BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Komunikasi
2.1.1 Definisi Komunikasi Kata atau istilah komunikasi (Bahasa Inggris “communication”) berasal dari bahasa latin “communicatus” atau communication atau communicare yang berarti “berbagi” atau “menjadi milik bersama”. Dengan demikian kata komunikasi menurut kamus bahasa mengacu pada suatu upaya yang
bertujuan untuk mencapai
kebersamaan.2 Sementara itu menurut Onong Uchjana Effendy komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai panduan pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, himbauan, dan sebagainya yang dilakukan seseorang kepada orang lain, baik langsung secara tatap muka maupun tidak langsung melalui media, dengan tujuan mengubah sikap dan pandangan atau perilaku.3
2.1.2 Komunikasi Massa Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner, yakni : komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa 2
Riswandi. Ilmu Komunikasi. Graha Ilmu: Yogyakarta. 2009. Hal 1 Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. PT Remaja Rosdakarya: Bandung. 1999. Hal 60 3
10
11
pada sejumlah besar orang (mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people).4 Adapun definisi lain bahwa komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human communication) yang lair bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat mekanik, yang mampu melipat gandakan pesan-pesan komunikasi. Sebagian atau sejumlah besar dari peralatan mekanik itu dikenal sebagai alat komunikasi massa atau lebih popular dengan nama media massa, yang meliputi semua (alat-alat) saluran, ketika narasumber (komunikator) mampu mencapai jumlah penerima (komunikan) yang luas serta secara serentak dengan kecepatan yang relatif tinggi.5
2.2
TV Sebagai Media Massa
2.2.1 Pengertian TV Televisi adalah media paling kuat menarik dan memerangkap perhatian setiap orang, sehingga ia adalah media yang berpotensi sangat besar untuk memperkaya, sekaligus memanipulasi dan mengeksploitasi pikiran, persepsi, waktu dan kesadaran. Televisi adalah sebuah tempat seleksi bagi alam ide, gagasan, tanda, citra, dan makna-makna. Ide, gagasan, tanda, citra, dan makna yang paling kuat dalam menangkap perhatian dan pikiran orang (politisi retoris, kiai karismatis, paranormal
4 Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Simbiosa Rekatama Media. Bandung:2007. Hal 3 5 Wiryanto. Teori Komunikasi Massa. PT Grasindo Widiasarana Indonesia. Jakarta. 2004. Hal 1
12
mistis, bintang selebritis, artis sensualis) akan menemukan tempat hidupnya didalam pikiran orang-orang yang dipengaruhinya, dan cenderung membiak didalamnya.6 TV adalah alat komunikasi elektronik yang bersifat audio visual, karena kita bisa mendengar dan melihat secara langsung program-program acara yang disajikan, baik sebagai hiburan maupun sebagai informasi. TV dapat memberikan informasi yang mudah dicerna, dinikmati, dan ditiru sehingga pemirsa dengan cepat dapat dipengaruhi oleh media baik berdampak positif maupun negatif. Keanekaragaman program-program acara tv merupakan karya yang bertujuan untuk mencerdaskan dan menginformasi khalayak. Media tv merupakan media yang muncul setelah adanya radio. Tv merupakan system yang dirancang terutama untuk kepentingan transmisi dan penerima yang merupakan proses abstrak, yang batasan isinya sangat terbatas atau bahkan sama sekali tidak ada. Bagi orang banyak tv adalah teman, menjadi perilaku masyarakat dan dapat menjadi candu. Membujuk kita untuk mengkonsumsi lebih banyak lagi, meperlihatkan bagaimana kehidupan orang lain dan memberikan ide tentang bagaimana kita ingin menjalani hidup ini. Ringkasnya, tv mampu memasuki relung-relung kehidupan kita lebih baik yang lain. 7
6
Yasraf Amir Piliang. Dunia Yang Dilipat tamasya melampau batas-batas kebudayaan. Jalasutra. Yogyakarta: 2004. Hal 77 7 Morissan. Jurnalistik Televisi Mutakhir. Ramdina Prakasa. Jakarta: 2005. Hal 1
13
2.2.2 Karakteristik media tv Tv pada saat ini merupakan salah satu media yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, karena melalui media tv orang dapat mendapatkan informasi hiburan, bahkan menjadi kebutuhannya. Adapun karakteristik dari tv yaitu: 1.
Informasi disampaikan kepada komunikan meelalui proses pemancaran atau transmisi
2.
Isi pesan audio visual artinya dapat didegar dan dilihat pada waktu bersamaan.
3.
Sifatnya periodik tidak dapat diulang.
4.
Pesan-pesan yang diterima hanya bisa dilihat dan didengar secara sekilas.
5.
Serentak dan global.
6.
Meniadakan jarak dan waktu
7.
Siaran secara langsung dan tunda (rekaman)
8.
Bahasa formal dan non formal
9.
Kalimat singkat, padat, jelas dan sederhana
10.
Tujuan akhir dari penyampaian pesan untuk menghibur, mendidik, kontrol sosial. 8
8
JB Wahyudi. Dasar-Dasar Jurnalistik Radio dan Televisi. Grafiti. Jakarta: 1996.Hal 8-9
14
2.3
TV Sebagai Teks Sosial Sejak tahun 1950an, ketika tv pertama kali masuk ke skema sosial, tv nyaris
langsung menjadi media yang menyampaikan teks sosial sekuler kita, dan melaluinya orang menangkap informasi mengenai hidup. Jika kita melihat daftar acara tv dalam sehari dan mulai menggolongkan acara-acaranya menjadi slot pagi, siang dan malam, kita akan dapat mengerti apa artinya ini. Dengan adanya televisi kabel dan parabola, cakupan acara yang ditawarkan pertama-tama akan tampak luas dan acak. Tetapi lihatlah daftar acara lebih dekat dan dengan kritis, maka akan lagi yang terungkap. Kita mulai dari acara pagi. Semua jaringan memulai tawaran menu pagi mereka dengan beberapa stok jenis acara. Acara-acara ini, tanpa kecuali, adalah acara informasi (berita, cuaca, olahraga), acara anak-anak, acarakebugaranuntukpemirsa, dan kuis serta acara bincang-bincang. Menu ini hampir tidak pernah melenceng. Di siang hari, pemirsa utama terdiri dari orang yang tinggal dirumah. Opera sabun masih menjadi menu pokok di waktu ini. Opera sabun berasal dari radio sebagai acara drama, yang biasanya diudarakan sebagai serial dengan ciri-ciri karakter stok dan situasi sentimental. Acara ini dinamakan demikian karena awalnya disponsori oleh perusahaan sabun deterjen. Daripada keluar rumah dan mengobrol atau bergosip, seperti yang dilakukan penduduk abad pertengahan, kita melakukan hal yang sama dengan setiap hari mengintip kehidupan tokoh-tokoh opera sabun yang rumit. Seiring berubahnya opera sabun, demikian pula moral di masyarakat. Satu hal mencerminkan yang lain.
15
Bagian ketiga dari teks tv secara tradisional dinamakan sebagai “waktu tayang utama”, yakni periode di malam hari, dari sekitar jam tujuh hingga jam sepuluh., saat kebanyakan orang ada dirumah untuk menonton tv. Perograman acara tv di malam hari, sama halnya dengan slot pagi hari, penting diawali dengan “jam berita”. Setelahnya, kuis dan jurnalisme gossip menjaga keingintahuan dan minat pemirsa, sampai acara keluarga ditayangkan selama beberapa jam. Acara ini berisi sitkom, program petualangan, dokumenter, film, dan sebagainya. Tidak perlu disebutkan bahwa kini ada jauh lebih banyak alternative bagi menu acara semacam ini, yang disebabkan terjadinya sejumlah besar saluran tv khusus. Tetapi ternyata saluran-saluran ini sama sekali tidak membangkitkan keraguan atas teks tv secara keseluruhan. Saluran khusus menyediakan jenis pilihan yang sama dengan yang diberikan buku-buku dengan topik khusus di perpustakaan. Kita dapat membenamkan diri dalam hobi atau wilayah topik apa saja dengan mengambil buku yang tepat di perpustakaan. Tetapi ini sama sekali tidak membangkitkan keraguan atas prefernsi membaca secara umum di dalam budaya kita. Hal yang sama berlaku pada tv melalui analogi.9
2.4
Program Televisi Kata “program” berasal dari bahasa inggris programme atau program yang
berarti acara atau rencana. Undang-undang penyiaran Indonesia tidak menggunakan 9
Marcel Danesi. Pesan Tanda dan Makna. Jalasutra. Yogyakarta: 2012. Hal 283-286
16
program untuk acara tetapi menggunakan istilah “siaran” yang didefnisikan sebagai pesan atau rangkaian pesan yang disajikan dalam berbagai bentuk. Namun kata “program” lebih sering digunakan dalam dunia penyiaran di Indonesia daripada kata “siaran” untuk mengacu kepada pengertian acara. Program adalah segala hal yang ditampilkan stasiun penyiaran memenuhi kebutuhan audiennya, dengan demikian program memiliki pengertian yang sangat luas. Program atau acara yang disajikan adalah faktor yang membuat audien tertarik untuk mengikuti siaran yang dipancarkan stasiun penyiaran apakah itu radio atau televisi. Program dapat disamakan atau dianalogikan dengan poduk atau barang (goods) atau pelayanan (services) yang dijual kepada pihak lain, dalam hal ini audien dan pemasang iklan. Dengan demikian program adalah produk yang dibutuhkan orang sehingga mereka bersedia mengikutinya. Dalam hal ini terdapat rumusan dalam dunia penyiaran yaitu program yang baik akan mendapatkan pendengar atau penonton yang lebih besar, sedangkan acara yang buruk tidak akan mendapatkan pendengar arau penonton10.
2.4.1 Jenis program televisi Stasiun televisi setiap harinya menyajikan berbagai jenis program yang jumlahnya sangat banyak dan jenisnya sangat beraneka ragam. Pada dasarnya apa saja bisa bisa dijadikan program untuk ditayangkan ditelevisi selama program itu 10
Morissan. Manajemen Media Penyiaran. Ramdina Prakarsa. Tangerang. Hal 202
17
menarik dan disukai pemirsa, dan selama tidak bertentangan dengan kesusilaan, hukum dan peraturan yang berlaku. Pengelola stasiun dituntut untuk memiliki kreatifitas seluas mungkin untuk menghasilkan berbagai macam program yang menarik. Berbagai jenis program itu dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar berdasarkan jenisnya, yaitu : 11 1.
Program Informasi (News) Program informasi adalah segala jenis siaran yang tujuannya untuk memberikan tambahan pengetahuan atau informasi kepada khlayak/audien. Program informasi dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu berita keras ( hard news) dan berita lunak (soft news)
Berita keras atau hard news adalah segala informasi penting dan atau menarik yang harus segera disiarkan oleh media penyiaran karena sifatnya yang harus segera ditayangkan agar dapat diketahui khalayak audien secepatnya. Berita keras dapat dibagi kedalam beberapa bentuk berita yaitu : Straight news berarti berita ‘langsung’ (straight), maksudnya suatu berita yang singkat (tidak detail) dengan hanya menyajikan informasi terpenting saja yang mencakup 5W+1H (who, what, where, when, why and how) terhadap suatu peristiwa yang diberitakan.
11
Morrisan. Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio dan Televisi. Jakarta. Ramdina Prakarsa, 2005. Hal 97
18
Feature, adalah berita ringan namun menarik. Pengertian ‘menarik’ disini adalah informasi yang lucu, unik, aneh, menimbulkan kekaguman dan sebagainya. Infotainment, adalah salah satu bentuk berita keras karena memuat informasi yang harus segera ditayangkan. Berita lunak atau soft news adalah segala informasi yang penting dan menarik yang disampaikan secara mendalam (indepth) namun tidak bersifat harus segera ditayangkan. Program yang masuk kedalam berita lunak ini adalah : Current affair, adalah program yang menyajikan informasi yang terkait dengan suatu berita penting yang muncul sebelumnya namun dibuat secara lengkap dan mendalam. Magazine, adalah program yang menampilkan informasi ringan namun mendalam atau dengan kata lain magazine adalah feature dengan durasi yang lebih panjang. 1.
Documenter, adalah program informasi yang bertujuan untuk pembelajaran dan pendidikan namun disajikan dengan menarik. Talk show, adalah program yang menampilkan satu atau beberapa orang untuk membahaas suatu topic tertentu yang dipandu oleh seorang pembawa acara (host)
2.
Program Hiburan (Entertainment) Program hiburan adalah segala bentuk siaran yang bertujuan untuk menghibur audience dalam bentuk lagu, musik, cerita dan permainan. Program yang
19
termasuk dalam kategori hiburan adalah drama, musik dan permainan atau game. Drama adalah pertunjukan (show) yang menyajikan cerita mengenai kehidupan masyarakat setelah ditimpa bencana alam dahsyat, misalnya gempa bumi longsor atau tsunami. Program televisi yang termasuk dalam program drama adalah sinema elektronik (sinetron) dan film. Sinetron merupakan drama yang menyajikan cerita dari berbagai tokoh secara bersamaan. Film, yang dimaksud film disini adalah film layar lebar yang dibuat oelh perusahaan-perusahaan film. Musik, program musik dapat ditampilkan dalam dua format yaitu videoklip atau konser. Program musik berupa konser dapat dilakukan dilapangan (outdoor) ataupun didalam studio (indoor). Permainan atau game show merupakan suatu bentuk program yang melibatkan sejumlah orang baik secara individu ataupun kelompok (team) yang saling bersaing untuk mendapatkan sesuatu. Program permainan dapat dibagi menjaadi tiga jenis yaitu : Kuis show, merupakan bentuk program permainan yang paling sederhana dimana sejumlah peserta saling bersaing untuk menjawab sejumlah pertanyaan.
20
Ketangkasan, peserta dalam permainan ini harus menunjukan kemampuan fisik atau ketangkasannya untuk melewati suatu halangan atau rintangan atau melakukan suatu permainan yang mebutuhkan perhitungan dan strategi. Reality show, sesuai dengan namanya maka program ini mencoba menyajikan suatu situasi seperti konflik, persaingan atau hubungan berdasarkan realitas yang sebenarnya.
2.5
Program Reality Show Sesuai dengan namanya, maka program ini mencoba menyajikan suatu situasi
seperti konflik, persaingan atau hubungan berdasarkan realitas yang sebenarnya. Jadi, menyajikan situasi sebagai mana adanya. Dengan kata lain, program ini mencoba menyajikan suatu keadaan yang nyata (rill) dengan cara sealamiah mungkin tanpa rekayasa. Namun pada dasarnya reality show tetap merupakan permainan (game). Popularitas program reality show sangat menonjol belakangan ini, bahkan beberapa program yang sebenarnya tidak realistis pun ikut-ikutan menggunakan nama atau jargon reality show untuk mendongkrak daya jualnya. Tingkat realitas yang disajikan dalam reality show ini bermacam-macam. Mulai dari yang betul-betul realistis misalnya hidden camera hingga yang terlalu banyak rekayasa namun tetap menggunakan nama reality show.12 Terdapat beberapa bentuk reality show, yaitu: 12
Ibid 45
21
1.
Hidden camera atau kamera tersembunyi, ini merupakan program yang paling realistis yang menunjukan situasi yang dihadapi seseorang secara apa adanya. Kamera ditempatkan secara tersembunyi yang mengamati grak-gerik atau tingkah laku subjek yang berada ditengah situasi yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
2.
Competition show program ini melibatkan beberapa orang yang saling bersaing dalam kompetisi yang berlangsung dalam beberapa hari atau minggu untuk memenangkan perlombaan, permainan (game) atau pertanyaan.
3.
Relationship show seseorang kontestan harus memilih satu dari sejumalah orang yang berminat uttuk menjaadi pasangannya. Para peminat harus bersaing utnuk merebut perhatian kontestan agar tidak tersingkir dari permainan.
4.
Fly on the wall program yang memperlihatkan kehidupan sehari hari dari seseorang (biasanya orang terkenal) mulai dari kegiatan pribadi hingga aktifitas profesionalnya. Dalam hal ini, kamera membuntuti kemana saja orang bersangkutan pergi.
5.
Mistik program yang terkait dengan hal-hal supranatural menyajikan tayangan yang terkait dengan dunia gaib, paranormal, klenik, praktik spiritual magis, mistik, kontak dengan roh dan lain-lain. Acara yang terkait dengan mistik ternyata menjadi program yang memiliki audien tersendiri. 13
13
Ibid 217-218
22
2.6
Semiotika Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.
Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknani (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknani berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179;2001:53).14 Kajian semiotika saat ini telah membedakan dua jenis semiotika yaitu semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi. Semiotika komunikasi menekankan pada teori tentang produksi tanda, yang salah satu diantaranya mengansumsikan adanya senam faktor dalam komunikasi yaitu pengirim, penerima kode (sistem tanda), pesan saluran komunikasi dan acuan hal yang dibicarakan. Sedangkan pengertian semiotika signifikasi adalah memberi tekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam satu konteks tertentu. Pada jenis yang kedua ini tidak dipersoalkan adanya tujuan berkomunikasi, sebaliknya yang diutamakan adalah segi pemahaman suatu tanda sebagai proses kognisinya pada penerima tanda lebih diperhatikan daripada proses komunikasinya. 15 14
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung: 2004, hal 15 Ibid. Hal 15
15
23
Sebagai ilmu yang mengkaji tanda, semiotik juga melihat tanda sebagai gejala budaya. Semiotik melihat kebudayaan sebagai suatu “sistem pemaknaan” (signifying system) (cf.Danesi dan Perron 1999:23). Bahkan Eco mengatakan bahwa makna tanda adalah hasil suatu konvensi, suatu prinsip dalam kehidupan berkebudayaan.16
2.6.1 Semiotika nonverbal Manusia menyampaikan lebih dari dua pertiga pesan-pesan mereka melalui tubuh; 700.000 tanda fisik yang diantaranya berupa 1.000 postur tubuh yang berbedabeda, 5.000 isyarat tangan, dan 250.000 ekspresi wajah (Morris et al. 1979). Singkatnya, tubuh adalah sumber signifikasi yang utama yang dihasilkan dengan, melalui, atau pada tubuh adalah salah satu tujuan sentral semiotika. Secara teknis, studi atas tanda-tanda ini diberi nama semiotika nonverbal.17 Dalam pelbagai budaya, tanda dan kode tubuh yang mengatur perilaku nonverbal dihasilkan oleh persepsi atas tubuh sebagai sesuatu yang lebih dari sekedar zat fisis. Kedipan mata, isyarat tangan, ekspresi wajah, postur, dan tindakan badaniah lainnya mengomunikasikan sesuatu yang relevan dengan budaya dalam situasi-situasi sosial tertentu. Perilaku nonverbal tampak “alamiah” karena diperoleh secara osmotic (tanpa di pikirkan) dalam konteks kultural. Pada kenyataanya, perilaku ini sebagian besar
16
Christomy & Untung Yuwono. Semiotika Budaya. Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia. Depok: 2004. Hal 66-67 17 Marcel Danesi. Pesan Tanda dan Makna. Jalasutra. Yogyakarta.2012. hal 53
24
berasal dari kesepakatan menurut sejarah, bukan dari kewajaran atau tiadanya kewajaran.18
2.7
Teori Semiotika Roland Barthes Semiotik pada perkembangannya menjadi perangkat teori yang digunakan
untuk mengkaji kebudayaan manusia. Barthes, dalam karyanya (1957) menggunakan pengembangan teori tanda de Saussure (penanda dan petanda) sebagai upaya menjelaskan bagaimana kita dalam kehidupan bermasyarakat didominasi oleh konotasi. Konotasi adalah pengembangan segi petanda (makna atau isi suatu tanda) oleh pemakai tanda sesuai dengan sudut pandangnya. Kalau konotasi sudah menguasai masyarakat, akan menjadi mitos. Barthes mencoba menguraikan betapa kejadian keseharian dalam kebudayaan kita menjadi seperti “wajar”, padahal itu mitos belaka akibat konotasi yang menjadi mantap di masyarakat.19 Barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja: 1. Signifier
2. signified
(penanda)
(petanda)
3. Denotative sign (tanda denotatif) 5. CONOTATIVE SIGNIFIED (PETANDA KONOTATIF)
4. CONOTATIVE SIGNIFIER (PENANDA KONOTATIF)
6. CONOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF) Gambar 2.6.1 Peta Tanda Roland Barthes. Sumber: Paul Cobley & Litza Jansz.1999.Introducing Semiotics.NY:Totem Books, Hal 51
18
Ibid. Hal 54-55 Benny H. Hoed. Semiotik & Dinamika Sosial Budaya. Komunitas Bambu. Depok: 2011. Hal 5
19
25
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material: hanya jika anda mengenal tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin (Cobley dan Jansz, 1999:51). Barthes disebut-sebut sebagai penerus Saussure dengan mengadopsi sistem tanda (signifier, signified) yang sebelumnya dikemukakan oleh Saussure. Namun Barthes melihat beberapa “kekurangan” dari teori-teori yang dikemukakan oleh pendahulunya tersebut. Kekurangan tersebut terdapat pada kurangnya perhatian Saussure
terhadap
perhitungan
makna
sebagai
proses
negoisasi
antara
pembaca/penulis teks. Dia menekankan pada teks, bukan cara tanda-tanda didalam teks berinteraksi dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, tidak juga tertarik pada konvensi didalam teks berinterkasi dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Untuk itulah kemudian Barthes menyusun model semantik untuk menganalisis negosiasi dan gagasan makna interaktif. Intinya adalah gagasan mengenai dua tatanan pertandaan (order of signification).20 Barthes mengkritik masyarakatnya dengan mengatakan bahwa semua yang dianggap sudah wajar di suatu kebudayaan sebenarnya adalah hasil dari proses konotasi. Bila konotasi menjadi tetap, itu akan menjadi mitos, sedangkan kalu mitos sudah menjadi mantap, akan menjadi ideology. Tekanan teori tanda Barthes adalah 20
John Fiske. Cultural and Communication Studies. Jalasutra. Yogyakarta. hal 17
26
pada konotasi dan mitos. Ia mengatakan bahwa dalam sebuah kebudayaan selalu terjadi “penyalahgunaan ideologi” yang mendominasi pikiran anggota masyarakat.21
2.8
Denotasi Dalam pengertian umum, denotasi biasanya dimengerti sebagai makna
harafiah, makna yang “sesungguhnya”, bahkan kadang kala dirancukan dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi yang secara tradisional disebut sebagai denotasi ini biasanya mengacu pada penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap. Akan tetapi, didalam semiologi Roland Barthes dan para pengikutnya, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna dan, dengan demikian sensor atau represi politis.22
2.9
Konotasi Dalam istilah yang digunakan Barthes, konotasi dipakai untuk menjelaskan
salah satu dari tiga cara kerja tanda dalam tatanan pertandaan kedua. Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung tatkala tanda bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya. Ini terjadi tatkala makna bergerak menuju subjektifnya intersubjektif: ini terjadi tatkala interpretant dipengaruhi sama banyaknya oleh penafsir dan objek atau tanda. 21 22
Benny H. Hoed. Semiotik & Dinamika Sosial Budaya. Komunitas Bambu. Depok: 2011. Hal 18 Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Rosda. Bandung: 2004. Hal 70
27
Bagi Barthes, faktor penting dalam konotasi adalah penanda dalam tatanan pertama.23
2.10
Representasi Media Istilah representasi merupakan penggambaran (perwakilan) kelompok-
kelompok pada institusi sosial. Peggambaran itu tidak hanya berkenan dengan tampilan fisik (appreance) dan deskripsi, melainkan juga terkait dengan makna (atau nilai) dibalik tampilan fisik. Tampilan fisik representasi adalah jubah yang menyembunyikan bentuk makna sesungguhnya yang ada dibaliknya. 24 Persepsi tentang representasi (penggambaran) realitas oleh media khususnya televisi dapat diperoleh melalui pengalaman. Pengalaman tersebut membentuk penilaian. Ada tiga pengalaman dimana penilaian tersebut bisa dibentuk. 25 1.
Membaca ungkapan (kata-kata atau gagasan) dan perilaku nonverbal (visual) orang-orang didalam televisi tak ubahnya membacanya dalam kehidupan nyata atau pengalaman sosial.
2.
Penilaian yang cenderung dibuat melalui pengalaman dengan media saat membaca ‘karakter-karakter’ atau cerita televisi.
3.
Proses encoding materi televisi oleh para pembuatnya (misalnya melalui kamera) atau sebuah pengalaman tidak langsung.
23
John Fiske. Cultural and Communication Studies. Jalasutra. Yogyakarta. Hal.118-119 Graeme Burton. Membincangkan Televisi. Jalasutra. Yogyakarta dan Bandung. 2007. Hal 41-42 25 Ibid hal 41-42 24
28
Bisa dikatakan bahwa representasi mengharuskan kita berurusan dengan persoalan bentuk. Cara penggunaan televisilah yang menyebabkan khalayak membangun makna yang merupakan esensi dari representasi. Pada tingkatan ini, representasi juga berkaitan dengan produksi simbolik yaitu pembuatan tanda-tanda dalam kode-kode dimana kita menciptakan makna-makna. Dengan mempelajari representasi, kita mempelajari pembuatan, konstruksi makna. Karenanya, representasi juga berkaitan dengan penghadiran kembali (representing), bukan gagasan asli atau objek fiscal asli, melainkan sebuah representasi atau sebuah versi yang dibangun darinya. Setiap representasi yang dihadirkan lewat program-program televisi, merupakan bagian kompleks dari representasi lainnya. Proses melihat gambar televisi yang tersusun atas representasi-representasi adalah proses yang kompleks. Melihat bukan sekadar aktifitas visual. Tindakan melihat hanya merupakan bagian dari persepsi, yang dalam prosesnya harus memahami apa yang dilihat. Ada persoalan pengalaman budaya yang dihubungkan dengan penglihatan atau pencerapan ini. Menurut Burton (2000), melihat citra/gambar dalam televisi terbagi menjadi dua yaitu melihat sebagai sudut pandang kritis dan melihat sebagai posisioning spasial atau temporal. Melihat dengan sudut pandang kritis adalah menggunakan frasa berdasarkan posisi pemirsa namun terutama berdasarkan konotasi kritisnya.
29
Fiske menyatakan dalam bukunya Television Culture, ”Televisi tidak menyebabkan efek-efek spesifik terhadap individu-individu; namun televisi secara ideologis bekerja untuk mempromosikan dan memilih makna-makna tertentu dari fenomena yang ada di dunia, lebih menyebarkan beberapa makna tertentu dibanding makna-makna yang lain, dan lebih melayani kepentingan-kepentingan sosial tertentu dibandingkan dengan kepentingan-kepentingan yang lain.26 Menurut Croteau dan Hoynes, representasi bukanlah realitas yang sesungguhnya (real world) melainkan representasi media mengenai dunia sosial (social world). Selalu terjadi kesenjangan antara realitas sesungguhnya (real world) dengan representasi media terhadap dunia sosial (social world). Representasi dalam tayangan yang bertema reality show berarti juga bukanlah cerminan realitas, melainkan realitas yang ditampilkan telah diseleksi. Dan hasil seleksi tentunya telah dikonstruksi, didistorsi.
2.11
Budaya Popular Kemudian muncul istilah “budaya massa” konten awal mula terbentuknya
budaya popular. Budaya massa terbentuk dari media massa yang menyajikan campuran cerita, gambar, informasi, ide, hiburan dan tontonan. Budaya massa memiliki referensi yang lebih luas dalam hal selera, kesukaan, cara, dan gaya dari orang-orang banyak (atau sebagian besar daripadanya).27 26 27
John Fiske. Pengantar Ilmu Komunikasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2012. Hal xv Denis Mc Quail. Teori Komunikasi Massa. Salemba Humanika. 2011. Hal 66
30
Saat ini, istilah “budaya popular” umumnya lebih disukai karena istilah ini dengan sederhana berarti apa yang sebagian atau banyak orang disukai. Istilah ini juga memiliki konotasi dengan apa yang popular dikalangan anak muda. Tidak diragukan bahwa media massa mengambil beberapa aliran budaya popular dan menerapkannya kedalam kondisi kehidupan urban untuk mengisi celah budaya yang disebabkan oleh industrialisasi, tetapi kritik intelektual biasanya hanya dapat melihat kerugian budaya.28 Adapun ciri-ciri budaya massa antara lain: 1.
Bentuk dan isinya nontradisional
2.
Ditunjukan untuk konsumsi media
3.
Diproduksi massal dan tidak asli
4.
Citranya jelek
5.
Komersial
6.
Homogen Sementara itu John Hartley menjelaskan tentang popularitas. Popularitas (ada
dimana-mana) media massa secara khusus menimbulkan ambiguitas dalam debat akademik dan publik mengenai apakah produk media adalah produk bagus karena populer atau buruk karena populer (dalam pengertian ‘lebih disini berarti lebih buruk’ atau sudut pandang pembodohan popularitas) Ambiguitas tidak hanya sekedar masalah kritik prasangka pribadi. Ambiguitas menyatakan secara implisit dalam posisi orang-orang atau produk yang dapat dideskripksikan sebagai sesuatu yang populer. Ambiguitas memiliki dua aspek. 28
Ibid 67
31
Pertama, ambiguitas mengenai perluasan dimana budaya populer ditentukan pada orang pada umumnya (oleh korporasi media atau agen negara), atau berasal dari pengalaman, selera, kebiasaan, dan sebagainya. Kedua, ambiguitas tentang perluasan dimana budaya populer hanya merupakan ekspresi posisi kelas subordinat yang tidak mempunyai kuasa, atau sumber cara alternatif dalam melihat dan melakukan sesuatu yang otonom dan berpotensi membebaskan, yangh dapat dioposisikan dengan budaya resmi atau dominan.29 Sementara
itu
Graeme
Burton
menjelaskaan
budaya
populer
dan
meringkasnya sebagai berikut:30 Budaya populer didefinisikan oleh kepercayaan dan nilai, oleh perilaku dan nilai, dan oleh pemahaman terhadap sejarah dan terhadap keberbedaan-semua hal tersebut dimiliki oleh kelompok sosial tertentu. Konsep-konsep kunci budaya populer mencakup hal-hal berikut ini: 1.
Pemahaman tentang perbedaan dan identitas
2.
Bagaimana identitas direpresentasikan
3.
Bagaimana budaya diproduksi
4.
Cara hubungan sosial dan hubungan budaya disamakan dengan dengan barang-barang
5.
Bagaimana makna tentang perbudakan diproduksi dalam teks
6.
Bagaimana ideologi beroperasi dalam praktik dan barang kebudayaan
29
John Hartley. Communication Cultural & Media Studies. Jalasutra. Yogyakarta: 2004. Hal 35-36 Graeme Burton. Media dan Budaya Populer. Jalasutra. Yogyakarta: 1999. Hal 53-54
30
32
Pelbagai perdebatan kunci tentang budaya populer termasuk hal-hal berikut ini: 1.
Dalam hal apakah budaya massa dan budaya populer adalah satu hal yang sama
2.
Dalam hal apa budaya populer merupakan ungkapan kekuatan dominasi dan kekuatan otonomi masyarakat
3.
Perbedaan-perbedaan antara budaya tinggi dan budaya rendah, dan signifikasi keduanya
4.
Amerikanisasi budaya massa
5.
Kesenangan dalam pengkonsumsian budaya massa
6.
Hilangnya identitas melalui budaya populer massa
Teori-teori kunci tentang budaya populer berasal dari hal-hal berikut ini. 1.
Pelbagai versi Marxisme yang semuanya menaruh perhatian terhadap penerapan kekuasaan melalui institusi-institusi budaya;
2.
Modernisme, yang menaruh perhatian denngan pemikiran ulang terhadap bentuk dan struktur tetapi ingin mempertahankan nilai-nilai seni tinggi yang terlepas dari budaya populer;
3.
Interaksionisme; yang tertarik kepada orang-orang serta institusi-institusi, dan kepada bagaimana interaksi ini membantu memahami budaya populer;
33
4.
Fungsionalisme, yang melihat media berkontribusi terhadap tendensi institusiinstitusi sosial untuk mencari keadaan yang seimbang (tidak harus selalu berkaitan dengan kekuasaan)
5.
Strukturalisme, yang membaca struktur, dan maknanya, dalam perilaku budaya dan artifak;
6.
Posmoderenisme, yang menolak struktur dan mengabaikan ideologi demi teks, bentuk, dan makna, semua dalam pandangan yang positif tentang kekuasaan budaya populer;
7.
Feminisme, yang melihat budaya populer secara esensial berkaitan erat dengan makna tentang gender dan kesetaraan. McQuail (1983) berargumen bahwa terdapat tiga unsur kunci bagi semua teori
media, setidaknya jika kita berharap untuk menyelidiki hubungan antara komunikasi massa dan perubahan sosial selama satu periode waktu.31 1.
Teknologi komunikasi
2.
Bentuk dan isi materi media
3.
Perubahan sosial itu sendiri-merujuk kepada struktur sosial,
perkembangan
institusi-institusi dan pelbagai pergeseran dalam kepercayaan dan sikap publik.
31
Ibid. Hal 23-24
34
Hubungan antara budaya media dan masyarakat, empat istilah kunci MEDIA
Arah Efek
MASYARAKAT
Istilah Idealisme Materialisme Interdependensi Otonomi
tidak ada
Sumber: mengutip McQuail (1983)
Secara khusus, McQuail memulai kembali argumen apakah budaya media mempengaruhi masyarakat (struktur sosial) atau sebaliknya. Dia menawarkan empat istilah kunci (lihat diagram di atas) 1.
Interdependensi: istilah ini menunjukan hubungan dinamis antara dua unsur di mana satu unsur secara tidak terelakkan memengaruhi unsur yang lainnya.
2.
Idealisme: istilah ini merujuk pada keyakinan bahwa media memang memengaruhi masyarakat, setidaknya melaui efek-efek teknologinya;
3.
Materialisme: istilah ini berargumen bahwa masyarakat dibentuk oleh kekuatan politik dan ekonomi, dan bahwa media mungkin memiliki bagian dalam hal ini, tetapi bahwa media lebih merupakan refleksi dari perubahan dan pembentukan.
4.
Otonomi: istilah ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang harus ada antara media dan masyarakat.
35
2.12
Materialisme Materialisme adalah satu paham bahwa segala yang ada hanya yang bersifat
material, dan makna kehidupan hanya dibangun di dunia ini yang juga bersifat material.32 Kata materialisme terdiri dari kata materi dan isme. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, materi dapat dipahami sebagai bahan; benda; segala sesuatu yang tampak. Materialisme adalah pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan semata-mata, dengan mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra. Ini sesuai dengan kaidah dalam bahasa indonesia. Jika ada kata benda berhubungan dengan kata isme maka artinya adalah paham atau aliran. Sementara itu, orang-orang yang hidupnya berorientasi kepada materi disebut sebagai materialis. Orang-orang ini adalah para pengusung paham (ajaran) materialisme
atau
juga
orang
yang
mementingkan
kebendaan
semata
(harta,uang,dsb).33 Para peneliti menemukkan ciri orang yang dapat di kategorikan materialistik yaitu: (1) Orang yang mengutamakan menghargai dan memamerkan kepemilikan, (2) umumnya mereka egois dan terpusat pada diri sendiri, (3) mereka mencari gaya hidup yang penuh dengan kepemilikan, contohnya: mereka menginginkan untuk mempunyai tidak hanya ”sesuatu”, tetapi lebih dari sebuah gaya hidup yang biasa dan 32 33
Yasraf Amir Piliang. Hipersemiotika. Jalasutra. Yogyakarta: 2003. Hal 19 http://id.wikipedia.org/wiki/Materialisme
36
sederhana, (4) yang mereka miliki sekarang tidak dapat memberikan kepuasan yaitu seseorang yang selalu mengharapkan kepemilikan yang lebih tinggi agar mendapatkan kebahagian yang lebih besar (Schiffman dan Kanuk, 2007: 129).34 Materialisme modern mengatakan bahwa materi itu ada sebelum jiwa (mind), dan dunia material adalah yang pertama, sedangkan pemikiran tentang dunia ini adalah yang nomor dua.35 Dalam dunia sekarang, materialisme dapat mengambil salah satu dari dua bentuk, pertama mekanisme dan materialisme mekanik, dan kedua materialisme dialektik yang merupakan filsafat resmi dari Rusia, Cina dan kelompok-kelompok komunis lainnya di seluruh dunia. Materialisme mekanik mempunyai daya tarik yang sangat besar oleh karena kesedederhanaannya. Dengan menerima pendekatan ini, seseorang merasa telah dapat membebaskan diri dari problema-problema yang membingungkan selama berabadabad. Apa yang riil (benar, sungguh-sungguh ada) dalam manusia adalah badannya, dan ukuran kebenaran atau realitas adalah sentuhan penglihatan dan suara, yakni alat verivikasi eksperimental. Karena memang kebanyakan orang sangat banyak hubungannya dengan benda-benda material, maka materialisme mekanik sangat menarik mereka suatu filasafat yang menganggap bahwa hanya benda-benda itulah yang riil, tentu mempunyai daya tarik bagi orang banyak. Problema mencari makan, pakaian dan 34 35
http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-368-1898979481-bab%201-6.pdf Juhaya S. Praja. Aliran-Aliran Filsafat & Etika. Kencana. Jakarta : 2005. Hal 41
37
tempat tinggal adalah problema yang selalu ada. Seorang materialis terkesan oleh stabilitas dan permanensi benda fisik dan perlunya bagi kehidupan manusia. Dari titik tolak ini, dengan sangat mudah orang percaya bahwa benda-benda materil adalah satu-satunya menentukan bahwa yang dinamakan benda-benda non material bersandar kepada benda fisik. Jika ada orang yang berpendapat bahwa benda-benda yang bersifat fisik, maka pendapat mereka dianggap sebagai hasil imajinasi atau wishfull thingking alias lamunan belaka. Materialisme mekanik mengatakan bahwa akal kesadaran adalah perilaku (behaviour) yang sejenis dengan aktivitas urat syaraf, kelenjar atau otot-otot. Segala aktivitas manusia mengakui hukum fisik. Gerak stimulus dan respon dalam sistem urat syaraf adalah fotomatik dan mekanik. Kesadaran harus disingkirkan atau dianggap sebagai ephipenomenal , yaitu fenomena yang menyertai proses badaniyah seperti pijar atau amansi dari otak. Pikiran adalah sub-vocal speech yaitu kata-kata secara diam, atau gerak otak. Kita berada dalam keadaan yang dikondisikan untuk mengadakan reaksi terhadap objek yang ditunjujkan oleh kata-kata tersebut. Jika hal ini terjadi, orang mengatakan bahwa kita mengetahui arti simbol atau kata-kata. Hukum sebab musabab berlaku secara universal dan organisme manusia tidak terkecuali.36
36
Ibid. Hal 148-150
38
Dalam budaya populer, materialisme dapat ditemukan sebagai potret manusia kota seperti yang dijabarkan oleh Yasraf Amir Pialang dalam bukunya yang berjudul Dunia yang Dilipat berikut ini:37 Manusia membangun dan merubah kota, dan bersama perubahan itu berubah pula wajah manusianya. Wajah kota itu kini cenderung mengglobal. Artinya, ada kecendrungan homogenisasi (homogenisation) wajah kota-kota dunia, yang kini tampak semakin seragam, sama. Identik, dan ikonis. Homogenisasi wajah kota itu, tidak saja telah menggiring pada homogenasi budayanya, tetapi yang lebih penting lagi telah mendorong pula homogenisasi potret manusianya. Kini kita berhadapan dengan wajah manusia kota manapun ia hidup dalam skala global. Manusia global itu secara umum adalah: 1.
Manusia ekonomi (homo-economicus). Hubungan antarmanusia di
dalam
sistem ekonomi (kapitalisme) adalah hubungan fungsional bukan sosial, hubungan profesional buka kekerabatan (kindship). Segala sesuatu diukur berdasarkan prinsip kalkulasi ekonomi, bukan sosial. 2.
Manusia individualis (homo individualis). Manusia yang mengutamakan ego ketimbang kolektivitas, yang mencintai diri sendiri (egophilia) ketimbang masyarakat (socio-philia). Semangat kolektivisme digantikan dengan semangat individualisme.
37
Yasraf Amir Piliang. Dunia Yang Dilipat tamasya melampaui batas-batas kebudayaan. Jalasutra.Yogyakarta. 2004.hal.476-479
39
3.
Manusia kecepatan (homo dromos). Yaitu manusia yang terbawa arus kecepatan produksi, konsumsi, industri, dan kehilangan tempat dan ruang waktu untuk refleksi, perenungan, meditasi atau spiritualitas.
4.
Manusia tipe-A, manusia tipe-A adalah manusia yang tidak mau menunggu proses waktu alamiah, ia melawan waktu demi target. Ia cenderung mempunyai pekerjaan ganda atau jamak (dosen yang pedagang, penguasa yang pengusaha dll).
5.
Manusia digital (homo digital). Di dalam kota modern yang semakin dikuasai oleh teknologi digital, ruang yang dekat menjadi jauh secara sosial, sementara ruang yang jauh menjadi dekat secara sosial, karena ia digiring ke arah bentuknya yang virtual: jauh secara spasial, tetapi dekat secara virtual.
6.
Manusia Penyendiri (homo-solitarius). Model kehidupan yang berdasarkan prinsip individualisme dan ekonomisme telah menciptakan sebuah model kehidupan kesepian di tengah keramaian.
7.
Manusia kebendaan (homo materialis). Didalam sebuah kota yang dibangun berlandaskan prinsip ekonomi, manusia dikuasai oleh materi. Di dalamnya, ada kemenangan objek atas subjek. Ada pembiakan dan pertumbuhan supremasi objek atas subjek, yang dalam pembiakannya yang diluar kendali, subjek takluk pada objek. Eksistensi manusia kini tidak bisa dilepaskan dari peran objek sebagai perumus eksistensi. Manusia meperlihatkan eksistensinya lewat kepemilikan objek-objek (status, prestise, kelas). Manusia terkurung
40
dalam budaya permukaan, penampakan, gaya hidup,citra yang membangun budaya benda (material culture). 8.
Manusia tanda (homo semioticus), disebabkan eksistensi manusia sangat ditentukan oleh fungsi benda atau objek dalam membangun identitasnya, maka dunia objek menjadi penentu relasi sosial (sosial relation), semacam mistifikasi (mistification), yang di dalamnya kepemilikan objek sebagai tanda (sign) mendefinisikan status sosial seseorang. Objek kemudian menjadi tandatanda sosial (sosial sign) yang memberikan makna sosial (sosial meaning) bagi orang yang memilikinya. Tawaran citra perumahan elit yang marak dikota-kota besar indonesia memperlihatkan kecendrungan homo-semioticus semacam ini.
9.
Manusia citraan (homo imaginis), dalam dominasi citra dan realitas kehidupan sosial, eksistensi manusia di kota diredusir menjadi ontologi citraan (ontology of images). Manusia berlomba-lomba menjadi citraan (masuk televisi, tinggal dikota bercitra, menggunakan produk bercitra gaya hidup) dalam rangka menemukan eksistensinya.
10.
Manusia informasi (homo information), eksistensi kota (dan manusia kota) sangat menggantungkan diri pada keberadaan informasi (radio, televisi, internet) Menurut Richin dan Dawson (1994 dalam Schiffman dan Kanuk, 2007:192),
materialisme dibagi menjadi tiga dimensi yaitu: Dimensi pentingnya harta dalam
41
hidup seseorang (acquisition centrallity) bertujuan untuk mengukur derajat keyakinan seseorang yang menganggap bahwa harta dan kepemilikan sangat penting dalam kehidupan seseorang. Dimensi kepemilikian merupakan ukuran kesuksesan hidup (possession defined success) untuk mengukur keyakinan seseorang tentang kesuksesan berdasarkan pada jumlah dan kualitas kepemilikanya, sedangkan dimensi kepemilikan dan harta benda merupakan sumber kebahagian (acquisition as the pursuit of happiness) untuk mengukur keyakinan apakah seseorang memandang kepemilikan dan harta merupakan hal yang penting untuk kesejahteraan dan kebahagiaan dalam hidup. Skala materialisme Richin dan Dawson ini telah diadopsi oleh beberapa peneliti sebelumnya seperti Wong (1997), Mick (1997), Evrardand Boff (1998), Burroughs dan Rindfleisch (2002), Shrum, Burroughs dan Rindfleisch (2003).38
38
http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-368-1898979481-bab%201-6.pdf