BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sejarah Telur Telur merupakan kumpulan makanan yang disediakan induk unggas untuk
perkembangan embrio menjadi anak ayam didalam suatu wadah. Isi telur akan semakin habis begitu telur telah menetas. Telur tersusun oleh tiga bagian utama: kulit telur, bagian cairan bening dan bagian cairan yang berwarna kuning (Rasyaf, 1990). Menurut Suprapti (2002), telur merupakan salah satu produk peternakan unggas yang memiliki kandungan gizi lengkap dan mudah dicerna. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani disamping daging, ikan, dan susu. Secara umum telur terdiri atas tiga komponen, yaitu kulit telur atau cangkan (11% dari bobot telur), putih telur (57% dari bobot telur), dan kuning telur (32 % dari bobot telur). Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zatzat gizi yang lengkap bagi pertubuhan mahluk hidup baru. Protein telur memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap sehingga dijadikan standar untuk menentukan mutu protein dari bahan lain. Keunggulan telur sebagai produk peternakan yang kaya gizi juga merupakan suatu kendala karena termasuk bahan pangan yang mudah rusak (Winarto dan Koswara, 2002 ).
10 1
2
2.2
Struktur Fisik Telur Telur mempunyai bentuk fisik bulat sampai lonjong dengan ukuran yang
berbeda-beda, tergantung jenis hewan, umur, dan sifat genetiknya. Telur tersusun atas tiga bagian, yaitu kulit telur, putih telur, dan kuning telur.
Gambar 1. Struktur Telur (Budiman, 2010)
2.3
Kualitas Telur Pada awalnya sebagian besar telur memiliki kualitas yang tinggi waktu
pertama dikeluarkan. Mutu telur dapat mengalami kemunduran selama penyimpanan, baik oleh proses fisiologis berlangsung dengan laju yang pesat pada penyimpanan suhu kamar. Karena itu telur, baik yang dibuahi maupun yang tidak dibuahi, digolongkan sebagai komoditi hidup, artinya melakukan pernafasan yang memproduksi air dan CO2 dalam jumlah yang cukup besar, sehingga semakin lama telur disimpan maka semakin ringan bobotnya, ruang udara semakin besar dan dengan banyaknya CO2 yang keluar telur semakin encer (Winarno, 1993). Berdasarkan kualitas telur diklasifikasikan menjadi empat grade, meliputi grade AA, A, B dan C. Telur kualitas AA memiliki ciri kerabangnya bersih tidak
3
retak dan normal. Kedalaman rongga udara 3 mm atau kurang. Putih telur putih bersih dan kokoh. Kuning telurnya berada ditengah, jelas dan bebas dari noda. Telur kualitas A memiliki ciri kerabangnya bersih, tidak retak dan normal. Kadalaman rongga udaranya 6 mm atau kurang. Putih telurnya bersih dan mungkin kokoh. Kuning telurnya cukup berada ditengah, cukup jelas dan bebas dari noda. Telur kualitas B memiliki ciri, kerabang kerabang telurnya kemungkinan sedikit tidak normal. Rongga udaranya memiliki kedalaman 9,5 mm atau kurang, kemungkinan terlepas tapi tidak bergelembung. Putih telurnya bersih dan mungkin agak lemah. Kuning telurnya tidak berada ditengah, jelas, membesar, dan rata ada noda tetapi tidak serius. Telur kualitas C memiliki ciri adanya noda yang menutupi kerabang kurang dari seperempat bagian permukaan, tidak retak dan kemungkinan tidak normal. Rongga udaranya memiliki kedalaman lebih dari 9,5 mm dan kemungkinan terlepas dan bergelembung. Putih telurnya mungkin lemah, berair dan ada titik darah. Kuning telurnya tidak berada ditengah, masih terlihat membesar, rata terlihat tumbuh jamur, tapi bukan darah dan kemungkinan terlihat noda lainnya yang serius (Mountney, 1976). 2.4
Bobot Telur Perubahan pertama di dalam telur setelah telur dikeluarkan adalah
kehilangan bobot (Hinton, 1968). Kehilangan bobot ini disebabkan oleh penguapan air dari albumin serta pada tingkat yang kecil juga disebabkan oleh lepasnya gas, seperti karbondioksida, amonia, nitrogen dan hydrogen sulfida (Stadelman dan Cottrill, 1977). Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Walsh et al. (1995) telur yang disimpan selama 7 dan 14 hari masing-masing mengalami
4
kehilangan bobot absolut sebesar 360 dan 570. Penguapan air dari telur merupakan proses kontinyu, hal ini dimulai ketika telur dikeluarkan oleh induknya dan tidak berhenti sampai telur-telur mengalami dehidrasi secara sempurna (Romanoff dan Romanoff, 1963) USDA membagi bobot telur menjadi lima kategori, yaitu jumbo, sangat besar, besar, menengah dan kecil dengan berat minimum masing-masing 64, 59, 54,46 dan 35 g (Romanoff dan Romanoff, 1963). Astiningsih, et al., 1991) mendapatkan bobot telur itik Bali, Tegal dan Khaki Campbell berturut-turut sebesar 50,05g, 51,63g, 49,78g. Bobot telur itik Mojosari dan Alabio masingmasing sebesar 63,20g dan 62,10 g (Suwindra, dkk., 1994).
2.5
Rongga Udara Besar rongga udara merupakan salah satu ukuran yang digunakan untuk
menentukan kualiatas telur dan umur telur (Hinton, 1968). Telur mendingin setelah keluar dari induknya yang bertemperatur kurang lebih 41°C (Sirait, 1986). Terbentuknya rongga udara terjadi setelah telur mendingin, isi mengkerut dan udara menembus kedalam melalui pori-pori kulit telur. Telur mengkerut akibat penguapan air dari dalam telur, yang kecepatannya tergantung pada temperatur, kelembaban, dan porositas kerabang (Card dan Nesheim, 1972). Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) diameter, tinggi dan volume rongga udara merupakan fungsi waktu. Pertama diameter dan tinggi rongga berubah dengan cepat, tetapi rata-rata pertambahannya segera berkurang dan
5
selanjutnya menjadi sangat lambat pada telur yang lebih tua (Stadelman dan Cotterill, 1977).
2.6
Kuning Telur Beberapa karakter kuning telur mempengaruhi kualitas, seperti pada
warna, kekuatan membran, kondisi dan bentuk kuning telur. Kualitas kuning telur ditentukan secara visual yakni dengan membandingkannya dengan beberapa standar dari kipas Roche (Roche yolk color fan) yang berupa lembaran kipas standar dengan sekor 1 s/d 15 dari kuning pucat sampai berwarna orange tua atau pekat (Stadelman dan Cotterill, 1977) Umur telur mempengaruhi kekuatan dan elastisitas membran vetelina yang menyebabkan kuning telur melemah. Selain itu juga kekuatan dan elastisitas membran vitelina dipengaruhi oleh faktor ukuran telur, temperatur penyimpanan, pH putih telur dan kekentalan putih telur (Heath, 1976). Melemahnya membran vetelin ini diamati dengan mengukur indeks kuning telur. Indeks kuning telur diperoleh dari tinggi kuning telur dibagi dengan garis tengah (Shenstone, 1968). Indeks kuning telur segar baragam antara 0.33 dan 0.50 dengan nilai rata-rata 0,42. Semakin bertambahnya umur telur, indeks kuning telur semakin menurun karena penambahan ukuran kuning telur sebagai akibat perpindahan air (Buckle et al, 1988).
6
2.7
Putih Telur Albumin atau putih telur memiliki proporsi yang paling besar (58,5%) dari
keseluruhan telur, sebagai penyusun terbesarnya adalah air (88,5%) (Hunton 1987). Stadelman dan Cotterill (1977) menyatakan bahwa kualiatas putih telur dipengaruhi oleh keturunan, makanan, umur ayam, lingkungan dan faktor-faktor setelah telur ditelurkan; seperti temperatur lingkungan, kelembaban serta kondisi penyimpanan. Selama penyimpanan terjadi perubahan putih telur tebal secara cukup nyata yang menyebabkan bertambahnya jumlah putih telur tipis, khususnya terjadi cepat selama 24-48 jam setelah telur dikeluarkan oleh induknya (Well, 1968). Kualitas fisik putih telur diukur dalam beberapa cara, antara lain persentase putih telur tebal, tinggi putih telur tebal, indeks putih telur, HU, kekentalan isi putih telur dan nilai visual kondisi putih telur. Suatu penelitian menyimpulkan nilai HU menunjukkan penilaian yang paling memuaskan, karena paling dapat dipercaya, cepat dan sederhana (Well, 1968). Pengukuran dengan cara ini diperkenalkan oleh Raymond Haugh pada tahun1937. Metode ini terdiri atas pengukuran tinggi albumin kental dan berat telur utuh. Telur asin adalah telur yang diolah dalam keadaan utuh, dimana kandungan garam dapat menghambat perkembangan mikroorganisme dan sekaligus memberikan aroma khas, sehingga telur dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama (Wasito dan Rohaeni 1994). Menurut Widjaja (2003) bahwa telur asin merupakan telur segar yang diawetkan dengan menggunakan garam. Selain baunya yang amis, telur itik juga mempunyai pori-pori yang besar,
7
sehingga sangat baik untuk diolah menjadi telur asin (Astawan, 2006). Murtidjo (1988) mengemukakan bahwa telur itik yang diasinkan mengandung keuntungan seperti: a) nilai gizi telur dapat dipertahankan dalam waktu yang relatif lama, b) nilai ekonomis telur dapat ditingkatkan, c) memenuhi selera konsumen telur itik dan, d) merupakan alternatif pamasaran disamping telur segar. Prinsip pengasinan telur adalah dehidrasi osmosis, yaitu proses pengurangan air dari bahan dengan cara membenamkan bahan dalam suatu larutan berkonsentrasi tinggi, larutan tersebut mempunyai tekanan osmosis tinggi. Dehidrasi osmosis merupakan proses perpindahan massa secara simultan antara keluarnya air dari bahan dan zat terlarut berpindah dari larutan kedalam bahan. Aplikasi dehidrasi osmosis dalam proses pengasinan, terlihat dengan keluaranya air dari dalam telur bersamaan dengan masuknya larutan garam ke dalam telur. Telur memiliki pori-pori yang menghubungkan permukaan telur dan bagian dalam telur. Melalui pori-pori inilah garam masuk ke dalam telur. Penetrasi garam ke dalam telur berjalan secara difusi setelah garam berubah menjadi ion-ion. Difusi ion-ion garam tersebut melalui pori-pori kulit telur, putih telur dan masuk ke kuning telur melalui membran vetelin. Tekanan osmotik dalam larutan garam atau adonan lebih besar dari pada tekanan osmotik dalam telur, sehingga larutan garam dapat masuk ke dalam telur (kastaman dkk, 2005). Garam yang digunakan dalam pengasinan adalah NaCl. Mekanisme yang terjadi sebagai berikut : garam NaCl di dalam larutan mengion menjadi Na+ dan Cl. Ion clor inilah yang sebenarnya berfungsi sebagai bahan pengawet, dengan menghambat pertumbuhan mikroba pada telur. Kedua ion tersebut berdifusi
8
kedalam telur melalui lapisan kutikula, bunga karang, lapisan mamilari, membran kulit telur, putih telur, membran vitelin dan selanjutnya kedalam kuning telur (Sukendra, 1976). Pada proses pembuatan telur asin terjadi pertukaran ion yang bersifat stokiometri, yakni satu H+ diganti oleh suatau Na+. Ion Na didapatkan dari garam sedangkan ion H+ berasal dari air. Dengan demikian, ion Na masuk kedalam telur dan kadar air berkurang, akibatnya telur menjadi asin (Underwood, 2001). Lama perendaman telur dalam adonan dan banyaknya garam yang digunakan akan mempengaruhi kualitas telur asin (Samosir, 1993).
2.8
Nilai gizi telur Sebagai bahan makanan, telur mempunyai beberapa kelebihan. Zat-zat gizi
yang ada pada telur sangat mudah dicerna dan dimanfaatkan oleh tubuh. Telur itik, protein lebih banyak terdapat pada bagian kuning telur, 17 persen, sedangkan bagian putihnya 11 persen. Protein telur terdiri dari ovalbumin (putih telur) dan ovavitelin (kuning telur). Protein telur mengandung semua asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh untuk hidup sehat. Pada suatu penelitian dengan menggunakan tikus percobaan, diketahui bahwa telur mempunyai nilai kegunaan protein (net protein utilization) 100 persen bila dibandingkan dengan daging ayam (80%) dan susu (75%). Berarti jumlah dan 256 komposisi asam aminonya sangat lengkap dan berimbang, sehingga hampir seluruh bagiannya dapat digunakan untuk pertumbuhan maupun penggantian sel-sel yang rusak. Hampir semua lemak dalam sebutir telur itik terdapat pada bagian kuningnya, mencapai 35 persen, sedangkan di bagian putihnya tidak ada sama sekali. Lemak pada telur terdiri atas
9
trigliserida (lemak netral), fosfolipida (umumnya berupa lesitin), dan kolesterol. Fungsi trigliserida dan fosfolipida bagi tubuh adalah sebagai sumber energi, satu gram lemak menghasilkan 9 kilokalori energi. Lemak dalam telur berbentuk emulsi (bergabung dengan air), sehingga menjadi lebih mudah dicerna, baik oleh bayi, anak-anak, maupun golongan lanjut usia.
2.9
Manggis
2.9.1
Sejarah manggis Manggis atau Mangosteen (Garcini mangostana L.) berasal dari Asia
Tenggara. Pohon manggis hanya bisa tumbuh di hutan dan dataran tinggi tertentu yang beriklim tropis seperti di Indonesia, Filipina, Malaysia, Vietnam, Myanmar dan Thailand serta di Hawaii dan Australia Utara. Manggis juga dikenal sebagai tanaman buah budidaya. Manggis merupakan salah satu tanaman buah tropika yang tumbuhnya paling lambat, tetapi umurnya juga paling panjang. Membutuhkan 10-15 tahun untuk mulai berbuah dan tingginya bisa mencapai 1030 meter. (Paramawati, 2010) Ratusan tahun lalu penduduk Indonesia sudah menggunakan air rebusan kulit manggis sebagai ramuan untuk mengobati luka, demam, diare, sariawan, sembelit dan penyakit-penyakit lainnya. Dan sekitar tahun 1800-an Ratu Victoria dari Inggris sampai menawarkan hadiah uang yang sangat banyak kepada seseorang yang dapat membawakan buah manggis, dimana manggis dianggap sebagai buah dalam dongeng. Mungkin karena itu manggis kemudian popular dengan julukan “Ratu Buah” (The Queen of Fruit) (Elizawati, 2012).
10
Klasifikasi ilmiah manggis. Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Malpighiales
Famili
: Clusiaceae
Genus
: Garcinia
Spesies
: mangostana Asal-usul tanaman manggis ini diduga berasal dari Indonesia tepatnya
berasal dari Pulau Kalimantan. Tanaman manggis menyebar dari Indonesia lalu ke timur sampai ke Papua Nugini dan kepulauan Mindanau (Filipina), lalu ke utara menuju Semenanjung Malaysia dan terus menyebar ke Thailand bagian selatan, Myanmar, Vietnam, dan Kamboja. Tanaman manggis ini sudah dikenal oleh peneliti dari negara-negara barat sejak awal tahun 1631. Dalam dua abad terakhir, tanaman manggis telah menyebar ke negaranegara tropik lainnya seperti India bagian selatan, Brasil, Amerika Tengah, dan Australia Utara. Buah manggis pertama kali ditemukan oleh penjelajah dari Prancis bernama Laurent Garcin (1683-1751) dan dibudidayakan dengan waktu yang lama di daerah tropik basah. Berdasarkan nama dari penemu itulah kemudian penamaan latin buah manggis disebut Garcinia mangostana. Di Asia Tenggara, manggis dikenal dengan berbagai nama, manggis di Indonesia dan di Malaysia, selain dikenal dengan nama manggis kadang juga dikenal dengan nama setor, mesetor, atau sementah, di Filipina dikenal dengan
11
nama mangustan atau manggis, di Kamboja dikenal dengan nama mongkhul, di Laos dikenal dengan nama mangkhud, di Thailand dikenal dengan dodol, atau mangkhut, di Vietnam dikenal dengan cay mang cut, di Tamil dikenal dengan mangustai. Di Prancis disebut mangotanaier, mangouste, atau mangostier, di Spanyol disebut mangostan, di Jerman mangostane, di Belanda mangoestan, atau manggis, sedangkan di Portugis dikenal dengan mangosta atau mangusta.
2.9.2
Karakteristik buah manggis Kulit buah manggis berwarna merah keunguan hingga hitam kemerahan.
Pada bagian ujung buah ada cupat atau kelopak yang menempel. Cupat tersebut ada yang tipis dan ada yang tebal, tergantung pada karakteristik manggis. Cupat umumnya berbentuk bintang (Iswari, 2011) Daging buah manggis bersegmen- segmen, yang jumlahnya berkisar 5-8 segmen. Biasanya, jumlah segmen daging buah hampir sama dengan jumlah cupat. Daging buah ini berwarna putih dan bertekstur halus, dan di setiap segmen ada biji berukuran besar. Kulit buah manggis cukup tebal, berkisar antara 0,5-0,7 cm, yang terdiri atas daging kulit buah (endocarp) sekitar 0,4-0,5 cm dan pericarp yang merupakan bagian kulit paling luar yang keras (Iswari, 2011)
2.9.3
Kandungan Kulit manggis Kandungan yang terdapat di dalam manggis adalah xanthon. Xanthon
merupakan sekumpulan molekul biologi yang sangat aktif di dalam kulit buah manggis yang berwarna ungu. Struktur berbentuk cincin segi enam dengan ikatan
12
karbon kembar untuk memberi kestabilan kepadanya. Lebih dari 200 karbon terdapat di alam, dimana 40 terdapat dalam buah manggis, terutama di bagian kulit (pericarp) buah manggis. Fungsi xanthon adalah menjelajah seluruh tubuh, menetralkan radikal bebas, sehingga tubuh kita menjadi lebih bersih dan lebih sehat daripada sebelumnya. Xanthon yang terdapat dalam kulit manggis mempunyai
sifat sebagai
antikanker, anti
inflammatory, anti mikroba,
menurunkan kolesterol dan lain-lain (Muhtadi dan Nurul, 2011). Kulit buah manggis memiliki kandungan nutrisi seperti karbohidrat (82,50%), protein (3,02%), dan lemak (6,45%), dan juga mengandung senyawa yang berperan sebagai antioksidan seperti antosianin (5,7-6,2 mg/g), xanton dan turunannya (0,7-34,9% mg/g). Penelitian Weecharangsan et all (2006) menunjukan bahwa ekstrak kulit buah manggis mempunyai potensi penangkap radikal bebas. Selain itu kulit buah manggis memiliki manfaat sebagai antikanker, pengobatan
penyakit
jantung,
antiinflamasi,
antibakteri
dan
anti-aging
(Moongkarndi, 2004). Kulit buah manggis mengandung sejumlah zat warna kuning yang berasal dari dua metabolit yakni mangostin dan B-mangostin. Mangostin ini merupakan hasil isolasi dari kulit buah manggis yang berfungsi sebagai anti inflamasi dan anti oksidan (Hendra, 2012).