BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Hukum Untuk lebih memahami gambaran tentang Pemeriksaan Pajak, dasar hukum yang digunakan sebagai bahan acuan dalam pembahasan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : 1.
Undang–undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang– Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999).
2.
Pasal 1 angka 25 Undang–Undang KUP Nomor 16 Tahun 2009.
3.
Pasal 29 ayat 1 Undang–Undang KUP Nomor 16 Tahun 2009.
4.
Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-06/PJ/2016 tentang Kebijakan Pemeriksaan Untuk Meningkatkan Efektivitas Pemeriksaan dan Sebagai Acuan Dalam Melakukan Pemeriksaan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2).
5.
Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-28/PJ/2013 tentang Kebijakan Pemeriksaan Sebagai Acuan Dalam Melakukan Pemeriksaan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2).
26
27
6.
Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-85/PJ/2011 tentang Kebijakan Pemeriksaan
Untuk
Menguji
Kepatuhan
Pemenuhan
Kebijakan
Perpajakan. 7.
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-04/PJ/2012 tentang Pedoman Penggunaan Metode dan Teknik Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
8.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015.
B. Landasan Teori 1.
Pengertian Umum Pajak a.
Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam buku Mardiasmo (2011:1) mendefinisikan
Pajak adalah iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan Undang–Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Berikut beberapa pengertian pajak lainnya antara lain : Menurut UU Perpajakan Nasional Pajak ialah iuran wajib rakyat kepada negara berdasarkan peraturan undang-undang tanpa
28
memperoleh imbalan langsung yang digunakan untuk pembiayaan segala pengeluaran secara umum serta pengeluaran pembangunan. Menurut pasal 1 angka 1 UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2009 mendefinisikan Pajak merupakan suatu konstribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh setiap orang maupun badan yang sifatnya memaksa namun tetap berdasarkan pada Undang-Undang, dan tidak mendapat imbalan secara langsung serta digunakan untuk kebutuhan negara juga kemakmuran rakyatnya. Dari
definisi
diatas
berdasarkan
(Mardiasmo:2011)
dapat
disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur–unsur : 1) Iuran dari rakyat kepada negara Yang berhak memungut pajak hanyalah negara, iuran tersebut berupa uang bukan berupa barang. 2) Berdasarkan undang–undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang– undang serta aturan pelaksanaannya. 3) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjukan. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
29
4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran–pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. b.
Fungsi Pajak Dalam literature pajak, sering disebutkan pajak memiliki dua fungsi dalam
kegiatan
bernegara
yang
sangat
mendasar
(Mardiasmo,2011:1), yaitu : 1) Fungsi Finansial (Bugdetair) Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran – pengeluarannya. 2) Fungsi Mengatur (Regulered) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi maupun politik dengan tujuan tertentu. Contohnya, Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras, dll. c.
Tata Cara Pemungutan Pajak 1) Asas Pemungutan Pajak Dalam memungut pajak dikenal beberapa asas pemungutan perpajakan (Mardiasmo, 2011:7), yaitu : a) Asas domisili (asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik
30
penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri. b) Asas sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak. c) Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. 2) Sistem Pemungutan Pajak Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan yaitu (Mardiasmo, 2011:7) : a) Official Assessment System Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri–cirinya : (a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus (b) Wajib pajak bersifat pasif (c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus
31
b) Self Assessment System Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri– cirinya : (1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri (2) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang (3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi c) With Holding System With Holding System adalah suatu sistem pemungut pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan
bukan
wajib
pajak
yang bersangkutan)
untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri–cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak. 3) Stelsel Pajak Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel (Mardiasmo, 2011:6) yaitu :
32
(1) Stelsel Nyata (riel stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya
diketahui.
Stelsel
nyata
mempunyai
kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui). (2) Stelsel Anggapan (fictive stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang–undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya. (3) Stelsel Campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun
33
besarnya
pajak
disesuaikan
dengan
keadaan
yang
sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali. d.
Hambatan Pemungutan Pajak Terlepas dari kesadaran kewarganegaran dan solidaritas nasional, terlepas pula dari kewajiban masyarakat dalam pembayaran pajaknya terhadap negara. Dalam kenyataannya banyak yang berusaha untuk meloloskan diri dari kewajiban perpajakannya, maka wajib pajak melakukan upaya–upaya untuk mengurangi kewajiban perpajaknnya, sehingga itu dapat menghambat dalam pemungutan pajak. Menurut Mardiasmo (2011:8), hambatan dalam pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu perlawanan pasif dan perlawanan aktif. 1) Perlawanan Pasif Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang disebabkan antara lain : a) Perkebangan intelektual dan moral masyarakat b) Sistem
perpajakan
yang
(mungkin)
sulit
dipahami
masyarakat c) Sistem kontrol dengan baik.
tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan
34
2) Perlawanan Aktif Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditunjukkan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuk perlawanan aktif antara lain : a) Tax Avoidance Yaitu usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang–undang perpajakan. b) Tax Evasion Yaitu usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar Undang–Undang perpajakan (menggelapkan pajak). e.
Jenis Pajak Suandy (2011) mengemukakan bahwa jenis pajak dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu menurut sifat, golongan dan lembaga pemungutnya. 1) Menurut Sifatnya a) Pajak Subjektif adalah pajak yang berpangkat atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperlihatkan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh). b) Pajak Objektif adalah pajak yang berpangkat pada objeknya, tanpa memperlihatkan keadaan diri wajib pajak .
35
contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). 2) Menurut Golongannya a) Pajak Langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan. b) Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai. 3) Menurut Lembaga Pemungutannya a) Pajak Pusat adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, dimana pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak. Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai. b) Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah, dimana pelaksanaanya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Contoh : Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Materai. Pajak daerah dibedakan menjadi dua yaitu :
36
(1) Pajak Provinsi Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air. (2) Pajak Kabupaten/Kota Contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan. f.
Wajib Pajak Berdasarkan Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang– Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan perpajakan. Sedangkan
pengertian
wajib
pajak
menurut
Suandy
(2011:105) sebagai berikut : “ Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan perpajakan”. Pengertian badan berdasarkan Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang–
37
Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pasal 1 ayat (3)) adalah : “Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha atau yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap”. 2.
Surat Pemberitahuan (SPT)
a. Pengertian SPT Mardiasmo
(2011:31)
mendefinisikan
bahwa
Surat
Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan perpajakan.
b. Jenis Surat Pemberitahuan (SPT) Berdasarkan Suparmono dan Damayanti (2010) secara garis besar, Surat Pemberitahuan (SPT) dibedakan menjadi 2, antara lain : 1) SPT Masa Merupakan surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk perhitungan dan/atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Masa Pajak (1 bulan takwim) atau pada suatu saat. SPT Masa terdiri dari : a)
SPT Masa PPh Pasal 21 dan 26;
38
b)
SPT Masa PPh Pasal 22;
c)
SPT Masa PPh Pasal 23;
d)
SPT Masa PPh Pasal 26;
e)
SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2);
f)
SPT Masa PPh Pasal 15
g)
SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai
h)
SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut
i)
SPT Masa Pajak Pertambahan nilai bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang eceran yang menggunakan nilai lain sebagai dasar Pengenaan Pajak
j)
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penjualan atas Barang Mewah
2) SPT Tahun Merupakan surat yang oleh Wajib Pajak untuk menghitung dan/atau pembayaran pajak yang terutang dalam satu tahun pajak SPT Tahun terdiri dari : a) SPT 1771-Rupiah : SPT Tahunan PPh bagi wajib pajak badan. b) SPT 1771-US : SPT Tahunan PPh bagi wajib pajak badan yang diizinkan menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa inggris dan mata uang dollar Amerika Serikat.
39
c) SPT 1770 : SPT Tahunan PPh wajib pajak Orang Pribadi yang memiliki penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas, dari satu atau lebih pemberi kerja. d) SPT 1770 S : SPT Tahunan PPh wajib pajak orang pribadi yang memiliki penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja, dengan penghasilan bruto lebih dari 60 juta rupiah setahun. e) SPT 1770 SS : SPT Tahunan PPh wajib pajak orang pribadi yang memiliki penghasilan dari satu pemberi kerja, dengan penghasilan bruto tidak lebih dari 60 juta rupiah setahun. f)
SPT 1771 : SPT Tahunan PPh Pasal 21
Menurut Mardiasmo (2011:35) dari jenis SPT tahunan maupun SPT berbentuk : (1) Formulir kertas (hardcopy); atau (2) e-SPT yaitu data SPT wajib pajak dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh wajib pajak dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang disediaakan Direktorat Jenderal Pajak.
c. Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) Menurut Mardiasmo (2011:31) Surat Pemberitahuan (SPT) memiliki fungsi sebagai berikut : 1) Bagi Wajib Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
40
a) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun pajak datau Bagian tahun pajak; b) Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak; c) Harta dan kewajiban; dan/atau d) Pembayaran
dari
pemotong
atau
pemungut
tentang
pemotong atau pemungut pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan. 2) Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sarana
untuk
melaporkan
dan
mempertanggungjawabkan
perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : a) Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan b) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanaan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan. 3) Bagi
pemotong
atau
pemungut
pajak,
fungsi
Surat
Pemberitahuan (SPT) adalah sebagai sarana untuk melaporkan
41
dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.
d. Batas Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Menurut
Mardiasmo
(2011:35)
menjelaskan
batas
waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah : 1) Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak. Khususnya untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. 2) Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan wajib pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak; atau 3) Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan wajib pajak badan paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak.
e. Sanksi Tidak atau Terlambat Menyampaikan SPT Menurut Mardiasmo (2011:36) menyebutkan bahwa apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar : 1) Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai,
42
2) Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya, 3) Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, 4) Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan wajib pajak orang pribadi. 3.
Kajian Umum Pemeriksaan Pajak
a. Pengertian Pemeriksaan Pajak Mardiasmo (2011:52) mendefinisikan bahwa “Pemeriksaan Pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan”. Sedangkan berdasarkan Undang–Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) Pasal 1 angka 25 menyatakan bahwa: “ Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun, dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melakukan ketentuan peraturan perundang–undangan perpajakan”.
b. Unsur–Unsur Pemeriksaan Pajak Unsur–unsur pokok dalam pemeriksaan yang dapat diuraikan menurut Suandy (2011:207) adalah sebagai berikut : 1)
Informasi yang terukur dengan kriteria tetap, yaitu untuk proses pemeriksaan pajak dimulai dengan mencari, menghimpun, dan
43
mengolah informasi yang terutang dalam Surat Pemberitahuan (SPT) yang di isi oleh wajib pajak sesuai dengan self assessment. Dalam setiap pemeriksaan diperlukan informasi yang dapat dibuktikan dan standar atau kriteria yang dapat dipakai pemeriksa sebagai pegangan untuk melakukan evaluasi terhadap informasi yang diperoleh. 2)
Satuan usaha, yaitu setiap akan melakukan pemeriksaan pajak, ruang lingkup pemeriksaan harus dinyatakan secara jelas. Kesatuan usaha dapat berbentuk Wajib Pajak badan atau perorangan. Pada umumnya periode waktu pemeriksaan pajak adalah satu tahun tetapi ada pula pemeriksaan untuk satu bulan, satu kuartal atau beberapa tahun. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan.
3)
Mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti, maksudnya adalah segala informasi yang dipergunakan oleh pemeriksa pajak untuk menentukan informasi terukur yang diperiksa melalui evaluasi agar sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
4)
Pemeriksa yang kompeten dan independen, yaitu setiap pemeriksa pajak harus memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang cukup agar dapat memahami kriteria yang digunakan.
44
c. Tujuan Pemeriksaan Pajak Sesuai dengan pasal 29 ayat 1 UU nomor 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU no 16 tahun 2009, tujuan pemeriksaan pajak dapat dibedakan menjadi dua yaitu untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan pajak. 1) Pemeriksaan
yang
bertujuan
untuk
menguji
kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan seorang wajib pajak dapat dilakukan dalam hal (Mardiasmo 2011:53)
a) Surat Pemberitahuan menunjukan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
b) Surat
Pemberitahuan
Tahunan
Pajak
Penghasilan
menunjukan rugi
c) Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan
d) Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak
e) Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada angka 3 (tiga) tidak dipenuhi. 2) Sedangkan pemeriksaaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
45
perpajakan dapat dilakukan dalam hal keperluan untuk: (Mardiasmo 2011:53) a)
Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan
b) Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak c)
Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
d) Wajib Pajak mengajukan keberatan e)
Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
f)
Pencocokan data dan atau alat keterangan
g) Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil h) Penentuan
satu
atau
lebih
tempat
terutang
Pajak
PertambahanNilai i)
Pelaksanaan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan untuk tujuan lain selain angka 1 (satu) sampai dengan angka 8 (delapan).
d. Ruang Lingkup Pemeriksaan Pajak Ruang lingkup pemeriksaan menentukan luas dan kedalaman pemeriksaan. Penentuan ruang lingkup akan mempengaruhi teknik pemeriksaan yang akan diterapkan, jangka waktu pemeriksaan, dan sasaran atau jenis yang diperiksa, ruang lingkup pemeriksaan pajak ditentukan sebagai berikut:
46
1) Pemeriksaan Lapangan yang meliputi suatu jenis pajak atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya dan/atau untuk tujuan lain yang dilakukan di tempat wajib pajak. Pemeriksaan lapangan dapat meliputi suatu jenis pajak, seluruh jenis pajak untuk tahun berjalan dan/atau tahuntahun sebelumnya yang dapat dibedakan sebagai berikut: a) Pemeriksaan Lengkap yang dilakukan terhadap wajib pajak, termasuk kerjasama operasi (KSO) dan konsorsium, atas seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya, dilaksanakan dengan menerapkan teknikteknik pemeriksaan yang lazim digunakan dalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan. Pelaksanaannya dilakukan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) bulan. b) Pemeriksaan
Sederhana
Lapangan
(PSL)
adalah
pemeriksaaan lapangan yang dilakukan terhadap wajib pajak untuk satu, beberapa atau seluruh jenis pajak secara terkoordinasi antar seksi oleh kepala kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2), dalam tahun berjalan dan/atau tahuntahun sebelumnya, dilaksanakan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang dipandang perlu menurut keadaan dalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan.
47
Pelaksanaannya dilakukan dalam waktu 1 (satu) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan. 2) Pemeriksaan Kantor yang meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak. Pemeriksaan kantor hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan sederhana kantor (PSK), jangka waktu penyelesaiannya selama 4 (empat) minggu dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) minggu, dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Jangka waktu penyelesaian pemeriksaan untuk masingmasing jenis pemeriksaan tersebut di atas, tidak dapat diubah meskipun terjadi pergantian pemeriksa pajak
b) Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan sebagaimana dimaksudkan di atas dapat diberikan berdasarkan permintaan kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau atas permintaan direktur pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan pajak
c) Apabila terdapat transaksi transfer pricing, jangka waktu penyelesaian pemeriksaan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) tahun
d) Perluasan pemeriksaan dapat dilaksanakan apabila SPT tahunan wajib pajak orang pribadi atau badan, menyatakan adanya kompensasi kerugian dari tahun-tahun sebelumnya
48
yang belum pernah dilakukan pemeriksaan dan ada sebabsebab lain yang berdasarkan atas instruksi direktur pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan pajak
e) Pemeriksaan ulang dapat dilaksanakan apabila terdapat indikasi bahwa wajib pajak dapat diduga sedang atau telah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, dan terdapat data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang dapat mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang atau mengurangi atau memperkecil kerugian yang dapat dikompensasikan.
e. Jenis Pemeriksaan Pada prinsipnya pemeriksaan dapat dilakukan terhadap semua wajib pajak, namun karena keterbatasan sumber daya manusia atau tenaga pemeriksa di Direktorat Jenderal Pajak, maka pemeriksaan tidak dapat dilakukan terhadap semua wajib pajak. Pemeriksaan hanya akan dilakukan terutama terhadap wajib pajak yang SPT-nya menyatakan Lebih Bayar karena hal ini telah diatur dalam UU KUP. Disamping itu pemeriksaan dilakukan juga terhadap wajib pajak tertentu dan wajib pajak yang tingkat kepatuhannya dianggap rendah. Pada masa yang akan datang, dengan kuasa Pasal 17C UU KUP, pemeriksaan terhadap wajib pajak yang SPT-nya menyatakan Lebih Bayar akan dikurangi jumlahnya, sehingga pemeriksaan dapat
49
lebih diarahkan kepada Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya rendah tersebut atau wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu. Pemeriksaan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak dapat dibedakan menjadi Pemeriksaan Rutin, Pemeriksaan Kriteria Seleksi, Pemeriksaan Khusus, Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, Pemeriksaan Tahun Berjalan, dan Pemeriksaan Bukti Permulaan. Berdasarkan laporan skripsi Ervina dalam buku Bwoga (2005:17), jenis-jenis pemeriksaan tersebut secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Pemeriksaan Rutin Pemeriksaan rutin adalah pemeriksaan yang bersifat rutin yang dilakukan terhadap wajib pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya. 2) Pemeriksaan Kriteria Seleksi Pemeriksaaan yang dilakukan terhadap wajib pajak badan atau wajib pajak orang pribadi yang terpilih berdasarkan skor resiko tingkat kepatuhan secara komputerisasi. 3) Pemeriksaan Khusus Pemeriksaan yang secara khusus dilakukan terhadap wajib pajak sehubungan dengan adanya data, informasi, laporan atau pengaduan yang berkaitan dengan wajib pajak tersebut, atau untuk memperoleh data atau informasi untuk tujuan tertentu lainnya.
50
4) Pemeriksaaan Wajib Pajak Lokasi Pemeriksaan yang dilakukan terhadap cabang, perwakilan, pabrik dan atau tempat usaha yang pada umumnya berbeda lokasinya dengan wajib pajak domisili. 5) Pemeriksaan Tahun Berjalan Pemeriksaan yang dilakukan dalam tahun berjalan terhadap wajib pajak untuk jenis-jenis pajak tertentu atau untuk seluruh jenis pajak dapat dilakukan terhadap wajib pajak domisili atau wajib pajak lokasi. Pelaksanaan pemeriksaan tahun berjalan ini hanya dapat dilakukan terhadap masa pajak sampai dengan bulan Oktober dari tahun pajak yang bersangkutan. 6) Pemeriksaan Bukti Permulaan Pemeriksaan
yang
dilakukan
untuk
mendapatkan
bukti
permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
f. Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2) Secara struktural tugas pemeriksaan pajak berada di bawah koordinasi Direktorat Pemeriksaan Pajak yang secara operasional dilakukan oleh para pejabat fungsional pemeriksa pajak yang tersebar di Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan (DKP2), Kantorkantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak, Kantor-kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa), dan Kantor-kantor Pelayanan Pajak (KPP) di seluruh Indonesia.
51
KPP
merupakan
pelaksana
pemeriksaan
sederhana,
sedangkan Karikpa dan Kanwil merupakan pelaksana pemeriksaan lengkap. Masing - masing Kanwil, Karikpa, dan KPP mempunyai batas
wilayah
yang
menjadi
wewenangnya
masing-masing.
Umumnya, batas wilayah satu KPP di luar Jakarta adalah meliputi satu atau lebih kabupaten/kotamadya. Sedangkan, batas wilayah KPP di Jakarta adalah meliputi satu atau lebih Kecamatan. Batas wilayah satu Karikpa adalah meliputi batas wilayah untuk satu atau lebih KPP yang menjadi mitra kerjanya. Batas wilayah Kanwil adalah wilayah beberapa KPP yang menjadi bawahannya yang biasanya di dalam satu atau lebih propinsi. Batas wilayah DKP2 sudah tentu lebih luas lagi, yaitu nasional. Berdasarkan pembagian batas wilayah tersebut, wajib pajak yang berdomisili dan/atau berlokasi atau Karikpa atau Kanwil atau DKP2, tergantung ruang lingkup dan penugasan pemeriksaan.
g. Petugas Pelaksana Pemeriksaan Pajak Menrut KMK Nomor 123/KMK.03/2006, pemeriksa pajak adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan pajak. Tidak semua petugas Direktorat Jenderal Pajak adalah pemeriksa pajak. Jadi hanya mereka yang diberi tugas, wewenang,
52
dan tanggung jawab melaksanakan pemeriksaan yang dapat dikelompokkan sebagai pemeriksa pajak. Wajib pajak harus dapat membedakan pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang menjadi pemeriksa pajak. Ciri utama seorang pemeriksa pajak adalah ia harus memiliki Kartu Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak. Pada kartu tersebut diuraikan bahwa pemegang kartu adalah pemeriksa pajak di wilayah tertentu. Ciri lainnya yaitu bahwa dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya
ia
dibekali
surat
tugas
untuk
melakukan
pemeriksaan pajak dari atasannya yang berwenang yang disebut sebagai Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) terhadap wajib pajak yang ditunjuk. Sehingga, orang yang tidak dilengkapi dengan Kartu Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) yang sah tidak berwenang melakukan pemeriksaan. Wajib pajak berhak menanyakan identitas orang tersebut dan melakukan konfirmasi ke atasan orang tersebut.
h. Objek Pemeriksaan Pajak Objek pemeriksaan pajak adalah Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dan atau SPT Masa beserta lampiran-lampirannya. SPT Tahunan adalah surat yang dipergunakan Wajib Pajak untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak dan SPT Masa adalah surat yang digunakan
53
wajib pajak atau PKP untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak terutang dalam suatu masa pajak. Lampiran-lampiran SPT meliputi laporan keuangan, daftar perhitungan penyusutan atau amortisasi fiskal, surat setoran pajak (SSP), dan lain-lain. SPT dan lampiran-lampirannya akan menjadi tolak ukur kepatuhan wajib pajak.
i.
Jenis-Jenis Pajak yang Dilakukan Pemeriksaan Pada KPP Banyak sekali jenis pajak yang dilakukan pemeriksaan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) diseluruh Indonesia. Direktorat Jenderal Pajak mempunyai wewenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain. Menurut Tjahyono (2009) secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia yang disebut dengan perpajakan nasional adalah Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak
Pusat
adalah
pajak-pajak
yang
dikelola
oleh
Pemerintah Pusat yang dalam hal ini oleh Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajakpajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik oleh Propinsi maupun oleh Kabupaten atau Kota. Kedua jenis pajak pusat dan pajak daerah dimaksud merupakan satu kesatuan dalam arti tidak bertentangan.
54
Jenis pajak yang dilakukan pemeriksaan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Klaten hanya terdiri atas 3 (Tiga) yaitu: 1) Pajak Penghasilan (PPh) PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya. 2) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN adalah pajak yang dikenakan atas impor atau penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Adapun yang dimaksud Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara yang ada diatasnya. Mengingat PPN mempengaruhi penentuan harga barang dan jasa maka atas impor atau penyerahan barang-barang kebutuhan pokok tidak dikenakan PPN. Demikian juga atas penyerahan jasa-jasa tertentu seperti jasa di bidang pelayanan kesehatan medik,
55
pelayanan sosial, pendidikan, keagamaan, angkutan umum di darat dan air, dan di bidang tenaga kerja ditetapkan sebagai jenis jasa yang tidak dikenakan PPN. 3) Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) PPnBM dikenakan sebagai tambahan pengenaan PPN yaitu atas impor atau penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah di dalam Daerah Pabean, misalnya atas penyerahan mobil sedan, rumah diatas 200 m² dan barang-barang mewah lainnya sesuai dengan ketentuan.
j. Teknik dan Metode Pemeriksaan Pajak Agar pemeriksaan dapat dilakukan dengan tepat waktu serta efektif dengan laporan yang memadai, maka harus dilaksanakan berdasarkan teknik dan metode seperti pemeriksaan pada umumnya. Menurut Theodorus M. Tuannakota dalam buku Auditing: Petunjuk Pemeriksaan Akuntan Publik (Suandy: 2011). “ Teknik Pemeriksaan (audit technique) adalah cara mendapatkan pembuktian dan dikenal dengan istilah memeriksa (to examine), menganalisa (to analyze), mengecek (to check), membandingkan, konfirmasi, voting, menginspeksi (to inpect), merekonsiliasi, testing atau sampling, menelusuri (to trace) dan memeriksa dokumen dasar (vouching).” Perbedaan antara pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan publik dengan pemeriksa pajak yaitu pemeriksaan pajak lebih memfokuskan pemeriksaan secara mendalam terhadap bidang– bidang yang diragukan kebenarannya dan pemeriksaan pajak
56
mempunyai
kewenangan
untuk
mencari
dan
mengalihkan
pendapatan yang tersembunyi di luar pembukuan. 1) Pelaksanaan Pemeriksaan a) Dalam melakukan Pemeriksaan Lapangan, wewenang Pemeriksa Pajak adalah sebagai berikut : (1) Memeriksa dan/atau meminjam buku–buku, catatan– catatan, dan dokumen–dokumen pendukung lainnya termasuk keluaran atau media computer dan perangkat elektronik pengolah data lainnya (2) Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari wajib pajak yang diperiksa (3) Memasuki ruang atau tempat yang diduga merupakan tempat menyimpan dokumen, uang, barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan usaha wajib pajak dan/atau tempat–tempat lain yang dianggap penting serta melakukan pemeriksaan di tempat tersebut (4) Melakukan penyegelan ruang atau tempat tersebut pada angka 3 (tiga), apabila wajib pajak atau wakil atau kuasanya
tidak
memberikan
kesempatan
untuk
memasuki ruang atau tempat dimaksud, atau tidak ada di tempat pada saat pemeriksaan dilakukan.
57
(5) Meminta keterangan dan/atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa. b) Dalam
melakukan
Pemeriksaan
Kantor,
wewenang
Pemeriksa pajak adalah sebagai berikut : (1) Memeriksa
dan/atau
meminjam
buku–buku
dan
catatan–catatan wajib pajak (2) Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari wajib pajak yang diperiksa (3) Meminta keterangan dan/atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa c) Apabila pada saat dilakukan pemeriksaan lapangan, wajib pajak atau kuasanya tidak ada ditempat, maka pemeriksaan tetap dapat dilaksanakan sepanjang ada pihak yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku yang mewakili wajib pajak, terbatas untuk hal yang ada dalam kewenangannya, dan selanjutnya pemeriksaan ditunda untuk dilanjutkan pada kesempatan berikutnya d) Untuk keperluan pengamanan pemeriksaan, maka sebelum Pemeriksaan Lapangan ditunda, pemeriksa pajak dapat melakukan penyegelan
58
e) Apabila pada saat Pemeriksaan Lapangan dilanjutkan setelah dilakukan, wajib pajak atau kuasanya tidak juga di tempat, maka pemeriksaan tetap dilakukan dengan terlebih dahulu meminta pegawai wajib pajak yang bersangkutan untuk mewakili
wajib
pajak
guna
membantu
kelancaran
pemeriksaan f) Dalam hal pegawai wajib pajak yang diminta mewakili wajib
pajak
menolak
untuk
membantu
kelancaran
pemeriksaan, maka pegawai tersebut harus menandatangani Surat
Pernyataan
Penolakan
Membantu
Kelancaran
Pemeriksaan g) Dalam hal ini terjadi penolakan untuk menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan, pemeriksa pajak membuat berita acara Penolakan Membantu Kelancaran
Pemeriksaan
yang
ditandatangani
oleh
Pemeriksa Pajak h) Dalam hal wajib pajak atau kuasanya tidak memenuhi kewajibannya antara lain sebagai berikut : (1) Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak
59
(2) Memberikan kesempatan untuk memasuki ruang atau tempat yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan (3) Memberikan keterangan yang diperlukan. Oleh karena itu, wajib pajak atau kuasanya harus menandatangani Surat Pernyataan Penolakan i)
Dalam hal terjadi penolakan untuk menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf (h) maka, Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak
j)
Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan atau Berita Acara Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dapat dijadikan dasar untuk penetapan besarnya pajak yang terhutang secara jabatan atau dilakukan penyidikan.
2) Tata Cara Pemeriksaan Pajak Tata cara pemeriksaan pajak antara lain sebagai berikut : a) Dilakukan oleh seorang pemeriksa atau lebih b) Bila wajib pajak atau kuasanya tidak ada pemeriksaan ditunda dan tempatnya disegel c) Bila wajib pajak atau kuasanya tidak memperlihatkan atau meminjamkan buku, tidak mengizinkan memasuki tempat tertentu dan tidak memberikan keterangan yang diperlukan
60
maka wajib pajak harus menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan d) Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan yang disetujui dibuatkan
Laporan
Hasil
Pemeriksaan
(LHP)
dan
diterbitkan surat ketetapan pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) sejauh tidak ada tindakan penyidikan e) Temuan dalam pemeriksaan lengkap yang tidak disetujui sebagian atau tidak disetujui seluruhnya oleh wajib pajak maka dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan (PAHP) f)
Laporan Pemeriksaan akhir yang dibuat harus diberitahukan kepada wajib pajak dengan tujuan : konsekuensi dari sistem self assessment, bahkan bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, bahkan wajib pajak melakukan penyesuaian pembukuan.
4.
Kajian Umum Efektivitas Dalam setiap kegiatan faktor efektivitas merupakan alat pengukur tingkat keberhasilan suatu kegiatan atau organisasi dalam rangka mencapai tujuan. Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:374) efektivitas mempunyai makna yang sama dengan keefektifan yang mempunyai arti pihak yang diberi tugas untuk memantau jika berdasarkan kata dasarnya
61
yaitu efektif mempunyai
arti keberhasilan tentang usaha atau
keberhasilan suatu tindakan. Menurut Siagian (2008), untuk mengukur tingkat efektivitas dari suatu sistem kerja dapat juga dengan memberikan peringkat dengan menggunakan skala peringkat. Skala peringkat yang digunakan adalah: (dalam presentase) 1. > 100 sangat efektif 2. 90 – 100 efetif 3. 80 – 89 cukup efektif 4. 70 – 79 kurang efektif 5. < 69 tidak efektif Apabila konsep efektivitas dikaitkan dengan pemeriksaan maka yang dimaksud efektivitas adalah seberapa besar realisasi yang dapat dicapai atas target yang telah ditetapkan oleh pihak KPP Pratama Klaten setiap tahunnya untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan, dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut:
a. Dari segi penyelesaian dengan berdasarkan pada jumlah Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) selesai mulai tahun 2012 sampai tahun 2015.
b. Dari segi penerimaan atas hasil pemeriksaan dengan didasarkan pada jumlah target dan realisasi ketetapan pemeriksaan mulai dari tahun 2012 sampai tahun 2015.
62
C. Penelitian Terdahulu 1.
Menurut studi yang telah dilakukan oleh Hanifan (2009) dengan judul Tinjauan atas peranan Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak dan Kontribusinya Terhadap Penerimaan Pajak di KPP Pratama Karanganyar, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemeriksaan akan dilakukan setelah adanya SKPKB, SKPLB dan/atau SKPN. Pengamatan yang telah dilakukan di KPP Pratama Karanganyar, pengaruh SKP dengan penerimaan pajak khususnya SKPKB terlihat bahwa pada tahun 2008-2009 meningkat dari 0.48% menjadi 2.08% hal ini membuktikan bahwa terdapat peningkatan wajib pajak kurang bayar sehingga dapat mengurangi penerimaan pajak di KPP, maka dari itu untuk mencegah hal tersebut perlu dilakukannya pemeriksaan pajak.
2.
Menurut studi yang telah dilakukan oleh Royani (2013) dengan judul Prosedur Pemeriksaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Karanganyar, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pelaksaan prosedur pemeriksaan pajak di KPP Pratama Karanganyar sudah sesuai dengan peraturan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku, mampu melampaui target pemeriksaan yang ditetapkan dan kontribusi yang diberikan terhadap penerimaan pajak dengan rata-rata kontribusi sebesar 1,67% dalam jangka waktu 3 tahun terakhir meskipun tingkat kesadaran wajib pajak dalam melunasi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dibawah 50% sehingga masih tergolong rendah.
63
3.
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Ervina Krisbianto (2007) dengan judul Efektivitas Pelaksanaan Pemeriksaan dalam Rangka Meningkatkan Penerimaan Negara dari Sektor Pajak (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Tulungagung), dapat ditarik kesimpulan bahwa efektivitas penyelesaian berdasarkan pada penerbitan dan realisasi Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) yang selesai, yang mana pada tahun 20042006 mencapai kriteria yang sama yaitu kriteria efektif dengan presentase 100%. Efektivitas dari segi penyelesaian penerimaan dari pemeriksaan berdasarkan target dan realisasi ketetapan pemeriksaan, yang mana tahun 2005 dan 2006 masing-masing sebesar 102.7% dan 106.1% yang dikategorikan dalam kriteria sangat efektif karena kerjasama yang kooperatif antara petugas pemeriksa dan wajib pajak, mereka mempunyai tingkat kesadaran dan kepatuhan yang relative tinggi dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Penyelesaian SP2 dapat berhasil karena KPP Tulungagung selalu dapat menyelesaikan SP2 sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan yaitu satu tahun.