BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Arsitektur Gereja Menurut Keane (1998), sejarah Arsitektur Kristen Awal dimulai pada
masa kerajaan Romawi dan berkembang secara bertahap pada periode tertentu. Pada abad ke-1 sampai abad ke-4, ajaran Kristen yang diberitakan Yesus Kristus di tengah bangsa Yahudi mengalami banyak penolakan yang mengakibatkan para pengikutNya mati sebagai martir. Karena hidup dalam masa pengejaran, pengikut Kristen lalu mengadakan kebaktian dalam tempat yang tersembunyi, yaitu katakombe. Katakombe merupakan pemakaman yang terletak di bawah tanah. Pada tahun 313 SM, Kaisar Konstantin mulai mengakui adanya agama Kristen melalui Deklarasi Milan. Mulai saat itu agama Kristen menjadi agama resmi negara dan gedung-gedung ibadah banyak dibangun. Saat itu, bangunan gereja mengambil bentuk bangunan yang berfungsi sebagai gedung pertemuan dan gedung kegiatan peribadatan, maka basilica mulai dimodifikasi. Pada masa ini arsitektur Basilica merupakan arsitektur pertama kali di dunia. Arsitektur ini ditandain dengan adanya modifikasi pada pilar, dinding, dan apse yang dibuat berhiaskan mozaik dan fresco Kristiani. Ruang ibadah dibuat menyerupai bahtera yang disebut naos, gereja menghadap ke timur sebagai pengharapan kedatangan Mesias. (Keane, 1998).
6 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Basilica of Santa Croce, Florence Sumber: Wikipedia.org Arsitektur Gereja kemudian dilanjutkan dengan munculnya gaya arsitektur Romanesque. Gaya arsitektur ini muncul setelah Romawi mengalami zaman kegelapan selama ratusan tahun. Arsitektur ini berkembang pada tahun 1050 hingga 1200 Menurut Keane (1998), ciri-ciri dari Arsitektur Romanesque adalah:
Penggunaan busur lengkung sebagai penghubung antar kolom yang berjajar rapat.
Gambar 2.2. Busur Lengkung Sumber: Wikipedia.org
7 Universitas Sumatera Utara
Ketinggian ruang cenderung mencolok dibandingkan dengan lebarnya,
Bentuk denah mengadopsi bentuk salib,
Memiliki jendela yang berukuran kecil,
Gambar 2.3. Jendela yang berukuran kecil Sumber: Wikipedia.org
Dinding-dindingnya dipenuhi ukiran/lukisan yang menggambarkan kisah dalam Alkitab.
Adanya vault (langit-langit) yang berbentuk melengkung. Vault terdiri dari tiga jenis, yaitu: Barrel vault, jenis vault yang paling sederhana dimana terdapat rusuk yang membagi langit-langit menjadi dua bagian secara horisontal.
8 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4. Barrel Vault Sumber: Wikipedia.org
Groin vault, dimana terdapat rusuk yang membagi langit-langit menjadi empat bagian secara diagonal.
Gambar 2.5. Groin Vault Sumber: Wikipedia.org
Ribbed vault, dimana terdapat rusuk yang membagi langit-langit menjadi enam bagian (dua diagonal dan satu horisontal).
9 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6. Ribbed Vault Sumber: Wikipedia.org
Fasad bagian depan pada umumnya minim dekorasi, dan gereja ini terdapat menara yang berbentuk lancip.
Gambar 2.7 Katedral Trier di Jerman (kiri) dan Notre Dame du Mont Cornadore, Saint Nectaire di Prancis (kanan) Sumber: Wikipedia.org
Arsitektur Gothic kemudian muncul menggantikan gaya Romanesque. Jika gaya Romanesque yang berkesan kokoh disebut “Benteng Allah”, maka gaya Gothic ini terlihat ringan, runcing, tinggi, dan cantik disebut sebagai “istana surga”. Arsitektur Gothic berkembang dari Perancis sekitar abad 13 hingga 16. Selama 400 tahun, Arsitektur Gothic dianggap sebagai puncak keberhasilan kesenian arsitektur gereja. Menurut keyakinan umat Kristen, Allah dipahami hadir dimana
10 Universitas Sumatera Utara
saja seperti cahaya. Oleh karena itu, cahaya dihayati sebagai sifat ilahi. Cahaya matahari kemudian dibiarkan masuk ke dalam interior gereja dan didesain secara estetis yang disebut dengan struktur diafan, artinya tembus cahaya. Arsitektur Gothic terkenal dengan konsep cahaya yang memakai kaca bergambar (stained glass) sebagai pencerahan mistik (Keane, 1998). Menurut Rachman (2010), Arsitektur Gothic memiliki ciri-ciri, sebagai berikut:
Bentuk pintu seperti berlapis-lapis dan dari bagian depan ke belakang semakin kecil. Bagian sisi dan atasnya dihiasi dengan patung dan ukiran.
Gambar 2.8. Fasad Katedral Reims, Prancis Sumber: Wikipedia.org
Pada bagian jendela berbentuk seperti mawar (rose window). Pada jendela terdapat hiasan berupa ukiran (tracery) dan menggunakan kaca bergambar (stained glass).
11 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9. Bentuk jendela seperti mawar pada Gereja Sumber: Wikipedia.org
Gambar 2.10. Bentuk ukiran (tracery) pada jendela Gereja dan menggunakan kaca patri bergambar (stained glass) Sumber: Wikipedia.org
12 Universitas Sumatera Utara
Penggunaan busur lancip (pointed arch), yang merupakan pertemuan dua pilar yang membentuk lengkung berujung lancip.
Gambar 2.11. Pointed arch pada Gereja Sumber: Wikipedia.org
Pada interior gereja terdapat ribbed vault yang pada bagian langitlangitnya tampak seperti disokong oleh beberapa rusuk melengkung yang bertemu pada satu titik di tengah.
Gambar 2.12. Ribbed vault pada Gereja Sumber: Wikipedia.org
Interior gereja dibuat dengan masuknya cahaya matahari secara estetis dengan sebutan struktur diafan, artinya tembus cahaya.
13 Universitas Sumatera Utara
Memiliki banyak dinding penopang/pilar yang tampak menonjol ke luar. Adanya buttress pada dinding bagian luar membuat bangunan ini seperti tersusun atas garis-garis vertikal dari kejauhan sehingga membuat bangunan tampak terlihat lebih tinggi.
Gambar 2.13. Dinding penopang (Buttress) pada Gereja Sumber: Wikipedia.org
Memiliki menara lonceng yang dibuat tinggi agar bunyi lonceng terdengar lebih jauh. Gereja gotik umumnya memiliki dua menara lonceng yang terdapat pada bagian kiri dan kanan, namun ada juga yang memiliki satu atau tiga menara lonceng. Pada bagian puncak menara dibuat meruncing yang disebut spire.
14 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.14. Menara lonceng pada Gereja
Sumber: Wikipedia.org
Pada abad ke-15, arsitektur mulai mengalami peralihan pada masa Renaissance. Masa Renaissance sering disebut juga masa pencerahan, karena menghidupkan budaya-budaya klasik, hal ini disebabkan pengaruh dari Yunani dan Romawi. Menurut Filippo Brunelleschi (1377-1446), arsitektur Renaissance mempelajari prinsip-prinsip konstruksi Romawi dengan melahirkan model kubah dengan bata. Pada arsitektur ini menerapkan prinsip-prinsip desain berupa:
Membangun kubah pada rangkaian arah horisontal seperti kubah beton Pantheon.
Memberikan cangkang ganda untuk mengurangi berat semaksimal mungkin.
Menggunakan konstruksi rusuk Gothic dengan memperpanjang kulit luar kubah di atas 24 rusuk rangka.
Menerapkan busur lancip untuk mengurangi beban. Bangunan gereja yang paling menonjol saat itu ialah Gereja St. Petrus di
Roma, Italia, yang dibangun pada tahun 1506 untuk menggantikan sebuah gereja
15 Universitas Sumatera Utara
yang sudah berumur 1200 tahun yang berditi di atas makam St. Petrus (Zaman Kristen Awal), yang kemudian selesai pada tahun 1626.
Gambar 2.15. Gereja St. Petrus di Roma, Italia Sumber: Wikipedia.org
Tiang dan kepala-kepala tiang gereja diambil dari gaya tiang Ionik dan Korinthia Romawi. Pada bagian atas tiang dipasang balok-balok lurus gaya Yunani dengan langit-langit lengkung Romawi. Di bagian atas jendela-jendelanya dibuat melengkung, sedangkan pada langit-langit terbuat dari kaso-kaso kayu yang dipasang miring, karena langit-langit gaya Romawi sangat tebal dan berat, tidak kuat ditahan oleh tiang Romawi yang bentuknya ramping. Arsitektur Renaissance kemudian berakhir dan diganti dengan gaya Baroque, yang memiliki ciri khas berupa ornamen/ukiran yang rumit dan memenuhi semua bidang yang ada (Keane, 1998). Arsitektur Baroque muncul pada akhir abad 16 M sampai pertengahan abad 18 M. Pada arsitektur Baroque, yang muncul pertama kali di Roma adalah gaya bangunan pada gereja, istana dan bangunan umum (yang dirancang dalam skala besar). Pada hal tertentu, arsitektur Baroque dapat dikatakan sebagai perpanjangan dari arsitektur Renaissance. Keduanya mempunyai kubah (dome), kolom, pilaster, entablature dan komponen-
16 Universitas Sumatera Utara
komponen klasik lainnya. Yang berbeda pada arsitektur Baroque adalah kebebasan, kebebasan dalam menggabungkan komponen-komponen tersebut, dimana saat Renaisance kebebasan ini tidak dapat diterima (ada aturan-aturan baku).
Gambar 2.16. Carlo Maderno Santa Susanna, Roma Sumber: Wikipedia.org
Pada abad ke-20, Revolusi Industri membawa banyak perubahan dan perkembangan. Prinsip-prinsip yang digunakan pada arsitektur gereja zaman modern memiliki pertimbangan-pertimbangan dari aspek kegunaan (utiity), kesederhanaan (simplicity), keluwesan (flexibility), kedekatan (intimacy), dan keindahan (beauty) (Keane, 1998).
2.1.1.
Perkembangan Arsitektur Gereja di Indonesia Gereja-gereja di Indonesia yang dibangun pada tahun 1900-1930
cenderung menggunakan gaya eklektik, sesuai dengan langgam yang sedang digemari di Eropa saat itu. Namun, pada daerah-daerah terpencil, para misionaris justru berusaha mengadaptasi unsur-unsur tradisional setempat, sehingga muncul bangunan-bangunan gereja yang menggunakan bentuk arsitektur tradisional (Priatmojo, 1989:41). 17 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.17. Gereja HKBP Hutaraja Dolok Sumber: Wikipedia.org
Gereja di kota-kota besar kebanyakan adalah gereja-gereja yang dibangun orang-orang Kristen berkebangsaan Eropa yang pada waktu itu banyak tinggal di ibukota provinsi dan kota-kota besar lainnya, terutama di Jawa. Salah satu gereja yang menggunakan gaya arsitektur Eropa yaitu gereja Bleduk yang ada di Semarang. Gereja Bleduk merupakan gereja tertua di Jawa Tengah yang dibangun oleh masyarakat Belanda.
Gambar 2.18. Gereja Bleduk di Semarang Sumber: Wikipedia.org
18 Universitas Sumatera Utara
Sekarang ini masih dapat kita saksikan berupa katedral-katedral yang terdapat
di
dibangun
Jakarta,
Bogor,
Bandung,
Surabaya,
dan
lain-lain,
yang
antara tahun 1900-1930. Kebanyakan katedral (gereja) tersebut
menggunakan gaya Neo-Gotik atau cabang gaya Eklektik lainnya yang sedang melanda Eropa pada waktu itu.
Gambar 2.19. Gereja Katedral Jakarta Sumber: Wikipedia.org
Gereja di daerah kebanyakan adalah gereja-gereja yang dibangun di pelosok-pelosok, di tengah jamaah pribumi yang telah berhasil dipermandikan oleh para misionaris pada awal abad 20. Gereja-gereja ini kebanyakan menggunakan arsitektur tradisional setempat. Sampai sekarang jenis gereja seperti ini banyak dijumpai di wilayah-wilayah gereja di Indonesia Timur atau di pelosok-pelosok Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gereja-gereja baru yang dibangun saat ini mempunyai perbedaan yang cukup mencolok dibandingkan dengan gereja-gereja yang telah ada sebelumnya. Selain menggunakan bahan bangunan dan sistem struktur modern, juga dilakukan penyederhanaan tata ruang sesuai dengan
semangat
pembaruan
gereja.
Gereja
baru
seperti
19 Universitas Sumatera Utara
ini jumlahnya belum begitu banyak, hanya terdapat di kota-kota besar, yang dibangun pada tahun 70-an.
Gambar 2.20. Gereja Poh Sarang Kediri Sumber: Wikipedia.org
2.1.2. Gereja Huria Kristen Batak Protestan 2.1.2.1. Sejarah Singkat Gereja Huria Kristen Batak Protestan HKBP adalah singkatan dari Huria Kristen Batak Protestan, dimana Huria diambil dari bahasa batak toba yang artinya jemaat. Pada abad ke-14 orangorang Barat mulai sangat aktif menyelidiki Tanah Batak. Dengan surat keputusan Komisaris Jendral pemerintahan Hindia Belanda tanggal 11 Oktober 1833 No. 310 maka distrik Batak dikuasai oleh pemerintah Belanda secara yuridis. Dalam keputusan itu disebutkan distrik itu terbatas di selatan sampai ke Rao, utara sampai ke Singkil. Di bagian barat sampai ke laut, di timur sampai dimana kekuasaaan Belanda diperluas.Walaupun distrik Batak telah dikuasai tetapi belum semuanya Tanah Batak dapat dikuasai. Kedatangan para misionaris untuk mengembangkan agama kristen, melibatkan
pemerintahan
Hindia
Belanda
terhadap
soal-soal
akibat
pengembangan agama tersebut. Pada tahun 1866 Sisingamangaraja XII melawan
20 Universitas Sumatera Utara
Belanda. Pada mulanya raja tersebut disuruh raja-raja lain untuk menghancurkan gereja-gereja serta pengikut agama kristen tersebut yang dikembangkan oleh Nomensen. Tetapi karena terjadi wabah penyakit maka Sisingamangaraja XII tidak melakukan penyerangan. Perlawanan baru meletus pada tahun 1878. Buku karya Lothar Schreiner (2003) dengan judul Adat Dan Injil mengungkapkan tentang penggabungan adat batak dan ajaran Kristen. Lothar mengungkapkan bahwa masyarakat masih sangat tertutup saat Injil masuk ke tanah Batak. Masyarakat Batak sering kali digambarkan dengan suku bangsa yang memiliki sifat yang sangat sulit disentuh karena memegang teguh adat dan aturanaturannya. Pelayanan Rheinische Mission dari Jerman dimulai di Tanah Batak tepatnya pada tanggal 7 Oktober 1861 dan merupakan hari lahirnya Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), ditandai dengan berundingnya empat orang Missionaris, Pdt. Heine, Pdt. J.C. Klammer, Pdt. Betz dan Pdt. Van Asselt membicarakan pembagian wilayah pelayanan di Tapanuli. HKBP berkantor pusat di Pearaja (Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara). Pearaja merupakan sebuah desa yang terletak di sepanjang jalan menuju kota Sibolga (ibu kota Kabupaten Tapanuli Tengah). Di kompleks ini juga Ephorus (sama dengan uskup dalam agama khatolik) sebagai pimpinan tertinggi HKBP berkantor.HKBP juga mempunyai beberapa gereja di luar negeri, seperti di Singapura, Kuala Lumpur, Los Angeles, New York, Seattle dan di negara bagian Kolorado.
21 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.21. Logo HKBP Sumber : HKBP
Ada tiga bidang/bangun yang membentuk logo HKBP, yaitu: 1.
Salib: Menggambarkan Yesus Kristus.
2.
Lingkaran: Menggambarkan kosmos/dunia
3.
Pita dengan tulisan HKBP: Menunjukkan institusi yang terikat sebagai organisasi yang utuh. Dengan demikian, logo HKBP secara keseluruhan berarti: HKBP terikat
kepada Yesus Kristus sebagai kepala Gereja yg berkuasa atas dunia.Sedangkan warna biru mengandung arti perdamaian. 2.1.2.2. Perkembangan Gereja HKBP di Sumatera Utara Dapat dilihat bahwa gereja yang dibangun di pedesaan masih menggunakan arsitektur sekitar. Para misionaris yang berasal dari Jerman mulai membangun gereja dengan menerapkan arsitektur tradisional, seperti halnya di daerah pedesaan Sumatera Utara.
22 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Gereja HKBP di Sumatera Utara No. 1.
Gambar Gereja
Keterangan
HKBP Resort Bandar Maratur berdiri pada thun 1861. Gereja ini memiliki satu menara yang berada di tengah.
2. Gereja HKBP Pearaja Tarutung Tapanuli Utara berdiri pada tahun 1873. Gereja ini menerapkan dua menara.
3. Gereja HKBP Hutaraja berdiri pada tahun 1901. Gereja ini sudah mulai perubahan dengan satu menara di bagian kiri fasad bangunan. 4. Gereja HKBP Dolok Sanggul berdiri pada tahun 1928. Gereja ini masih menerapkan satu menara yang berada di tengah.
23 Universitas Sumatera Utara
5. Gereja HKBP Sipinggolpinggol Pematang Siantar berdiri pada tahun 1953. Gereja ini masih menerapkan satu menara yang berada di tengah.
6.
Gereja HKBP Paronan Nagodang Laguboti berdiri pada tahun 1997. Gereja ini masih menerapkan satu menara yang berada di tengah. Namun gereja ini sudah lebih modern dibanding tahun sebelumnya.
Sumber: Diolah dari Google
2.2. Arsitektur Neo Vernakular 2.2.1. Pengertian Arsitektur Neo Vernakular Kata “neo” berasal dari bahasa Yunani dan digunakan sebagai fonim yang berarti baru. Jadi, Neo Vernakular berarti bahasa setempat yang diucapkan dengan cara baru. Arsitektur Neo Vernakular adalah suatu penerapan elemen arsitektur yang telah ada, baik fisik maupun non-fisik dengan tujuan melestarikan unsur-unsur lokal yang telah terbentuk secara empiris oleh sebuah tradisi yang kemudian sedikit atau banyaknya mangalami pembaruan menuju suatu karya yang lebih modern atau maju tanpa mengesampingkan nilai-nilai tradisi setempat (Nauw & Rengkung, 2013). Arsitektur Neo Vernakular merupakan suatu paham dari aliran Arsitektur Post-Modern yang lahir sebagai respon dan kritik atas modernisme yang mengutamakan nilai rasionalisme dan fungsionalisme yang dipengaruhi
24 Universitas Sumatera Utara
perkembangan teknologi industri. Arsitektur Neo Vernakular merupakan arsitektur yang pada konsepnya memiliki prinsip mempertimbangkan kaidah-kaidah normatif, kosmologis, peran serta budaya lokal dalam kehidupan masyarakat serta keselarasan antara bangunan, alam, dan lingkungan. Dalam proses menerapkan pendekatan dalam arsitektur Neo Vernakular adalah interpretasi desain yaitu pendekatan melalui analisis tradisi budaya dan peninggalan arsitektur setempat yang dimasukkan kedalam proses perancangan yang terstruktur yang diwujudkan dalam bentuk termodifikasi sesuai dengan zaman sekarang, ragam dan corak desain yang digunakan dengan pendekatan simbolisme,
aturan
dan
tipologi.
Struktur
tradisional
yang
digunakan
mengadaptasi bahan bangunan yang ada di daerah dan menambah elemen estetis yang diadaptasi sesuai dengan fungsi bangunan (Arifin, 2010). Arsitektur Neo Vernakular banyak ditemukan bentuk-bentuk yang sangat modern namun dalam penerapannya masih menggunakan konsep lama daerah setempat yang dikemas dalam bentuk yang modern. Arsitektur Neo Vernakular ini menunjukkan suatu bentuk yang modern tapi masih memiliki ciri daerah setempat walaupun material yang digunakan adalah bahan modern seperti kaca dan logam. Dalam arsitektur Neo Vernakular, ide bentuk-bentuk diambil dari vernakular aslinya yang dikembangkan dalam bentuk modern. 2.2.2. Ciri-Ciri Gaya Arsitektur Neo Vernakular Dari pernyataan Charles Jencks (1984) dalam bukunya “Language of PostModern Architecture” maka dapat dipaparkan ciri-ciri Arsitektur Neo-Vernakular sebagai berikut : a
Selalu menggunakan atap bumbungan
25 Universitas Sumatera Utara
Atap bumbungan menutupi tingkat bagian tembok sampai hampir ke tanah sehingga lebih banyak atap yang di ibaratkan sebagai elemen pelidung dan penyambut dari pada tembok yang digambarkan sebagai elemen pertahanan yang menyimbolkan permusuhan. b
Batu bata (dalam hal ini merupakan elemen konstruksi lokal) Bangunan didominasi penggunaan batu bata abad 19 gaya Victorian yang merupakan budaya dari arsitektur barat.
c
Mengembalikan bentuk-bentuk tradisional yang ramah lingkungan dengan proporsi yang lebih vertikal.
d
Kesatuan antara interior yang terbuka melalui elemen yang modern dengan ruang terbuka di luar bangunan.
e
Warna-warna yang kuat dan kontras. Dari ciri-ciri di atas dapat dilihat bahwa Arsitektur Neo-Vernacular tidak ditujukan pada arsitektur modern atau arsitektur tradisional tetapi lebih pada keduanya. Hubungan antara kedua bentuk arsitektur diatas ditunjukkan dengan jelas dan tepat oleh Neo-Vernacular melalui trend akan rehabilitasi dan pemakaian kembali.
f
Pemakaian atap miring
g
Batu bata sebagai elemen local
h
Susunan masa yang indah. Mendapatkan unsur-unsur baru dapat dicapai dengan pencampuran antara unsur setempat dengan teknologi modern, tapi masih mempertimbangkan unsur setempat dengan ciri-ciri sebagai berikut :
26 Universitas Sumatera Utara
Bentuk-bentuk menerapkan unsur budaya, lingkungan termasuk iklim setempat diungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak denah, detail, struktur dan ornamen).
Tidak hanya elemen fisik yang diterapkan dalam bentuk modern, tetapi juga elemen non-fisik yaitu budaya , pola pikir, kepercayaan, tata letak yang mengacu pada makro kosmos, religi dan lainnya menjadi konsep dan kriteria perancangan.
Produk pada bangunan ini tidak murni menerapkan prinsip-prinsip bangunan
vernakular
melainkan
karya
baru
(mangutamakan
penampilan visualnya).
Tabel 2.2. Perbandingan Arsitektur Tradisional, Vernakular dan Neo Vernakular Perbandingan
Tradisional
Vernakular Terbentuk
Terbentuk
Neo Vernakular
oleh
oleh tradisi
turun Penerapan
tradisi
yang temurun
elemen
tetapi arsitektur yang sudah
diwariskan
terdapat
pengaruh ada
secara
dan
kemudian
turun– dari luar baik fisik sedikit atau banyaknya
Ideologi temurun,
maupun
berdasarkan
bentuk
nonfisik, mengalami pembaruan menuju suatu karya
kultur
dan perkembangan yang modern.
kondisi lokal.
arsitektur tradisional.
Prinsip
Tertutup
dari Berkembang setiap Arsitektur
yang
27 Universitas Sumatera Utara
zaman,
untuk bertujuan melestarikan
waktu
perubahan
unsur–unsur
terpaut merefleksikan
lokal
pada satu kultur lingkungan, budaya yang telah terbentuk kedaerahan, dan dan
daerah
mempunyai peraturan
dan arsitektur
norma–norma
dari secara
sejarah
dimana tradisi
menjadi
berada.
situasi
oleh dan
tersebut mengembangkannya suatu
dari langgam yang modern.
keagamaan yang Transformasi kental.
empiris
kultur Kelanjutan
dari
homogen ke situasi arsitektur vernakular. yang
lebih
heterogen. Ornamen
sebagai
Lebih
pelengkap,
mementingkan
meninggalkan
fasad
tidak
atau nilai–nilai setempat Bentuk desain lebih
Ide Desain bentuk, ornamen tetapi sebagai keharusan.
suatu melayani masyarakat
dapat modern. aktifitas di
dalam. Sumber: Sonny Susanto, Joko Triyono, Yulianto Sumalyo
28 Universitas Sumatera Utara
2.3.
Arsitektur Tradisional Batak Toba
2.3.1.
Rumah Tradisional Suku Batak Rumah tradisional Toba adalah sebuah bangunan panggung persegi
panjang, yang dapat dijangkau dengan lima atau tujuh langkah dari bawah. Rumah terkunci di malam hari dengan pintu perangkap terpasang ke lantai, yang bisa melesat dari dalam. Di beberapa rumah, pintu ditempatkan di bagian belakang. Substruktur rumah terdiri dari tiang kayu besar, selebihnya batu datar yang menyediakan perlindungan efektif terhadap resiko basah (Loebis, 2002). Tipologi atau bentuk rumah tradisional (Ruma atau Jabu) memiliki variasi dari satu tempat ke tempat lainnya, namun mereka memiliki beberapa fitur-fitur yang sama. Ukuran rumah ditentukan oleh sejumlah faktor. Pertama, jumlah keluarga yang menempati rumah, biasanya rumah tradisional Toba dapat menampung 4-6 keluarga. Kedua, tersedianya batang pohon yang panjang yang digunakan terutama untuk papan dan tiang. Karena bahan untuk komponen ini sebaiknya tidak terhalang dan tidak boleh disambungkan, maka, jumlah pilar tidak bisa lebih dari 6-8 pada bangunan memanjang yang menggambarkan panjang papan yang dibutuhkan. Jenis kayu yang dapat digunakan untuk papan terbatas diantaranya Hariara, Pinasa, Pokki, Bintatar, Baringin dan Maranti. Ketiga, tersedianya tenaga kerja untuk membangun rumah tradisional tersebut (Loebis, 2002).
29 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.22. Denah Rumah Tradisional Suku Batak Toba Sumber: Loebis (2002)
Rumah Batak Toba tidak dibagi menjadi ruangan terpisah oleh penghalang permanen, meskipun lebih dari satu keluarga menempati rumah tersebut. Ruang hidup komunal terdapat di area tengah-tengah bangunan. Sedangkan area pada kedua sisi dialokasikan untuk setiap keluarga yang sementara dibagi pada malam hari dengan menggantungkan kain yang memastikan masing-masing keluarga memiliki privasi mereka. Namun, siang hari seluruh ruang rumah terbuka bebas (Loebis, 2002).
30 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.23. Tampak Depan Rumah Tradisional Suku Batak Toba Sumber: Loebis (2002)
2.3.2.
Elemen Bangunan Rumah Tradisional Suku Batak Toba Menurut Loebis (2002), elemen-elemen pada bangunan dibagi sebagai
berikut: 1. Elemen pada bagian depan bangunan:
Gambar 2.24. Elemen pada Bagian Depan Bangunan Sumber: Loebis (2002)
31 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. Elemen Bagian Depan Elemen Bagian No.
Deskripsi Depan Ulu paung merupakan ornamen yang berbentuk raksasa
1.
Ulu Paung
setengah manusia setengah hewan. Ulu paung sekilas mirip wajah manusia bertanduk kerbau. Lidah seperti papan tegak melambangkan payung
2.
Dilapaung (Santungsantung) Perisai atau kasau dalam bentuk struktur segitiga atap
3.
Sibombong Ari pelana, juga disebut Sibombong Anting
4.
Sitindangi
Papan tegak berfungsi untuk menjaga frame tegak
5.
Halang gordang
Pendukung Drum di balkon
6.
Songsong rak
Balok horisontal dari balkon Juga disebut Pamoltoki, bagian balok utama yang
7.
Songsong Boltok dilambangkan sebagai Perut Tomboman
8.
Papan depan terletak di belakang Dorpi Jolo Adopadop
9.
Dorpi jolo
Sepotong kecil kayu vertikal yang disebut papan tengah Makhluk
mitos
ornamen
yang
menggambarkan
10. Singasinga Mangala Bulan 11.
Parhongkom
12. Ture-ture
Papan horisontal sebagai dasar dorpi Jolo Pendukung papan lantai, bertopang pada balok.
Sumber: Loebis (2002)
32 Universitas Sumatera Utara
2. Elemen pada bagian samping bangunan:
Gambar 2.25. Elemen pada Bagian Samping Bangunan Sumber: Loebis (2002)
Tabel 2.4. Elemen Bagian Samping Elemen bagian No.
Deskripsi samping Bagian ini adalah bagian yang paling penting dari dinding, itu adalah bagian paling tebal dari sisa
1.
Pardingdingan dinding, itu berdiri di Tureture. Bentuknya mirip dengan perahu dayung tradisional Toba Papan tengah yang bisa dipindahkan, berdiri di atas
2.
Dorpi Sandesande Pardingdingan
3.
Dinding Parginjang
Pendukung dari papan tengah tembok
4.
Urur Hodahoda
Kasau
5.
Pangumbari
Balok utama
33 Universitas Sumatera Utara
6.
Sundalap Niggor
7.
Balok lintang atau Ring balok
Bungkulan 8.
Lais-lais
Rentang reng
9.
Sendal-sendal
Balok Kanopi
10. Rassang
Papan yang dimasukkan ke dalam kolom
Sumber: Loebis (2002)
2.3.3.
Gorga Atau Ornamen Gorga (ornamen) adalah salah satu perwujudan budaya masyarakat Batak
Toba. Rumah bukan sekedar tempat tinggal manusia. Rumah adalah tempat dan sumber berkah serta kesejahteraan bagi penghuninya. Agar rumah tetap sanggup menjalankan fungsinya yang sedemikian, si pemilik rumah harus tetap memperhatikan kekuatan hidup dari rumah yang di huninya. Salah satu cara yang di tempuh untuk mempertahankan kekuatan hidup rumah tadi,orang batak toba memberikan hiasan pada rumah dan perangkat isi rumahnya berupa hiasan bermakna bukan hanya ornamentasi belaka, melainkan juga sarana-sarana pendukung daya hidup rumah (ungkap keyakinan). Warna yang digunakan menghias rumah batak ialah warna khas batak toba yakni ‘triwarna’ putih, hitam dan merah. Dalam bahasa batak toba triwarna tersebut dinyatakan sebagai tolubuma: tolu artinya tiga, boma artinya warna (Wahid dan Alamsyah 2013). Gorga adalah ukuran dalam bentuk garis spiral pada permukaan kayu. Bila satu rumah batak dinamai rumah gorga itu berarti bahwa rumah tersebut
34 Universitas Sumatera Utara
penuh dengan gorga. Gorga ini termasuk seni gaya dongson dengan polo-pola geometris. Gaya dongson adalah salah satu gaya seni bangsa-bangsa proto– melayu (Wahid dan Alamsyah, 2013). Terdapat beberapa jenis Gorga yaitu:
Tabel 2.5. Jenis-Jenis Gorga No.
Gambar
Nama
Keterangan Motif: Motif seperti anyaman. Motif gorga ini berasal dari bentuk ‘tai tompi’ yakni tali rotan yang di anyam agak lebar dan di gunakan sebagai pengikat kaki kerbau. Letak:
Ditempatkan
pada
tomboman adop-adop, parhokom sibongbong ari dan tidak pernah Gorga 1.
pada
ture–ture
dan
songsong
sitompi boltok. Makna: Gorga sitompi dipakasi untuk hiasan raja atau orang yang sanggup
mempersatukan
menjalin
kesatuan
layaknya
masyarakat
menjalin
anyaman. melambangkan
atau
Gorga
sebuah ini ikatan
kebudayaan. 2.
Gorga ipon-
Motif: Motifnya kotak-kotak kecil
35 Universitas Sumatera Utara
ipon
yang
tersusun
sepeti
deretan
gigi,kata ipon berarti gigi. Letak: Gorga motif ini biasanya di tempatkan pada jenggar, tureture dorpi jolo dan songsong boltok. Makna:
Gorga
mengisyaratkan
pesan
ini betapa
pentingnya kemajuan hidup serta rasa tolong menolong dan saling melengkapi.
Ataupun
perlambangan dari suatu hasrat akan kesuksesan dan kemajuan pribadi
keluarga,
maupun
masyarakat. Motif:
Gorga
simeol-meol
merupakan motif gorga yang di deformasikan
dari
gerakan
tumbuhan lumut yang melenggak lenggok. Gerak yang dihasilkan Gorga 3.
memberi
irama
dan
garis
simeol-meol melengkung kedalam dan meliuk keluar. Sehingga satu kesatuan gorga
ini
terkesan
tampak
mengikuti pola huruf S ataupun pola angka 8.
36 Universitas Sumatera Utara
Letak: Biasanya di tempatkan pada jenggar,ture-ture, dorpi jolo dan songsong boltok. Makna: Gorga simeol-meol ini merupakan simbol kegembiraan akan hidup duniawi. Motif:
Bentuknya
bebas
merupkan
gambaran
jalinan
mengikat
mengartikan
jalinan
dalihan na tolu yang menuntun segenap
bentuk
kekeluargaan Gorga 4.
dalihan na tolu
perikatan
masyarakat Batak
Toba. Letak: Biasanya di letakan pada dorpi jolo. Makna:
Sebagai
pengingat
pemilik rumah agar senantiasa hormat kepada pihak hula-hula dan sifat membujuk pihak boru serta sikap hati–hati terhadap dongan sabutuha. Motif: Iran–iran adalah sejenis alat pemanis wajah manusia agar Gorga iran5.
tampak manis dan berwibawa iran dihadapan orang lain. Gorga iran– iran merupakan bentuk tumbuhan
37 Universitas Sumatera Utara
merambat. Letak: Biasanya di letakan pada songsong boltok. Makna:
Sebagai
simbol
kecantikan atau manis. Motif: Merupakan tanda yang berbentuk visualisasi dari tiruan putaran air dalam suatu wadah. Gorga 6.
Letak: Gorga ini ditempatkan silintong pada dorpi jolo Makna: Mengartikan pusaran air yang indah. Motif:
Bentuk
menyerupai
gorga
dua
simeol–meol
buah
yang
ini gorga
dipasang
berhadapan. Gorga 7.
Letak: Gorga ini ditempatkan sitangan pada dorpi jolo. Makna: Kewajiban tuan rumah untuk
ramah,
hormat,
sopan
berhadapan dengan tamu. Motif:
Bentuknya
menyerupai
orang yang sedang menunggangi Gorga 8.
kuda. sihoda-hoda Letak:
Diletakkan
pada
parhongkom dinding samping.
38 Universitas Sumatera Utara
Makna: Pemilik Rumah sudah berhak melaksanakan pesta besar mangalahat horbo Motif: Bentuknya mirip matahari. Letak: Ditempatkan pada sebelah Gorga
kiri dorpi jolo.
9. simataniaria
Makna: Penerangan kesuburan dan
kehidupan
bagi
pemilik
rumah. Motif: Bentuknya adalah wajah manusia yang berwibawa dengan lidah terjulur sampai ke dagu. Gorga singa-
Kepala beserban dengan kain tiga
singa
kali lilitan dan sikap kaki berlutut.
10.
Letak: Gorga ini diletakan di sebelah kan dan kiri dorpi jolo Makna: Berwibawa. Motif:
Boraspati (cecak) dapat
menempel berjalan di berbagai bentuk sisi dan bidang. Gorga 11.
Letak: Dorpi jolo,parhongkom boraspati rumah dan pintu sopo. Makna:
Kecerdasan,
kebijaksanaan dan perlindungan.
39 Universitas Sumatera Utara
Motif: Bentuknya seperti gorga jengger Gorga gaja
hanya
berbeda
penempatan nya.
12. dompak
Letak:
Santung–santung
atau
pada dorpi jolo. Makna: Simbol Kebenaran. Motif:
Gorga buah dada ini
berjumlah delapan buah yang di tempatkan di parhongkom,empat buah berada dikiri dan empat Gorga buah 13.
buah di kanan. dada Letak: Diletakan depan mulut boras pati. Makna:
Sebagai
lambang
Kesuburan. Motif:
Menyerupai
muka
manusia. Letak: Gorga ini di tempatkan Gorga 14.
jenggar/jorn gom
pada bagian tomboman adop– adop dan halang gordang. Makna: Sebagai simbol penjaga keamanan yang akan menolak segala
bentuk
ancaman
pengganggu.
40 Universitas Sumatera Utara
Motif: Ulu paung berbentuk muka raksasa
setengah
setengah
hewan.
sekilas
terlihat
manusia Ulu
paung
mirip
wajah
manusia bertanduk kerbau. Gorga ulu Letak: Pada bagaian ujung atas
15. paung
atap. Makna:
Menggambarkan
kekuatan
dan
sebagai
hagabeon
parhorasan
tanda (banyak
keturunan).
Sumber: Wahid Dan Alamsyah (2013)
41 Universitas Sumatera Utara