BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Packed Red Cells (PRC) Eritrosit pekat atau Packed Red Cells (PRC) adalah sel yang tersisa setelah
hampir semua plasma dipindahkan dari darah lengkap atau Whole Blood (WB) (McCullough 2012). “PRC mungkin mengandung sejumlah besar lekosit dan trombosit tergantung metoda sentrifugasi“ (PERMENKES RI NO. 91 2015). Kadar hematokrit PRC adalah kurang dari atau sama dengan 80% jika disiapkan dari WB dalam larutan pengawet citrate-phosphate-dextrose (CPD), citratephosphate-dextrose-dextrose (CP2D), atau citrate-phosphate-dextrose-adenine (CPDA-1) (Brecher 2005). PRC 150-200 ml mengandung hemoglobin kurang lebih 20g/100mL, kadar hematokrit 55-75% (WHO 1998). Indikasi utama pemakaian PRC adalah untuk mengembalikan kemampuan oksigenasi pada kondisi - kondisi kehilangan darah, anemi, atau hemoglobinopati. Satu unit PRC bisa menaikkan kadar hemoglobin orang dewasa rata-rata 1 g/dL dan hematokrit 3%. Pemberian PRC pada pasien anak dengan dosis 3 mL/kg berat badan bisa menaikkan hemoglobin 1 g/dL dan hematokrit 3% (Hillyer et al. 2007). B.
Morfologi Eritrosit
1.
Morfologi Normal Eritrosit matang berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran 8 x 8 x 1 - 2 μm dengan volume 80 μm3. Eritrosit tidak mempunyai inti dan organella.
7
http://repository.unimus.ac.id
8
Eritrosit baru diproduksi sekitar 2,4 juta per detik dan berada dalam sirkulasi darah selama 100-120 hari sebelum dihancurkan oleh makrofag (Hajjawi 2013). Membran eritrosit terdiri dari lipid, protein, dan karbohidrat yang berinteraksi membentuk sebuah struktur cair yang dinamis. Membran eritrosit adalah semisolid dan bersifat kental serta elastis (Hillyer et al. 2007). 2.
Morfologi Abnormal Kelainan morfologi eritrosit berupa kelainan ukuran (size), bentuk (shape), warna (staining characteristics), dan benda-benda inklusi.
a.
Kelainan Ukuran Eritrosit (anisositosis) (1.)
Mikrosit Mikrosit adalah eritrosit yang ukurannya kurang dari 6μm atau lebih kecil daripada ukuran eritrosit normal, juga lebih kecil dari inti limfosit kecil (Freund 2011). Sentral palor dari mikrosit meningkat karena kekurangan kadar hemoglobin. Sel ini biasa ada pada penderita anemi defisiensi besi dan thalasemi (D’Hiru 2013; Bell 2005).
(2.)
Makrosit Makrosit adalah eritrosit yang berukuran lebih besar dari eritrosit normal (8 μm) (Freund 2011) dan lebih besar dari inti sel limfosit kecil. Makrosit oval diamati pada anemia megaloblastik sedangkan makrosit bulat biasanya ditemukan pada penyakit hati (Bell 2005).
http://repository.unimus.ac.id
9
b.
Kelainan Bentuk Eritrosit (poikilositosis) (1.)
Acanthocyte Acanthocyte adalah eritrosit yang mempunyai tonjolan-tonjolan berupa duri, sekitar 2 sampai 20 tonjolan, dengan bentuk dan sebaran yang tidak teratur (Freund 2011).
(2.)
Sickle cell Sickle cell adalah eritrosit tipis yang memanjang dengan titik pada tiap akhirnya, tak ada sentral palor, dan bentuk “L”, “V”, “S” mengarah pada polimerisasi hemoglobin sikel. Diamati pada Hb SS, thalasemi Hb S, Hb SC, Hb C Harlem, Hb Memphis S, dan Hb SD-Punjab (Bell 2005).
(3.)
Burr Cells Burr Cell atau Echinocyte atau crenated cell mempunyai 10-30 duri-duri pendek yang biasanya memenuhi permukaan eritrosit dan berbeda ukuran (Bell 2005). Eritrosit menjadi kasar dan berduri, kadang berbentuk seperti bintang. Hal ini disebabkan asiditas yang tinggi dalam cairan ekstra seluler mengakibatkan rusaknya konsistensi bagian tepi kulit eritrosit (D’Hiru 2013). Terlihat pada uremia, kekurangan piruvat kinase, perdarahan ulser, dan kanker usus (Bell 2005).
http://repository.unimus.ac.id
10
(4.)
Helmet Cell Helmet Cell menyerupai helm football, sel ini kehilangan sebagian membrannya. Sel ini ditemukan pada MAHA (microangiopathic hemolytic anemia) (Bell 2005).
(5.)
Keratocyte Keratocyte adalah sel seperti terompet dengan membran hancur yang
berujung
tumpul.
Ditemukan
pada
Disseminated
Intravascullar Coagulation (DIC), pasien dengan luka bakar, dan protesa vaskular (Bell 2005). (6.)
Leptocyte Leptocyte adalah sel tipis dengan sebuah pelek hemoglobin pada permukaan dan daerah sentral palor yang luas. Ditemukan pada thalasemi dan penyakit hati obstruktif (Bell 2005).
(7.)
Rouleaux Rouleoux adalah agregasi eritrosit yang menyerupai
tumpukan
koin. Formasi ini biasa ditemukan pada myeloma, paraproteinemia, dan makroglobulinemia (Bell 2005). (8.)
Schistocyte Schistosyte adalah eritrosit yang terluka seperti sel helmet, fragmen, atau triangular dengan dua atau tiga pemberhentian. Sistosis adalah ciri khas penyakit MAHA termasuk DIC (disseminated
intravascular
coagulation),
http://repository.unimus.ac.id
TTP
(thrombotic
11
thrombocytopenic purpura), hipertensi maligna dan protesa katup hati (Bell 2005). (9.)
Spherosit Spherosit adalah sel bulat dengan penampilan padat (tidak mempunyai sentral palor mengarah pada penebalan sel dan seringnya diameternya menurun (Bell 2005). Spherosit mempunyai fragilitas osmotik yang meningkat (D’Hiru 2013). Spherosit dijumpai pada spherositosis herediter, anemi hemolitik didapat, setelah transfusi, luka bakar, terkena bisa ular, luka karena bahan kimia, dan anemi imuno hemolitik (Bell 2005).
(10.)
Stomatocyte Stomatocyte mempunyai daerah sentral palor yang menyerupai mulut atau cangkir. Terdapat pada somatosis herediter, alkoholik akut/kronis, sirosis, dan penyakit hati obstruktif (Bell 2005).
(11.)
Sel target Sel target menyerupai target dengan titik pusat dari pigmen hemoglobin yang dikeilingi area pucat dan kemudian periperal pelek hemoglobin. Biasanya terdapat pada Hb SS, Hb CC, Hb SC, thalasemi, penyakit hati, dan postsplenektomi (Bell 2005).
(12.)
Sel tetes air mata Sel
ini
ditemukan
pada
variasi
kelainan
seperti
megaloblastik, myelofibrosis, dan myelodisplasi (Bell 2005).
http://repository.unimus.ac.id
anemi
12
(13.)
Eliptocyte Sel ini dinamakan eliptosit karena bentuknya elip. Banyak ditemukan pada eliptosis herediter (Freund 2011).
(14.)
Ovalocyte Sel ini berbentuk oval (Freund 2011).
c.
Kelainan Warna Eritrosit
1.
Hipokrom Eritrosit hiporkrom adalah eritrosit yang tampak pucat. Eritrosit hipokrom disebabkan kadar hemoglobin dalam eritrosit berkurang.
2.
Polikrom Eritrosit polikrom adalah eritrosit yang lebih besar dan lebih biru dari eritrosit normal. Polikromasi suatu keadaan yang ditandai dengan banyak eritrosit polikrom pada preparat apus darah tepi, keadaan ini berkaitan dengan retikulositosis (Bell 2005).
d.
Benda-benda Inklusi dalam Eritrosit Benda-benda inklusi yang ada dalam eritrosit adalah Howell Jolly, titik basofil, cincin Cabot, Heinz Body, Pappenheimer Bodies, retikulosit, cincin sideroblas (Bell 2005).
C.
Pembuatan dan Interprestasi Sediaan Apus Darah Tepi
Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi adalah untuk menilai berbagai unsur sel darah tepi seperti eritrosit, lekosit, trombosit, dan mencari adanya parasit seperti malaria, mikrofilaria dan lain-lain (Budiwiyono 2013).
http://repository.unimus.ac.id
13
Hasil preparat apusan darah yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Mengisi lebih kurang setengah sampai dua pertiga panjang gelas objek tempat apusan 2. Cukup tipis 3. Ujung oval tidak ada robekan 4. Pengecatan memenuhi syarat 5. Sel lekosit tidak terkumpul di ekor (Budiwiyono 2013).
Pembacaan morfologi darah tepi melihat dari sel eritrosit:
1. Sebaran sel : roulleaux, aglutinasi 2. Ukuran sel (anisositosis): makrosit, normosit, mikrosit 3. Bentuk sel (poikilositosis): bentuk abnormal dilaporkan ringan, sedang, berat atau numerikal dengan pembesaran emersi: 1+(1-5 sel), 2+(6-10 sel), 3+(11-20 sel), dan 4+(>20 sel). 4. Inklusi : dengan penghitungan pembesaran emersi: 1+(0-1 sel per lapang pandang), 2+(1-2 sel), 3+(3-4 sel), dan 4+(>20 sel). 5. Kelainan warna: polikromasi dilaporkan positif seperti laporan bentuk sel. Penilaian dari kelainan eritrosit dapat dilihat dari abnormalitas yaitu meningkatnya variasi ukuran (anisositosis), bentuk (poikilositosis), dan basofilik
http://repository.unimus.ac.id
14
stipling. Menurunnya hemoglobin (hipokromasia, aniskromasia, dan dimorfisme). Bentuk khusus (spherocyte, fragmentocyte, eliptocyte, sel target, inklusi). Tandatanda immatur (polikromasia dan eritroblastemia) (Budiwiyono 2013).
D.
Glukosa Darah Karbohidrat adalah unsur mayor dalam sistem fisiologi, dengan rumus
kimia {Cx(H2O)y}. Membentuk struktur organisme dan menyediakan energi bersama dengan lipid dan protein. Karbohidrat komplek dicerna menjadi gula sederhana terutama glukosa, yang dipakai sebagai sumber energi atau disimpan sebagai glukogen (McPherson 2007). Glikolisis adalah suatu metabolisme katabolik dalam sitoplasma yang tejadi pada hampir semua organisme dan sel baik yang hidup secara aerob maupun anaerob. Glukosa yang oleh sebagian besar jaringan diambil dari darah, di dalam sel pertama-tama akan difosforilasi. Dengan bantuan heksokinase terbentuk glukosa 6-fosfat , gula ini akan kembali difosforilasi dan diperoleh fruktosa 1,6-bifosfat. Fosfofruktokinase
yang mengkatalisis langkah ini
merupakan enzim kunci yang penting pada glikolisis. Sampai tahap ini setiap mol glukosa akan terpakai dua mol ATP, Fruktosa 1,6-bifosfat kemudian akan dipecah oleh aldolase menjadi dua fragmen C3 yang terfosforilasi, yaitu gliseral 3-fosfat dan gliseron 3-fosfat. Keduanya dapat saling bertukar bentuk dengan bantuan triosafosfat isomerase. Gliseral 3-fosfat selanjutnya dioksidasi oleh gliseral 3fosfat dehidrogenase dengan membentuk NADH + H+. Selain itu, fosfat anorganik dimasukkan ke dalam molekul (fosforilasi rantai substrat) dan terbentuk 1,3-
http://repository.unimus.ac.id
15
bifosfogliserat. Pada langkah selanjutnya (yang dikatalisis oleh fosfogliserat kinase, hidrolisis ikatan ini akan terangkai secara energetika dengan pembentukan ATP. Produk antara lainnya yang hidrolisisnya dirangkaikan dengan sistesis ATP, terbentuk melalui isomerisasi dari 3-fosfogliserat yang merupakan hasil dari reaksi di atas menjadi 2-fosfogliserat (enzim: fosfogliserat mutase, dan dari pemecahan molekul air (enzim: fosfopiruvat hidratase, “enolase”, yang menghasilkan produk berupa ester asam fosfat dari bentuk enol piruvat (karena itu disebut fosfoenolpiruvat /PEP). Pada langkah terakhir dari rantai yang dikatalisis oleh piruvat kinase terbentuk piruvat dari PEP. Pada glikolisis, setiap mol glikosa memakai 2 mol ATP untuk aktivasi. Sebaliknya setiap satu fragmen C3 terbentuk dua mol ATP. Jadi keseluruhannya tetap terjadi keuntungan bersih berupa dua mol ATP untuk setiap mol glukosa (Hoffbrand 2013, Simon et al 2009, Harmening 2012). Kadar karbohidrat diukur dalam darah lengkap, serum atau plasma, cairan cerebrospinalis, cairan pleura, dan urin untuk berbagai macam tujuan diagnostik. Pengukuran kadar glukosa darah bisa menggunakan metode enzimatik. Enzim yang digunakan untuk pengukuran kadar glukosa adalah glucose
dehydrogenase,
glucose
oksidase
dan
hexokinase.
Reaksi
ini
menghasilkan arus listrik yang sebanding dengan konsentrasi glukosa atau produk yang mengukur secara spektrofotometrik yang sebanding dengan kadar glukosa (McPherson et al. 2007).
http://repository.unimus.ac.id
16
E.
Penyimpanan PRC PRC harus disimpan di dalam lemari pendingin pada suhu 2ᵒ-6°C untuk
mempertahankan masa hidup eritrosit secara optimum. Sekali dikeluarkan oleh BDRS, PRC harus mulai ditransfusikan dalam waktu 30 menit. Darah harus disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 2◦-6°C jika transfusi tidak bisa dimulai dalam waktu tersebut (McClelland 2007; Simon et al. 2009). Darah harus dibuang apabila ketentuan ini tidak dipenuhi (Simon et al. 2009). Transfusi harus sudah selesai dilakukan dalam waktu 4 jam (McClelland 2007).
Eritrosit akan berubah bentuk, kehilangan daya hidup dan akhirnya pecah pada penyimpanan. Pertama-tama eritrosit membentuk benjolan yang berubah jadi spikula dan eritrosit akhirnya berantakan. Secara keseluruhan, penurunan fraksi PRC bertahan setelah kembali ke sirkulasi. Hal ini disebut
dengan lesi
penyimpanan. Perubahan bentuk eritrosit selama penyimpanan, mula-mula bentuk disk bikonkaf, berkembang seperti bentuk tombol lalu terlihat seperti ekinotik tumpul, kemudian berbentuk
spikula tajam yang bisa melukai membran.
Hilangnya membran membuat eritrosit semakin kecil dan lebih kaku, berbentuk sferis dan akhirnya pecah. Jelas sudah bahwa PRC yang disimpan tidak hanya kehabisan energi metabolik tapi juga mengalami kematian sel (Hillyer 2007).
F.
Pengaruh Suhu terhadap Morfologi Eritrosit dan Kadar Glukosa Penyimpanan PRC di dalam blood bank dengan suhu standar 1°-6°C
diharapkan
dapat
memperlambat
metabolisme eritrosit
dan
mengurangi
metabolisme glukosa (Hillyer 2007). Penelitian yang dilakukan membuktikan
http://repository.unimus.ac.id
17
bahwa glukosa pada PRC dimetabolisme lebih cepat 10 kali pada suhu 25°C dan PRC yang disimpan pada suhu 25°C kehilangan masa hidup 10 kali lebih cepat. Satu hari penyimpanan di suhu ruang akan mengurangi pemulihan invivo setara dengan 10 hari di suhu simpan 4°C (Simon et al. 2009). Komponen darah yang disimpan pada suhu 27°C selama 120 menit mengalami perubahan morfologi eritrosit mulai dari poikolositosis normal ke arah ringan sampai sedang (Asnawi 2013). G.
Kerangka Teori
Suhu
Nutrisi: ACD, CPD, CPDA-1
H.
Poikilositosis
Waktu
Kadar Glukosa
Simpan
Kerangka Konsep Suhu dan
Poikilositosis
Waktu Simpan
I.
Kadar Glukosa
Hipotesa Ada perbedaan poikilositosis dan kadar glukosa pada PRC yang disimpan pada suhu 25°C selama 30 menit dan 120 menit.
http://repository.unimus.ac.id