BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Darah 1. Definisi Darah adalah bagian dari sistem transport tubuh. Darah merupakan jaringan yang terbentuk dari cairan yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu pasma darah yang merupakan cairan darah dan sel-sel darah yaitu elemen-elemen yang ada dalam darah yang terdiri dari eritrosit (sel darah merah) dan lekosit (sel darah putih). Leukosit sendiri terdiri dari neutrofil batang, neutrofil segmen, eosinofil, basofil, limfosit, monosit, trombosit (Anonim, 1989).
2. Fungsi Darah Darah mempunyai fungsi spesifik yaitu : a. Bekerja sebagai sistem transport dalam tubuh, mengantarkan semua bahan kimia, oksigen dan yang makanan yang diperlukan untuk tubuh supaya fungsi normalnya dapat dijalankan, dan menyingkirkan karbondioksida dan hasil buangan lain. b. Sel darah merah mengantarkan oksigen ke jaringan dan menyingkirkan karbondioksida dari jaringan. c. Sel darah putih menyediakan banyak bahan pelindung dan karena gerakan 5 fagositosis dari beberapa sel melindungi tubuh terhadap serangan bakteri. d. Plasma membagi protein yang diperlukan untuk pembentukan jaringan, 4 menyegarkan cairan jaringan karena melalui cairan ini semua sel tubuh
menerima makanan dan merupakan kendaraan untuk mengangkut bahan buangan keberbagai organ ekskresi untuk dibuang. e. Hormon dan enzim diantarkan dari organ ke organ dengan perantaraan darah (Evelin, 1997).
B. Leukosit 1. Definisi Leukosit adalah bagian dari darah yang berwarna putih dan merupakan unit mobil dari sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi yang terdiri dari granuler dan agranuler. Dimana granuler meliputi: basofil, eosinofil, neutrofil batang, dan neutrofil segmen. Sedangkan agranuler meliputi : limfosit, monosit, dan sel plasma (Junqueira dan Carneiro, 1991).
2. Fungsi Sel darah putih mempunyai beberapa fungsi dalam tubuh, yaitu : a. Fungsi defensif : mempertahankan tubuh terhadap benda-benda asing termasuk kuman penyebab infeksi. b. Fungsi reparatif : memperbaiki atau mencegah kerusakan terutama kerusakan vaskuler. Leukosit yang memegang peranan adalah basofil yang menghasilkan heparin, sehingga pembentukan trombus pembuluh-pembuluh darah dapat dicegah (Anonim, 1989).
6
3. Histologi Leukosit adalah sel darah merah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih. Di dalam darah manusia normal didapati jumlah leukosit rata-rata 4000-
11.000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 11000, keadaan ini disebut leukositosis, bila kurang dari 4000 disebut leukopenia. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya mempunyai bentuk inti yang bervariasi. Sedangkan yang tidak mempunyai granula sitoplasmanya homogen dengan bentuk inti bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler: limfosit sel kecil, sitoplasma sedikit, monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis leukosit granuler: neutrofil, basofil, eosinofil/ asidofil. Yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan asam. Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat pada jenis leukosit tertentu dan pada sebagian besar precursor (pra zatnya). Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asing. Leukosit dapat melakukan gerakan amoeboid dan melalui proses diapedesis leukosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel indotel dan menembus ke dalam jaringan penyambung. Jumlah leukosit per mikroliter darah pada orang dewasa normal adalah 4000-11000, waktu lahir 15000-25000, dan menjelang hari keempat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Varisi kuantitatif dalam sel-sel darah putih tergantung pada 7
usia. 4. Pembentukan Leukosit a.
Granulopoeisis Perkembangan granulopoeisis dimulai dengan keturunan pertama dari
hemositoblas yang dinamakan myeloblas, selanjutnya berdeferensiasi secara
berturut-turut melalui tahap; promyelosit, myelosit, metamyelosit batang dan segmen. b.
Limfopoesis Limfosit juga berasal dari sel induk yang potensial seperti sel induk
limfosit yang selanjutnya dengan pengaruh unsur-unsur epitel jaringan limfoid akan berdeferensiasi menjadi limfosit.
5. Pemeriksaan Hitung Jumlah Leukosit Hitung jumlah leukosit dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan cara manual dan dengan menggunakan mesin (elektrik). Menghitung jumlah leukosit baik secara manual dan mesin sama-sama mempunyai kebaikan dan keburukan. Kebaikan menghitung secara manual antara lain: harga alatnya (mikroskop) jauh lebih murah jika dibandingkan dengan menggunakan mesin, melatih mata untuk selalu teliti, tidak bergantung mesin. Sedangkan keburukannya adalah membutuhkan waktu yang lama untuk menghitung. Apabila mata sudah lelah dapat menghasilkan perhitungan yang tidak akurat. Adapun kebaikan dengan menggunakan mesin adalah cepat, lebih dari 8 satu jenis pemeriksaan dapat diperiksa hasilnya dan praktis. Sedang keburukannya adalah alatnya mahal sehingga membutuhkan dana yang besar untuk membelinya, setiap waktu harus dikalibrasi agar hasilnya selalu tepat. Untuk menghitung leukosit secara absolute (manual), larutan pengencer yang digunakan adalah larutan Turk dan HCl. Isi larutan Turk adalah larutan asam asetat 2 % ditambah gentian violet 1 %, sehingga warnanya ungu muda. Penambahan gentian violet bertujuan memberi warna pada leukosit. Larutan ini bersifat memecah
eritrosit dan trombosit tapi tidak memecah leukosit. Sedangkan apabila menggunakan HCl leukosit tidak terwarnai sehingga sulit untuk melakukan perhitungan, tetapi larutan ini dapat melisiskan eritrosit sehingga yang ada hanya leukosit saja (Ganda Soebrata, 2006).
6. Sumber Kesalahan pada Hitung Sel a. Tahap pra-intrumentasi 1) Puasa Dua jam setelah makan 800 kalori voleme plasma akan meningkat, sebaliknya setelah gerak badan volume akan berkurang. Perubahan volume plasma tersebut akan menyebabkan perubahan jumlah sel/ml darah maupun susunan plasma. 2) Obat Penggunaan obat-obatan dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan hematologi, misalnya adrenalin secara intravena, akan meningkatkan jumlah leukosit. 9 3) Posisi waktu pengambilan Perubahan posisi waktu berbaring menjadi berdiri akan mengurangi volume darah, sebaliknya perubahan posisi berdiri menjadi berbaring meningkatkan volume darah sebanyak 10-15 %. 4) Alat Dalam penggunaaan alat pembendung harus hati-hati,karena pembendungan yang terlalu lama akan menyebabkan hemokosentrasi yang mengakibatkan perubahan susunan darah yang diperoleh .
Penampungan
sampel
yang
terkontaminasi
atau
tidak
tertutup
rapat
(Anonim,1989). b. Tahap instrumentasi Pada tahap ini kesalahan dapat berasal dari alat dan kesalahan teknik. Kesalahan pada alat disebabkan volume tidak tetap karena pipet tidak di kalibrasi, penggunaan kamar hitung yang kotor, basah dan tidak menggunakan kaca penutup khusus. Sedangkan kesalahan pada teknik meliputi volume darah tidak tepat, tidak terjadi pencampuran yang homogen antara darah dan anti koagulan, mengisi kamar hitung secara tidak benar. C. Demam Tipoid 1. Definisi Demam tipoid merupakan salah satu penyakit infeksi pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi, 10 berupa Salmonella paratyphi A, B, C. Penyakit ini mempunyai tanda-tanda khas perjalanan penyakit yang cepat dan berlangsung kurang lebih tiga minggu disertai dengan demam toksemia, gejala-gejala perut, pembesaran limpa dan erupsi kulit (Soedarto, 2002). Sumber utama infeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit. Baik ketika menderita sakit, maupun dalam masa penyembuhan. Pada masa penyembuhan umumnya penderita masih mengandung bibit penyakit di dalam kandung empedu maupun di dalam ginjalnya. Sebanyak 5 % penderita tipoid menjadi karier sementara, 2% diantaranya menjadi
karier menahun. Sebagian besar karier tersebut merupakan karier intestinal (Soedarto, 2002).
2. Etiologi Menurut Rahmad Juwono (1996) : a. Salmonella thyphi, basil gram positif yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu : antigen O (somatic, terdiri dari zat komplek lipolisakarida), antigen H (flagella), antigen V1 dan protein membran hialin. b. Salmonella paratyphi A c. Salmonella paratyphi B d. Salmonella paratyphi C e. Feses dan urin dari penderita tipoid
3. Patogenesis Salmonella typhi dan mungkin Salmonella paratyphi A terutama bersifat infektif terhadap manusia dan infeksi dengan organisme ini berarti ditularkan dari sumber manusia. Tetapi sebagian besar untuk infeksi pada binatang. Gejala pada saluran nafas bagian atas adalah gejala awal yang umum terjadi pada demam tipoid. Organisme masuk peredaran darah melalui saluran gastrointestinal dan sangat mungkin multiplikasi terjadi pada jaringan tonsil. Bakterimia pertama terjadi kira-kira 24-72 jam setelah kuman memasuki tubuh yang
biasanya pada penderita belum tampak adanya gejala klinik. Hal ini bersifat sementara karena kuman-kuman segera diserbu oleh sel-sel sistem retikula endotelial. Selama fase bakteria menetap, semua organ terpapar berulangkali oleh basil tipoid, mungkin terjadi pembentukan abses, hampir semua kasus terjadi kolonisasi di dalam kantung empedu. Organisme berkembang biak di dalam empedu sampai titer tertinggi diekskresikan bersama empedu ke dalam usus. Selama masa inkubasi dan fase awal penyakit ini pada biakan feses hasilnya negatif untuk Salmonella typhi, akan tetapi positif dalam sebagian besar kasus selama minggu ketiga atau minggu keempat penyakit ini, ketika ekskresi organisme di dalam empedu mencapai puncaknya (Abdurrahman, 1981). Demam tipoid disebabkan karena endotoksin dari Salmonella typhi akan merangsang sintesa yang pelepasan zat pirogan oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogan yang beredar di daerah akan menyebabkan timbulnya gejala demam (Rampengan, Lourentz, 2007).
12
4. Gejala Klinis Menurut Arif Mansjoer (2000), masa tunas 7-14 (rata-rata 3-30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodomal (gejala awal timbulnya penyakit/ gejala yang tidak khas) yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, diare, anoreksia, batuk, nyeri otot. Menyusul gejala klinis yang lain : a. Demam Demam berlangsung 3 minggu, minggu I (demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari), minggu II (demam terus), minggu III (demam mulai turun secara berangsur-angsur). b. Gangguan pada saluran pencernaan
Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor, hati dan limpa membesar dan nyeri saat perabaan, terdapat konstipasi, diare. c. Gangguan kesadaran Kesadaran yaitu apatis-somnolen, gejala lain roseola (bintik-bintik kemerahan karena emboli, hasil dalam kapiler kulit (Rahmad Juwono, 1996). d. Komplikasi Komplikasi intestinal, perdarahan usus, perporasi usus, ilius paralitik, komplikasi extraintestinal, komplikasi kardiovaskuler (kegagalan sirkulasi, miokarditis, 13 trombosis, tromboflebitis), komplikasi darah (anemia hemolitik, trombositopenia, dan sindrom uremia hemolitik), komplikasi darah (pneumonia, empiema, pleuritis), komplikasi pada hepar dan kantung empedu (hepatitis, kolesisitis, komplikasi ginjal, komplikasi pada tulang (Rahmad Juwono, 1996).
5. Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan Darah Tepi Terdapat
gambaran
leukopeni
yang
dimungkinkan
terjadi
penghancuran leukosit oleh endotoksin yang dihasilkan bakteri Salmonella. Limfositosis relatif dimungkinkan akibat rangsangan dari endotoksin (Anonim, 1989). b. Pemeriksaan Sumsum Tulang Dapat digunakan untuk menyokong diagnosis, pemeriksaan ini tidak termasuk pemeriksaan rutin yang sederhana. Terdapat gambaran sumsum tulang
berupa hiperaktif RES dengan adanya sel makrofag sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis dan trombopoesis berkurang (Anonim, 1989). c. Pemeriksaan Serologi Cara diagnosa tanpa biakan, cara ini telah dikembangkan berbagai bentuk untuk menentukan adanya reaksi tubuh terhadap kuman atau adanya bagian kuman (antigen) dalam berbagai cairan tubuh. Cara yang sering digunakan adalah reaksi widal. Pemeriksaan ini praktis dan relatif aman, tetapi pemeriksaan 14 reaksi ini juga mempunyai kelemahan untuk memastikan diagnosa, yaitu adanya silang dengan antibodi terhadap penyakit yang disebabkan karena kuman gram negatif yang lain serta adanya antibody karena telah terpapar oleh kuman Salmonella typhi sebelumnya (Punjabi, NH, 2004). Sampai saat ini tes widal merupakan reaksi serologis yang digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tipoid. Dasar tes widal adalah reaksi aglutinasi antara antigen Salmonella typhi dengan antibodi yang terdapat pada serum penderita (Rampengan dan Laurent, 2007). d. Pemeriksaan Mikrobiologi Diagnosis pasti dengan ditemukannya kuman Salmonella typhi pada salah satu biakan darah, feses, urine, sumsum tulang maupun cairan duodenum. Waktu pengambilan bahan sangat menentukan keberhasilan pemeriksaan bakteriologis tersebut. Misalnya biakan darah biasanya positif pada minggu pertama perjalanan penyakit, biakan feses dan urine positif biasanya pada minggu kedua, ketiga biakan dari sumsum tulang paling baik karena tidak dipengaruhi waktu pengambilan maupun pemberian antibiotika sebelumnya.
Hasil pemeriksaan biakan positif dari contoh darah penderita digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan hasil pemeriksaan biakan negatif dua kali berturut-turut pemeriksaan feses atau urine digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah sembuh atau belum atau karier (Rampengan dan Laurent, 2007). 15 e. Pemeriksaan PCR (Polimerase Chain Reaction) PCR adalah suatu cara sederhana dan cepat untuk membuat multiple copies atau memperbanyak strain DNA spesifik yang diinginkan dengan meniru replikasi DNA invivo. Kelemahan teknik ini adalah bahwa harus ada primer spesifik untuk setiap ujung segmen DNA sasaran yang akan diamplikasi. Teknik PCR memungkinkan untuk memperbanyak beberapa fragmen dari gen sekaligus yang diduga menunjukkan kelainan, amplikasi DNA dengan PCR baru memberikan hasil baik bila dilakukan untuk strain DNA di bawah 1000 basa. Sedangkan bila lebih efisiensi reaksi berkurang drastis (Kresno, 2002).
D. Gambaran Leukosit Penderita Demam Tipoid Sel darah putih (leukosit) dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu sel pagosit dan limposit. Leukosit dalam darah normal jumlahnya
4000-11000 sel/mm3,
leukosit berada dalam darah untuk melintas saja menuju lokasi lain karena tidak punya fungsi di dalam pembuluh darah. Gambaran leukosit secara umum pada penderita demam tipoid dalam diagnosa laboratoriumnya ditemukan jumlah leukosit yang berkurang dari normal, sebab pada penderita demam tipoid yang terinfeksi oleh
kuman Salmonella typhi mengeluarkan endotoksin pada dinding luar kuman berupa lipopolisakarida sendiri akan memacu makrofag yang
berfungsi mengaktifator
neutrofil, sehingga neutrofil dalam sirkulasi akan masuk jaringan akibatnya16leukosit di dalam jaringan akan berkurang. Adapun fungsi leukosit di dalam jaringan yaitu sebagai garis pertahanan bila ada kerusakan jaringan, ada rangsangan atau benda asing masuk. Fungsi ini terutama diperankan oleh neutrofil, karena 70% dari jumlah leukosit adalah neutrofil (Baratawidjaja, 1996).
E. Kerangka Teori
Macam pemeriksaan : 1. Cara manual 2. Menggunakan elektrik
Kasus : Demam tipoid
Lekopeni
Pemeriksaan Widal
Hitung Leukosit
Normal
Leukositosis Sumber kesalahan : 1. Tahap pra instrumentasi 2. Tahap instrumentasi 3. Tahap pasca instrumentasi
F. Kerangka Konsep
Darah penderita demam tipoid + antikoagulan (Pemeriksaan Widal)
Jumlah Leukosit Penderita Demam Tipoid