BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Penelitian ini mengacu kepada penelitian-penelitian sebelumnya tentang derajat desentralisasi pemerintah daerah yang dihubungkan dengan karakteristik pemerintah daerah dengan sampel kabupaten/kota di Pulau Jawa. Penjelasan mengenai kerangka teori dan hal-hal yang terkait dengan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: A. Teori Organisasi Teori organisasi adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari bagaimana mengkoordinasi orang-orang di dalamnya dalam mencapai tujuan
tertentu
(McAuley, Duberly dan Johnson (2007)). Teori organisasi adalah teori untuk mempelajari kerjasama pada setiap individu. Untuk mencapai tujuan beserta caracara yang ditempuh dengan menggunakan teori yang dapat menerangkan tingkah laku dan motivasi individu dalam proses kerjasama individu dalam kelompok. Teori organisasi dalam penelitian ini digunakan untuk menjelaskan tentang karakteristik pemerintah daerah sebagai dasar teori, dengan penjelasan berikut ini. A.1 Pengertian Teori Organisasi Organisasi didefinisikan sebagai suatu kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang elatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan (Robbins Stephen P., 2006). Oleh karena itu, organisasi adalah suatu unit yang terdiri dari orang atau kelompok
12
13
orang yang berinteraksi satu sama lain. Lebih jauh Lubis dan Husaini (1987) menjelaskan organisasi adalah sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok manusia, yang berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing, yang sebagai satu kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga bisa dipisahkan secara tegas dari lingkungannya. Organisasi merupakan salah satu sarana untuk mencapai tujuan perusahaan melalui pelaksanaan fungsifungsi manajemen yang dilakukan seorang pimpinan dengan organisasi yang tercipta di perusahaan yang bersangkutan. Tiga elemen pokok dalam organisasi adalah (1) interaksi manusia (2) kegiatan yang mengarah pada tujuan dan (3) struktur organisasi itu sendiri (Kuspriatni, 2009). Menurut John Pfiffner dan S. Owen Lane dalam Supardi & Syaiful Anwar (2002: 4), organisasi adalah proses penggabungan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh orang-orang, atau kelompok-kelompok dengan kekuasaan yang diperlukan untuk pelaksanaan itu, sehingga kewajiban yang dilaksanakan demikian itu memberikan saluran-saluran yang terbaik bagi penyelenggaraan usaha yang efisien, teratur, positif dan dikoordinasikan. Lebih lanjut Cushway dan Lodge menyatakan bahwa setiap organisasi bersifat dinamis dan akan dipengaruhi sedikit banyak oleh perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan luar. Menurut McAuley et al. (2007), teori organisasi penting dalam dua hal pertama, teori organisasi membantu kita untuk memahami siapa diri kita. Kedua teori organisasi adalah tentang kita dan bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupan kita, sehingga dapat disimpulkan bahwa teori organisasi
14
adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari bagaimana mengkoordinasi orangorang di dalamnya dalam mencapai tujuan tertentu. Teori organisasi secara umum bisa diartikan sebagai suatu pikiran yang merupakan sekelompok orang yang membagi tugas secara terstruktur untuk mendapatkan pedoman yang ingin dicapai bersama-sama. (Subkhi dan Jauhar 2013). Menurut Sutarto (1985) bahwa organisasi adalah sistem yang saling berpengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu, teori organisasi juga dapat dilihat dari beberapa pendekatan. Diantaranya pendekatan klasik, pendekatan perilaku, pendekatan pengambilan keputusan,
pendekatan
spontanitas,
pendekatan
peranserta,
pendekatan
pengarahan, pendekatan sistem dan pendekatan kontingensi. Menurut Lubis dan Husaini (1987), teori organisasi adalah sekumpulan ilmu pengetahuan yang membicarakan mekanisme kerjasama dua orang atau lebih secara sistematis untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Teori organisasi merupakan sebuah teori untuk mempelajari kerjasama pada setiap individu. Hakekat individu dalam kelompok untuk mencapai tujuan beserta cara-cara yang ditempuh dengan menggunakan teori yang dapat menerangkan tingkah laku, terutama motivasi individu dalam proses kerjasama. Menurut Herbert dan Gullet (1975), pengorganisasian merupakan proses yang mana struktur suatu organisasi dibuat dan ditegakkan. Proses ini meliputi ketentuan dari kegiatan-kegiatan yang spesifik yang perlu untuk menyelesaikan semua sasaran organisasi, pengelompokan kegiatan tersebut berkaitan dengan
15
susunan yang logis dan tugas dari kelompok kegiatan ini bagi suatu jabatan atau orang yang bertanggung jawab. Laegaard dan Bindslev (2006) menggunakan tiga level dalam menentukan teori organisasi, yaitu : a)
Tingkat sosial-psikologi Berkaitan dengan hubungan individu dan antar personal dalam organisasi. Contohnya: teori ekpekstasi, teori administratif, teori kebutuhan dan teori motivasi
b) Tingkat struktural Tingkatan ini memfokuskan pada organisasi secara umum dan subdivisi dalam organisasi. Contohnya: model birokrasi, teori administrasi, organisasi loose-cloupled. c)
Tingkat Makro Tingkatan ini memfokuskan pada organisasi sebagai pemain terkait dengan
organisasi
lain
dan
masyarakat.
Contohnya:
learning
organization. Digunakan tiga fokus dalam menentukan tingkatan teori organisasi pengukuran, yaitu kinerja atas tugas, motivasi dan penyesuaian dengan lingkungan sekitar. Dengan demikian, teori organisasi dapat dilihat dari beberapa pendekatan. A.2 Organisasi Sektor Publik Menurut Mahsun (2006: 7), organisasi sektor publik adalah organisasi yang berhubungan dengan kepentingan umum dan penyediaan barang atau jasa kepada publik yang dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lain yang diatur
16
dengan hukum. Cakupan organisasi sektor publik sering tidak sama di setiap negara tidak ada definisi yang secara komprehensif dan lengkap bisa digunakan untuk semua sistem pemerintahan. Area organisasi sektor publik bahkan sering berubah-ubah tergantung pada kejadian historis dan suasana politik yang berkembang di suatu negara. Di Indonesia, berbagai organisasi termasuk dalam cakupan sektor publik antara lain pemerintah pusat, pemerintah daerah, sejumlah perusahaan di mana pemerintah mempunyai saham (BUMN dan BUMD), organisasi bidang pendidikan, organisasi bidang kesehatan, dan organisasiorganisasi massa. Beberapa sektor publik dikelola dengan menggunakan sumber pendanaan dari sumbangan atau dana amal (charities). Oleh karena sektor publik sangat luas, maka dalam penyelenggaraannya sering diserahkan ke pasar, namun pemerintah tetap mengawasinya dengan sejumlah regulasi. Organisasi pemerintah merupakan salah satu bentuk organisasi non profit yang bertujuan meningkatan pelayanan kepada masyarakat umum yang dapat berupa peningkatan keamanan, peningkatan mutu pendidikan atau peningkatan mutu kesehatan dan lain-lain. B. Karakteristik Pemerintah Daerah Karakteristik adalah ciri-ciri khusus; mempunyai sifat khas (kekhususan) sesuai dengan perwatakan tertentu yang membedakan sesuatu (orang) dengan sesuatu yang lain. Penelitian yang dilakukan Suhardjanto dan Miranti (2009) pada sektor swasta mendefinisikan karakteristik perusahaan sebagai ciri-ciri khusus yang
melekat
pada
perusahaan,
membedakannya dengan perusahaan lain.
menandai
sebuah
perusahaan
dan
17
Almilia dan Retrinasari (2007) melakukan penelitian karakteristik perusahaaan dengan menggunakan proksi likuiditas, leverage, net profit margin, size, dan status perusahaan dalam menjelaskan karakteristik perusahaan. Penelitian yang dilakukan Suhardjanto et al. (2010) mengacu pada Patrick (2007) dalam menjelaskan karakteristik pemerintah daerah dengan mengambil dua komponen, yaitu struktur organisasi dan lingkungan eksternal. Beberapa penelitian menggunakan berbagai indikator untuk menunjukan kekhususan pemerintah daerah. Indikator tersebut diantaranya menggunakan ukuran pemerintah daerah (Pinnuck dan Potter 2009; Patrick 2007), leverage (Sutaryo 2009; Pinnuck dan Potter 2009; Lin dan Raman 1998), grant (Pinnuck dan
Potter
2009),
intergovernmental
kompetisi
revenue,
politik
jumlah
(Pinnuck
departemen,
dan
Potter
intensitas
2009),
administrasi,
spesialisasi tugas, belanja pemerintah (Patrick 2007; Damanpour 1991; Lin dan Raman 1998; Suhardjanto dan Yulianingtyas 2011). Karakteristik pemerintah daerah dalam penelitian ini diproksikan oleh ukuran daerah, belanja daerah, jumlah SKPD, umur daerah dan status daerah pemerintah daerah kabupaten/kota di Pulau Jawa tahun 2013. B.1 Ukuran Daerah Ukuran (size) organisasi banyak digunakan sebagai bagian dari karateristik suatu organisasi, baik dalam bentuk perusahaan maupun pemerintah lokal.Ukuran organisasi menunjukan besar kecilnya suatu organisasi. Banyak penelitian menggunakan berbagai indikator untuk menentukan ukuran organisasi. Ukuran organisasi dapat diukur dari total aset, jumlah karyawan yang dimiliki, jumlah
18
produksi yang dihasilkan maupun total pendapatan. Damanpour (1991) dan Patrick (2007) mengungkapkan bahwa ukuran organisasi merupakan bagian dari struktur organisasi. Penelitian Sudarmadji dan Sularto (2007) menyatakan, besar (ukuran) perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran perusahaan. Ketiga variabel ini digunakan untuk menentukan ukuran perusahaan karena dapat mewakili seberapa besar perusahaan tersebut. Semakin besar aktiva maka semakin banyak modal yang ditanam, semakin banyak penjualan maka semakin banyak perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ia dikenal dalam masyarakat. Dari ketiga variabel ini, nilai aktiva lebih stabil dibandingkan dengan nilai market capitalized dan penjualan dalam mengukur ukuran perusahaan. Ukuran yang besar dalam pemerintah akan memberikan kemudahan kegiatan operasional yang kemudian akan mempermudah dalam memberi pelayanan masyarakat yang memadai. Selain itu kemudahan di bidang operasional juga akan memberi kelancaran dalam memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna kemajuan daerah sebagai bukti peningkatan kinerja (Kusumawardani, 2012). Semakin besar ukuran pemerintah daerah akan menjadikan daerah tersebut memiliki kemampuan untuk mengelola keuangannya. Dengan kata lain, derajat desentralisasi fiskal akan semakin tinggi dengan ukuran pemerintah daerah yang besar.
19
B.2 Belanja Daerah Belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Belanja modal digunakan untuk memperoleh aset tetap pemerintah daerah seperti peralatan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Belanja daerah dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Secara teoritis, ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut, yakni dengan membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lain, dan membeli. Namun, untuk kasus di pemerintahan, biasanya cara yang dilakukan adalah dengan cara membeli. Aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja modal merupakan prasayarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Untuk menambah aset tetap, pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam
20
bentuk anggaran belanja modal dalam APBD. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Biasanya setiap tahun diadakan pengadaan aset tetap oleh pemerintahan daerah, sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang memberikan dampak jangka panjang secara finansial (Abdulah, 2006). Belanja daerah akan memicu pendapatan daerah yang mengakibatkan daerah tersebut mampu untuk melakukan pengelolaan keuangan daerahnya sendiri. B.3 Jumlah SKPD Mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (PPKD), laporan keuangan SKPD yang telah disusun oleh Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (PPK-SKPD) selanjutnya disampaikan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) sebagai dasar penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Laporan keuangan SKPD disampaikan kepada kepala daerah melalui PPKD paling lambat dua bulan setelah akhir tahun anggaran/periode akuntansi berakhir. SKPD merupakan wujud dari vertical accountability, yaitu pengevaluasian kinerja bawahan oleh atasannya dan sebagai bahan horizontal accountability pemerintah daerah yaitu kepada masyarakat atas amanah yang diberikan kepadanya. Dalam melakukan proses pengelolaan keuangan daerah masingmasing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai dengan ketetapan Permendagri No. 13 Tahun 2006 dikatakan sebagai pengguna anggaran
21
melakukan tugas antara lain dari proses penyusunan APBD, pelaksanaan dan penatausahaan belanja, pelaksanaan dan penataan pendapatan, akuntansi dan pelaporan sampai kepada perubahan APBD Entitas pelaporan adalah unit organisasi pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan perundang-undangan wajib melaporkan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan,
pemerintah
kabupaten/kota
memberikan kewenangan kepada Dinas Pengelolaan Keuangan, dan Kekayaan Daerah (DPKKD) sebagai Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah (SKPKD) untuk mengelola administrasi keuangan pemerintah daerah beserta pelaporan keuangannya. PP no 58 tahun 2005 menjelaskan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merupakan perangkat daerah pada pemerintah daerah yang diberi kekuasaan untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah terutama wewenang atas pengguna anggaran/barang daerah. Penggunaan anggaran/barang daerah tersebut tentunya adalah untuk pelayanan kepada masysrakat yang menjadi tugas dan kewenangan SKPD yang bersangkutan sehingga diasumsikan semakin besar jumlah SKPD semakin baik pelayanan kepada masyarakat sehingga bisa menunjukan bahwa pemerintah daerah mampu untuk mengelola keuangan daerahnya. B.4 Umur Daerah Umur administratif pemerintah daerah, yaitu tahun dibentuknya suatu pemerintahan daerah berdasarkan undang-undang pembentukan daerah tersebut.
22
Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan wajib pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Penelitian Lesmana (2010) menyatakan bahwa
semakin
lama
suatu
Pemerintah
daerah
menyelenggarakan
pemerintahannya, semakin besar tingkat pengungkapan yang disajikan oleh Pemerintah daerah tersebut Umur administratif Pemerintah daerah, yaitu tahun dibentuknya suatu Pemerintahan daerah berdasarkan undang-undang pembentukkan daerah tersebut, merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan wajib pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Pada penelitian Darmastuti dan Setyaningrum (2011) mengatakan bahwa umur pemerintah daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial, sedangkan penelitian Lesmana (2010) membuktikan bahwa semakin lama suatu pemerintah daerah menyelenggarakan pemerintahannya, semakin besar tingkat pengungkapan yang disajikan oleh pemerintah daerah tersebut. Umur pemerintah daerah yang semakin banyak akan dapat mengelola keuangan dengan pengalamanya mampu mencapai derajat desentralisasi fiskal yang baik. B.5 Status Daerah Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) RI Tahun 1945 Pasal 18B ayat (1) disebutkan bahwa “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur undang-undang”. Pandangan bahwa jenis daerah mempengaruhi kelengkapan pengungkapan dikarenakan adanya perbedaan karakteristik masyarakat dan struktur pendapatan berimplikasi pada kontrol sosial yang berbeda pula (Abdullah, 2004).
23
Status daerah berpengaruh pada pendapatan suatu daerah tersebut sehingga masyarakat juga ikut berpartisipasi dalam pengawasan anggaran dengan tujuan transparansi atau keterbukaan dalam anggaran. Di era globalisasi ini, pengetahuan masyarakat
mengenai
terselenggaranya
pemerintah
daerah
di
setiap
kabupaten/kota semakin meningkat, sehingga pemerintah harus mengembangkan daerah masing-masing seperti potensi daerah. Daerah kota dianggap memiliki kemajuan yang lebih baik dibanding kabupaten sehingga daerah kota akan mampu melakukan pengelolaan keuangan daerah dengan lebih baik agar dapat tercapai derajat desentralisassi fiskal yang baik. C. Desentralisasi Fiskal Desentralisasi fiskal menurut Undang-Undang No 5 th 1979 adalah penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya. Sedangkan dalam UU No 22 th 1999 desentralisasi merupakan penyerahan wewenang oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka NKRI. Pengertian ini dijelaskan lagi dengan UU No. 25 tahun 1999 yang berisi tentang perimbangankeuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Dengan demikian, desentralisasi (otonomi daerah) merupakan suatu masyarakat lokal yang mempunyai peran signifikan dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan erat dengan arah dan tujuan pembangunan masyarakatlokal itu sendiri. Pelaksanaan
otonomi
daerah
di
Indonesia
dilaksanakan
dengan
berlandaskan pada dasar hukum UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
24
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pada hakekatnya pelaksanaan otonomi daerah merupakan penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada daerah untuk mengelola potensi yang ada di daerah, yang diikuti dengan penyerahan personil, prasarana, pembiayaan, dan dokumen. Pada garis besarnya konsep desentralisasi dapat dibedakan menjaditiga bagian besar, yaitu: desentralisasi politik, desentralisasi administrasi, dan desentralisasi fiskal. Ketiganya saling berkaitan erat satu sama lain, dan semestinya dilaksanakan bersama-sama agar berbagai tujuan otonomi daerah seperti peningkatan kualitas layanan publik tidak terbengkalai (Elmi, 2002). Pelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang
pengelolaan
beberapa
urusan
pemerintah
pusat
ke
daerah
mengharuskan reformasi pengelolaan pemerintah pada berbagai aspek termasuk pengelolaan keuangan daerah (Carnegie, 2005). Dengan desentralisasi fiskal, terjadi aliran dana yang cukup besar dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (Syahrudin, 2006). Pemerintah daerah dituntut untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan dan pelaporan keuangan pemerintahnya. Idealnya desentralisasi fiskal dapat
meningkatkan
efisiensi,
efektifitas, transparansi
dan
akuntabilitas
pengelolaan keuangan pemerintah (Moisiu, 2013). Kondisi ini terbukti pada beberapa daerah dimana desentralisasi fiskal meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik (Liu, 2007)
25
C.1 Derajat Desentralisasi Fiskal Derajat desentralisasi fiskal adalah rasio antara pendapatan asli daerah dengan total penerimaan daerah yang menggambarkan tingkat kemampuan daerah dalam kemandirian fiskal (Sistiana Mega, 2012). Tingkat desentralisasi fiskal adalah ukuran untuk menunjukkan tingkat kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan (Gde Dewa dan Hery, 2010). Tingkat desentralisasi fiskal dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan rasio PAD terhadap total penerimaan daerah. Tabel 1 Kriteria Pengukuran Skala interval Derajat Desentralisasi Fiskal Daerah Presentase
Kemampuan Keuangan Daerah
0,00-10,00 % 10,01-20,00 % 20,01-30,00 % 30,01-40,00 % 40,01-50,00 % >50,00 %
Sangat Kurang Kurang Sedang Cukup Baik Sangat Baik
Sumber : Kementrian Dalam Negeri Mengukur kinerja/kemampuan keuangan pemerintah daerah dapat dilakukan dengan menggunakan indikator derajat desentralisasi fiskal (Musgrave & Musgrave, 1980). Untuk melihat kesiapan pemerintah daerah dalam menghadapi otonomi daerah khususnya dibidang keuangan, dapat diukur dari seberapa jauh kemampuan pembiayaan urusan bila didanai sepenuhnya oleh Pendapatan Asli Daerah dan Bagi Hasil (Sumarsono, 2009)
26
Menurut Halim (2001), ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi adalah (1) kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola
dan
menggunakan
keuangannya
sendiri
untuk
membiayai
penyelenggaraan pemerintahan; (2) Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu, PAD harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah. D. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian menggunakan indikator derajat desentralisasi fiskal seperti Davoodi dan Zou (1998) serta Phillips dan Woller (1997) menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal tidak mempunyai dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang. Lebih jauh, Zhang dan Zou (1998) dan Xie et all. (1999) mendapatkan hasil bahwa pelaksanaan desentralisasi fiskal
berdampak
negatif
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
dan
kurang
mengantungkan bagi pembangunan. Sebaliknya, hasil studi Iimi (2005) dan Malik dkk (2006) menunjukkan hasil berbeda, yakni bahwa desentralisasi fiskal mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian Agustina (2010) tentang “Desentralisasi Fiskal, Tax Effort dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Studi Empirik Kabupaten Kota se-Indonesia)” menunjukkan hasil, yaitu rata-rata kabupaten/kota di Indonesia memiliki tingkat DDF yang diukur dari rasio PAD terhadap TPD di bawah 10% pada tahun 20012008. Penelitian Mega dan Makmur (2014) menemukan dari 27 kabupaten yang
27
terdapat di Jawa Timur hampir 90% rasio PAD terhadap TPD berada pada kisaran kurang dari 10%. Penelitian Kusumawardani (2012) menunjukkan bahwa size, kemakmuran, ukuran legislatif, leverage secara simultan mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah daerah sebesar 31,5% dan secara parsial menunjukkan bahwa variabel size dan ukuran legislatif berpangaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah di Indonesia sedangkan kemakmuran dan leverage tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah di Indonesia. Penelitian Mustikarini dan Fitriasasi (2012) untuk membuktikan bahwa karakterististik suatu pemerintah daerah (ukuran, tingkat kekayaan, tingkat ketergantungan dan belanja daerah) dan temuan audit BPK memiliki pengaruh terhadap skor kinerja Pemda kabupaten/kota untuk dengan menggunakan beberapa metode regresi untuk 275 PEMDA untuk tahun 2007. Mustikarini dan Fitriasasi (2012) membuktikan bahwa karakterististik suatu pemerintah daerah memiliki pengaruh terhadap skor kinerja dengan Laporan Hasil Evaluasi Pemeringkatan Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Berdasarkan LPPD kabupaten/kota di Indonesia. Penelitian Mega dan Makmur (2014) hanya meneliti ukuran derajat desentralisasi fiskal di kabupaten/kota Jawa Timur. Peneliti akan meneliti pengaruh perbedaan karakteristik pemerintah daerah kabupaten/kota di Pulau Jawa dimana kinerja keuangan pemerintah daerah diukur menggunakan derajat desentralisasi fiskal karena derajat desentralisai fiskal merupakan pengukuran apakah pemerintah daerah sudah layak untuk melakulkan desentralisasi fiskal.
28
E. Pengembangan Hipotesis E.1 Ukuran Pemerintah Daerah (Size) Patrick (2007) menggunakan ukuran (size) pemerintah daerah sebagai salah satu variabel dalam menjelaskan struktur organisasi. Penelitian ukuran (size) pemerintah daerah menunjukkan seberapa besar organisasi tersebut dilakukan oleh Cohen (2003), Patrick (2007), dan Mustikarini dan Fitriasari (2012). Hasil penelitian Mustikarini dan Fitriasari (2012) bahwa ukuran daerah berpengaruh positif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Semakin besar ukuran daerah yang ditandai dengan semakin banyak jumlah aset pemerintah daerah maka kinerja keuangan pemerintah daerah semakin baik sehingga mencapai derajat desentralisasi fiskal. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis: H1 : Terdapat pengaruh positif ukuran daerah terhadap derajat desentralisasi fiskal pemerintah daerah. E.2 Belanja Daerah Menurut UU no 32 tahun 2004 pasal 167 ayat 1, belanja daerah digunakan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan publik di bidang ekonomi, sosial, kesehatan, maupun pendidikan. Merujuk kepada hal ini, seharusnya semakin
tinggi
tingkat
pelayanan
yang
diberikan,
semakin
tinggi
pertanggungjawaban pemerintah daerah untuk melaporkan belanja yang telah dikeluarkan.
29
Lin dan Liu (2000) menyatakan bahwa pemerintah perlu untuk meningkatkan investasi modal guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Mereka menemukan adanya korelasi yang kuat antara share (belanja) investasi pada infrastruktur dengan tingkat desentralisasi. Strategi alokasi anggaran pembangunan ini pada gilirannya mampu mendorong dan mempercepat pembangunan ekonomi nasional, sekaligus menjadi alat untuk mengurangi disparitas regional (Majidi, 1997). Dengan semakin besar belanja daerah akan menambah pelayanan masyarakat sehingga masyarakat lebih aktif dalam kegiatan perekonomian, sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah sehinggga dapat mengahsilkan derajat desentralisasi fiskal yang baik. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikembangkan hipotesis: H2 : Terdapat pengaruh positif belanja daerah terhadap derajat desentralisasi fiskal pemerintah daerah. E.3 Jumlah SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) PP no 58 tahun 2005 menjelaskan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merupakan perangkat daerah pada pemerintah daerah yang diberi kekuasaan untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah terutama wewenang atas pengguna anggaran/barang daerah. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merepresentasikan diferensiasi fungsional di pemerintahan Indonesia. Diferensiasi fungsional suatu daerah secara positif berhubungan dengan inovasi administratif (Damanpour, 1991; Patrick, 2007). Penggunaan anggaran/barang daerah tersebut tentunya adalah untuk pelayanan kepada masysrakat yang menjadi tugas dan kewenangan SKPD yang bersangkutan sehingga diasumsikan semakin besar
30
jumlah SKPD semakin baik pelayanan kepada masyarakat. Hal ini berarti kinerja kemampuan keuangan pemerintah daerah semakin baik. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikembangkan hipotesis: H3 : Terdapat pengaruh positif jumlah SKPD terhadap derajat desentralisasi fiskal pemerintah daerah. E.4 Umur Pemerintah Daerah Umur administratif Pemerintah daerah, yaitu tahun dibentuknya suatu Pemerintahan daerah berdasarkan undang-undang pembentukan daerah tersebut. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan wajib pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Penelitian Lesmana (2010) menyatakan bahwa
semakin
lama
suatu
pemerintah
daerah
menyelenggarakan
pemerintahannya, semakin besar tingkat pengungkapan yang disajikan oleh pemerintah daerah tersebut. Semakin lama suatu pemerintah daerah terbentuk, maka pemerintah daerah tersebut semakin berpengalaman dan pengalaman tersebut menjadi keunggulan dari Pemerintah dalam menjalankan sistem administrasinya termasuk proses pencatatan dan pelaporan keuangan secara langsung akan berpengaruh pada semakin meningkatnya kinerja pemerintah. Dari uraian di atas dapat diasumsikan bahwa semakin besar umur daerah maka semakin berpengalaman dalam pemeliharaan keuangan dan sarana publik. Hal ini berarti kinerja kemampuan keuangan pemerintah daerah semakin baik. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikembangkan hipotesis: H4 : Terdapat pengaruh positif umur daerah terhadap derajat desentralisasi fiskal pemerintah daerah.
31
E.5 Status Pemerintah Daerah Pandangan bahwa jenis daerah mempengaruhi kelengkapan pengungkapan dikarenakan adanya perbedaan karakteristik masyarakat dan struktur pendapatan berimplikasi pada kontrol sosial yang berbeda pula (Abdullah, 2004). Status daerah berpengaruh pada pendapatan suatu daerah tersebut sehingga masyarakat juga ikut berpartisipasi dalam pengawasan anggaran dengan tujuan transparansi atau keterbukaan dalam anggaran. Di era globalisasi ini, pengetahuan masyarakat mengenai terselenggaranya pemerintah daerah di setiap kabupaten/kota semakin meningkat sehingga pemerintah harus mengembangkan daerah masing-masing seperti potensi daerah. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikembangkan hipotesis: H5 : Terdapat pengaruh positif status daerah terhadap derajat desentralisasi fiskal pemerintah daerah. E.6 Ukuran Pemerintah Daerah dan Belanja Daerah Semakin besar ukuran daerah maka akan semakin besar belanja yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Dengan fakta yang menunjukkan hal tersebut maka diasumsikan bahwa ukuran pemerintah daerah berpengaruh terhadap belanja daerah. Semakin besar ukuran jumlah aset emerintah daerah berengaruh ositif terhada jumlah belanja daerah. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikembangkan hipotesis: H6 : Terdapat pengaruh positif ukuran daerah terhadap belanja pemerintah daerah.
32
F. Skema Konseptual Skema konseptual pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui sebuah penelitian. Menurut Iskandar (2008: 55), dalam penelitian kuantitatif, kerangka konseptual merupakan suatu kesatuan kerangka pemikiran yang utuh dalam rangka mencari jawabanjawaban ilmiah terhadap masalah-masalah penelitian yang menjelaskan tentang variabel-variabel, hubungan antara variabel-variabel secara teoritis yang berhubungan dengan hasil penelitian yang terdahulu yang kebenarannya dapat diuji secara empiris. Mengacu pada hipotesis yang telah lebih dahulu dirumuskan, hubungan antar variabel dapat digambarkan dalam bentuk model yang menggambarkan hubungan antara variabel independen yaitu ukuran daerah (total aset), belanja daerah, jumlah SKPD, umur pemda dan status pemda terhadap variabel dependen yaitu derajat desentralisasi fiskal pemerintah daerah. Skema konseptual yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1 berikut: Variabel Independen Ukuran Daerah H6+
Belanja Daerah Jumlah SKPD
Variabel Dependen H1+ H2+
H3+ H4+
Umur Pemda H5 Status Pemda
Derajat Desentralisasi Fiskal Pemerintah Daerah
12