BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Makna Makna adalah sebuah proses yang aktif: para ahli semiotik menggunakan
kata kerja seperti: menciptakan, memunculkan, atau negosiasi mengacu pada proses ini. Negosiasi mungkin merupakan istilah yang paling berguna yang mengindifikasikan hal-hal seperti kepada, dan, dari, memberi, dan menerima antara manusai atau orang dan pesan. Makna adalah hasil interaksi dinamis antara tanda, konsep mental (hasil interprestasi), dan objek: muncul dalam konteks historis yang spesifik dan mungkin berubah seiring dengan waktu.1 Makna sebagaimana dikemukakan oleh Fisher merupakan konsep yang abstrak, yang telah menarik perhatian para ahli filsafat dan para teoritis ilmu sosial selama 2000 tahun silam.2 Darimana datangnya makna? “makna ada dalam dari manusia kata De Vito. Menurutnya makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. “kita” lanjut De Vito, menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan. Tetapi, kata-kata ini tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna kita dimaksudkan. Semua ahli komunikasi, seperti dikutip Jalaludin Rakhmat sepakat bahwa makna kata sangat subjektif. Ada tiga hal yang dijelaskan para filsuf dan lingius sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal itu, yakni: (1) 1 2
Fiske John, Pengantar Ilmu Komunikasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, Hal 76-77 Alex Sobur, Analisis Teks Media, Rosdakarya, Jakarta, 2004, hal 19
7
8
menjelaskan makna secara alamiah, (2) mendeskripsikan kalimat secara alamiah, (3) menjelaskan makna dalam proses komunikasi. 3
2.1.1 Tanda dan Makna Bahasa dalam perspektif semiotika, hanyalah salah satu sistem tanda – tanda (system of sign). Bahasa verbal dan bahasa non-verbal yang digunakan dalam komunikasi dapat dikatakan sebagai tanda. Kata-kata dalam bahasa bukan sekedar alat representasi objek yang diwakilinya, melainkan memiliki fungsi untuk mempertahankan diri. Tanda adalah hasil asosiasi antara petanda dan penanda. Sebuah tanda pastilah memiliki penanda dan petanda. Sebuah tanda adalah kombinasi dari sebuah penanda dengan petanda tertentu. “tertentu” disini berarti sebuah penanda yang sama dapat mewakili petanda yang berbeda. Tanda adalah setiap ‘kesan bunyi’ yang berfungsi sebagai ‘signifikasi’ sesuai yang ‘berarti’ suatu objek atau konsep dalam dunia pengalaman yang ingin kita komunikasikan.4 Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna (meaning) ialah hubungan antara suatu objek atau idea dan suatu tanda Implikasi mengenai tanda menurut John Fiske merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsikan oleh indera kita, dimana tanda mengacu pada sesuatu diluar tanda itu sendiri dan bergantung pada pengenalan oleh penggunanya sehingga bisa disebut tanda. Menurut Pierce dalam menjelaskan modelnya secara sederhana, tanda adalah sesuatu yang dikaitkan pada seseorang 3 4
Ibid hal 20-23 Dennis Mc Quail, Teori Komunikasi Massa, Erlangga, 1987, hal 181
9
untuk sesuatu dalam beberapa hal atau kapasitas. Tanda merujuk pada seseorang yakni menciptakan dibenak orang tersebut suatu tanda yang setara atau barang kali suatu tanda lebih berkembang. Tanda yang diciptakan dinamakan interpretan dari tanda pertama. Tanda itu menunjukkan sesuatu yakni objeknya. Menurut Pierce dalam Eco, tanda (repsentamen) ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu (mewakili atau menggantikan) ke sesuatu yang lain, yang disebut objek (denotatum). Tanda baru dapat berfungsi bila diinterprestasikan dalam benak penerima tanda melalui interpretan, makna dari sebuah tanda.5 Fungsi tanda (sign) adalah alat untuk membangkitkan makna, itu karena tanda selalu dapat dipersepsi perasaan (sence) danpikiran (reason). Dengan menggunakan akal sehatnya seseorang biasanya menghubungkan sebuah tanda dengan rujukannya (reference) untuk menemukan makna.6 Setiap tanda yang digunakan dalam komunikasi pastilah memiliki makna, baik itu secara lisan maupun tulisan, baik itu perorangan (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Umar Junus menyatakan bahwa makna dianggap sebagai fenomena yang bisa dilihat sebagai kombinasi beberapa unsur dengan setiap unsur itu. Secara sendiri-sendiri, unsur tersebut tidak mempunyai makna sepenuhnya.7
5
M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi (Teori dan Aplikasi), Gitanyali, Yogyakarta, 2004, hal 43 6 Winfried North, Handbooks of Semiotic, Bloomington & Indianapolis: Indiana University Press, 1990, hal 79 7 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisa Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, PT Rosdakarya, Bandung, 2001, hal 126
10
Makna merupakan kreasi yang aktif antara sumber dan penerima, pendengar, penulis, atau pembaca. Suatu pesan bisa mempunyai makna yang berbeda dari satu individu ke lain, karena makna pesan berkaitan erat dengan masalah penafsiran dari si penerimanya. Makna ada dalam individual dan tercipta akibat adanya suatu struktur yang dimungkinkan terbentuk oleh adanya pengalaman-pengalaman keseharian dan kenyataan sosial dari seorang manusia. Makna dalam komunikasi sangat penting, karena kata-kata atau kalimat yang tidak mengandung makna tidak dapat mempengaruhi atau memberi pengertian pada penerima. Fisher dalam ‘Pengantar Komunikasi’, merumuskan tiga makna, yakni: 1. Makna referensial adalah makna suatu referensial atau istilah mengenai objek, pikiran ide, atau konsep yang ditunjukan oleh istilah itu. Makna itu lahir dari pikiran seseorang ketika suatu istilah merujuk pada objek. 2. Makna yang menunjukan arti suatu istilah, sejauh dihubungkan dengan konsepa–konsep lain. Misalnya istilah phylogistonyang dicontohkan Fisher, kata ini dulu digunakan untuk menjelaskan proses pembakaran, tetapi setelah ditemukan kata oksigen sebagai bahan pembakar, maka phylogiston tidak dipakai lagi. 3. Makna internasional adalah suatu istilah yang dimaksudkan oleh pemakai lambang itu. Makna istilah itulah yang melahirkan makna individu.8 Makna terjadi ketika isyarat mengacu pada suatu objek dan makna itu terjadi pada pemikiran pemakainya.
8
Sasa Djuarsa Sendjaya, Pengantar Ilmu Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta, 1999, hal 92
11
2.2
Pengertian Femininitas Femininitas adalah femininitas yang dihasilkan oleh kebudayaan, dan
budaya dalam femininitas yang ditampilkan dalam iklan adalah budaya penaklukkan terhadap alam. Dalam logika ini, alam telah salah dan karena itu adalah tugas kebudayaan untuk menunjukkan kepada alam bagaimana seharusnya alam hidup. Penaklukan terhadap “alam”, seperti dikatakan oleh banyak ekofeminis merupakan bagian dari penaklukan terhadap perempuan. Dalam hal ini, baik alam maupun perempuan dikonstruksi untuk tunduk pada laki-laki pemegang kuasa. Dalam konteks femininitas dan seksualitas perempuan dalam iklan, tubuh perempuan dikonstruksiuntuk menyesuaikan dengan selera “pasar”, yang dalam hal ini pasar adalah kuasa yang menentukan apakah bentuk seksualitas atau feminitas (termasuk kecantikan, bentuk tubuh, jenis rambut dan sebagainya) tertentu berterima atau tidak. Dalam tatanan personal, kuasa dipegang oleh lakilaki calon pacar, calon suami, pacar atau suami, dan sebagainya, tetapi dalam tatanan global, femininitas dan seksualitas perempuan mengacu kepada penanda perempuan yang dipresentasi oleh perempuan kulit putih, kelas menengah, yang relatif terdidik dan biasanya mempunyai peran publik disamping peran domestik.9
2.2.1 Pengertian Feminisme Feminisme adalah sebuah gerakan wanita yang menuntut emansipasi atau kesamaan hak dengan pria. Ditinjau secara etimologis, istilah feminisme berasal 9
Aquarini Priyatna Prambasmoro, Kajian Budaya Feminis (Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop), Jalasutra, Yogyakarta, hal 325
12
dari bahasa latin femminayang berarti perempuan. Kata tersebut di adopsi dan digunakan oleh berbagai bahasa disunia. Dalam bahasa Perancis, femme untuk menyebutkan perempuan. Feminitas dan maskulinitas dalam arti sosial dan psikologis harus dibedakan dengan istilah male (laki-laki) dan female (perempuan) dalam arti biologis.10 Feminisme secara umum bisa dikategorikan sebagai perjuangan guna meningkatkan kesempatan perempuan untuk mendapatkan persamaan hak dalam kebudayaan yang didominasi laki-laki.11 Bahwa perempuan juga bisa menjadi subjek dalam segala bidang dan menggunakan perspektif perempuan yang lepas dari mainstream kultur patriarki yang selalu beranjak dari sudut pandan laki-laki. Saptari dan Holzner menyebutkan feminisme adalah kesadaran akan posisi wanita yang rendah dalam masyarakat, dan keinginan untuk memperbaiki atau mengubah keadaan tersebut. sehingga dapat dikatakan gerakan feminis itu mencoba untuk mewujudkan sebuah masyarakat yang harmonis tanpa pengisapan dan dikriminasi, demokratis dan bebas dari pengotakkan berdasarkan kelas, kasta, dan jenis kelamin (sex).12 Adapun terdapat inti tujuan dari feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau setara dengan kedudukan serta derajat laki-laki. Perjuangan serta usaha feminisme untuk mencapai tujuan ini mencakup berbagai cara. Salah satu caranya adalah memperoleh hak dan peluang
10
Hastanti Widy Nugroho, Diskriminasi Gender (Potret Perempuan Dalam Hegemoni laki-laki), Andi Offset, Yogyakarta, 2004 hal 72 11 Sarah Gamble, Pengantar Memahami Feminisme dan Postfeminisme, Jalasutra, Yogyakarta, 2010, hal 11 12 Shinta Kristanty, Repsentasi Perempuan Sebagai Wujud Feminisme Liberal dalam Film Erin Brockovich, Jurnal Digital al Universitas Budi Luhur, Jakarta, 2008, Hal 54
13
yang sama dengan yang dimiliki laki-laki. Berkaitan dengan itu, maka muncullah istilah equal right’s movement atau gerakan persamaan hak. Cara lain adalah membebaskan perempuan dari ikatan lingkungan domestik atau lingkungan keluarga juga
rumah tangga. Cara ini sering dinamakan woman’s lib, atau
woman’s emancipation movement, yaitu gerakan pembebasan wanita.13 Kendala utama yang dihadapi gerakan feminis pada massa post modern adalah nilai-nilai Victoria. Salah satu ciri tradisional pada zaman itu adalah nilainilai yang dicetuskan Ratu Victoria yang mengharuskan wanita menjaga kesalehan serta kemurnian mereka, bersikap positif dan menyerah, rajin mengurus keluarga dan rumah tangga atau memelihara domestisitas.14 Menurut para feminis, nilai-nilai tradisional inilah yang menjadi penyebab utama inferioritas atau kedudukan dan derajat rendah kaum wanita. Nilai-nilai ini menghambat perkembangan wanita untuk menjadi manusia seutuhnya. Seperti yang telah dikemukakan, tuntutan kaum feminis mula-mula mencakup bidang hukum, ekonomi, dan sosial.15 1. Tuntutan dibudang hukum meliputi hak-hak dalam perkawinan. Undangundang perkawinan, misalnya, melarang wanta untuk memperoleh hak atas anak-anaknya jika terjadi perceraian. Wanita juga tidak dibenarkan membuat kontrak, menuntut seseorang dipengadilan atau menjadi anggota juri di pengadilan. 2. Dibidang ekonomi, tuntutan kaum feminis antara lain meliputi hak atas harta. Sebelum dia kawin, harta seorang wanita dikuasai ayah atau saudara 13
Soenarjati Djajanegara, Kritik Sastra Feminis, PT Gramedia Pustaka Utama, 2003 hal 4 Ibid hal 5 15 Ibid hal 7-9 14
14
laki-lakinya, sesudah kawin hartanya menjadi mili suaminya. Lebih dari itu, sebagian lapangan kerja ditutup bagi wanita. Kalaupun dia diberi kesempatan untuk mencari nafkah, upah yang diterimanya jauh lebih rendah daripada upah yang diterima kaum laki-laki. 3. Dibidang sosial pun hak- hak sangat terbatas. Tradisi menghendaki wanita menjadi pengurus rumah tangga dan keluarga, sehingga sebagian besar masa hidupnya dihabiskan dalam lingkungan rumah saja. Di samping itu, wanita tidak diberi kesempatan untuk memperolah pendidikan tinggi, memangku jabatan-jabatan tertentu, menekuni profesi-profesi tertentu. Masyarakat tradisional pada waktu itu beranggapan bahwa bagi seorang gadis cukup jika dia diberi kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, maka ilmu yang diperbolehnya kelak harus dapat menunjang perannya sebagai istri, ibu, dan ibu tumah tangga yaitu keterampilan jahitmenjahit, masak memasak, merawat bayi atau orang sakit, yang dilengkapi dengan pelajaran kesenian: memainkan alat musik dan berdansa.
2.2.2 Sejarah Feminisme Gerakan feminisme tidak timbul begitu saja, hal ini berkembang dari tahun ketahun, mulai dari gelombang pertama hingga gelombang kedua yang keduanya merupakan gerakan emansipasi memperjuangkan kesetaraan gender. Contohnya dalam bidang sosial, pekerjaan, pendidikan, dan hak politik kaum wanita yang abad ke 19 di nomer dua kan dibanding laki-laki sperti yang terjadi di dalam gelombang pertama.
15
Adapun penjelasan dari masing-masing gelombang adalh sebagai berikut:16 a. Gelombang pertama Feminisme sebagai filsafat dan gerakan dapat dilacak dalam sejarah kelahirannya dengan kelahiranera pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Worley Mountage dan Marquis De Condorect. Menjelang abad ke 19 feminisme lahir menjadi gerakan yang cukup mendapatkan perhatian dari para perempuan kulit putih di Eropa. Perempuan di negaranegara penjajah Eropa memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai universal sisterhood. Kata feminisme dikreasikan pertama kali oleh aktivis sosial utopis, Charles Fourier pada tahun 1837. Pergerakan di Eropa tengah ini berpindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak publikasi John Stuart Mill, The Subjection of Women(1869). Perjuangan mereka menandai kelahiran feminisme gelombang pertama. Pada awalnya gerakan ini memang diperlukan pada masa itu, dimana ada masa-masa pemasangan terhadap kebebasan perempuan. Sejarah dunia menunjukkan bahwa secara umum kaum perempuan (feminime) merasa dirugikan dalam semua bidang dan dinomer duakan oleh kaum laki-laki (maskulin) khususnya dalam masyarakat yang bersifat patriarki. Dalam bidang-bidang sosial, pekerjaan, pendidikan, dan lebih-lebih politik hakhak kaum ini biasanya memang lebih inferior ketimbang apa yang dapat dinikmati oleh laki-laki, apalagi masyarakat tradisional yang berorientasi 16
Sarah Gamble, Pengantar Memahami Feminisme Postfeminisme, Jalasutra, Yogyakarta, 2010, hal 19-35
16
agraris cenderung menempatkan kaum lali-laki di depan ataupun di luar rumah daripada kaum perempuan. Dari latar belakang demikianlah di Eropa berkembang gerakan untuk menaikkan derajat perempuan tetapi gaungnya kurang keras, baru setelah di Amerika Serikat terjadi revolusi sosial dan politik, perhatian tehadap hak-hak kaum perempuan mulai mencuat. Di tahun 1972 Mary Wollstonecraft membuat karya tulis Vindication of the Right of Womanyang isinya dapat dikatakan meletakkan dasar prinsip-prinsip feminisme dikemudia hari. Pada tahun-tahun 1830-1840 sejalan terhadap pemberantasan praktek perbudakkan, hak-hak kaum perempuan mulai diperhatikan, jam kerja dan gaji kaum ini mulai diperbaiki dan mereka diberikan kesempatan ikut dalam pendidikan dan diberi hak pilih, sesuatu yang selama ini hanya dinikmati oleh kaum laki-laki. b. Gelombang Kedua Setelah berakhirnya perang dunia kedua, dtandai dengan lahirnya negaranegara baru yang terbebas dari penjajah Eropa, lahirlah feminisme gelombang kedua padatahun 1960. Dengan puncak di ikut sertakannya perempuan dalam kedudukannya di parlemen. Pada tahun ini merupakan awal bagi perempuan mendapatkan hak pilih dan selanjutnya ikut mendiami ranah politik kenegaraan. Karena sebelumnya kebangkitan semua negara-negara terjajah dipimpin oleh elit nasiolis dari kalangan pendidikan, politik, dan militer yang kesemuanya adalah laki-laki.
17
Sehingga pada era itu kelahiran feminisme gelombang kedua mengalami puncaknya. Secara umumpada gelomabng pertama dan kedua hal-hal berikut ini yang menjadi
momentum
perjuangannya:
gender
inequality,
hak-hak
perempuan, hak reproduksi, hak berpolitik, peran gender, identitas gender dan seksualitas. Gerakan feminisme adalah gerakan pembebasan perempuan dari: stereotyping, seksisme, penindasan perempuan.
2.2.3 Aliran Feminisme Persoalan mengenai mengapa kaum perempuan mengalami ketertindasan dan ketidak adilan,hal ini telah muncul berbagai jenis-jenis aliran feminisme.17 a. Feminisme Liberal Feminisme liberal berpandangan bahwa perempuan dapat menaikkan posisi mereka dalam keluarga dan masyarakat melalui kombinasi inisiatif dan prestasi individual (misalnya pendidikan tinggi), diskusi rasional dengan kaum laki-laki, khususnya suami yang dapat dikonsepsikan sebagai upaya memperbaiki peran gender mereka, mengalami, cara pengambilan keputusan sehubungan dengan pengasuhan anak yang akan memberikan kemungkinan bagi perempuan untuk mengejar karir dan mempertahankan hukum yang memberikan hak aborsi legal dan melindungi perempuan dalam diskriminasi seks.
17
Rosmarie Putnam Tong, feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Arus Utama pemikiran feminis, Jalasutra, Yogyakarta, 1998
18
Dalam feminisme aliran liberal termasuk kedalam kandungan nilai-nilai feminisme bahwa seorang perempuan berhak merumuskan dirinya sendiri, misalnya perempuan itu harus langsing, berkulit putih, berambut lurus dan panjang, dan sebagainya. b. Feminisme Radikal Trend ini muncul sejak pertengahan tahun 1970-an di mana aliran ini menawarkan
ideologi “perjuangan
separatisme perempuan”.
Pada
sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksime atau dominasi sosial berdasarkan jenis kelamin di barat pada tahun 1960-an, utamanya melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang ada. Dan gerakan ini adalah sesuai namanya yang “radikal”. Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempersalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. Sesuai yang tercantum dalam nilai-nilai feminis yaitu, “The personal is political” artinya menjadi gagasan baru yang mampu menjangkau permasalahan perempuan sampai ranah privat, masalah yang di anggap paling tabu untuk diangkat kepermukaan. Informasi atau pandangan baru
19
(black propaganda) banyak ditujukan kepada feminis radikal. Padahal, karena pengalamannya membongkar persoalan-persoalan privat inilah Indonesia saat ini memiliki undang-undang RI No.23 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). c. Feminisme Marxis dan Sosialis Feminis Marxis cenderung untuk menunjukkan penghargaan mereka langsung kepada Marx, Engles dan pemikir abad 19 lain. Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya sumber penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Teori Friedrich Engels dikembangkan menjadi landasan aliran ini, status perempuan jatuh karena adanya konsep kekayaan pribadi (private property). Kegiatan produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri berubah menjadi keperluan pertukaran (exchange). Laki-laki mengontrol produksi untuk exchange dan sebagai konsekuensinya
merka
mendominasi
hubungan
sosial,
sedangkna
perempuan direduksi menjadi bagian dari properti. Sistem produksi yang berorientasi pada keuntungan mengakibatkan terbentuknya kelas dalam masyarakat borjuis dan proletar, jika kapitalisme tumbang maka struktur masyarakat dapat diperbaiki dan penindasan terhadap perempaun dihapus. Kaum feminis Marxis, menganggap bahwa negara bersifat kapitalis yankni menganggap bahwa negara bukan hanya sekedar institusi tetapi juga perwujudan dari interaksi atau hubungan sosial. Kaum Marxis berpendapat bahwa negara memiliki kemampuan untuk memelihara kesejahteraan,
20
namun disisi lain, negara bersifat kapitalisme yang menggunakan sistem perbudakan kaum wanita sebagai pekerja. Feminisme sosialis tampaknya lebih dipengaruhioleh pemikir abda 20. Feminis sosialis menekankan aspek gender ekonomis dalam penindasan atau kaum perempuan, mereka berpendapat bahwa perempuan dapat dilihat sebagai penghuni kelas ekonomi dalam Marx dan “kelas sex” sebagaimana yang disebutkan oleh Shulammith Firestone.18 Artinya perempuan menampilkan pelayanan berharga bagi kapitalisme baik sebgaia pekerja maupun istri yang tidak menerima upah atas kerja domestik mereka. Feminis sosial berpendapat bahwa kapitalisme memerlukan kerja tak berupah agar dapat berfungsi.dalam hal ini feminis sosial berpandangan bahwa perempuan tertindas baik oleh modalm, yang tidak memberikan upah baik kerja domestik merk dan oleh suami dan pacar yang melakukan mereka sebagai pelayan resmi mereka.19 Aliran feminis Marxis dan sosialis tersebut mengarah kedalam nilai-nilai feminis yaitu kemandirian ekononi sebagai versus dari ketergantungan ekonomi pada agenda dan pihak lain sebagai penyusuna konsep baru yang mengedapankan pembagian kerja secara adil dan setara antar pelaku ekonomi.
18 19
Ibid Hal 225 Ibid hal 227
21
d. Feminisme Psikoanalisis dan Gender Feminisme psikoanalisis dan gender cenderung berpendapat bahwa mungkin memang ada perbedaaan biologis dan juga perbedaan psikologis atau penjelasan culturalatas maskulinitas laki-laki dan feminitas perempuan. Mereka juga menekankan bahwa nilai-nilai yang secara tradisional dihubungkan dengan perempuan (kelembutan, kesederhanaan, rasa malu, sifat mendukung, empati, kepedulian, kehati-hatian, sifat merawat, intuisi, sensitivitas dan keegoisan) secara ,oral lebih baik daripada kelebihan nilai-nilai yang secara tradisional dihubungkan dengan laki-laki (kekerasan hati, ambisi, keberanian, kemandirian, ketegasan, ketahanan fisik, rasionalitas dan kendali emosi). Karena itu feminis gender menyimpulkan bahwa laki-laki harus melepaskan, paling tidak bentuk ekstrim dari maskulinitasnya. Aliran feminisme psikoanalisis dan gender ini termasuk kedala nilai-nilai feminis sintesis, dimana feminis menggabung-gabungkan pikiran dan perasaan satu sama lain sehingga menjadi kesatuan yang selaras. e. Feminisme Eksistensialis Feminisme eksistensialisme ini dipelopori oleh Simone De Beavouir, di mana sebelumnya paham-paham Beauvior itu dipengaruhi oleh paham eksistensialisme dalam filsafat milik Paul Satre. Ada beberapa ciri eksistensialisme yaitu selalu melihat cara manusia berada, eksistensi diartikan secara dinamis sehingga ada unsur berbuat dan menjadi, manusia
22
dipandang sebagai suatu realitas yang berbuka dan berdasarkan pengalaman yang konkret. Bagi Satre manusia mengada dengan kesadaran sebagai dirinya sendiri. Dengan kata lain perkataan, bagi manusia eksistensi adalah keterbukaan, berbeda dengan benda-benda yang lain dimana ada itu berarti sekaligus esensi, maka bagi manusia eksistensi mendahului esensi. Asas pertama sebagai dasar untuk memahami manusia haruslah mendekatinya sebagai subjektivitas. Manusia sebagai pencipta dirinya sendiri tidak akan selesaiselesai dengan ikhtiarnya itu. Sebagai eksistensi yang ditandai oleh keterbukaan menjelang masa depannya, maka manusia pun merencanakan segala sesuatunya bagi dirinya sendiri.20 Aliran feminisme yang seperti ini berdasarkan nilai-nilai feminis adalah pengetahuan dan pengalaman personal, artinya setiap perempuan memiliki keunikan dan kondisi yang berbeda, sesuai dengan pengalaman dan kebutuhan yang tidak sama. f. Feminisme Post Modern Ide posmo-anggapan mereka-ialah ide yang anti absolut dan anti otoritas, gagalnya modernitas dan pemilihan secara berbeda-beda tiap fenomena sosial karena penentangnya pada penguniversalan pengetahuan ilmiah dan sejarah. Mereka berpendapat bahwa gender tidak bermakna identitas atau struktur sosial.
20
Fuad Hasan, Berkenalan Dengan Eksistensialisme, PT Dunia Pustaka Jaya, Bandung, 1985, Hal 103
23
Aliran feminisme post modern ini mengarah ke dalam nilai-nilai feminis yaitu kreativitas yang menciptakan kreasi dan gagasan serta pola-pola baru perjuangan yang luas dan terbuka. g. Feminisme Multikural dan Global Feminis ini lebih bersifat budaya rasial dan etnik daripa seksual, psikologi dan sastrawi. Kedua feminis ini ada kesamaannya yaitu menentang “ esesialisme perempuan” yaitu pandangan bahwa gagasan tentang ”perempuan” ada sebagai bentuk platonik yang seolah-olah setiap perempuan dengan darah dan daging, dapat sesuai dengan kategori itu. Kedua pandangan feminisme ini juga menafikkan “chauvinimisme perempuan” yaitu kecenderungan dari segelijntir perempuan yang diuntungkan karena ras atau kelas mereka misalnya bebebicara atas nama perempuan lain. Aliran feminisme multikural dan global yang demikian masuk kedalam nilai-nilai feminis yang mengarah pada kesetaraan kehidupann yang adil antara laki-laki dan perempuan dan juga menjadi bagian dari rasionalisme kemajuan masyarakat manusia, laki-laki dan perempuan. h. Ekofeminisme Mencakup pemikiran starhawk, Maria Miies, dan Vandana Shifa yang pertama yaitu atas akar pemikiran ekofeminisme diantaranya adalah : modus berpikir patriarki, dua listik dan opresif telah merusak perempaun dan alam, perempuan secara kultural dikaitkan dengan alam, isu
24
lingkungan adalah isu perempuan terhadap alam semesta, membahayakan lingkungan artinya dapat juga membahayakan diri sendiri. Adapun yang kedua mengenai konsep dalam ekofeminisme, yaitu ada keterkaitan penting antara operasi terhadap perempuan dan oprasi terhadap alam, pemahaman terhadap alam adalah penting untuk juga memahami pemahaman terhadap perempuan, teori dan praktek feminis harus memasukkan perspektif ekologi, pemecahan masalah ekologi harus menyertakan perspektif feminis. Dan yang terakhir dilihat dari segi implikasi dalam ekofeminisme di antaranya ekofeminisme spiritual, sosialis, transformatif serta dekonstruksi dikotomi perempuan – laki-laki. Aliran feminisme ekofeminisem ini menghubungkan ke dalam nilai-nilai feminis hubungan sosial timbal balik yang memberikan ruang untuk mendialogkan dan mempertanyakan berbagai macam hal.
2.2.4 Pengertian Jender dan Feminisme Istilah jender mempunyai konotosi psikologis, sosial, dan kultural yang membedakan antara pria dan wanita dalam menjalankan peran – peran maskulinitas dan feministas tertentu di masyarakat. Sedangkan feminisme diartikan sebagai sebuah teori politik atau sebuah praktik politik ( gerakan politik ) yang berjuang untuk membebaskan semua kaum wanita: wanita kulit berwarna, wanita miskin, wanita cacat, lesbian, wanita lanjut usia, dan juga wanita heteroseksual kulit putih secara kulit putih secara ekonomi.
25
Menurut Stacey istilah teori feminis biasanya menyarankan pada semua kerangka pengetahuan yang menawarkan penjelasan – penjelasan kritis terhadap subordinasi wanita. Kritis disini dimaksudkan sebagai penjelasan yang tidak berusaha untuk memperteguh atau melegitimasi, tetapi sebaiknya mencoba menyelidiki, mengekspos atau menantang subordinasi wanita. Dalam pandangan Stacey, terdapat beberapa isu utama untuk memahami penindasan terhadap wanita ini: (1) patriakisme (2) tingkat subordinasi wanita (3) kategori wanita dan (4) implikasi dari determinisasi ideologis dari teori – teori feminis. Isu pertama melihat bahwa penindasan sistematik terhadap wanita disebabkan oleh struktur kemasyarakatan yang memberi kekuasaan lebih kepada kaum pria sehingga mereka menjadi patriarch yang mendominasi kaum wanita. Bagaimana kaum pria ini bisa memperoleh kekuasaan lebih tersebut bisa dijelaskan secara historis, materialistis, dan psikoanalitis. Isu kedua muncul sebagai sebagai konsekuensi dari isu pertama. Pada tingkat bagaimana patriarki melakukan kontrol terhadap kaum wanita secara universal pada semua wanita yang ada di berbagai belahan bumi ini atau secara khusus pada kaum wanita tertentu dari suatu budaya tertentu saja berdasarkan etnisitas, rasialitas, nasionalitas, kelas, dan seksualitas mereka. Isu ketiga berusaha untuk menunjukkan akan beragamnya makna “wanita” sesuai dengan waktu, tempat, dan konteksnya. Dengan menggunakan pendekatan psikoanalitis, makna “wanita” ini coba dijelaskan berdasarkan identitas dan subyektivitas wanita. Isu terakhir lebih mempersoalkan perspektif teoritis yang didasarkan pada aspek alamiah wanita ( essentialism ) atau aspek sosialnya (social constructionism). Implikasi pandangan pertama perubahan
26
terhadap posisi subordinasi wanita akan sulit dicapai. Sedang pandangan kedua justru melihat peluang besar untuk mengadakan perubahan terhadap posisi wanita tersebut.21
2.3
Pengertian Cantik Cantiknya wanita Indo, dan kita terbawa brain washing mereka. Cantiknya
orang Dayak dengan telinga yang panjang karena beban berat anting – anting, cantiknya orang Papua yang hitam manis dengan rambut keriting, cantiknya orang Melayu dan Jawa yang berkulit sawo matang dengan tutur katanya yang lemah lembut, telah tergantikan dengan citra cantik yang dibangun oleh para pemilik modal. Citra cantik saat ini telah terhegomoni oleh definisi para kaum kapitalis melalui iklan – iklan mereka di televisi, radio, surat kabar, dan media lainnya. Dari dahulu kala, cantik tampaknya memang di definisikan oleh para pemilik modal dan atau pengusaha. Konon kabarnya Cleopatra ratu Mesir Julius Cesar dengan saingannya Antoni (us) menurut hasil penelitian, kecantikannya bukanlah seperti Elizabeth Taylor yang memerankannya dalam film Cleopatra. Dia berkulit aga gelap, gemuk, agak pendek, dan sebagian giginya hitam. Citra cantik dimasa lalu ternyata berbeda dengan cantik saat sekarang. Citra cantik telah bergeser. Pencitraan yang diinginkan oleh para pemilik modal dan pengusaha dunia juga banyak kita jumpai di film – film Hollywood. Hampir semua film perang Vietnam misalnya, menceritakan kemenangan Amerika Serikat dan di medan 21
Francisia SSE Seda, Televisi Kekerasan dan Perempuan, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2009, hal 33-34
27
perang Vietnam. Padahal, faktanya mereka kalah total di sana. Demikian pula citra teroris dalm film – film Hollywood. Teroris sering di gambarkan berwajah Arab, bersorban, dengan suasana dan latar belakang musik padang pasir serta suara adzan. Citra terorisme digeser oleh para pemilik modal dan atau pengusaha dunia ke arah agama Islam dan orang Islam.22 Cantik adalah anugerah terindah yang hanya dimiliki oleh kaum wanita saja, tidak yang lain. Sayangnya, tidak semua wanita memahami hal tersebut, bahkan menafikannya. Bagaimana pun bentuk wajah anda, berfikirkah positif. Stop berfikir bahwa anda tidak cantik. Bila anda menilai diri anda tidak cantik, berarti anda tidak bersyukur kepada Allah Ta’ala. Dan anda harus memahami kembali makna kecantikan yang sebenarnya lalu menempatkannya pada porsi yang tepat.23 Cantik tidak berarti bahwa seorang wanita harus berhidung mancung, berpipi merah, bertubuh seksi, bermata bulat, berbibir tipis, dan seterusnya. Tidak sekali lagi tidak. Cantik lebih cenderung pada perpaduan beberapa unsur yang tepat dan serasi, baik bentuk, corak, mapun rupa, yang bernilai tinggi dan membawa daya tarik. Sebuah meja bisa disebut cantik, bila perpaduan antara bentuk, gaya, warna, dan desainnya memang tepat dan serasi. Demikian halnya seseorang wanita. Dia disebut cantik, bila perpaduan antara penampilan fisik dan jiwa benar – benar tepat dan serasi.24
22
Choirul Anwar, Oase Di Pojok Kantor, Penerbit Republika, Jakarta, 2007, hal 12 Muhammad Kamil Hasan Al-Mahami, Cantik Islami ( Sosok Muslimah Yang Dinanti ), Penerbit Almahira, Jakarta, 2008, hal 5 24 Ibid hal 6 23
28
2.4
Iklan Iklan merupakan komunikasi non personal yang disiarkan melalui televisi,
radio, majalah, surat kabar, internet, atau media lainnya. Iklan merupakan komponen kunci dari program promosi dan paling luas digunakan. Tujuan utama iklan adalah membangkitkan kesadaran konsumen akan adanya suatu produk atau merek, menjelaskan keunggulan suatu produk, menciptakan asosiasi antara suatu produk dengan gaya hidup. Dengan demikian produk baru banyak tergantung pada iklan untuk mengkomunikasikan keberadaannya. Iklan juga merupakan elemen yang efisien untuk menjangkau khalayak yang luas. Misalnya iklan dipasang melalui televisi atau surat kabar akan ditonton dan dibaca jutaan orang. Namun demikian iklan juga memiliki kelemahan terutama pada aspek kredibilitas yang cenderung rendah. Klaim iklan sering dianggap sepihak dan sekelompok konsumen cenderung memberikan counter argumentation atas klaim iklan.25 Jenis – jenis iklan sebagai berikut : Variasi iklan beragam sesuai dengan kreativitas pembuatnya. Berdasarkan jenis, iklan dapat dikategorikan : 1. Iklan Komersial. Iklan komersial disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan, memasyarakatkan, dan atau mempromosikan produk atau jasa kepada khalayak sasaran untuk memengaruhi konsumen agar menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan.
25
Serian Wijatno, Pengantar Entrepreneurship, Grasindo, Jakarta, 2009 hal 191
29
2. Iklan Testimonial adalah iklan untuk mengenalkan, memengaruhi, meyakinkan, dan mendorong terjadinya pembelian produk atau jasa oleh konsumen melalui “kesaksian” pelanggan yang telah merasakan value produk itu. 3. Iklan Layanan Masyarakat yaitu iklan nonkomersial yang disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan, memasyarakatkan dan atau mempromosikan gagasan, cita – cita, ajuran dan atau pesan – pesan lainnya kepada masyarakat untuk memengaruhi khalayak agar berbuat dan atau bertingkah laku sesuai dengan iklan tersebut. Iklan Layanan Masyarakat (ILM) atau sering disebut PSA (Public Service Announcement) dapat diproduksi seperti iklan komersial. Iklan Layanan Masyarakat tetap dikenakan biaya produksi iklan dan tayangan, akan tetapi biaya yang dibebankan pada pemasang iklan biasanya dikenakan tarif yang lebih murah dibandingkan iklan komersial. Variasi iklan layanan masyarakat beragam, antara lain : a. Iklan Corporate. Ngurah Putra (2009) menyatakan bahwa iklan tidak selalu berkaitan dengan barang dan jasa. Saat ini, perusahaan-perusahaan juga mulai memikirkan citra diri atau reputasi mereka. Banyak perusahaan yang mempromosikan diri sebagai perusahaan yang baik melalui iklan korporasi ( corporate ad ) yang sasarannya tidak semata – mata kepada konsumen produk yang dihasilkan perusahaan yang bersangkutan, tetapi berbagai publik yang menentukan hidup matinya perusahaan itu.
30
b. Iklan Politik, yaitu ajakan untuk mengampanyekan program partai-partai politik. Partai – partai itu membeli jam siar selama masa pemilu. Tujuan iklan ini untuk mengampanyekan program kandidat dan pada akhirnya untuk meraih suara dari masyarakat.
2.4.1 Tujuan Iklan Tujuan Iklan yaitu untuk memberikan informasi, membujuk, dan mengingatkan. 1. Iklan informatif. Iklan ini di anggap sangat penting untuk pencuran kategori produk baru. Tujuannya untuk marangsang permintaan awal. Iklan seperti ini biasanya berusaha menciptakan permintaan primer. Tujuan iklan informatif : a. Menginformasikan pasar mengenai keberadaan suatu produk baru. b. Memperkenalkan cara pemakaian baru dari produk tertentu. c. Menyampaikan perubahan harga pada pasar. d. Menjelaskan kerja suatu produk. e. Menginformasikan jasa – jasa yang disediakan perusahaan. f. Meluruskan kesan yang keliru. g. Mengurangi kekuatan atau kekhawatiran ( calon ) pembeli. h. Membangun citra perusahaan. 2. Iklan Persuasif. Merupakan iklan untuk memengaruhi atau membujuk konsumen. Iklan ini sangat penting apabila mulai tercipta tahap persaingan dan setiap merek berusaha menciptakan permintaan yang selektif.
31
3. Iklan yang bertujuan mengingatkan ( reminder advertising ) lebih cocok digunakan untuk produk yang sudah memasuki tahap kedewasaan. Iklan ini ditujukan kepada pembeli atau calon pembeli ( prospek ) supaya tidak melupakan produk. Modifikasi iklan ini adalah iklan yang menguatkan ( reinforcement advertising ) yang meyakinkan konsumen bahwa keputusan mereka untuk membeli adalah benar.26
2.4.2 Karakteristik Iklan Televisi Televisi merupakan media audiovisual sehingga penonton dapat melihat produk yang diiklankan ditelevisi secara maksimal. Dengan demikian, iklan ditelevisi mempunyai karakteristik sebagai berikut:27 a. Pesan dari produk dapat dikomunikasikan secara total, yaitu audio, visual, dan gerak. Hal ini mampu menciptakan kelenturan bagi pekerja kreatif untuk mengombinasikan gerakan, kecantikan, suara, warna, drama, humor, dan lain-lain. b. Iklan di televisi memiliki sarana paling lengkap untuk eksekusi. c. Iklan ditelevisi ditayangkan selintas. Iklan televisi menggunakan unsur audio, visual, dan gerak yang digunakan secara maksimal. Selain itu, jika tidak diulang kita mungkin tidak begitu mengerti iklan tersebut. Apalagi jika kita menontonnya sambil lalu. Itulah karakteristik
26
Asti Musman dan Sugeng WA. “Marketing Media Penyiaran”, Cahaya Atma Pustaka, 2011, hal 94 – 96 dan 134 - 135 27 Ibid Hal 152
32
iklan di televise; hanya sekelebat ditayangkan.untuk itu, iklan ditelevisi ditayangkan berkali-kali.28
2.4.3 Kekuatan Iklan Televisi29 a. Audio visual mempunyai pengaruh dan dampak komunikasi yang kuat karena mengandalkan audio, visual, dan gerak. Bagi khalayak sasaran, iklan televisi mempunyai kemampuan yang kuat untuk memengaruhi persepsi mereka. b. Mempunyai efisiensi dalam hal biaya. Hal ini didasarkan pada jutaan penonton yang secara teratur menonton iklan komersial. Jangkauan massal ini menimbulkan efisiensi biaya untuk menjangkau setiap kepala.
2.4.4 Kelemahan Iklan Televisi30 a. Biaya abolut yang besar untuk memproduksi dan menyiarkan iklan komersial. Meskipun biaya untuk menjangkau setiap kepala adalah rendah, biaya absolute dapat membatasi niat pengiklan. Besarnya biaya ini dihitung dari pembayaran artis, production house, dan membeli waktu media televisi yang sangat besar. b. Khalayak penonton televis tidak selektif dibandingkan surat kabar dan majalah yang segmentasinya lebih tajam sehingga segmentasinya pun tidak setajam surat kabar dan majalah. Jadi, iklan yang ditayangkan di televisi memiliki kemungkinan menjangkau pasar yang kurang cepat. 28
Ibid Hal 152-153 Ibid hal153 30 Ibid hal 153 29
33
2.5
Wanita Wanita adalah separo dari bangsa manusia, bahkan akan datang suatu
masa ketika jumlah kaum wanita melebihi jumlah pria, bahkan berlipat ganda. Wanita adalah jenis yang mereka sebut sebagian makhluk lembut karena kehalusan jiwa, keindahan budi, sopan santun, kasih sayang, perasaan, dan belaiannya. Wanita adalah penguasa hati yang tidak seorang pun dapat menentang keputusannya atau melanggar kesepakatannya. Jika dalam hidup ini ada kenikmatan, maka hal itu adalah karenanya, begitu juga jika terjadi kepahitan, berarti bersumber darinya. Karena wanita, kaum pria rela menantang bahaya, dan melancarkan serangan. Mereka siap menghadapi maut karena inin menyenangkan dan membahagiakan hati wanita serta memperoleh restunya. dialah yang dimaksud oleh pemilik buku al-Mu’allaqah dalam syairnya, mengenai ucapan kaum wanita, “ Meraka ( perempuan ) menuntun kuda – kuda kami dan berkata, ‘kalian bukanlah suami – suami kami,jika kalian tidak bisa mencegah kami...’” Perang yang berkecamuk, nyawa yang dipertaruhkan di tengah lautan ganas, menghadapi berbagai kesulitan, dan mengorbankan jiwa dengan harga murah. Semua itu tidak lain adalah untuknya. Bagi seorang pria tidak ada yang penting, selain meridhai kaum wanita, tidak adanya yang dia harapkan di dunia, selain memuaskan, dan menyenangkan kaum wanita. Karena itu, dia akan merasa cemburu jika wanitanya disentuh oleh angin. Dia senantiasa menyebut – nyebutnya, pada waktu pagi dan sore, bahkan dalam tidur dan waktu bangun. Dia
34
menjadikan wanita sebagai sinar kebahagiaan, angin ketenangan, tumpuan suka cita, dan harapannya. Wanita adalah segala – galanya baginya.31
2.6
Wanita Dalam Media Massa Wanita oleh media massa, baik melalui iklan atau berita, senantiasa di
gambarkan sangat tipikal yaitu tempatnya ada di rumah, berperan sebagai ibu rumah tangga dan pengasuh, tergantung pada pria, tidak mampu membuat keputusan penting, menjalani profesi yang terbatas, selalu melihat pada dirinya sendiri, sebagai obyek seksual atau simbol seks ( pornographizing sexploitation ), obyek fetish, obyek peneguhan pola kerja patriarki, obyek pelecehan dan kekerasan, serta menjalankan fungsi sebagai pengkonsumsi barang atau jasa dan sebagai alat pembujuk. Selain itu, eksistensi wanita juga tidakterwakili secara proporsianal di media massa, baik dalam media hiburan maupun dalam media berita. Melalui Penggambaran Semacam itu menurt Fry (1993), kaum wanita telah mengalami kekerasan dan penindasan yang dilakukan oleh suatu jaringan kekuasaan dalam berbagai bentuk, misalnya berupa diskriminasi kerja, diskriminasi upah, pelecehan seksual, ketergantungan pada suami, pembatasan peran sosial sebagai wanita, istri, dan ibu rumah tangga, dan sebagainya. Melalui fungsi mediasinya, media massa menunjukkan pada khalayaknya bagaimana semua kekerasan itu diketahui sebagaimana adanya. Misalnya saja, pada liputan tentang perkosaan. Selain mengetahui bagaimana proses terjadinya 31
Ukasyah Athibi, Wanita Mengapa Merosot Akhlaknya, Gema Insani Press, Jakarta, 1998, hal 20 – 21
35
kekerasan itu, khalayak seperti di arahkan oleh media untuk ikut menyalahkan korban (blaming the victin).32
2.7
Analisis Semiotik Secara singkat kita dapat menyatakan bahwa analisis semiotik (semiotical
analysis) merupakan cara atau metode untuk menganilisi dan memberikan makna–makna terhadap lambang – lambang yang terdapat suatu paket lambang – lambang pesan atau teks. Kendati sebagai suatu metode ilmiah, analisis semiotik dapat dikatakan relatif baru, namun ia memiliki akar sejarah yang panjang. Kata semiotik (semiotics) berasal dari kata Yunani semeion yang lazim diartikan sebagai a sign by which something is known (suatu tanda yang dimana sesuatu dapat diketahui). John Locke (1690) mengembangkan pemahaman demikian untuk menguraikan tentang bagaimana manusia memahami sesuatu melalui lambang–lambang, seperti muncul dalam karyanya yang berjudul Essay Conserning Human Understanding. Pemikiran Locke sampai sekarang masih dinilai sebagai sebagian dari doktrin filsafat mengenai lambang – lambang. 1. Charles Sanders Pierce ( 1839 – 1914 ) Charles Sanders Pierce ialah seorang ahli metematika dari AS yang sangat tertarik pada persoalan lambang–lambang. Ia melakukan kajian mengenai semiotika dari perspektif logika dan filsafat dalam upaya melakukan sistematisasi terhadap pengetahuan. Dalam hal ini, Pierce menggunakan
32
opcit Francisia SSE Seda hal 4
36
istilah repsentamen yang tak lain adalah lambang (sign) dengan pengertian sebagai something which stands to somebody for something in some respect or capacity (sesuatu yang mewakili sesuatu bagi seseorang dalam hal atau kapasitasnya). Dari pemaknaan ini dapat dilihat bahwa bagi Pierce, lambang mencakup keberadan yang luas termasuk pahatan, gambar, tulisan, ucapan lisan, isyarat bahasa tubuh, musik dan lukisan. 2. Ferdinand de Saussure ( 1857 – 1913 ) Tokoh filsuf lain yang dapat dianggap telah berjasa dalam upaya pengembangan analisis semiotik adalah Ferdinand de Saussure, seorang ahli ilmu bahasa dari Swiss. Pandangan – pandangan Saussure tentang semiotika kabanyakan disampaikan ketika memberi kuliah di University of Geneva 1906 sampai 1911 yang kemudian dibukukan dibawah judul Course in General Languistics (diterbitkan tahun 1915). Saussure menyarankan bahwa studi tentang bahasa selayaknya menjadi bagian dari area yang disebut dengan semiology yang ketika itu belum banyak berkembang. Saussure mendasarkan pemikiran demikian pada keyakinan bahwa studi tentang bahasa pada dasarnya adalah studi tentang sistem lambang–lambang. Suatu hal yang menarik dalam hal ini adalah bahwa terdapat dua istilah yang berbeda: semiotika (semiotic) dan semiologi (semiology). Semiotika pada umumnya digunakan untuk menunjuk studi tentang lambang – lambang (signs) secara luas baik dalam konteks kultural maupun natural (misalnya asap dengan api, simptom dengan penyakit); sementara
37
semiologi lebih tertuju pada lambang – lambang bahasa, terutama dalam konteks komunikasi yang memiliki tujuan – tujuan tertentu atau yang sering disebut dengan intentional communication, yang karenanya lebih bersifat kultural. 3. Roland Barthes Selain Pierce dan Saussure masih terdapat beberapa nama tokoh lain yang telah memberikan kontribusi bagi perkembangan analisis semiotik, salah satu di antaranya adalah Roland Barthes. Pemikiran Barthes tentang semiotika dipengaruhi oleh Saussure. Kalau Saussure mengintodusir istilah signifier dan signified berkenaan dengan lambang – lambang atau teks dalam suatu paket pesan maka Barthes menggunakan istilah denotasi dan konotasi untuk menunjuk tingkatan–tingkatan makna. Makna denotasi adalah makna tingkat pertama yang bersifat objektif (first order) yang dapat diberikan terhadap lambang–lambang, yakni dengan mengaitkan secara langsung antara lambang dengan realitas atau gejala yang ditunjuk. Kemudian makna konotasi adalah makna–makna yang dapat diberikan pada lambang–lambang dengan mengacu pada nilai–nilai budaya yang karenanya berada mengacu pada nilai–nilai budaya yang karenanya berada pada tingkatan kedua (second order).33
33
Pawito Ph.D, Penelitian Komunikasi Kualitatif, LkiS Pelangi Askara Yogyakarta, Yogyakarta, 2007, hal 155 - 163
38
2.7.1 Semiotika Charles Sanders Pierce Pierce adalah tokoh semiotika yang berlatar belakang pendidikan filsafat dan menyebut ilmu yang di bangunnya (semiotics). Bagi Pierce yang ahli filsafat dan logika sama dengan semiotika, dan semiotika dapat diterapkan pada segala macam tanda.34 Dengan demikian sebuah tanda melibatkan sebuah proses kognitif di dalam kepala seseorang dan proses itu dapat terjadi kalau ada repsentamen, acuan, dan interpretan. Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Pierce disebut representamen. Representamen adalah bentuk atau “wajah luar” suatu tanda yang pertama kali di hindari oleh manusia. Representamen juga merupakan ‘bentuk fisik sebuah tanda’. Interpretan merupakan tafsiran dari seseorang berdasarkan objek yang dilihatnya sesuai dengan kenyataan yang menghubungkan antara representamen dengan objek. Selanjutnya dikatakan, tanda dalam hubungan dengan acuannya, dikenal tipologi tanda versi Charles S Pierce.35 a. Ikon adalah tanda mengandung kemiripan ‘rupa’ sehingga tanda itu mudah di kenali oleh para pemakainya. Di dalam ikon hubungan antara representament dan objeknya terwujud sebagai kesamaan dalam beberapa kualitas. Contohnya sebagian besar rambu lalu lintas merupakan tanda yang ikonik karena ‘menggambarkan’ bentuk yang memiliki kesamaan dengan objek yang sebenarnya.
34
Arthur Asa Berger, tanda – tanda dalam kebudayaan kontemporer. Terjem Dwi Marianto dan Sunarto. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana. 2000 hal 11-22 35 Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi ( aplikasi praktis bagi penelitian dan skripsi komunikasi edisi 2 ), Jakarta Mitra Wacana Media, 2013 hal 18-19
39
b. Indeks adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau eksistensial di antara representament dan objeknya. Di dalam indeks, hubungan antara tanda dengan objeknya bersifat kongkret, aktual dan biasanya melalui suatu cara yang sekuensial atau kausal. Pintu merupakan indeks dari kehadiran seorang ‘tamu’ di rumah kita. c. Simbol merupakan jenis tanda yang bersifat arbiter dan konvensional sesuai kesepakatan atau konvensi sejumlah orang atau masyarakat. Tanda– tanda kebahasaan pada umumnya adalah simbol – simbol. Tak sedikit dari rambu lalu lintas yang bersifat simbolik. Konsekuensinya, tanda ( Sign atau representament ) selalu terdapat dalam hubugan triadik, yakni ground , objek dan interpretant. Atas dasar hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikai tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibagiya menjadi qualisign, sinsign dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata – kata keras, lemah , lembut, dan merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda; misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan dihulu sungai. Legisign adalah norma yang dikndung oleh tanda misalnya rambu – rambu lalu lintas yang menandakan hal – hal yang boleh atau tidak dilakukan oleh manusia.36
36
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. PT Remaja Rosdakarya Bandung. 2009 hal 158
40
2.7.2 Tipe Tanda Versi Charles Sanders Pierce Upaya klasifikasi yang dilakukan oleh Pierce terhadap tanda memiliki kekhasan meski tidak bisa dibilang sederhana. Tipologi tanda menurut Peirce terdiri dari 3 elemen yaitu Sign, Objec, Interpretant. Yang dibagi menjadi beberapa eleman yaitu icon, index, simbol, qualisign, sinsign, legisign. 1. Sign Tanda (sign) adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indra manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk hal ini diluar tanda itu sendiri.37 Pierce membedakan tanda – tanda menjadi qualisign, sinsign, legisign. Pembedaan ini menurut hakikat tanda itu sendiri, entah sebagai sekedar kualitas, sebagai suatu eksistensi aktual, atau sebagai kaidah umum.38 Qualisign adalah suatu kualitas yang merupakan tanda, walaupun pada dasarnya ia belum dapat menjadi tanda sebelum mewujud. Misalnya, suaranya keras yang menandakan orang itu marah atau ada sesuatu yang diinginkan. Sinsign adalah suatu hal yang ada secara aktual yang berupa tanda tunggal. Ia hanya dapat menjadi tanda melalui kualitas – kualitasnya sehingga, dengan demikian, melibatkan sebuah atau beberapa qualisign. Hawa panas yang kita rasakan, apabila kemudian diungkapkan dengan sepatah kata, “panas” maka kata tersebut adaah sinsign.Sambil mengucap kata itu, tangan kita mungkin secara spontan mengipas–ngipas. Gerakan tangan 37
Rachmat Krisyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal 67 38 Kris Budiman, Semiotika Visual, Isu dan Problem Ikonisitas, Jalasutra, Yogyakarta, 2011 hal 77
41
mengipas–ngipas inipun adalah sinsignyang mempresentasikan hawa panas yang kita rasakan.39 Legisign, adalah suatu hukum, seperangkat kaidah atau prinsip yang merupakan tanda, norma yang dikandung oleh tanda. Contohnya rambu– rambu lalu lintas yang menandakan hal–hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia. 2. Object Object adalah kontes sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.40 Tipe – tipe tanda yang agaknya simpel dan fundamental adalah di antara ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol) yang didasarkan atas representament dan objeknya. a. Ikon adalah tanda yang mengandung kemiripan ‘rupa’ sehingga tanda itu mudah dikenali oleh para pemakainya. Di dalam ikon hubungan antara representament dan objeknya terwujud sebagai kesamaan dalam beberapa kualitas. Contohnya sebagaian besar rambu lalu lintas merupakan tanda yang ikonik karena ‘menggambarkan’ bentuk yang memiliki kesamaan dengan objek yang sebenarnya. b.
Indeks adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau eksistensial diantara representamen dan objeknya. Didalam indeks, hubungan antara tanda dengan objeknya bersifat konkret, aktual dan biasanya melalui suatu cara yang sekuensial atau kausal. Contoh jejak telapak kaki diatas permukaan tanah misalnya, merupakan indeks dari
39 40
Ibid, hal 77 Rachmat Krisyanto, OpCit, 267
42
seseorang atau binatang yang telah lewat disana, ketukan pintu merupakan indeks dari kehadiran seorang ‘tamu’ dirumah kita. c. Symbol, merupakan jenis tanda yang bersifat abriter dan konvesional sesuai kesepatan atau konvensi sejumlah orang atau masyarakat. Tanda – tanda kebahasaan pada umumya adalah simbol – simbol. Jenis
Ditandai dengan
Contoh
Proses kerja
Tanda Ikon
Indeks
Simbol
Persamaan
Gambar, foto, dan
(kesamaan)
patung
Kemiripan
Hubungan
asap---api
sebab akibat
gejala—
keterkaitan
konvensi atau
kata – kata
kesepakatan
isyarat
Dilihat
diperkirakan
dipelajari
penyakit
sosial
3.
Interpretant Interpretant adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda
dan menurunkan ke suatu makna tertentu atau makna ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.41 Menurut hakikat interpretant, tanda– tanda dibedakan oleh Peirce menjadi rema, tanda disen, dan argument.Rema
41
Kris Budiman, OpCit, hal 81
43
adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Tanda disen atau dicisign adalah tanda eksistensi aktual, suatu tanda faktual, yang biasanya berupa sebuah proposisi. Sebagai proposisi adalah tanda yang bersifat informasional.42Argument adalah tanda “hukum” atau kaidah, suatu tanda nalar, yang didasari oleh alasan tertent, berisi penilaian atau alasan, mengapa seseorang berkata begitu. Tentu saja penilaian tersebut mengandung kebenaran. Penelitian ini akan mengidentifikasi pesan dalam tampilan iklan yang terdiri dari gambar yang lalu mengelompokannya menjadi beberapa jenis tanda sampai kemudian menemukan makna di balik tanda yang di paparkan menggunakan analisis semiotika dengan kajian analisis semiotika Pierce. Dengan model ‘triadic’, dimana antara tanda, objek, dan interprestasi memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Kekuatan kelebihan semiotika Pierce terletak pada interpretasi peneliti atas data yang diperolehnya. Pierce mengemukakan teori segitiga makna atau ‘triangle meaning’ yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), objek, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat di tangkap oleh panca indera manusia yang merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Pierce terdiri dari simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
42
Ibid, hal 82
44
Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi. Hubungan Tanda, Objek, dan Interpretant ( Triangle Meaning ) sign
Interprentant
Objek Gambar 2.1
Penulis menjelaskan bagaimana pemaknaan cantik dalam iklan sabun Dove dan Citra. Penulis menggunakan semiotika Charles S Pierce karena ia mengatakan bahwa signadalah tanda, sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda, sedangkan interpretant merupakan tanda yang ada dalam benak seseorang. Analisis semiotika memaknai tanda – tanda tersebut untuk membantu penulis dalam mencari tanda – tanda cantik yang ada dalam iklan sabun Dove dan Citra.