II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Wine Wine telah lama dibuat di Mesir dan Siria yaitu 3500 tahun
sebelum masehi. Wine merupakan minuman beralkohol yang dibuat dengan cara fermentasi dari cairan buah, biasanya cairan buah anggur (Rahayu dan Kuswanto, 1988). Wine merupakan minuman beralkohol yang dibuat dengan cara fermentasi dari cairan buah biasanya cairan buah salak (Rahayu, 1987). Secara umum wine adalah suatu minuman (bevarage) yang merupakan hasil fermentasi cairan buah salak dengan menggunakan yeast (Sudjatha dan Wisaniyasa, 2002). Wine dikelompokkan menjadi 5 golongan (Rahayu dan Kuswanto, 1988) yaitu: 1. Apertizer wine, adalah wine yang digunakan sebagai pembuka makanan atau untuk merangsang selera makan, contohnya sherry dan vermouth. 2. red table wine, adalah wine yang berwarna merah dengan kandungan alkohol maksimum 14%. Contohnya claret dan burgundy. 3. White table wine, wine yang tidak berwarna, dibuat dari buah anggur varietas putih atau dengan pengepresan buah anggur yang berwarna merah/ungu untuk diambil cairan buahnya dengan tanpa mengikut sertakan kulit buah pada proses fermentasi. Contohnya souterne dan rhine wine.
6
4. Sweet dessert wine, wine yang digunakan sebagai penutup makan, mempunyai rasa manis dengan kadar alkohol antara 14 – 21%. Contohnya muscetai. 5. Sparkling wine, wine yang mengandung gas karbon dioksida yang dihasilkan selama fermentasi kedua. Contohnya champagne dan sparkling burgundy. Di Indonesia peredaran minuman beralkohol telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 86 Tahun 1977. Didasarkan pada kadar etanolnya, minuman beralkohol dapat dibedakan atas tiga golongan (Rahayu dan Kuswanto, 1978), yaitu : 1. Golongan A = dengan kadar etanol 1 - 5 %, contohnya : bir. 2. Golongan B = dengan kadar etanol 5 -20%, contohnya : wine 3. Golongan C = dengan kadar etanol 20-55%, contohnya : whiski, brandy, vodka, cognac dan arak. Ketiga golongan tersebut yang termasuk dalam kriteria minmunan keras adalah golongan B dan C, sehingga diperlukan pengawasan tertentu baik cara dan pembuatannya maupun peredarannya. Selain buah anggur ada macam buah lain dapat dibuat minuman seperti wine dengan aroma dan cita rasa sesuai dengan buah yang dipergunakan (Sudjatha dan Wisaniyasa, 2002). Syarat mutu anggur berdasarkan SNI-01-4019-1996 dapat dilihat pada Tabel 1.
7
Tabel 1. Syarat Mutu Wine Anggur menurut SNI 01-4019-1996 No
Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan
1.
keadaan : - Bau - Rasa
2.
Etil alkohol
%v/v
5.-15
3.
Metil alkohol
%v/v terhadap alkohol absolut
Maks 0,1
g/100ml
Maks 0,2
mg/kg
Negatif Maks.200 Negatif
Cemaran logam : - Timbal (Pb) - Tembaga (Cu) - Seng (Zn) - Raksa (Hg) - Timah (Sn)
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks. 0,2 Maks. 2,0 Maks. 2,0 Maks. 0,03 Maks. 40,0
7.
Cemaran arsen (As)
mg/kg
Maks. 0,1
8.
Cemaran mikroba : - Angka lempeng total - Bakteri colifrom - Escherichia coli - Salmonella - Staphylococus aureus - Vibrio species - Clostridium perfringens - Kapang - Kamir
koloni/ml APM/ml APM/ml
Maks. 2,0 x 102 Maks. 20 <3 Negatif 0 Negatif Negatif Maks. 50 Maks. 50
4.
5.
6.
Normal/khas Normal/khas
Asam yang mudah menguap (dihitung sebagai asam asetat) Bahan tambahan makanan : - zat pewarna - pengawet (SO2) - pemanis buatan
8
koloni/ml
koloni/ml koloni/ml
Sumber : (Anon, 1996)
2.2.
Salak Menurut (Sastrapradja et al., 1978) salak yang dikembangkan di
Bali berasal dari spesies
edulis yaitu varietas amboinensis Becc. ,
sedangkan yang umumnya dikembangkan di Padangsidempuan, Sumatera Utara adalah merupakan jenis Salacca sumatrana Becc. Di Indonesia, salah satu daerah yang menjadi komoditas unggulan buah salak adalah daerah dusun dukuh desa Sibetan. Di Bali, buah salak terus dikembangkan sebagai komoditas ekspor. Daerah-daerah lain di Indonesia yang juga mengembangkan komoditas buah salak adalah Jawa Barat, Sumatera Selatan dan Maluku (Anon, 2010). Salak (Salacca edulis Reinw.) merupakan tanaman yang termasuk dalam ordo (suku) Spadiciflorae, Famili Palmae, genus (keluarga) Salaccca, spesies (macam). Salacca edulis Tanaman salak termasuk tanaman asli yang berasal dari wilayah Indonesia. Tanaman salak sudah lama dikenal di Indonesia, namun catatan resmi tentang kapan salak mulai ditanam tidak diketahui (Soemarsono dan Moerbono, 1954). Ditinjau dari sudut gizinya, daging buah salak merupakan sumber karbohidrat dan kalori yang cukup tinggi disamping sebagai sumber vitamin dan mineral. Bagian buah salak yang dapat dimakan setelah
9
dianalisis mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kima daging buah salak bali. Komponen
Jumlah per 100 gr daging buah
Air (g) Protein (g) Lemak (g) Gula (g) Pati (g) Serat kasar (g) Vitamin C (g) Total Abu (g) Kalium (g) Natrium (g) Kalsium (g) Magnesium (mg) Besi (mg) Mangan (mg) Seng (mg) Fosfor (mg)
79,87-81,44 0,50-0,85 0,77-2,22 11,28-14,05 1,80-3,18 4,16-6,07 1,54-2,93 0,48-0,53 0,08-0,18 0,06-0,08 6,49-8,70 11,20-15,20 0,30-0,57 0,13-0,18 0,23-0,44 14,00-16,40
Sumber: Anon, 1992
2.3.
Gula pasir (sukrosa) Gula merupakan suatu istilah yang diartikan untuk setiap
karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan digunakan untuk menyatakan sukrosa. Sukrosa merupakan gula yang diperoleh dari bit dan tebu (Buckle et al., 1987).
10
Gula disamping digunakan sebagai bahan makanan dapat juga digunakan sebagai bahan pengawet makanan, bahan baku alkohol, pencampur obat-obatan (Goutara dan Soesarsono, 1985). Gula yang ditambahkan pada sari buah, dalam proses fermentasi bertujuan untuk memperoleh kadar alkohol yang tinggi (Gumbira, 1987).
2.4.
Khamir sebagai Inokulum Fermentasi Sejak dulu khamir sudah berperan dalam fermentasi alkohol,
dimana produk utama dari metabolismenya adalah etanol. Khamir pada umumnya mampu memfermentasikan bermacam-macam gula misalnya sukrosa, glukosa, fruktosa, maltosa dan maltotriosa menjadi alkohol dan gas CO2 (Rahayu dan Kuswanto, 1978) Saccharomyces cereviseae adalah jenis khamir yang utama berperan dalam produksi minuman beralkohol seperti bir, wine, wine buah (Buckle et al., 1987). Saccharomyces cereviseae umumnya dipilih sebagai strain dalam pembuatan wine karena dapat menghasilkan alkohol yang tinggi per gram gula yang digunakan, hilangnya sel-sel yeast dari proses akhir lebih sedikit, mempunyai kemampuan fermentasi pada suhu rendah dan dapat membentuk flavour yang spesifik (Sudjatha dan Wisaniyasa, 2002) Saccharomyces cereviseae mampu tumbuh pada suhu tinggi sekitar 40-45 derajad celcius dan pada suhu rendah sekitar 0oC (Rahayu dan
11
Kuswanto, 1988) Suhu optimum pertumbuhan saccharomyces cereviseae adalah 15-22 oC (Rankine, 1989) Gumbira (1987) menyebutkan bahwa starter yang ditambahkan pada cairan buah anggur yang akan difermentasi sebanyak 2-5 %. Keuntungan dari penggunaan kultur murni antara lain menhasilkan etanol lebih tinggi, kerusakan wine jarang terjadi dan keseragaman produk lebih dapat dipertahankan (Sudarmadji et al., 1988).
2.5. Zat Nutrisi Nutrisi mutlak diperlukan untuk pertumbuhan sel khamir. Nutrisi tersebut berupa nitrogen (N), mineral dan vitamin. Beberapa khamir membutuhkan asam amino sebagai sumber nitrogen dan menstimulasi kecepatan pertumbuhannya. Menurut Rahayu dan Kuswanto (1978) jumlah nitrogen yang diperlukan oleh khamir tidak diketahui secara pasti, tetapi asam amino ini penting sebagai sumber nitrogen (N) yang diperlukan dalam pertumbuhan khamir. Sebagai sumber posphat dan nitrogen dapat ditambahkan ammonium
phospat,
ammonium
klorida,
ammonium
sulfat
dan
ammonium karbonat. 2.6.
Sulfitasi Sebelum difementasi, sari buah salak diberi perlakuan sulfitasi.
Salah satu bahan sulfitasi yang sering dipergunakan adalah natrium
12
metabisulfit. Tujuan dari perlakuan sulfitasi adalah untuk mencegah pertumbuhan mikroba yang tidak dikehendaki, menhambat enzim-enzim penyebab browning dan sebagai antioksidan (Gumbira, 1987). Rahayu dan Kuswanto (1978) menyebutkan bahwa dalam pembuatan wine, sebelum proses fermentasi perlu dilakukan sulfitasi yang bertujuan untuk menghambat serta mematikan mikroba yand tidak dikehendaki pertumbuhannya, terutama bakteri asam laktat, asam asetat dan yeast lain yang mampu tumbuh pada pH rendah. Dosis penambahan SO2 ke dalam cairan buah berkisar antara 100-200 ppm tergantung dari tingkat kematangan buah dan kontaminasinya oleh jamur, sedangkan menurut Daulay dan Rahman (1992) jumlah SO2 yang ditambahkan ke dalam must adalah 50 – 100 ppm. Penggunaan SO2 yang berkelebihan akan menghambat aktivitas khamir sehingga fermentasi akan berjalan lambat, flavour buah akan hilang dan warna akan menjadi pucat serta dapat menyebabkan kekeruahan (Gumbira, 1987) 2.7.
Fermentasi Menurut Winarno dan Fardiaz (1980), mengatakan fermentasi
adalah suatu reaksi oksidasi-reduksi di dalam sistem biologi yang menhasilkan energi. Sebagai donor dan aseptor elektron, digunakan senyawa organik. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa fermentasi adalah proses perubahan kimia dalam bahan pangan yang disebabkan oleh enzim yang dihasilkan oleh mikroba ataupun yang sudah ada dalam bahan pangan.
13
Fermentasi pembuatan wine merupakan proses pemecahan gula menjadi alkohol CO2 akibat aktivitas dari enzim yang dihasilkan oleh sel khamir. Reaksi pemecahan gula menjadi alkohol adalah sebagai berikut :
zymase
C6H12O6
2C2H5OH+2CO2
Glukosa
Etanol
Proses fermentasi memegang peranan yang sangat penting dalam proses pembuatan wine, sehingga dapat dihasilkan produk wine dengan kualitas yang baik dan disukai konsumen. Saccharomyces cerevisiae akan menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dengan bantuan enzim sakarase. Selanjutnya glukosa dan fruktosa masing-masing diubah menjadi alkohol dan CO2 dengan bantuan enzim zymase. Alkohol dapat dioksidasi menjadi asam cuka, dan asam cuka tersebut dioksidasi lagi menjadi asam asetat. Alkohol lalu bereaksi dengan asam asetat menjadi ester yang menyebabkan bau harum pada wine. Senyawa-senyawa pada wine yang merupkan hasil proses fermentasi adalah alkohol, asam organik dan senyawa-senyawa lain. Menurut Fardiaz (1993), menyatakan bahwa untuk mempermudah mempelajari proses yang terjadi dalam makanan-makanan fermentasi, maka proses fermentasi dapat dibedakan atas beberapa kelompok berdasarkan mikroba yang berperan dalam produk-produk yang dihasilkan yaitu fermentasi alkohol oleh khamir, fermentasi asam oleh bakteri dan fermentasi gula oleh kapang. Diagram alir proses fermentasi pembuatan wine dapat dilihat pada Gambar 1.1 dan 1.2.
14
Gambar 1.1. Proses pembuatan wine (Anon, 2006)
Buah
Disortasi Dicuci dan dipotong-potong
Ditambah air dengan perbandingan buah:air 1:2
Diblender
Bubur Buah
15
Disaring
Filtrat Dipasteurisasi pada suhu 80o celcius selama 30 menit Didinginkan sampai suhu kamar
Fermentasi selama 2 minggu dan pengamatan
Wine
Gambar 1.2. Diagram alir Proses Fermentasi Pembuatan Wine
Sumber: Rankine, (1989)
2.8.
Penuaan (Aging) Wine yang baru selesai difermentasikan penampakannya keruh,
rasanya keras, berbau khamir kurang menyenangkan. Tujuan penuaan adalah untuk mengurangi rasa dan bau yang kurang menyenangkan. Penuaan merupakan proses pembentukan “bouguet” yang disusun dari alkohol, aldehid, keton dan ester. Pembentukan komponen-komponen ini merupakan hasil reaksi dekarboksilasi dan deaminasi. Dalam proses
16
penuaan kekeruhan akan berkurang karena terjadi pengendapan sel khamir, bakteri dan pertikel lain. Pada proses penuaan ini akan terjadi pengendapan dan reaksi esterifikasi. Dengan tarjadinya ester (alkohol dan asam) ini maka akan menimbulkan rasa dan aroma yang enak dan spesifik (sesuai dengan bahan baku aslinya) (Gumbira, 1987). 2.9.
Penjernihan Wine Menurut Sudjatha dan Wisaniyasa (2002) penjernihan wine tidak
diperoleh pada waktu pengendapan, tetapi dilakukan beberapa kali disertai dengan
filtrasi
dan finning
(Penggunaan zat-zat
tertentu untuk
menjernihkan). Gumbira (1987) menyatakan bahwa penjernihan wine dapat dilakukan dengan menambahkan bahan penjernih. Bahan ini akan bereaksi dengan komponen-komponen yang terdapat dalam wine dan dapat menyebabkan kekeruhan seperti koloid, protein, logam-logam (Fe, Cu, Mn dan Zn) Menurut Sukardjo (1985) koloid umumnya bermuatan positif dan negatif. Butir-butir koloid dapat diendapkan dengan menambahkan zat yang bermuatan berlawanan dengan muatan dari koloid tersebut. Bahanbahan penjernih yang dapat digunakan untuk menjernihkan wine diantaranya gelatin, putih telur, tepung kulit telur dan bentonit. Untuk mengetahui
tingkat
kejernihan
menggunakan spektrofotometer. 2.9.1.. Bentonit
17
wine
dapat
ditentukan
dengan
Bentonit merupakan partikel-partikel kecil berupa liat yang ditemukan pada akhir abad ke 19. Menurut Gumbira (1987), bentonit adalah tanah monmorillonit dengan rumus kimia (OH) 4Al4Si8O20 x H2O, merupakan kompleks dari hidrat aluminium silikat. Selanjutnya juga bentonit mewakili beberapa mineral yang semacam dan cukup efektif untuk digunakan sebagai zat penjernih wine. Bentonit selain murah harganya dan mudah di dapat juga efekitif untuk mengendapkan proteihn, pektin dan tanin di dalam wine (Amerine et al., 1973). Gumbira (1987) menyatakan, bahwa bentonit mempunyai kutub yang bermuatan negatif yang akan berinteraksi dengan kutub positif dari protein, selanjutnya dijelaskan pula bahwa partikel bentonit yang diselubungi protein akan menyerap tanin yang akhirnya akan mengendap. Penambahan bentonit dalam wine akan membentuk basa-basa yang larut yaitu NaOH, KOH dan Ca(OH)2. Terbentuknya basa-basa inilah mungkin menyebabkan akan tercapainya pH isoeletrik dari protein sehingga protein akan mengendap. Kelarutan protein paling kecil pada air umumnya antara pH 4,8-6,3. Daerah pH tersebut disebut titik isoinik, pada daerah ini asam amino akan mengendap (Oetomo, 1980). Basa Ca(OH)2 akan mengalami ionisasi menjadi Ca++ dan OH-, sedangkan basa NaOH menjadi Na+ dan OH-. , ion Ca++ akan membentuk ikatan menyolang diantara gugus karboksil dari asam galakturonat (diplimerisasi dari pati) sehingga terbentuk garam kalsium pektat yang mudah mengendap. Komponen lain yang terdapat dalam bentonit juga
18
akan membentuk hidroksida seperti AL(OH)3 dan Mg(OH)2 kemudian segera akan mengendap (Oetomo 1980). Menurut Winarno (1991) bentonit menyerap protein karena adanya tarik-menarik antara muatan negatip dari silikat yang dikandung bentonit dengan muatan positip protein. Bentonit yang telah menyerap protein dapat juga menyerap tanin dan fenol lainnya. Tabel 4. Komposisi Kimia Bentonit per 100 gr Komposisi
SiO 2
Jumlah (gram) 51,52
Al2 03
19,03
Fe2 03 Mg0 Ca0 K20
1,98
Na2 0
1,17
H2 0
14,55
H2 0
8,21
3,08 0,16 0,36
Sumber : Kirk (1964) Menurut (Tressler dan Joslyn, 1961) menyatakan bentonit yang sering digunakan dalam penjernihan wine berjumlah 0,86-1,2 g per liter. Apabila penambahan konsentrasi bentonit berlebihan akan memberikan penyimpangan terhadap warna, aroma dan citarasa. Warna menjadi pucat karena bentonit bersifat menyerap warna, aroma seperti aroma tanah (Amerine et al., 1972). 2.9.2. Kitosan Kitosan yang dapat larut dalam asam lemah serta bermuatan positif, diperoleh dari deasetilasi kitin menjadi polimer D-glukosamin.
19
Kitosan dan turunannya telah banyak dimanfaatkan secara komersial dalam industri pangan, kosmetik, pertanian, farmasi pengolahan limbah dan penjernihan air. Dalam bidang pangan, kitosan dapat dimanfaatkan dalam pengawetan pangan bahan pengemas, penstabil dan pengental, antioksidan serta penjernih pada produk minuman. Selain itu, kitosan banyak diaplikasikan sebagai pangan fungsional karena dapat berfungsi sebagai serat makanan, penurun kadar kolesterol, antitumor serta prebiotik (Shahidi et al., 1999). Sandford dan Hutchins (1987) menyatakan sifat kationik, biologi dan sifat larutan kitosan adalah sebagai berikut : Memiliki sifat kationik dalam jumlah muatan positif yang tinggi dengan satu muatan per unit gugus glukosamin, jika banyak material bermuatan negatif (seperti protein) maka muatan positif kitosan berinteraksi kuat dengan permukaan negatif. Flokulan yang baik gugus NH3+ berinteraksi dengan muatan negatif dari koloid dan mengikat ion-ion logam ( Fe, Cu, Cd, Hg, Pb, Cr, Ni, Pu dan U ). Sifat biologi dapat terdegradasi secara alami dan sifat kelarutan kitosan, dapat larut dalam asam, berbentuk kental, berbentuk gel dan larut dalam campuran alkoholair. Aplikasi khusus berdasarkan sifat yang dipunyainya antara lain untuk pengolahan limbah cair terutama bahan bersifat resin penukar ion untuk minimalisasi logam – logam berat, mengkoaguasi minyak/lemak, serta mengurangi kekeruhan, penstabil minyak, aroma-rasa (pyrazine) dan lemak dalam produk industri pangan (Rismana, 2004).
20
Kitosan tidak larut dalam air, pelarut-pelarut organik, juga tidak larut dalam alkali dan asam-asam mineral pada pH di atas 6,5. Dengan adanya sejumlah asam, maka dapat larut dalam air - metanol, air - etanol, dan campuran lainnya. Kitosan juga dapat larut dalam asam formiat dan asam asetat dan dalam 20% asam sitrat juga dapat larut (Peniston dan Johnson, 1980). 2.9.3. Gelatin Gelatin adalah protein yang diperoleh dari kolagen kulit, membran, tulang dan bagian tubuh berkolagen lainnya (SII, 1987) dalam Susanto, 1995. Menurut (Tranggono et al., 1981) gelatin dapat diperoleh dari kolagen yang dapat dijumpai pada kulit, urat berulang dan tulang (ossein). Reaktivitas kimia dari gelatin ditentukan oleh gugus bebas asam aminonya. Sifat fisik banyak dipengaruhi oleh asal kolagen dan proses pembuatannya. Adapun proses pembuatannya yaitu : pengecilan ukuran, perendaman,
pencucian,
pemanasan,
pemekatan,
pendinginan dan
pengeringan. Bahan penjernih (gelatin) bersifat larut pada konsentrasi rendah, bertindak sebagai koloid pelindung sedangkan pada konsentrasi tinggi bahan-bahan tersebut, akan menyebabkan pengendapan, tetapi bila konsentrasinya terlalu tinggi bahan tersebut tidak dapat menyebabkan pengendapan lagi (Winarno, 1991) sedangkan menurut (Gumbira, 1987) menyatakan gelatin mempunyai kutub yang bermuatan positif yang akan bereaksi dengan kutub negatif dari tanin dan membentuk kompleks gelatin
21
tanin yang akan mengendap. Gelatin umumnya tidak larut dalam air dingin, tetapi kelarutannya naik diatas 45oC (Tranggono et al., 1981). Tanin merupakan dimer dari katekin melalui ikatan ester, biasanya tanin pada bahan pangan menyebabkan rasa pahit dan warna coklat dihasilkan dari reaksi enzimatis. Kandungan atau komposisi asam amino yang terdapat dalam gelatin dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi asam amino gelatin per 100 gram protein Komposisi Jumlah (Gram) Glisin 26-27 Analin 8,7-9,6 Valin 2,5-2,7 Leusin+isoleusin 4,6-5,3 Metionin 0,6-01,0 Serin 3,2-3,8 Prolin 14,8-1,76 Fenilalanin 2,2-2,6 Tirosin 0,49-1,1 Histidin 0,6-1,0 Lisin 4,1-5,9 Arginin 8,6-9,3 Asam aspartat 5,5-6,8 Asam glutamat 10,2-11,7 Sumber : Poppe. (1992)
2.10. Klarifikasi Wine Menurut Jancis Robinson (2006) wine dianggap "jernih" ketika tidak ada partikel tersuspensi terlihat dalam wine, terutama dalam kasus anggur putih, ketika tidak tampak transparan. Sebuah anggur dengan kandungan koloid terlalu banyak akan tampak berawan dan kusam, bahkan jika aroma dan rasa tidak terpengaruh dalam wine. Setelah fermentasi, gaya gravitasi dapat menyebabkan koloid mengendap atau klarifikasi secara alami. Sebagai partikel yang lebih besar
22
secara bertahap akan mengendap di bagian dasar drum “bark”. Wine kemudian dapat dipisahkan dari endapan ke dalam wadah yang baru. Tetapi proses ini mungkin memakan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun untuk menghasilkan wine sangat jernih. Sedangkan untuk mempercepat proses penjernihan dapat menggunakan bahan penjernih dan filtrasi. 2.10.1 Proses Penjernihan “Fining” Dalam wine, penjernihan adalah proses di mana suatu zat (bahan penjernih) ditambahkan ke dalam wine untuk membuat ikatan, adsorben enzimatik atau dengan ion partikel, yang menghasilkan molekul yang lebih besar dan partikel yang lebih besar yang akan mengendapkan koloid dalam wine dengan lebih mudah dan cepat . Tidak seperti filtrasi, yang hanya dapat menghapus partikulat (seperti sel-sel ragi mati dan fragmen sisa fermentasi), penjernihan dapat membuang zat larut seperti tanin, fenol dan protein. Beberapa protein dapat menyebabkan kekaburan dalam wine jika terkena suhu tinggi setelah pembotolan. Pengurangan tannin dapat mengurangi rasa sepat “astringency” dalam wine. Pada umumnya ada dua jenis bahan penjernih, yaitu senyawa organik dan. padat/mineral bahan. Senyawa organik yang digunakan sebagai bahan penjernih pada umumnya berasal dari hewan. Senyawa-senyawa organik yang paling umum digunakan ialah putih telur, casein yang berasal dari susu, gelatin dan isinglass diperoleh dari kandung kemih ikan. Bentonit berasal dari mineral tanah liat menjadi salah satu penjernih yang paling umum dan efektif dalam menyerap protein dan beberapa bakteri. Karbon aktif dari
23
arang digunakan untuk menghapus beberapa fenol yang berkontribusi terhadap kecoklatan serta beberapa partikel yang menghasilkan bau menyengat dalam wine, namun karbon aktif dapat menyerap warna dari wine (Morris and Main, 1995).
2.10.2 Proses Filtrasi Untuk memperoleh wine yang jernih dilakukan dengan cara penyaringan dengan menggunakan filtrasi dengan cara melewatkan wine melalui media filter yang menyaring partikel lebih besar dari lubang media. Contoh filtrasi disajikan pada Gambar 2.
Sumber : (Anon, 2012). Filtrasi yang lengkap membutuhkan serangkaian penyaringan melalui beberapa tahapan filter bertingkat dari 10 µm sampai 0,45 µm . Penjernihan menggunakan filter bertahap dapat menghilangkan/menyaring semua ragi yang berpotensi aktif dan bakteri asam laktat yang terdapat dalam wine (Anon, 2012).
24