II. TINJAUAN PUSTAKA
A. BUAH NAGA Buah naga termasuk pendatang baru yang cukup populer. Hal ini dapat disebabkan oleh penampilannya yang eksotik, rasanya yang manis menyegarkan, dan manfaat kesehatan yang dikandungnya. Buah naga dalam bahasa Inggris disebut pitaya. Buah ini berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan, namun sekarang juga dibudidayakan di Negara-negara Asia, seperti Taiwan, Vietnam, Filipina, dan Malaysia. Buah ini juga dapat ditemui di Okinawa, Israel, Australia Utara, dan Tiongkok Selatan (Anonim 2008). Nama buah naga atau dragon fruit muncul karena buah ini memiliki warna merah menyala dan memiliki kulit dengan sirip hijau yang serupa dengan sosok naga dalam imajinasi masyarakat Cina. Dahulu masyarakat Cina kuno sering menyajikan buah ini dengan meletakkannya diantara dua ekor patung naga di atas meja altar dan dipercaya akan mendatangkan berkah (Kristianto 2008). Bentuk buah naga berdaging merah dapat dilihat pada Gambar 1. Pada awalnya tanaman ini dibudidayakan sebagai tanaman hias, karena bentuk batangnya segitiga, berduri pendek, dan memiliki bunga yang indah mirip bunga Wijayakusuma berbentuk corong yang mulai mekar saat senja dan akan mekar sempurna pada malam hari. Oleh sebab itu, tanaman ini juga dijuluki night blooming cereus (Anonim 2009). Secara morfologis, tanaman ini termasuk tanaman tidak lengkap karena tidak memiliki daun. Akar buah naga tidak terlalu panjang dan berupa akar serabut yang sangat tahan pada kondisi tanah yang kering dan tidak tahan genangan yang cukup lama. Batang dan cabang mengandung air dalam bentuk lender dan berlapiskan lilin bila sudah dewasa. Bunga buah ini mekar penuh pada malam hari dan menyebarkan bau yang harum. Buah berbentuk bulat agak lonjong dengan letak yang pada umumnya berada di ujung cabang atau batang dengan ketebalan kulit buah sekitar 2-3 cm. Biji berbentuk bulat berukuran kecil dengan warna hitam dan setiap buah terdapat sekitar 1200-2300 biji (Kristianto 2008). Buah naga mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 2000 dan bukan dari budidaya sendiri melainkan impor dari Thailand. Padahal pembudidayaan tanaman ini relatif mudah dan iklim tropis di Indonesia sangat mendukung pengembangannya. Tanaman ini mulai dikembangkan sekitar tahun 2001, di beberapa daerah di Jawa Timur di antaranya Mojokerto, Pasuruan, Jember, dan sekitarnya, namun sampai saat ini areal penanaman buah naga masih dapat dikatakan sempit dan hanya ada di daerah tertentu karena memang masih tergolong langka dan belum dikenal masyarakat luas. Buah naga merupakan buah non klimaterik (buah yang bila dipanen mentah tidak akan menjadi matang sehingga pemanenan harus dilakukan pada tingkat kematangan yang optimum) dan peka mengalami chilling injury. Buah ini sudah dapat dipanen 30 hari setelah berbunga. Hingga kini terdapat empat jenis tanaman buah naga yang diusahakan dan memiliki prospek yang baik. Keempat jenis tersebut yaitu (Kristianto 2008): 1. Hylocereus undatus Hylocereus undatus yang lebih populer dengan sebutan white pitaya adalah buah naga yang kulitnya berwarna merah dan daging berwarna putih. Berat buah rata-rata 400-650 gram dan dibanding jenis yang lain, kadar kemanisannya tergolong rendah, yaitu sekitar 10-13%
2
briks. Tanaman ini lebih banyak dikembangkan di negara-negara produsen utama buah naga dibanding jenis lainnya. 2. Hylocereus polyrhizus Hylocereus polyrhizus yang lebih banyak dikembangkan di Cina dan Australia ini memiliki buah dengan kulit berwarna merah dan daging berwarna merah keunguan. Rasa buah lebih manis dibanding Hylocereus undatus, dengan kadar kemanisan mencapai 13-15% briks. Tanaman ini tergolong jenis yang sering berbunga, bahkan cenderung berbunga sepanjang tahun. Sayangnya tingkat keberhasilan bunga menjadi buah sangat kecil, hanya mencapai 50% sehingga produktivitas buahnya tergolong rendah dan rata-rata berat buahnya hanya sekitar 400 gram. 3. Hylocereus costaricentris Hylocereus costaricentris sepintas mirip dengan Hylocereus polyrhizus namun warna daging buahnya lebih merah sehingga tanaman ini disebut buah naga berdaging super merah. Berat buahnya sekitar 400-500 gram dengan rasanya yang manis mencapai 13-15% Briks. 4. Selenicereus megalanthus Selenicereus megalanthus berpenampilan berbeda dibanding jenis anggota genus Hylocereus. Kulit buahnya berwarna kuning tanpa sisik sehingga cenderung lebih halus. Rasa buahnya jauh lebih manis dibanding buah naga lainnya karena memiliki kadar kemanisan mencapai 15-18% briks. Sayangnya buah yang dijuluki yellow pitaya ini kurang popular, kemungkinan besar diakibatkan oleh bobot buahnya yang tergolong kecil, hanya sekitar 80-100 gram.
Gambar 1. Buah naga putih (Hylocereus undatus) dan buah naga merah (Hylocereus polyrhizus)
3
Buah naga diklasifikasikan sebagai berikut (Anonim 2009): Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua) Ordo : Cactales Famili : Cactaceae Subfamili : Hylocereanea Genus : Hylocereus dan Selenicereus Species : Hylocereus undatus (daging putih), Hylocereus polyrhizus (daging merah), Hylocereus costaricensis (daging super merah), Selenicereus megalanthus (kulit kuning, tanpa sisik) Khasiat buah naga yang membuat buah ini banyak dicari masyarakat antara lain menurunkan kolesterol, menurunkan kadar lemak, penyeimbang kadar gula darah, pencegah kanker, pelindung kesehatan mulut, pencegah pendarahan, mengurangi keluhan keputihan, mencegah kanker usus, menguatkan fungsi ginjal dan tulang, menguatkan daya kerja otak, meningkatkan ketajaman mata, bahan kosmetik, meringankan sambelit, mengobati hipertensi, memperhalus kulit wajah, dan meningkatkan daya tahan tubuh (Anonim 2007).
B. BIOGENESIS FLAVOR BUAH Aroma adalah parameter kualitas yang paling signifikan dan menentukan dalam pemilihan suatu produk. Komponen aroma yang terdapat dalam bahan baku tidak hanya dalam bentuk komponen volatil tetapi juga dalam bentuk prekursor non-volatil seperti sistein sulfosida, thioglikosida, glikosida, karatenoid, dan turunan asam sianamat (Crouzet et al 1995). Pembentukan flavor buah-buahan mulai terjadi pada waktu proses pematangan buah. Pada saat buah mentah menjadi matang, terjadi proses anabolisme di dalam buah yang membentuk karbohidrat, lemak, dan protein. Kemudian pada saat pematangan, terjadi proses katabolisme yang mengurai karbohidrat, lemak, dan protein menjadi senyawa-senyawa sederhana yang mempunyai aroma yang khas. Laju pembentukan flavor volatil ini tidak sama dengan laju respirasi (klimaterik). Pada umumnya, pembentukan flavor ini mencapai puncaknya setelah proses klimaterik maksimum. Tiap-tiap komponen flavor ini mempunyai waktu reproduksi yang berbeda satu sama lainnya (Heath dan Reineccius 1986). Menurut Pantastico (1986), senyawa-senyawa utama yang berperan dalam pembentukan flavor buah yaitu senyawa-senyawa ester alkohol alifatik dan asam-asam lemak berantai pendek, sedangkan menurut Potter (1980) secara umum flavor buah terbentuk karena adanya senyawasenyawa kimia seperti ester, aldehida, keton dan eter, asam-asam lemak, hidrokarbon, serta terpen.
C. PENELITIAN MENGENAI BUAH NAGA Sejauh ini, penelitian tentang flavor buah naga belum banyak dilakukan. Namun, ada beberapa penelitian tentang sisi lain dari buah naga yang sudah dipublikasi dalam Journal of Food Chemistry, antara lain penelitian mengenai aspek prebiotik daging buah naga yang dilakukan oleh S. Wichienchot, M. Jatupornpipat, dan R. A. Rastall pada tahun 2010, penelitian mengenai betasianin (pigmen warna merah) pada buah naga merah juga oleh Florian C. Stintzing, Andreas Schieber, dan Reinhold Carle pada tahun 2001, penelitian tentang aktivitas antioksidan dan
4
antiproliferasi pada buah naga merah oleh Li Chen Wu, Hsiu Wen Hsu, Yun Chen Chen, Chih Chung Chiu, Yu In Lin dan Jaan Annie Ho dari National Chi-Nan University, Taiwan pada tahun 2005, dan penelitian mengenai asam lemak esensial pada minyak biji buah naga pernah dilakukan oleh Abdul Azis Ariffin, Jamilah Bakar, Chin Ping Tan, Russly Abdul Rahman, Roselina Karim, dan Chia Chun Loi dari Universiti Putra Malaysia pada tahun 2008. Selain itu, beberapa penelitian tentang buah naga juga dipublikasi dalam Journal of Postharvest Biology and Technology, antara lain penelitian mengenai pengaruh tingkat kematangan buah naga kuning terhadap kualitasnya setelah penyimpanan oleh Avinoam Nerd dan Yosef Mizrahi dari Israel pada tahun 1999.
D. UJI SENSORI Untuk mendapatkan kesesuaian data antara komponen flavor yang teridentifikasi dengan deskripsi aromanya secara subyektif perlu dilakukan adanya suatu uji sensori sehingga prosedur uji sensori ini merupakan salah bagian yang penting dalam penelitian flavor. Uji sensori bertujuan mengetahui ada tidaknya perubahan aroma karena reaksi kimia atau proses fisik di dalam bahan selama proses ekstraksi ataupun selama penyimpanan bahan dan untuk menentukan kerelevanan serta korelasi antara komponen kimia dengan flavor yang dihasilkan (Acree 1993). Di dalam uji sensori diperlukan beberapa panelis, baik panelis terlatih atau berpengalaman maupun tidak terlatih tergantung jenis dan tujuan uji sensori tersebut. Menurut Larmond (1975) tidak ada ketentuan yang pasti mengenai jumlah panelis yang digunakan, akan tetapi semakin banyak jumlah panelis maka hasil uji organoleptik tersebut semakin baik pula karena variasi data antar individu semakin kecil. Akan tetapi, penggunaan panelis semi terlatih maupun terlatih jauh lebih efisien dari segi keakuratan data dan waktu. Sebelum dilakukan uji sensori, para calon panelis terlatih atau semi terlatih diseleksi dan dilatih terlebih dahulu karena setiap individu berbeda sensitivitasnya, keinginannya, serta kemampuannya sehingga akan diperoleh jumlah panelis yang sedikit tetapi dapat diandalkan (Amerine et al 1965). Jenis uji sensori yang umumnya digunakan di dalam penelitian flavor meliputi uji deskripsi seperti FGD (Focus Group Discussion) dan QDA (Quantitative Descriptive Analysis), uji pembedaan seperti uji segitiga dan uji duo-trio, uji scalar seperti uji rating dan ranking, maupun uji penerimaan (Soekarto 1985). Uji deskripsi berguna dalam memaparkan dan menjelaskan atribut-atribut sensori pada sampel. Uji pembedaan berguna dalam mengetahui apakah ada perbedaan pada sampel dengan perlakuan-perlakuan tertentu. Uji scalar berguna dalam mengetahui seberapa jauh perbedaan antar sampel dan seberapa besar tingkat kesukaan konsumen terhadap sampel. Uji penerimaan berguna dalam mengetahui seberapa besar penerimaan konsumen terhadap sampel. Uji-uji ini berguna dalam menganalisis berbagai macam perlakuan dan modifikasi proses. Uji segitiga merupakan salah satu dari jenis uji pembedaan, selain digunakan untuk mendeteksi perbedaan yang kecil dan sampel, uji ini juga dapat digunakan untuk menyeleksi para calon panelis. Larmond (1975) menyatakan bahwa uji segitiga merupakan uji pembedaan yang cukup peka jika dibandingkan dengan uji pembedaan lainnya seperti uji pasangan dan uji duo-trio.
E. METODE IDENTIFIKASI FLAVOR Setelah komponen-komponen flavor terekstrak, senyawa-senyawa kimianya dapat diidentifikasi dengan beberapa metode, antara lain penggabungan teknik Gas ChromatographyMass Spectometry (GC-MS) dan Gas Chromatography – Olfactory (GC-O). Penelitian ini menggunakan alat GC-MS untuk mengidentifikasi senyawa flavor buah naga putih dan merah.
5
Gas Chromatography-Mass Spectometry (GC-MS) Sebelum sampel diinjeksikan ke dalam kolom kromatografi gas, Hunziker (1989) menyarankan sampel flavor harus benar-benar dipisahkan dari komponen-komponen non volatil. Prinsip kerja kromatografi terletak pada kondisi keseimbangan yang terjadi antara senyawa terlarut dengan fase diam dan fase geraknya. Keadaan keseimbangan ini berbeda untuk setiap komponen tergantung perbedaan interaksinya dengan fase diam yang menahan senyawa tersebut. Kemudian komponen-komponen ini akan berinteraksi berulang-ulang dengan fase diam sepanjang kolom kromatografi sehingga antar komponen dapat dipisahkan (Heath 1981). Dengan metode ini, komponen-komponen volatil dapat dipisahkan dengan efektif dan efisien sehingga metode ini banyak digunakan di bidang flavor. Komponen-komponen flavor yang telah terpisah dengan baik oleh kromatografi gas selanjutnya diidentifikasi dengan mass spectrometry. Prinsip kerja mass spectrometry adalah penembakan suatu senyawa menggunakan elektron yang menyebabkan pecahnya ikatan kimia senyawa dan menghasilkan fragmen ion yang memiliki rasio intensitas masa relatif (m/z) dan khas untuk masing-masing senyawa kimia. Identifikasi komponen dilakukan dengan membandingkan m/z pecahan senyawa yang terdeteksi dengan data pustaka (Mussinan 1993).
6