BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kakao Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan ekspor non migas negara Indonesia. Di Indonesia tanaman kakao pertama kali dibudidayakan pada tahun 1921 dan berkembang pesat di daerah-daerah pulau Jawa dan sekarang sudah menyebar di seluruh wilayah Indonesia (Sri mulato dkk, 2005). Tanaman kakao mempunyai akar tunggang (radik primaria), dengan pertumbuhan ke arah samping dapat mencapai 8 m dan 15 m ke arah bawah. Tanah mempunyai hubungan erat dengan sistem perakaran tanaman kakao, karena perakaran tanaman kakao sangat dangkal dan hampir 80% dari akar tanaman kakao berada disekitar 20 - 30 cm dari permukaan tanah, sehingga untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik tanaman kakao menghendaki struktur tanah yang gembur agar perkembangan akar tidak terhambat. Perkembangan akar yang baik menentukan jumlah dan distribusi akar yang kemudian berfungsi sebagai organ penyerapan hara dari tanah (Anonymous, 2006). Kakao merupakan tanaman tahunan yang memerlukan lingkungan khusus untuk dapat berproduksi secara baik. Kakao saat ini bukan hanya tanaman perkebunan besar tetapi telah menjadi tanaman rakyat. Di Indonesia, menurut data statistik tahun 2002, luas areal kakao telah mencapai lebih dari 777.900 ha (Goenadi dkk, 2005). Kakao tersebar pada lahan yang beragam dan tingkat produktivitas yang juga beragam. Kakao dapat berproduksi tinggi dan menguntungkan jika diusahakan pada lingkungan yang sesuai. Faktor lahan
Universitas Sumatera Utara
mempunyai andil yang cukup besar dalam mendukung tingkat produktivitas kakao. Adapun syarat tumbuh tanaman kakao yang sesuai adalah sebagai berikut : 2.1.1. Iklim Sebaran curah hujan lebih berpengaruh terhadap produksi kakao dibandingkan dengan jumlah curah hujan yang tinggi. Jumlah curah hujan mempengaruhi pola pertunasan kakao (flush). Curah hujan yang tinggi dan sebaran yang tidak merata akan berpengaruh terhadap flush dan berakibat terhadap produksi kakao. Pertumbuhan dan produksi kakao banyak ditentukan oleh ketersediaan air, sehingga kakao dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di tempat yang jumlah curah hujannya relatif sedikit tetapi merata sepanjang tahun (Anonymous, 2004). 2.1.2. Tanah dan Topografi Lahan di perkebunan kakao didominasi oleh tanah-tanah marginal. Tanahtanah marginal di perkebunan kakao berkembang di daerah dengan curah hujan tinggi dan distribusinya merata sepanjang tahun dan telah mengalami proses pencucian yang sangat intensif. Tanah tersebut memiliki karakteristik fisika dan kimia dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah dan kurang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman (Koedadiri dkk, 1999). Tanaman kakao dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asal persyaratan fisik dan kimia tanah yang berperan terhadap pertumbuhan dan produksi kakao terpenuhi. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman adalah sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Sifat kimia tanah meliputi kadar unsur hara mikro dan makro tanah, kejenuhan basa, kapasitas pertukaran kation, pH atau keasaman tanah, dan kadar
Universitas Sumatera Utara
bahan organik. Sifat fisik tanah meliputi tekstur, struktur, kedalaman efektif tanah dan bulk density. Selain itu kemiringan lahan juga merupakan sifat fisik yang mempengaruhi pertumbuhan dan pertumbuhan kakao. Sedangkan sifat biologi tanah belum menjadi pertimbangan dalam melakukan penilaian kesesuaian lahan, karena hubungannya belum banyak diketahui secara pasti. Secara tidak langsung sifat tersebut mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Rahutomo dkk., 2001). Produksi optimum suatu tanaman dapat dicapai dengan pemupukan dan usaha-usaha perbaikan sifat fisik tanah. Akan tetapi pemupukan tidak akan berhasil dan menguntungkan sebelum usaha-usaha pencegahan erosi, perbaikan keadaan air dan udara, usaha-usaha pemeliharaan bahan organik tanah, perbaikan tanah-tanah yang telah rusak, atau perbaikan drainase telah dilakukan (Arsyad, 2000). 1)
Sifat Fisik Tanah Pertumbuhan tanaman tidak hanya tergantung pada tersedianya unsur hara
yang seimbang, tetapi juga harus ditunjang oleh keadaan fisik dan kimia tanah yang baik. Pentingnya sifat-sifat fisik dan kimia yang baik dalam menunjang pertumbuhan tanaman sering tidak disadari karena kesuburan tanah selalu dititik beratkan hanya pada kesuburan kimianya (Rohlini dan Soeprapto, 1989). Sifat tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah solum tebal 80 cm. Solum tebal akan merupakan media yang baik bagi perkembangan akar sehingga efisiensi penyerapan hara tanaman akan lebih baik. Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah lempung liat berpasir dengan komposisi 30 ‐ 40% fraksi liat, 50% pasir, dan 10 ‐ 20% debu. Susunan demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi tanah. Struktur tanah yang remah dengan
Universitas Sumatera Utara
agregat yang mantap menciptakan gerakan air dan udara di dalam tanah sehingga menguntungkan bagi akar. Perkembangan struktur baik, konsistensi gembur sampai agak teguh dan permeabilitas sedang (Rohlini, 1989). Terdapat hubungan yang positif antara sifat fisik tanah, permeabilitas, ruang pori total, pori drainase dan kerapatan bongkah dengan pertumbuhan tanaman. Semakin baik sifat fisik tanah semakin baik pula pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Akar akan mudah menembus tanah biasanya pertumbuhan tanaman secara keseluruhan akan semakin cepat dan akan memberikan hasil yang tinggi (Martoyo, 1992). Permeabilitas tanah sangat erat kaitannya dengan pori makro pada tanah. Semakin banyak pori makro pada tanah, maka air akan semakin mudah melewati partikel - partikel tanah sehingga nilai permeabilitasnya juga akan semakin besar (Adiwiganda, 1998). Aktifitas biologi menunjukkan berkurangnya jumlah pori makro pada lahan yang ditanami daripada yang tidak ditanami. Pengurangan ini menjadi alasan utama dari lebih rendahnya permeabilitas tanah pada lahan pertanian dibandingkan dengan yang masih bervegetasi alami. Dengan permeabilitas yang lebih kecil pada lahan pertanian dibandingkan dengan yang masih alami mengakibatkan hanya sebagian kecil air yang mampu masuk ke dalam lapisan tanah sedangkan yang lain akan mengalir melalui permukaan yang dikenal sebagai limpasan permukaan (Hakim dkk., 1986). Porositas tanah tinggi apabila bahan organik juga tinggi. Tanah-tanah dengan sistem granuler atau remah mempunyai porositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah-tanah dengan struktur pejal (massive). Tanah dengan
Universitas Sumatera Utara
tekstur pasir banyak mempunyai pori-pori makro sehingga sulit menahan air (Hardjowigeno, 1993). Kerapatan lindak (bulk density) menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume total (padat dan pori-pori). Bulk density dipengaruhi oleh stuktur tanah seperti kelonggaran tanah atau kepadatan tanah, akibat dari sifat mengembang dan mengerut yang dipengaruhi oleh kadar liat dan kelembaban (Hilel, 1980). Menurut Hardjowigeno (1993) guna menentukan kerapatan lindak (bulk density) adalah untuk : a) Deteksi adanya lapisan padas dan tingkat kepadatannya, semakin memadas maka semakin tinggi bulk densitynya. b) Menentukan adanya kandungan abu volkan dan batu apung yang cukup tinggi. Tanah dengan kandungan abu volkan/batu apung yang tinggi mempunyai bulk density yang rendah dengan nilai 0,85 g/cm3. c) Evaluasi terhadap kemungkinan akar menembus tanah. Pada tanahtanah dengan bulk density tinggi akar tanaman tidak dapat menembus lapisan tanah tersebut.
2)
Sifat Kimia Tanah Tanah dikatakan subur apabila fase padat mengandung cukup unsur hara
tersedia dan cukup air serta udara bagi pertumbuhan tanaman. Apabila ruangruang pori yang terdapat diantara partikel-partikel padat menyebar sedemikian rupa sehingga dapat menyediakan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman dan pada waktu yang bersamaan memungkinkan aerasi yang cukup pada akar, maka tanah itu dinilai mempunyai hubungan air dan udara yang cocok (Lubis, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Banyaknya unsur hara di dalam tanah tidak menjamin tanaman dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi, tetapi tergantung juga dari hubungan air dan udara yang memungkinkan tanaman dapat mempergunakan unsur hara tersedia secara efisien, perkembangan akar lebih intensif dan proses biologi dan kimia berlangsung baik pada kondisi optimum (Hasibuan, 1981). Singkatnya untuk kesuburan kimia, tanah harus memiliki kesuburan fisik. Sifat kimia tanah yaitu pH secara umum adalah 4,0 – 6,0, kandungan unsur hara tinggi, C/N mendekati 10 dengan C:1% dan N:0,1% (Lubis, 1992). Kemasaman (pH) tanah merupakan faktor paling penting dan merupakan indikator ketersediaan unsur hara dalam tanah. Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki pH 6 ‐ 7,5 tidak lebih tinggi dari 8 serta tidak lebih rendah dari 4; paling tidak pada kedalaman 1 meter. Kemasaman (pH) tanah yang baik untuk kakao adalah netral atau berkisar 6 - 7,5. Sifat ini khusus berlaku untuk tanah atas (top soil), sedangkan pada tanah bawah (subsoil) kemasaman tanah sebaiknya netral, agak asam, atau agak basa. Pada pH > 8 (alkalis) menyebabkan klorosis karena Fe, Mn, Zn, Cu tidak dapat diserap oleh akar tanaman kakao, sebaliknya pada pH < 4 (masam) terjadi keracunan karena Fe, Mn, Zn, Cu tersedia dalam jumlah yang berlebihan (Bintaran, 2007). Disamping faktor keasaman, sifat kimia tanah yang juga turut berperan adalah kadar bahan organik. Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar bahan organik tinggi, yaitu di atas 3% pada lapisan tanah setebal 0 – 15 cm. Kadar tersebut setara dengan 1,75% unsur karbon yang dapat menyediakan hara dan air serta struktur tanah yang gembur. Kadar bahan organik yang tinggi akan memperbaiki struktur tanah, biologi tanah, kemampuan penyerapan (absorpsi)
Universitas Sumatera Utara
hara, dan daya simpan lengas tanah. Tingginya kemampuan absorpsi menandakan bahwa daya pegang tanah terhadap unsur-unsur hara cukup tinggi dan selanjutnya melepaskannya untuk diserap akar tanaman. Usaha meningkatkan kadar organik dapat dilakukan dengan memanfaatkan serasah sisa pemangkasan maupun pembenaman kulit buah kakao (Bintaran, 2007).
2.2. Perkembangan Perkebunan Kakao di Indonesia Kakao merupakan salah satu komoditi utama nasional dengan sebaran sentra penanaman yang cukup banyak dan tumbuh dengan baik di Indonesia. Kakao juga telah lama menjadi salah satu komoditi ekspor unggulan Indonesia yang memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menghasilkan devisa negara. Seiring dengan terus bertambahnya jumlah penduduk dunia, maka permintaan pasar untuk komoditi kakao juga akan meningkat. Ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk terus meningkatkan produksi kakao. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi kakao adalah dengan memperluas lahan penanaman. Hal ini sulit untuk dilakukan karena kurangnya lahan yang sesuai untuk dapat dimanfaatkan sebagai usaha perkebunan kakao di Indonesia (Anonymous, 2007). Perkebunan kakao Indonesia mengalami perkembangan pesat sejak awal tahun 1980-an dan pada tahun 2004, areal perkebunan Kakao Indonesia tercatat seluas 992.191 ha dimana sebagian besar (89,59%) dikelola oleh rakyat dan selebihnya 5,04% perkebunan besar negara serta 5,37% perkebunan besar swasta. Indonesia merupakan salah satu produsen kakao terbesar di dunia hingga saat ini. Luas perkebunan kakao di Indonesia terus meningkat sepanjang 5 tahun terakhir. Pada tahun 2007 luas perkebunan kakao di Indonesia mencapai 1.379.279 ha. Luas perkebunan ini mengalami pertumbuhan sebesar 6,8%
Universitas Sumatera Utara
menjadi 1.473.259 ha. Luas perkebunan kakao kembali bertambah menjadi 1.592.982 ha atau tumbuh 8,1% pada tahun berikutnya. Secara rata-rata pertumbuhan luas perkebunan kakao di Indonesia dari tahun 2006 hingga tahun 2009 adalah 8,1%. Perkebunan kakao di Indonesia sebagian besar terletak di pulau Sulawesi. Luas perkebunan ini sekitar 953.691 ha atau 60% dari seluruh perkebunan kakao di Indonesia. Wilayah terbesar kedua adalah di pulau Sumatera yakni sekitar 18% dengan luas mencapai 300.461 ha (Siregar, 2006). Beberapa program terkait pengembangan perkebunan kakao yang dicanangkan pemerintah adalah peremajaan perkebunan seluas 70.000 ha, rehabilitasi 235.000 ha lahan kakao, intensifikasi pada 145.000 ha lahan, serta pengendalian hama pada 450.000 ha lahan kakao dalam tiga tahun sejak 2009 hingga 2011 (Goenadi, 2005). Pada tahun 2002 komposisi tanaman perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 224.411 ha (24,6%) tanaman belum menghasilkan (TBM), 618.089 ha (67,6%) tanaman menghasilkan (TM), dan 71.551 ha (7,8%) tanaman tua/rusak. Produktivitas rata-rata nasional tercata 924 kg/ha, dimana produktivitas perkebunan rakyat (PR) sebesar 963,3 kg/ha, produktivitas perkebunan besar negara (PBN) rata-rata 688,13 kg/ha dan produktivitas perkebunan besar swasta (PBS) rata-rata 681,1 kg/ha (Anonymous, 2007).
Tabel 1. Perkembangan Areal dan Produksi Perkebunan Kakao di Indonesia Tahun 1980 1985
PR
Areal (ha) PBN PBS
13.125 51.765
18.636 29.198
5.321 11.834
Jumlah 37.082 92.797
PR 1.0588 8.997
Produksi (ton) PBN PBS 8.410 20.512
816 4.289
Jumlah 10.284 33.798
Universitas Sumatera Utara
1990 252.237 57.600 47.653 357.490 97.418 1995 428.614 66.021 107.484 602.119 231.992 2000 641.133 52.690 56.094 749.917 363.628 2001 710.044 55.291 56.114 821.449 476.924 2002 798.628 54.815 60.608 914.051 511.379 2003 861.099 49.913 53.211 964.223 634.877 2004 1.033.252 38.668 19.040 1.090.960 636.783 2005 1.081.102 38.295 47.649 1.167.046 693.701 2006 1.105.654 38.453 47.635 1.191.742 723.992 Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004. Keterangan : PR = Perkebunan Rakyat, PBN = Perkebunan Besar Besar Swasta
27.016 40.933 34.790 33.905 34.083 32.075 2.583 25.494 26.112
17.913 31.941 22.724 25.975 25.693 31.864 52.338 29.633 29.360
142.347 304.866 421.142 536.804 571.155 698.816 691.704 748.828 779.474
Negara, PBS = Perkebunan
Pada Tabel 1 terlihat bahwa perluasan areal perkebunan kakao yang begitu pesat umumnya dilakukan petani, sehingga perkebunan rakyat telah mendominasi perkebunan kakao Indonesia. Tanaman kakao ditanam hampir di seluruh pelosok tanah air dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Kalimantan Timur, maluku Utara dan Irian Jaya. Keberhasilan perluasan areal dan peningkatan produksi tersebut telah memberikan hasil nyata bagi peningkatan pangsa pasar kakao Indonesia di kancah perkakaoan dunia. Indonesia berhasil menempatkan diri sebagai produsen Kakao terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading (Cote d’lvoire) pada tahun 2002, walaupun kembali tergeser ke posisi ketiga oleh Ghana pada tahun 2003 (International Cocoa Organization, 2003). Tergesernya posisi Indonesia tersebut salah satunya disebabkan oleh makin mengganasnya serangan hama PBK. Di samping itu rendahnya produktivitas tanaman kakao disebabkan oleh masih dominannya kebun yang dibangun dengan asalan, terutama perkebunan rakyat dan belum banyaknya adopsi penggunaan tanaman klonal. 2.3. Peranan Pupuk Organik dan Bahan Organik Pupuk organik mempunyai fungsi untuk menggemburkan tanah, meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air,
Universitas Sumatera Utara
yang keseluruhannya dapat meningkatkan kesuburan tanah (Troeh and Thompson, 2005). Kompos merupakan semua bahan organik yang telah mengalami degradasi/penguraian/pengomposan sehingga berubah bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya, berwarna kehitam-hitaman, dan tidak berbau (Indriani, 2008). Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah (Isroi, 2008). Bahan organik merupakan bahan penting dalam pasokan hara tanah dan meningkatkan kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia, dan biologi tanah. Sekitar dari setengah kapasitas tukar kation (KTK) berasal dari bahan organik yang merupakan sumber hara tanaman (Hakim dkk, 1986). Bahan organik ditemukan dipermukaan tanah. Jumlahnya tidak besar hanya sekitar 3-5%, tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Syarat tanah sebagai media tumbuh dibutuhkan kondisi fisik dan kimia yang baik. Keadaan fisik tanah yang baik apabila dapat menjamin pertumbuhan akar tanaman dan mampu sebagai tempat aerasi dan lengas tanah, yang semuanya berkaitan dengan peran bahan organik. (Hardjowigeno, 1993) menjelaskan pengaruh bahan organik terhadap tanah dan pertumbuhan tanaman adalah sebagai berikut : i. Granulator yaitu memperbaiki struktur tanah, ii. Sumber unsur hara bagi tanaman, iii. Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur hara (kapasitas tukar kation menjadi tinggi), iv. Sumber energi bagi mikroorganisme, dan v. Menambah kemampuan tanah untuk menahan air. Seperti tanaman lainnya, tanah tempat tumbuh tanaman kakao juga memerlukan bahan organik, agar dapat tumbuh dengan baik
Universitas Sumatera Utara
memerlukan bahan organik sebesar 3,5% pada kedalaman 0-15 cm (Widyotomo dkk, 2007). Kadar zat organik yang tinggi akan meningkatkan laju pertumbuhan pada masa sebelum panen. Untuk itu zat organik pada lapisan tanah setebal 0 - 15 cm sebaiknya lebih dari 3%. Kadar tersebut setara dengan 1,75% unsur karbon yang dapat menyediakan hara dan air serta struktur tanah yang gembur. Usaha meningkatkan kadar organik dapat dilakukan dengan memanfaatkan serasah sisa pemangkasan maupun pembenaman kulit buah kakao. Kulit tanaman kakao sangat potensial dijadikan sumber hara karena mengndung sejumlah unsur hara, setiap 900 kg kulit buah kakao dapat menghasilkan unsur hara setara dengan 29 kg urea, 9 kg RP, 56,6 kg KCl dan 8 kg Kieserit (Bintaran, 2007).
2.4. Karakteristik Tanah di Indonesia Tanah-tanah di Indonesia tergolong peka terhadap erosi, karena terbentuk dari bahan-bahan yang mudah lapuk. Erosi yang terjadi akan memperburuk kondisi tanah tersebut dan menurunkan produktivitasnya. Oleh karena itu penerapan teknik konservasi memperbaiki dan meningkatkan kualitas tanah yang telah terdegradasi (Kartasapoetra dkk., 1991). Erosi pada dasarnya adalah proses pengikisan tanah. Proses ini terjadi dengan penghancuran, pengangkutan dan pengendapan. Di alam ada dua penyebab utama yang aktif dalam proses ini yakni angin dan air. Akan tetapi dengan adanya aktifitas manusia di alam, maka manusia akan menjadi faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi erosi (Kartasapoetra dkk, 1991). Pengaruh erosi berat terhadap kesuburan tanah antara lain sebagai berikut: i. Hilangnya atau berkurangnya lapisan atas tanah (top soil) yang subur, ii. Kedalaman efektif tanah
Universitas Sumatera Utara
berkurang sehingga ruang tumbuh akar dalam menyerap air dan unsur hara terbatas, iii. Kemampuan menyimpan air di dalam tanah berkurang. Lahan dengan kemiringan lebih dari 15% tidak baik ditujukan sebagai lahan pertanian, melainkan sebagai lahan konservasi, karena semakin besar kemiringan lahan maka laju aliran permukaan akan semakin cepat, daya kikis dan daya angkut aliran permukaan makin cepat dan kuat. Oleh karena itu strategi konservasi tanah dan air pada lahan berlereng adalah memperlambat laju aliran permukaan dan memperpendek panjang lereng untuk memberikan kesempatan lebih lama pada air untuk meresap kedalam tanah (Kartasapoetra dkk, 1991). Lahan yang memiliki kemiringan dapat dikatakan lebih mudah terganggu atau rusak, apalagi bila derajat kemiringannya besar. Tanah yang mempunyai kemiringan akan selalu dipengaruhi oleh curah hujan (apalagi jika curah hujan itu mencapai 3.200 mm curah hujan/tahun atau distribusi hujan yang merata setiap bulannya), oleh teriknya sinar matahari dan angin yang selalu berhembus. Akibat pengaruh-pengaruh tersebut, gangguan atau kerusakan tanah akan berlangsung melalui erosi maupun kelongsoran tanah, terkikisnya lapisan tanah yang subur atau humus (Kartasapoetra dan Sutedjo., 1991). Pada lahan yang miring tanah lebih rentan mengalami kerusakan, terutama oleh erosi, dibandingkan lahan yang relatif datar. Demikian juga, lahan miring lebih sedikit dalam absorbsi air sehingga ketersediaan air untuk tanaman lebih kritis dibanding lahan datar dalam zona iklim yang sama (Paimin dkk., 2002). Lahan miring tersebar luas pada daerah tropis. Sekitar 500 juta orang memanfaatkan sebagai lahan pertanian pada lahan tersebut. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk menyebabkan budidaya yang relatif luas pada lahan
Universitas Sumatera Utara
miring, memunculkan masalah erosi tanah. Berdasarkan kemiringan lahan di Indonesia dapat dibedakan atas kelas-kelas (Tabel 2) (Darmawijaya, 1997): Tabel 2. Kelas Kemiringan Lahan Kelas Kemiringan Lahan (%) A 0–3 B 3–8 C 8 – 15 D 15 – 25 E 25 – 45 F > 45 Sumber : Dephut, 2004
Kelas Kemiringan Lahan Datar Agak miring Miring Agak terjal Terjal Curam
Relief Datar Landai Berombak Bergelombang Berbukit Bergunung
2.5. Biopori Biopori adalah lubang-lubang di dalam tanah yang terbentuk akibat berbagai akitifitas organisme di dalamnya, seperti cacing, perakaran tanaman, rayap dan fauna tanah lainnya. Lubang tersebut akan berisi udara dan menjadi jalur mengalirnya air di dalam tanah sehingga air hujan tidak langsung masuk ke saluran pembuangan air, tetapi meresap ke dalam tanah melalui lubang tersebut (Johnherf, 2008). Pada dasarnya, lubang resapan biopori merupakan lubang vertikal ke dalam tanah yang berfungsi meningkatkan laju peresapan air hujan. Pembuatan lubang resapan biopori ke dalam tanah secara langsung akan memperluas bidang permukaan peresapan air, seluas permukaan dinding lubang. Peningkatan jumlah biopori tersebut dapat dilakukan dengan membuat lubang vertikal ke dalam tanah. Lubang-lubang tersebut selanjutnya diisi bahan organik, seperti sampah-sampah organik rumah tangga, potongan rumput atau vegetasi lainnya, dan sejenisnya. Bahan organik ini kelak akan dijadikan sumber energi bagi organisme di dalam tanah sehingga aktifitas mereka akan meningkat.
Universitas Sumatera Utara
Dengan meningkatnya aktifitas mereka maka akan semakin banyak biopori yang terbentuk (Bambang dan Sibarani, 2009). Lubang biopori merupakan lubang silindris yang dibuat ke dalam tanah dengan diameter 10-30 cm, dengan kedalaman sekitar 100 cm atau jangan melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang biopori sebaiknya dibuat di bagian tanah yang tidak terendam air atau lebih tinggi dari saluran air. Jadi, selama musim kering, lubang tidak terendam air (Brata, 2008). Teknik biopori ini dicetuskan oleh Dr. Kamir R. Brata, salah satu peneliti senior di IPB. Lubang resapan biopori adalah metode yang diilhami dari dunia pertanian yang akrab dikenal dengan rorak. Lubang biopori dapat berperan sebagai resapan untuk menangkap air yang jatuh ke tanah terutama di lahan miring untuk meminimalisasi erosi. Lubang resapan biopori dapat juga dijadikan sebagai komposter sederhana untuk memproduksi pupuk organik yang akrab dengan sebutan kompos. Di daerah perkotaan fungsi utama lubang resapan biopori adalah untuk meminimalisasikan masalah banjir yang kerap menyerang daerah perkotaan apabila musim hujan. Dalam hal ini lubang resapan biopori juga berperan sebagai water reservoir (penangkap air) yang semakin minim di kawasan urban. Disamping itu bahan organik yang dimasukkan ke dalam lubanglubang tersebut dapat memperbaiki kondisi tanah/sifat tanah baik kimia, biologi juga fisikanya (Rauf, 2009). Fungsi utama biopori sebagai ruang di dalam tanah adalah untuk tempat udara dan air. Udara di dalam tanah sangat diperlukan oleh tanaman dan mikroorganisme tanah. Oksigen (O 2 ) digunakan akar tanaman dan organisme tanah untuk proses respirasi (bernapas), CO 2 tanah digunakan oleh mikroflora
Universitas Sumatera Utara
tanah untuk melakukan proses fotosintesa, N 2 tanah digunakan oleh bakteri penambat N untuk meningkatkan kesuburan tanah, dan lain-lain. Sementara air di dalam tanah sangat diperlukan sebagai pelarut unsur hara, diserap akar untuk berbagai proses fisiologis di dalam tubuh (organ) tanaman, menjaga kelembaban dan mengendalikan suhu tanah (Rauf, 2010). Selain fungsi utama tersebut, biopori memiliki banyak fungsi lainnya, yaitu (Rauf, 2010) : 1. Meningkatkan daya resapan air Kehadiran lubang resapan biopori secara langsung akan menambah bidang resapan air, setidaknya sebesar luas kolom/dinding lubang. Dengan Adanya aktifitas fauna tanah pada lubang resapan maka biopori akan terbentuk dan senantiasa terpelihara keberadaannya. Oleh Karena itu bidang resapan ini akan selalu terjaga kemampuannya dalam meresapkan air. Dengan demikian kombinasi antara luas bidang resapan dengan kehadiran biopori secara bersama-sama akan meningkatkan kemampuan dalam meresapkan air. 2. Memperbesar kemampuan tanah menyerap (meng-infiltrasi) air hujan, sehingga erosi tanah dapat dikendalikan karena run-off (limpasan permukaan) dapat dikurangi. 3. Membantu menekan terjadinya genangan/banjir pada tapak lahan. Lubang biopori sedalam 1 meter berdiameter 10 cm dapat menampung air sebanyak 0,03 m3 (30 liter). Bila jarak antar biopori 2 x 2 m maka akan ada 2.500 lubang biopori per hektar yang berarti dapat menampung air sebanyak 75 m3 (75.000 liter)/hektar.
Universitas Sumatera Utara
4. Menggemburkan tanah, sehingga memudahkan terjadinya pertukaran udara di dalam tanah. 5. Dapat digunakan sebagai lubang pembuat kompos dengan memasukkan sampah organik sisa panen atau sampah organik (sampah basah) rumah tangga (sekaligus menanggulangi sampah rumah tangga). 6. Dapat menyuburkan tanaman karena sampah organik yang dibuang di lubang biopori merupakan makanan untuk organisme yang ada dalam tanah. Organisme tersebut dapat membuat sampah menjadi kompos yang merupakan pupuk bagi tanaman di sekitarnya. 7. Meningkatkan kualitas air tanah karena organisme dalam tanah mampu membuat sampah menjadi mineral-mineral yang kemudian dapat larut dalam air. Hasilnya, air tanah menjadi berkualitas karena mengandung mineral.
2.6. Mulsa Vertikal Teknik mulsa vertikal ini adalah salah satu teknik dalam konservasi tanah dan air. Teknik ini adalah pemanfaatan limbah hutan yang berasal dari bagian tumbuhan atau pohon seperti serasah, gulma, cabang, ranting, batang maupun daun-daun bekas tebangan dengan cara memasukkannya ke dalam saluran atau alur yang dibuat menurut kontur pada bidang tanah yang diusahakan (Brata dkk, 1992). Mulsa vertikal atau disebut juga “teknik jebakan mulsa” adalah bangunan menyerupai rorak yang dibuat memotong lereng dengan ukuran yang lebih panjang bila dibandingkan dengan rorak. Ukuran mulsa vertikal harus disesuaikan dengan keadaan lahan dengan lebar 0,40 - 0,60 m dan dalam 0,30 - 0,50 m, jarak
Universitas Sumatera Utara
antar barisan mulsa vertikal ditentukan oleh kemiringan lahan atau berkisar antara 3 - 5 m (Rauf, 1999). Penerapan mulsa vertikal pada dasarnya selalu dikombinasikan dengan pembuatan guludan. Mulsa vertikal dapat digunakan sebagai alternatif cara pemanfaatan sisa tanaman untuk usaha konservasi tanah dan air sekaligus lebih mendayagunakan saluran teras gulud sebagai tempat pengomposan pada lahan pertanian agak miring (lereng <15%) (Rauf, 1999). Modifikasi teknik mulsa vertikal yang diperkirakan dapat diterapkan oleh petani adalah pembuatan alur dengan cangkul dan galian tanah ditumpukkan untuk membuat guludan di sebelah hilir/bawah saluran (seperti teras gulud). Sisa tanaman dimasukkan ke dalam saluran untuk memelihara dan meningkatkan permukaan resapan saluran. Dengan demikian teknik mulsa vertikal tersebut diharapkan dapat memudahkan petani membersihkan sisa tanaman sebelum pengolahan tanah, sekaligus mendayagunakan saluran untuk mengomposkan sisa tanaman di lahannya (Kurnia, 2004). Peranan dari teknik mulsa vertikal ini yang terdiri dari 3 komponen, yaitu pemanfaatan limbah (serasah), pembuatan saluran, dan guludan, antara lain : 1. Limbah (serasah) berfungsi sebagai : a) Menghasilkan unsur-unsur hara yang penting bagi tanaman, yaitu seresah yang dimasukkan dalam saluran, akan terdekomposisi. Lalu aktivitas mikroba meningkat dalam proses penghancuran atau dekomposisi bahan organik.
Universitas Sumatera Utara
b) Biomass segar yang telah dikomposisi tersebut merupakan media yang dapat menyerap dan memegang massa air dalam jumlah besar sehingga penyimpanan air dalam tanah dapat berjalan efisien. c) Bahan organik yang telah terkomposisi di dalam saluran dapat diangkat dan digunakan sebagai kompos. Kompos ini akhirnya dapat memperbaiki kesuburan tanah. d) Dapat meningkatkan keragaman biota tanah, karena mulsa merupakan niche ekologi bagi berbagai jenis biota tanah. Biota ini akan memanfaatkan energi dan unsur hara di dalam mulsa dan akan menghasilkan senyawa organik yang dapat memantapkan agregat tanah. e) Limbah/seresah yang dimasukkan dalam saluran dapat berfungsi sebagai penghambat penyumbatan pori makro dinding saluran oleh sedimen sehingga air akan mudah meresap ke dalam saluran. 2. Saluran berfungsi sebagai: a) Adanya saluran maka infiltrasi akan meningkat sehingga aliran permukaan yang menyebabkan erosi akan menurun tajam, karena air akan masuk ke dalam saluran. b) Saluran merupakan tempat menyimpan partikel tanah yang terbawa oleh aliran dari bidang di atas saluran sehingga dapat terendapkan di bagian saluran mulsa vertikal tersebut. 3. Dan guludan berfungsi sebagai penahan aliran permukaan dan pertikelpartikel tanah sebelum tererosi ke bagian hilir. Dengan demikian partikel-
Universitas Sumatera Utara
partikel
tanah
akan
terhenti
di
bagian
guludan
tersebut
(www.dephut.go.id/files/Pratiwi). Teknik pemulsaan (mulching) yang selama ini dilakukan yaitu tindakan pelapisan permukaan tanah (teknik mulsa horizontal) yang menggunakan bahan tertentu agar tanah terhindar dari pukulan langsung (energi kinetik) curah hujan, limpasan permukaan (run-off) dan erosi, serta mempertahankan/meningkatkan kelembaban tanah, mengendalikan fluktuasi temperatur tanah, dan menambah unsur hara tanah hanya sesuai pada lahan datar, tetapi kurang/tidak efektif bila diterapkan pada lahan dengan kemiringan lereng tinggi, apalagi dengan kedalaman solum yang dangkal sampai sangat dangkal (Arsyad, 2000). Pada kondisi lahan miring perlakuan mulsa vertikal dapat menekan laju limpasan permukaan dan erosi yang sekaligus menekan pencucian bahan organik dan unsur hara, dapat meningkatkan infiltrasi tanah, meningkatkan kadar unsur hara dan biota tanah secara signifikan (Brata, 1995; Rauf, 1999).
Universitas Sumatera Utara