkannya. Adapun prinsip-prinsip akuntansi yang perlu diperhatikan dan diterapkan yaitu:
1.
Prinsip Biaya Historis (Historical Cost Principle) Prinsip ini menghendaki digunakannya harga perolehan dalam mencatat aktiva, utang, modal dan biaya.
2.
Prinsip
Pengakuan
Pendapatan
(Revenue
Recognition Principle) Pendapatan adalah aliran masuk harta-harta (aktiva) yang timbul dari penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh suatu unit usaha selama suatu periode tertentu. Dasar yang digunakan untuk mengukur
besarnya
pendapatan
adalah
jumlah
kas
atau
ekuivalennya yang diterima dari transaksi penjualan dengan pihak yang bebas. 3.
Prinsip Mempertemukan (Matching Principle) Yang dimaksud dengan prinsip ini adalah mempertemukan biaya dengan pendapatan yang timbul karena biaya tersebut. Prinsip ini berguna untuk menentukan besarnya penghasilan bersih setiap periode. Dengan adanya prinsip ini kita harus menghitung berapa besarnya biaya yang sudah benar-benar menjadi beban kita meskipun belum dikeluarkan, dan berapa besarnya pendapatan yang sudah benar-benar menjadi hak kita meskipun belum kita terima selama periode berjalan.
4.
Prinsip Konsistensi (consistency Principle) Metode dan prosedur-prosedur yang digunakan dalam proses akuntansi harus diterapkan secara konsisten dari tahun ke tahun.
Konsistensi tidak dimaksudkan sebagai larangan penggantian metode, jadi masih dimungkinkan untuk mengadakan perubahan metode yang dipakai. Jika ada penggantian metode, maka selisih yang cukup berarti (material) terhadap laba perusahaan harus dijelaskan dalam laporan keuangan, tergantung dari sifat dan perlakuan terhadap terhadap perubahan metode atau prinsip tersebut. 5.
Prinsip Pengungkapan Lengkap (Full Disclosure Principle) Yang dimaksud dengan prinsip ini adalah menyajikan informasi yang lengkap dalam laporan keuangan. Hal ini diperlukan karena melalui laporan keuanganlah kita dapat mengetahui kondisi suatu perusahaan dan mengambil keputusan atas perusahaan tersebut. Apabila informasi yang disajikan tidak lengkap, maka laporan keuangan tersebut bisa menyesatkan para pemakainya.
2.2
Kinerja Lingkungan melalui PROPER
2.2.1
Pengertian Kinerja Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan
manapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Kinerja sangat berkaitan dengan proses penilaian, pengukuran, atau avaluasi. Penilaian atas kinerja diperlukan juga dalam rangka mengelola operasi perusahaan secara efektif dan efisien melalui
optimalisasi penggunaan sumber daya perusahaan. Penilaian kinerja menurut Mulyadi (1997:419) adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Mulyadi (1997) juga mengatakan terdapat tiga macam ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja secara kuantitatif, yaitu: a. Ukuran kinerja tunggal (single criteria), adalah ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu macam ukuran untuk menilai kinerja manajer. b. Ukuran kinerja beragam (multiple criteria), adalah ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran. c. Ukuran kinerja gabungan (composite criteria), adalah ukuran kinerja
yang
menggunakan
berbagai
macam
ukuran,
memperhitungkan bobot masing-masing ukuran dan menghitung rata-ratanya sebagai ukuran menyeluruh kinerja manajer.
2.2.2
Pengertian Lingkungan Lingkungan hidup menurut PSAK No.33, didefinisikan sebagai kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup pasal 1 mendefinisikan lingkungan dengan pengertian sebagai berikut:
“Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”. Tujuan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup menurut pasal 3 Undang-Undang No. 32 tahun 2009 yaitu: a. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup b. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia c. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup e. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup f. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan g. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia h. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana i. mewujudkan pembangunan berkelanjutan, dan j. mengantisipasi isu lingkungan global. Pada saat ini perusahaan tidak dapat lagi mengabaikan masalah lingkungan hidup sebagai akibat dari kegiatan operasionalnya. Berbagai sanksi dan denda berdasarkan peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah mengenai pengelolaan lingkungan hidup sudah menanti bagi pihak-pihak yang melanggarnya. Untuk itu sudah saatnya perusahaan memberikan suatu upaya yang memperhatikan masalah- masalah lingkungan.
2.2.3
Kinerja Lingkungan
Menurut Ikhsan (2008) kinerja lingkungan adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan perusahaan yang terkait langsung dengan lingkungan alam sekitar. Suratno (2006) kinerja lingkungan adalah kinerja perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik. Sedangkan menurut Pojasek (2001) yang dikutip oleh Sofia (2009) kinerja lingkungan merupakan bagian dari suatu proses perencanaan strategis yang dapat membantu menghadapi isu-isu lingkungan (environmental) perusahaan. Pengkajian kinerja lingkungan didasarkan pada kebijakan lingkungan, sasaran lingkungan, dan target lingkungan. Purwanto (2006:4) kinerja lingkungan ini bisa dibagi menjadi dua, yaitu kinerja lingkungan kuantitatif dan kinerja lingkungan kualitatif. Kinerja lingkungan yang bersifat kuantitatif adalah hasil yang dapat diukur dari sistem manajemen lingkungan yang terkait kontrol aspek lingkungan fisiknya, sedangkan kinerja lingkungan kualitatif adalah hasil dari hal-hal yang terkait dengan ukuran asset non-fisik, seperti prosedur, proses inovasi, motivasi, dan semangat kerja yang dialami manusia pelaku kegiatan dalam mewujudkan kebijakan lingkungan organisasi, sasaran, dan targetnya. Beragam aktivitas dapat dilakukan oleh perusahaan dalam melakukan tanggungjawabnya
terhadap
lingkungan
sebagai
bentuk
usaha
dalam
meningkatkan kinerja lingkungannya, seperti melakukan daur ulang, mengurangi polusi, memproduksi barang yang dapat didaur ulang, memproduksi produk dengan energi yang efisien, memproduksi produk yang tahan lama, dan memproduksi produk yang mudah diperbaiki. Dalam rangka meningkatkan
kinerja lingkungannya, perusahaan diharapkan bisa mengenali atau melakukan proses produksi berkualitas tinggi yang sesuai dengan tanggung jawab lingkungan. Menurut Roth and Keller (1997:52) yang dikutip oleh Harun (2009) mengemukakan karakter proses berkualitas, antara lain: 1. output memuaskan konsumen 2. output sesuai dengan peraturan yang berlaku 3. terdapat variabel yang rendah terhadap dalam proses akitivitas 4. sedikit atau tidak terdapatnya pemborosan 5. Proses pengoperasian yang efisien Dapat disimpulkan dari keseluruhan pengertian dari para ahli bahwa kinerja lingkungan merupakan daya dan upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengurangi dampak-dampak negatif terhadap lingkungan alam dan sosialnya yang mungkin akan muncul akibat aktivitas operasional.
2.2.4
Indikator Kinerja Lingkungan Salah satu alat ukur kinerja lingkungan di Indonesia adalah PROPER yang
dirintis oleh pemerintah Indonesia khususnya Kementerian Lingkungan Hidup. Pengukuran kinerja lingkungan di Indonesia telah diresmikan sejak tahun 1995. PROPER merupakan kependekan dari Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pemeringkatan perusahaan dalam kinerja pengelolaan lingkungan dalam program ini adalah melalui lima peringkat warna, yaitu: emas, hijau, biru, merah, dan hitam.
Susi (2005) telah melakukan penelitian kinerja lingkungan dengan menggunakan PROPER. Penelitiannya membuktikan bahwa rating PROPER dapat diandalkan dan cukup terpercaya sebagai ukuran kinerja lingkungan perusahaan, karena kesesuaiannya dengan ISO 14001. Penelitian Lopez (2004) juga membuktikan bahwa program PROPER di Indonesia cukup efektif untuk membuat perusahaan lebih mengontrol polusi akibat industrinya.
2.2.5
Latar Belakang PROPER Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup atau PROPER merupakan salah satu upaya alternatif instrumen penaatan yang dilakukan oleh pemerintah sejak 1995, dalam hal ini yaitu Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) untuk mendorong penaatan dan kepedulian perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui penyebaran informasi tingkat kinerja penaatan perusahaan kepada masyarakat dan stakeholders (public information disclosure), maka diharapkan masyarakat dan stakeholders dapat menyikapi kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan peserta PROPER sesuai dengan kapasitasnya. Dasar hukum pelaksanaan PROPER dituangkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 127 Tahun 2002 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER). PROPER merupakan instrumen yang digunakan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup untuk mengukur tingkat ketaatan perusahaan berdasarkan peraturan yang berlaku. Pelaksanaan PROPER merupakan upaya terpadu untuk
melaksanakan kebijakan yang diamanatkan oleh Undang-undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Program PROPER ini merupakan gabungan dari beberapa program Kementrian Lingkungan Hidup lainnya, yaitu terdiri dari pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara, pengelolaan limbah B3, AMDAL, serta pengendalian pencemaran laut. Untuk memudahkan masyarakat dan para stakeholders memahami tingkat kinerja penaatan masing-masing perusahaan dan guna membuka lebih besar lagi ruang apresiasi bagi perusahaan yang telah meningkatkan kinerja penaatannya, maka saat ini kinerja perusahaan tersebut dikategorikan lima peringkat warna dengan tujuh kategori. PROPER memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk
berperan
secara
aktif
dalam
pengendalian
dampak
lingkungan.
Sebagaimana layaknya proses demokratisasi, peranan masyarakat dan individu secara aktif dituntut baik sebagai individu maupun secara berkelompok. Agar informasi yang dikeluarkan oleh PROPER legitimat dimata masyarakat maka pelaksanaan
PROPER
menerapkan
prinsip-prinsip
Good
Environment
Governance (GEG), antara lain transparansi, fairness, partisipasi stakeholders dan akuntabel.
2.2.6
Manfaat PROPER bagi para stakeholder Pelaksanaan PROPER memberikan berbagai manfaat bagi perusahaan dan
para stakeholder lainnya, yaitu: a. Sebagai instrumen benchmarking bagi perusahaan untuk mengukur kinerja pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan dengan melakukan
pembandingan kinerja terhadap kinerja perusahaan lainnya secara nasional (nonfinancial bencmarking). b. Sebagai media untuk mengetahui status ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Sebagai salah satu clearing house bagi investor, perbankan, masyarakat dan LSM sekitar perusahaan untuk mengetahui kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan. d. Sebagai alat promosi bagi perusahaan yang berwawasan lingkungan terutama untuk meningkatkan daya saing perusahaan dalam perdagangan. e. Sebagai bahan informasi bagi pemasok teknologi lingkungan terutama berkaitan teknologi ramah lingkungan yang dibutuhkan oleh perusahaan. f. Meningkatkan citra dan kepercayaan perusahaan di mata stakeholder. g. Memberikan ruang partisipatif bagi para stakeholder untuk terlibat secara langsung dalam upaya pengendalian dampak lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan perusahaan.
2.2.7
Kriteria Penilaian Peringkat kinerja PROPER berorientasi kepada hasil yang telah dicapai
perusahaan dalam pengelolaan lingkungan yang mencakupi 7 (tujuh) aspek, yaitu: 1. pentaatan terhadap peraturan pengendalian pencemaran air 2. pentaatan terhadap peraturan pengendalian pencemaran udara 3. pentaatan terhadap peraturan pengelolaan Limbah B3 4. pentaatan terhadap peraturan AMDAL
5. sistem manajemen lingkungan 6. penggunaan dan pengelolaan sumber daya 7. community development, participation, dan relation
2.2.8
Penentuan Peringkat Penilaian kinerja perusahaan di dapat dari hasil analisis data serial
pemantauan yang telah disyaratkan dalam peraturan pelaksana pengendalian pencemaran lingkungan hidup. Untuk memudahkan komunikasi dengan para stakeholder dalam menyikapi hasil kinerja penataan masing-masing perusahaan, maka peringkat kinerja perusahaan dikelompokkan dalam lima peringkat warna: yaitu emas, hijau, biru, merah, hitam.
Tabel 2.1 Penilaian PROPER Tingkat
Alternatif Peringkat
Penataan Lebih dari taat Taat Belum taat
Efek Publikasi Yang Diharapkan
5
Emas
Insentif
Penghargaan
4
Hijau
reputasi
stakeholder
3
Biru
2
Merah
Disentif
Tekanan
1
Hitam
reputasi
stakeholder
Sumber: Siaran Pers Hasil PROPER 2009 – 2010.
2.3
Pengungkapan Lingkungan
2.3.1
Pengertian Pengungkapan Lingkungan Secara konseptual, pengungkapan merupakan bagian integral dari laporan
keuangan sedangkan secara teknis pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses akuntansi, yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh laporan keuangan. Pengungkapan meminta adanya perluasan dari pengungkapan akuntansi konvensional untuk mengakomodasi seluruh pihak-pihak lain yang berkepentingan, sebagai tambahan di luar pihak investor dan kreditor yang memiliki kepentingan pribadi terhadap kegiatan-kegiatan perusahaan. Tujuan umum pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat untuk membantu pengambilan keputusan ekonomi. Agar hal tersebut dapat dicapai diperlukan suatu pengungkapan yang jelas mengenai data akuntansi dan informasi lain yang relevan. Menurut Evans (2003) yang dikutip oleh Desiandwi (2006:24) mengartikan pengungkapan sebagai berikut : “Disclosure means supplying information in the financial statment, including the statments them selve, the notes to the statments, and the supplementary disclosure associated with the statments made by management or information provided outside the financial statment.” Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat disclosure adalah tingkat pengungkapan atas informasi yang diberikan sebagai lampiran pada laporan keuangan dalam bentuk catatan kaki atau tambahan. Informasi ini menyediakan penjelasan yang lebih lengkap mengenai posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan.
Pengungkapan lingkungan juga merupakan wujud pertanggungjawaban sosial perusahaan (corporate social responsibility). Perusahaan selain menerapkan pengungkapan (disclosure) juga perlu melakukan CSR, atas aktivitas yang dilakukan kepada stakeholder. Penerapan CSR adalah suatu perbuatan perusahaan untuk menerapkan kegiatan CSR. Di Indonesia, Corporate Social Responsibility merupakan serangkaian kegiatan pameran, seminar, diskusi, social event yang berkaitan dengan berbagai upaya tanggung jawab sosial korporat kepada masyarakat dan lingkungan yang bertujuan sebagai ajang penyebarluasan informasi mengenai prestasi dan kinerja korporasi dalam program tanggung jawab sosial perusahaan dan pemberdayaan masyarakat. Definisi mengenai CSR menurut WBCSD (World Business Council for Sustainable Development) adalah : “The continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of work life of workforce and their families as well as of the local community and social large.” Hal tersebut berarti bahwa definisi CSR adalah komitmen bisnis yang berkelanjutan untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi dengan meningkatkan kualitas kehidupan kerja karyawan dan kerja mereka dan komunitas lokal dan masyarakat yang luas. Melalui
pengungkapan
lingkungan
hidup
pada
laporan
tahunan,
masyarakat dapat memantau aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan. Dengan pelaporan seperti itu, perusahaan memperoleh perhatian, kepercayaan dan dukungan dari masyarakat sehingga perusahaan dapat tetap eksis. Pengungkapan
lingkungan adalah penyajian informasi yang berkaitan dengan lingkungan di dalam laporan tahunan perusahaan. Pengungkapan data akuntansi lingkungan biasanya meliputi hal sebagai berikut: 1. proses dan hasil kegiatan konservasi lingkungan 2. item-item yang membentuk standar akuntansi lingkungan 3. hasil yang dikumpulkan dari akuntansi lingkungan Menurut Blacconiere and Patten (1994) yang dikutip oleh Oktavirina (2006) dalam mengungkapkan pengukuran kinerja lingkungan, ada beberapa yang harus dipertimbangkan, yaitu: 1. Pernyataan yang mengungkapkan peraturan lingkungan yang berlaku saat ini. 2. Pernyataan yang mengungkapkan usaha apa saja yang telah dilakukan perusahaan dalam mematuhi standar lingkungan yang ditetapkan. 3. Penyajian jumlah moneter masa lalu atau saat ini yang telah dikeluarkan oleh perusahaan dalam memenuhi standar lingkungan yang ditetapkan. 4. Penyajian estimasi jumlah pengeluaran moneter masa mendatang untuk pengendalian lingkungan. 5. Pengungkapan aksi tuntutan hukum lingkungan lingkungan yang potensial ditujukan kepada perusahaan (pengungkapan tuntutan hukum lingkungan).
2.3.2 Komponen Dasar Pengungkapan Lingkungan Perubahan tingkat kesadaran masyarakat mengenai perkembangan dunia bisnis
di
Indonesia,
menimbulkan
kesadaran
baru
tentang
pentingnya
melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR). Tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR sebagai sebuah gagasan menjadikan perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial), tetapi CSR harus berpijak pada triple bottom lines yaitu juga memperhatikan masalah sosial dan lingkungan (Novita, 2008). Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibilty (CSR) merupakan klaim agar perusahaan tak hanya beroperasi untuk kepentingan para pemegang saham (shareholders), tapi juga untuk kemaslahatan pihak stakeholders dalam praktik bisnis, yaitu para pekerja, komunitas lokal, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), konsumen dan lingkungan. CSR menekankan bahwa perusahaan harus mengembangkan praktik bisnis yang etis dan berkesinambungan (sustainable) secara ekonomi, sosial dan lingkungan. Pemahaman ini dapat disebut dengan 3P (profit, people, planet), yaitu tujuan bisnis tidak hanya mencari laba (profit), tetapi juga menyejahterakan orang (people), dan menjamin keberlanjutan hidup planet ini. Sedangkan komponen pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan yang diidentifikasi oleh FASB sebagai berikut : (1) Statement keuangan (financial statements). (2) Catatan atas statement keuangan (notes to financial statements).
(3) Informasi pelengkap (supplementary information). (4) Sarana pelaporan keuangan lain (other means of financial reporting). (5) Informasi lain (other information).
2.3.3
GRI (Global Reporting Initiative) Standar pengungkapan lingkungan yang berkembang di Indonesia adalah
merujuk standar yang dikembangkan GRI (Global Reporting Initiatives). Global Reporting Initiative pertama kali disusun pada tahun 1997 oleh The Boston-based Coalition on Environmentally Responsible Economies (CERES) bekerjasama dengan Tellus Institute. Selama lebih dari lima tahun terakhir, GRI telah masuk dalam kriteria kerangka laporan dalam semua aspek perkembangan perusahaan. GRI juga merupakan suatu organisasi non profit yang berkedudukan di US. Pedoman
yang
dikembangkan
GRI
tidak
hanya
disusun
berdasarkan
environmental standpoint tetapi dari perspektif yang luas termasuk kinerja sosial dan kinerja ekonomi. IAMI (Ikatan Akuntansi Manajemen Indonesia) merujuk standar yang dikembangkan oleh GRI dalam pemberian penghargaan Indonesia Sustainability Reporting Awards (ISRA) kepada perusahaan-perusahaan yang ikut serta dalam membuat laporan berkelanjutan atau sustainability report. Standar GRI dipilih karena lebih memfokuskan pada standar berbagai kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas, rigor, dan pemanfaatan sustainability reporting.
Pada tahun 2000, GRI meluncurkan The Sustainability Reporting Guidelines yang telah diadopsi oleh kurang lebih seratus perusahaan di seluruh dunia. Di tahun 2002, GRI diadopsi oleh UN dan The UN Global Compact seperti yang disebutkan dalam dokumen EU dalam Kerangka CSR Eropa. Dari relasi sosial berdasarkan NGO lokal telah menjadi standar global yang didukung oleh bisnis, pemerintah, dan komunitas masyarakat. Secara umum, diantara bentuk inisiatif perusahaan yang lain, dokumen ini mengambil bentuk baru dalam relasi sosial, seperti bisnis, NGO, dan organisasi keuangan. Tujuan GRI adalah untuk membantu para investor, pemerintah, perusahaan dan masyarakat umum untuk memahami lebih jelas mengenai proses peningkatan dalam pencapaian keberlanjutan (sustainability). GRI memiliki dukungan yang kuat dari perusahaan dan NGO di seluruh dunia yang merupakan pertemuan multistakeholder untuk mencari isu verifikasi secara umum. GRI ini mendorong perusahaan untuk menyusun target, kemudian perusahaan melaporkan atau tidak target yang telah dicapai tersebut. Jika perusahaan tidak menemukan targetnya, maka mereka harus memberikan alasannya. Dengan cara ini, stakeholder memiliki parameter yang dapat menjadi pegangan mengenai akuntabilitas perusahaan. Selain itu, GRI juga mendorong organisasi untuk membuat perjanjian dengan stakeholder dan dapat memilih indikator kemajuan perusahaan yang paling relevan untuk kedua hal tersebut, yakni pelaporan organisasi dan hubungan dengan para stakeholder-nya. Pertanyaan mengenai GRI yang termasuk dalam hal itu adalah bagaimana perusahaan dapat berkomunikasi dengan stakeholder-nya dan dalam isu apa yang harus dilaporkan.
Tabel 2.2 Indikator GRI No.
INDIKATOR KINERJA
1.
EC
Ekonomi
2.
EN
Lingkungan
3.
LA
Praktik tenaga kerja dan Kepuasan kerja
4.
HR
Hak asasi manusia
5.
SO
Sosial
6.
PR
Produk
ASPEK KINERJA
1. Kinerja ekonomi 2. Presensi pasar 3. Dampak ekonomi tidak langsung 1. Bahan 2. Energi 3. Air 4. Keanekaragaman hayati 5. Emisi limbah dan sampah 6. Produk dan jasa 7. Kepatuhan 8. Transportasi 9. Keseluruhan 1. Pekerjaan 2. Buruh/hubungan manajemen 3. Kesehatan dan keselamatan kerja 4. Pelatihan dan pendidikan 5. Perbedaan dan persamaan kesempatan 1. Praktik investasi dan perolehan 2. Tidak diskriminasi 3. Kebebasan berasosiasi dan berkumpul 4. Pekerja anak 5. Pekerja paksaan 6. Praktek keamanan 7. Hak penduduk asli 1. Masyarakat 2. Korupsi 3. Kebijakan publik 4. Perilaku anti persaingan 5. Kepatuhan 1. Kesehatan dan keselamatan pelanggan
2. 3. 4. 5.
Label produk dan jasa Komunikasi pemasaran Kerahasiaan pelanggan Kepatuhan
Sumber: Global Reporting Initiative, 2006.
2.3.4
Pelaksanaan Pengungkapan Lingkungan Perubahan tingkat kesadaran masyarakat mengenai perkembangan dunia
bisnis
di
Indonesia,
menimbulkan
kesadaran
baru
tentang
pentingnya
melaksanakan pengungkapan lingkungan. Isu-isu yang berkaitan dengan reputasi, manajemen risiko dan keunggulan kompetitif
juga menjadi kekuatan yang
mendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan informasi sosial. Adapun informasi sosial tertuang dalam laporan tahunan perusahaan-perusahaan yang telah go public. Dengan demikian diharapkan laporan tahunan tersebut dapat menjadi media komunikasi antara perusahaan dengan masyarakat. Menurut Bapepam No. Kep. 38/PM/1996 terdapat 2 informasi yang diungkapan dalam laporan tahunan. Pertama adalah pengungkapan wajib (mandatory disclosure), yaitu informasi yang harus diungkapkan oleh emiten yang diatur oleh peraturan pasar modal di suatu negara. Sedangkan yang kedua adalah pengungkapan sukarela (voluntary disclosure), yaitu pengungkapan yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh standar yang ada. Pengungkapan informasi sosial perusahaan melebihi persyaratan minimal dari peraturan pasar modal yang berlaku. Oleh karenanya, perusahaan memiliki kebebasan untuk mengungkapkan informasi sosialnya dalam laporan tahunan
sehingga menyebabkan keragaman hasil atau variasi luas pengungkapan sukarela antar perusahaan. Chariri (2007) mengungkapkan bahwa informasi diungkapkan dapat mengakibatkan kegagalan pasar, hal tersebut disebabkan karena adanya pembenaran akan intervensi pemerintah untuk memaksa perusahaan yang cukup. Pengungkapan itulah yang disebut pengungkapan wajib (mandatory disclosure). Pelaksanaan pengungkapan lingkungan secara mandatory juga wajib dilaksanakan oleh perusahaan yang menanamkan modal di Indonesia, BUMN dan juga oleh Perusahaan Kecil dan Menengah. Sudah sepantasnya bila perusahaan-perusahaan tersebut menganggarkan biaya pengungkapan lingkungan untuk mengatasi dampak negatif operasi perusahaan terhadap lingkungan di sekitarnya. Sedangkan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) dilakukan diluar kewajiban dan dilakukan sukarela. Pengungkapan sukarela merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kredibilitas pelaporan keuangan perusahaan dan untuk membantu investor dalam memahami strategi bisnis perusahaan. Pengungkapan sukarela dilakukan adanya asimetri informasi yang menyebabkan ketidaksempurnaan informasi. Menurut Suratno (2006) pengungkapan lingkungan merupakan jenis pengungkapan sukarela. Pelaksanaan pengungkapan lingkungan di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Pelaksanaan pengungkapan lingkungan secara sukarela yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional ataupun pemegang franchise dan lisensi internasional sangat dipengaruhi oleh perkembangan
pelaksanaan pengungkapan lingkungan di negara asal perusahaan multinasional maupun pemberi franchise dan lisensi. 2. Pelaksanaan pengungkapan lingkungan oleh perusahaan-perusahaan domestik harus mengalami proses belajar lebih panjang dalam merancang dan melaksanakan aktivitas pengungkapan, karena perusahaan ini pada umumnya belum memiliki pengalaman yang banyak di dalam mengelola aktivitas pengungkapan lingkungan. Kewajiban pengungkapan lingkungan di Indonesia telah diatur dalam beberapa regulasi, antara lain adalah pernyataan Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) yang menyarankan kepada perusahaan untuk mengungkapkan tanggung jawab mengenai sosial dan lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari PSAK No. 1 (revisi 1998) mengenai penyajian laporan keuangan pada bagian informasi tambahan, yaitu : “Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement) khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.” PSAK No. 1 tersebut menunjukkan bahwa perusahaan di Indonesia diberi kebebasan untuk mengungkapkan atau tidak mengungkapkan informasi lingkungan dalam laporan keuangannya. Maka dari itu, ada perusahaan yang mengungkapkan informasi lingkungan dalam laporan keuangannya dan ada perusahaan yang tidak mengungkapkannya. Walaupun termasuk voluntary disclosure, kini kesadaran perusahaan publik di Indonesia untuk melakukan
environmental disclosure mulai timbul seiring dengan meningkatnya kesadaran akan Corporate Social Responsibility. Di Indonesia, kesadaran akan perlunya menjaga lingkungan tersebut diatur oleh Undang-Undang RI No.40 Pasal 74 tahun 2007, dimana perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di bidang/ berkaitan dengan sumber daya alam wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Undang-Undang RI No.40 Pasal 74 tahun 2007, yang mewajibkan perusahaan melaksanakan tanggung jawab sosialnya, menunjukkan manifestasi akan kepedulian pemerintah akan masalahmasalah sosial yang merupakan pertanggungjawaban sosial perusahaan. Standar terhadap
praktek
pengungkapan
sosial
akan
mendorong
perusahaan
bertanggungjawab terhadap lingkungan sosialnya. Kehadiran akan Undang-undang tersebut diharapkan dapat menambah suatu wacana baru bagi perundang-undangan di Indonesia serta dapat memberikan iklim investasi yang baik di kalangan investor. Undang-undang tersebut dapat juga memberikan kenyamanan dan ketertarikan bagi investor jika terdapat sebuah kepastian hukum dan jaminan akan adanya keselamatan dan kenyamanan terhadap modal yang ditanamkan. Secara garis besar bertujuan dari dikeluarkannya undang-undang tersebut agar dapat memberikan kepastian hukum juga adanya transparansi dan tidak membeda-bedakan serta memberikan perlakuan yang sama kepada investor dalam dan luar negeri.
2.3.5 Manfaat Pengungkapan Lingkungan Kontribusi negatif perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya telah menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat, oleh karena itu dengan mengungkapkan informasi-informasi mengenai operasi perusahaan sehubungan dengan lingkungan sebagai tanggung jawab perusahaan diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat. Jadi agar bentuk tanggung jawab yang telah dilakukan oleh perusahaan dapat diketahui oleh berbagai pihak yang berkepentingan, maka hal itu diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan. Salah satu manfaat pengungkapan adalah memberikan nilai prediktif. Pengungkapan yang informatif akan memberikan informasi baru yang relevan bagi investor dan kreditor dalam menilai prospek risiko dan return suatu investasi. Pemahaman yang baik atas risiko akan meningkatkan daya prediksi tentang prospek return perusahaan. Pengungkapan lingkungan (environmental disclosure) bisa disebut juga sebagai pengungkapan tanggung jawab sosial. Menurut Novita (2008) pengungkapan tanggungjawab sosial bertujuan untuk menjalin hubungan komunikasi yang baik dan efektif antara perusahaan dengan publik dan stakeholder lainnya tentang bagaimana perusahaan telah mengintegrasikan kepedulian dan tanggung jawab sosial dalam setiap aspek kegiatan operasinya. Pengungkapan kinerja lingkungan, sosial, dan ekonomi didalam laporan tahunan atau laporan terpisah adalah untuk mencerminkan tingkat akuntabilitas, responsibilitas dan transparansi perusahaan kepada investor dan stakeholder lainnya. Pengungkapan yang lebih rinci mengenai perusahaan akan sangat penting
dan bermanfaat untuk melakukan penilaian dari analisis pengambilan keputusan yang akan mereka lakukan. Dengan melakukan praktik dan pengungkapan CSR, perusahaan akan mendapatkan manfaat tersendiri. Solihin (2009) menyebutkan bahwa perusahaan akan terdorong untuk melakukan praktik dan pengungkapan CSR, karena memperoleh manfaat seperti peningkatan penjualan dan market share, memperkuat brand positioning, meningkatkan citra perusahaan, menurunkan biaya operasi, serta meningkatkan daya tarik perusahaan dimata investor dan analis keuangan. Menurut Taridi (2009) ada beberapa manfaat dari praktik dan pengungkapan CSR bagi perusahaan, antara lain: 1. Pengelolaan
sumber
daya
korporasi
secara
amanah
dan
bertanggungjawab, yang akan meningkatkan kinerja korporasi secara sustainable. 2. Perbaikan
citra
korporasi
sebagai
agen
ekonomi
yang
bertanggungjawab sehingga meningkatkan nilai perusahaan. 3. Peningkatan keyakinan investor terhadap korporasi sehingga menjadi lebih atraktif sebagai target investasi. 4. Memudahkan akses terhadap investasi domestik dan asing. 5. Melindungi Direksi dan Dewan Komisaris tuntutan hukum. Selain itu, terdapat pula beberapa manfaat pengungkapan lingkungan yang terkait dengan akuntansi sosial perusahaan, yaitu:
a. Para pengguna laporan keuangan akan mendapat informasi yang lebih luas mengenai efek lingkungan hidup terhadap perusahaan dan bagaimana perusahaan mengatur hal ini. b. Keterlibatan
perusahaan
dan
pertanggungjawaban
sosial
akan
meningkatkan citra bagi perusahaan terhadap dunia luar. c. Bertujuan sebagai media untuk mengkomunikasikan realitas sosial untuk pengambilan keputusan ekonomis, sosial, dan politis. Pengungkapan sosial juga merupakan respon terhadap kebutuhan informasi dan kebutuhankebutuhan yang berkepentingan seperti serikat pekerja, aktivis lingkungan, dan kalangan lain.
2.4 Kinerja Keuangan (Financial Performance) 2.4.1
Pengertian Kinerja Keuangan
Kinerja perusahaan seringkali dikaitkan dengan kondisi keuangan perusahaan.
Kinerja keuangan adalah ukuran
umum mengenai kesehatan keuangan suatu perusahaan secara keseluruhan pada suatu waktu tertentu atau pengukuran secara subjektif mengenai seberapa baik sebuah perusahaan bisa menggunakan atau mengelola aset yang dimilikinya dari kegiatan operasional utama usaha yang dijalankan sesuai dengan kebijakan yang dibuat oleh manajemen guna menjadi pendapatan bagi perusahaan itu sendiri pada suatu waktu tertentu. Kinerja keuangan perusahaan dapat diukur dengan
mengevaluasi dan menganalisa laporan keuangan. Informasi posisi keuangan dan kinerja keuangan di masa lalu seringkali digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja keuangan di masa depan dan hal-hal lain yang menarik perhatian pemakai seperti pembayaran deviden, upah pergerakan harga sekuritas, dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi komitmennya ketika jatuh tempo. Menurut Mulyadi (1997:419) penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Untuk membahas metode penilaian kinerja keuangan perusahaan harus didasarkan pada data keuangan yang dipublikasikan yang dibuat sesuai prinsip akuntansi keuangan yang berlaku umum. Laporan keuangan disebut sebagai "kartu skor" periodik yang memuat hasil investasi operasi dan pembiayaan perusahaan, maka fokus akan diarahkan pada hubungan dan indikator keuangan yang memungkinkan analisa penilaian kinerja masa lalu dan juga proyeksi hasil masa depan dimana akan menekankan pada manfaat serta keterbatasan yang terkandung didalamnya (Sucipto, 2003).
2.4.2
Tujuan Kinerja Keuangan Kinerja keuangan suatu perusahaan diwujudkan dalam berbagai kegiatan
untuk mencapai tujuan perusahaan. Setiap kegiatan tersebut memerlukan sumber daya, maka kinerja perusahaan akan tercermin dari penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan perusahaan tersebut. Pentingnya laporan keuangan sebagai
informasi dalam menilai kinerja perusahaan, mensyaratkan laporan keuangan haruslah mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya pada kurun waktu tertentu. Oleh sebab itu, pengambilan keputusan yang berkaitan dengan perusahaan akan menjadi tepat, sehingga pemegang saham dapat menjadikan laporan keuangan sebagai informasi yang berguna dalam pengambilan keputusannya sebagai pemegang saham perusahaan.
2.4.3
Pengukuran Kinerja Keuangan Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), kinerja keuangan perusahaan
dapat diukur dangan menganalisa dan mengevaluasi laporan keuangan. Informasi posisi keuangan dan kinerja keuangan dimasa lalu seringkali digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja dimasa depan dan hal-hal lain yang menarik perhatian pemakai. Menurut Pradhono dan Joggi (2004) yang dikutip oleh Susi (2005) terdapat beberapa kategori pengukuran kinerja keuangan perusahaan, yaitu: 1. Earnings Measures: earning per share (EPS), return on assets (ROA), return on net assets (RONA), return on capital employment (ROCE) and return on equity (ROE), 2. Cash flow Measures: free cash flow, cash flow return on gross investment (ROGI), cash flow return on investment (CFROI), total shareholder return (TSR) and total business return (TBR), 3. Value Measures (economic value added (EVA), market value added (MVA), cash value added (CVA) and shareholder value (SHV).
Dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan Earning Per Share (EPS) sebagai indikator untuk mengukur kinerja keuangan suatu perusahaan. Untuk pembahasan lebih lanjut mengenai Earning Per Share (EPS) akan diuraikan pada poin di dibawah ini. 2.4.3.1 Earning Per Share (EPS) Earning Per Share (EPS) menunjukan besarnya jumlah uang yang akan didapatkan atas setiap saham biasa yang beredar diperiode tersebut. EPS atau laba per saham (LPS) menurut PSAK dihitung dengan membagi laba atau rugi bersih yang tersedia bagi pemegang saham biasa (laba bersih residual) dengan jumlah rata-rata tertimbang saham biasa yang beredar dalam satu periode. EPS hanya ditunjukan untuk perhitungan saham biasa (common stock). Semakin besar laba bersih suatu perusahaan, maka akan semakin besar EPS. Jika EPS suatu perusahaan meningkat, maka semakin besar pula laba bersih yang akan dibagikan berupa cash dividend kepada pemegang saham biasa. Formula perhitungan EPS menurut Warren (2011:516) adalah
Nilai EPS digunakan oleh shareholder untuk menilai harga saham tersebut dipasaran. EPS umumnya menunjukan prospek stakeholder dan manajemen perusahaan. EPS menjadi perhatian utama investasi publik dan dipertimbangkan sebagai salah satu indikator penting dalam menilai kesuksesan suatu perusahaan.
Rasio laba digunakan untuk meneliti penyebab dasar perubahan EPS. Rasio-rasio laba ini menunjukkan dampak gabungan dari likuiditas dan manajemen aktiva atau kewajiban terhadap kemampuan perusahaan menghasilkan laba. Rasio-rasio ini menguraikan EPS ke dalam penentu-penentu dasarnya dalam rangka menilai faktor-faktor yang mendasari laba perusahaan. Rasio-rasio ini membantu
dalam
melakukan
penilaian
kecukupan
laba
historis
dan
memproyeksikan laba di masa depan melalui pemahaman yang lebih baik terhadap sebab-sebab terjadinya laba. Laba per saham dapat mengukur perolehan tiap unit investasi pada laba bersih badan usaha dalam satu periode tertentu. Besar kecilnya laba per saham ini dipengaruhi oleh perubahan variabel-variabelnya. Setiap perubahan laba bersih maupun jumlah lembar saham biasa yang beredar dapat mengakibatkan perubahan laba per saham (EPS).
2.4.3.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Earning Per Share Menurut lembar saham yang beredar, Earning Per Share atau laba perlembar saham dapat mengalami kenaikan karena beberapa faktor antara lain: 1. Laba bersih naik dan jumlah lembar saham biasa yang beredar tetap. 2. Laba bersih tetap dan jumlah lembar saham biasa yang beredar turun. 3. Laba bersih naik dan jumlah lembar saham biasa yang beredar turun. 4. Persentase kenaikan laba bersih lebih besar daripada persentase kenaikan jumlah lembar saham biasa yang beredar. 5. Persentase penurunan jumlah lembar saham biasa yang beredar lebih
besar daripada persentase penurunan laba bersih. Begitupula sebaliknya EPS dapat mengalami penurunan disebabkan bebarapa faktor antara lain: 1. Laba bersih tetap dan jumlah lembar saham biasa yang beredar naik. 2. Laba bersih turun dan jumlah lembar saham biasa yang beredar tetap. 3. Laba bersih turun dan jumlah lembar saham biasa yang beredar naik. 4. Persentase penurunan laba bersih lebih besar daripada persentase penurunan jumlah lembar saham biasa yang beredar. 5. Persentase kenaikan jumlah lembar saham biasa yang beredar lebih besar daripada persentase kenaikan laba.
2.5
Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Kinerja lingkungan merupakan upaya-upaya yang dilakukan perusahaan
untuk mengurangi dampak-dampak negatif terhadap lingkungan yang mungkin akan muncul. Informasi mengenai aktivitas atau kinerja perusahaan merupakan suatu hal yang sangat berharga bagi stakeholder khususnya investor. Pengungkapan informasi mengenai hal tersebut merupakan kebutuhan bagi stakeholder. Perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang baik merupakan good news bagi investor dan calon investor. Perusahaan yang memiliki good news yang lebih cenderung akan meningkatkan pengungkapan lingkungan dalam laporan tahunannya (annual report). Pengukuran kinerja lingkungan merupakan bagian penting dari sistem manajemen lingkungan. Hal tersebut merupakan ukuran hasil dari sistem
manajemen lingkungan yang diberikan terhadap perusahaan secara riil dan kongkrit. Selain itu, kinerja lingkungan adalah hasil yang dapat diukur dari sistem manajemen lingkungan, yang terkait dengan kontrol aspek-aspek lingkungannya. Kinerja lingkungan perusahaan pada penelitian ini diukur dari prestasi perusahaan mengikuti program PROPER yang merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk mendorong penataan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui instrumen informasi. Penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolan lingkungan mulai dikembangkan Kementrian Lingkungan Hidup, sebagai satu alternatif instrumen sejak 1995. Mengingat hasil penilaian peringkat PROPER ini akan dipublikasikan secara terbuka kepada publik dan stakeholder lainnya, maka kinerja penaatan perusahaan dikelompokkan ke dalam peringkat warna. Melalui pemeringkatan warna ini diharapkan masyarakat dapat lebih mudah memahami kinerja penaatan masing-masing perusahaan. Pengungkapan lingkungan merupakan pengungkapan informasi yang berkaitan dengan lingkungan di dalam laporan tahunan perusahaan (Suratno, 2006). Pengungkapan sebagai
media
untuk
informasi
lingkungan
mengkomunikasikan
hidup perusahaan realitas
untuk
bertujuan
pengambilan
keputusan ekonomi, sosial, dan politis. Melalui pengungkapan lingkungan hidup pada laporan tahunan, masyarakat dapat memantau aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan. Pengukuran pengungkapan lingkungan dalam penelitian ini menggunakan Dummy Variable. Dummy Variable merupakan sebuah variabel nominal yang
digunakan di dalam regresi berganda dan diberi skor 0 dan 1. Skor 1 diberikan jika diungkapkan dalam annual report dan skor 0 akan diberikan jika tidak diungkapkan dalam annual report kemudian dihitung skornya. Mulyadi (1997) kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Dengan kata lain kinerja keuangan mengukur hasil yang dicapai oleh perusahaan dalam lingkup keuangan berdasarkan kebijakan-kebijakan yang telah dibuat dan kegiatan operasional yang telah dijalankan pada suatu waktu tertentu. Kinerja keuangan perusahaan pada dasarnya diperlukan sebagai alat untuk mengukur financial health (kesehatan perusahaan) perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan digunakan sebagai media pengukuran subyektif yang menggambarkan efektifitas penggunaan asset oleh sebuah perusahaan dalam menjalankan bisnis utamanya dan meningkatkan pendapatan. Al-Tuwaijri (2003) pengukuran kinerja keuangan dapat dihitung menurut accounting based measures maupun capital market based. Pada accounting based measures dapat menggunakan analisis rasio keuangan sebagai pengukuran secara financial. Penelitian ini menggunakan earning per share. Earning per share atau laba per lembar saham adalah laba bersih yang tersedia bagi pemegang saham dibagi jumlah saham beredar. Earning per share merupakan salah satu cara pengukuran kinerja keuangan (Susi, 2005). Perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan dan pengungkapan lingkungan yang baik diharapkan akan membawa dampak yang baik pula bagi investor ataupun calon investor. Perusahaan yang mengedepankan sustainability tentu akan menterjemahkan prinsip sustainability ke dalam strategi dan operasi
perusahaan, sehingga faktor-faktor yang mendatangkan value bagi perusahaan dapat juga menjadi bahan masukan dalam rangka pengambilan keputusan oleh investor serta dengan pengungkapan sosial ini diharapkan investor dapat pemahaman yang lebih baik mengenai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan value yang pada gilirannya akan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka memaksimalkan kemakmurannya. Ini berarti bahwa perusahaan yang memiliki tingkat kinerja lingkungan dan pengungkapan lingkungan yang baik tentunya akan membawa dampak yang baik pula bagi perusahaan dan akan tercermin dalam kinerja keuangannya. Hubungan kinerja lingkungan dan kinerja keuangan perusahaan dapat dilihat dalam konsep Triple Bottom Line (TBL). Triple bottom line terdiri dari social equity (people), economic prosperity (profit) dan environmental protection (planet). Konsep triple bottom line sejalan dengan teori stakeholder, yaitu perusahaan bertanggung jawab kepada seluruh stakeholder bukan hanya kepada pemegang saham. Sehubungan dengan konsep stakeholder, maka triple bottom line merupakan media yang tepat untuk membahas hubungan antara kinerja lingkungan dengan kinerja keuangan perusahaan. Telah banyak temuan yang menghubungkan ketiga variabel ini, hubungan mengenai kinerja lingkungan, pengungkapan lingkungan dan kinerja keuangan yang
dilakukan
Al-Tuwaijri
(2003)
dengan
menggunakan
desain penelitian cross-sectional dan data perusahaan untuk tahun 1994. Dapat disimpulkan bahwa kinerja lingkungan yang baik berpengaruh terhadap kinerja finansial, dan juga dengan pengungkapan sosial yang lebih terbuka akan
berpengaruh juga terhadap hubungan tanggung jawab sosial dengan profitabilitas perusahaan. Penelitian dari Almilia (2007) menemukan bahwa secara simultan environmental performance dan environmental disclosure berpengaruh signifikan terhadap financial performance, dan hasil uji secara parsial environmental performance tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial performance perusahaan, tetapi environmental disclosure lah yang memilki pengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pada perusahaan pertambangan umum dan pemegang HPH/HPHTI yang terdaftar di BEI periode tahun 2002/2005 dan terdaftar sebagai peserta PROPER periode tahun 2003/2006. Susi (2005) yang menguji hubungan antara kinerja lingkungan terhadap kinerja keuangan menggunakan sample 87 perusahaan di Indonesia. Kinerja lingkungan yang diteliti diukur dengan mengunakan rating kinerja lingkungan perusahaan
atau
PROPER
yang
disediakan
oleh
Bapedal/Kementerian
Lingkungan Hidup RI, sedangkan kinerja keuangan diukur dengan ROA (return on assets). Penelitian tersebut membuktikan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kinerja lingkungan dan kinerja keuangan perusahaan, akan tetapi ukuran perusahaan, listing di BEI dan ISO 14001 berhubungan secara signifikan terhadap kinerja lingkungan. Penelitian ini juga membuktikan bahwa rating PROPER, yang disediakan oleh pemerintah Indonesia, cukup terpercaya sebagai ukuran kinerja lingkungan perusahaan, karena kesesuaiannya dengan sertifikasi internasional di bidang lingkungan ISO 14001.
Sedangkan penelitian dari Suratno (2006) menghasilkan kesimpulan bahwa environmental performance mempunyai pengaruh yang signifikan dengan economic performance, dan juga hubungan positif signifikan antara environmental performance dengan environmental disclosure pada perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI pada periode tahun 2001/2004 dan juga terdaftar sebagai peserta PROPER periode tahun 2001/2005. Penelitian Rakhiemah (2009) menemukan bahwa tidak ada pengaruh signifikan antara kinerja lingkungan dan kinerja finansial serta CSR disclosure dengan kinerja finansial. Tetapi terdapat pengaruh yang signifikan antara kinerja lingkungan dengan CSR dislosure. Penelitian ini dilakukan terhadap 16 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode tahun 2004/2006 dan juga peserta PROPER sejak tahun 2004. Penelitian mengenai kinerja lingkungan dan kinerja keuangan dilakukan di Rusia oleh Bagaeva (2010) mereka menyimpulkan bahwa: “The results of the study show that investors value lower environmental impacts positively. This result indicates that superior environmental performance achieved by lower environmental impact is valued as an investment in Russia and has a positive impact on expected market values. Lower environmental impacts are likely to be a result of firms’ investments in equipment modernization. Moreover, lower environmental impacts are likely to manifest that a firm is unlikely to incur major costs for environmental compensation in the future”. Bagaeva (2010) menunjukkan hasil penelitian bahwa kinerja lingkungan yang unggul dinilai sebagai investasi positif di pasar Rusia. Kinerja ini dicapai dengan menurunkan dampak lingkungan. Dampak lingkungan yang lebih rendah berupa klaim dari masyarakat sekitar dan menurunnya tingkat polusi adalah hasil dari investasi perusahaan dalam modernisasi peralatan.
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan diatas, penulis merumuskan hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini, yaitu:
H1:
Kinerja Lingkungan dan Pengungkapan Lingkungan berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan.
H2:
Kinerja Lingkungan berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan.
H3:
Pengungkapan
Lingkungan
berpengaruh
terhadap
Kinerja
Keuangan.
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
H1 KINERJA LINGKUNGAN (X1) H2 KINERJA KEUANGAN (Y) PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN (X2)
H3