BAB II TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI
II.1.
TINJAUAN UMUM II.1.1. Mixed Use Building Definisi Mixed use Building •
Menurut Mike Jenk dalam bukunya yang berjudul “ The Compact City A Suistanable Urban From? ” (1996), mixed use building adalah proyek Real Estate yang relatif besar ( dengan rasio area lantai terdiri dari tiga atau lebih) yang terkarakteristik tiga atau lebih penggunaan bangunan revenue seperti retail, office, residential, hotel/motel dan rekreasi – yang dalam proyek perencanaannya akan saling berhubungan dan bergantung satu sama lainnya. Dengan fungsi dan bentuk fisik yang terintegrasi dari komponen proyek, temasuk jalur pedestrian yang tidak terpotong.
•
Menurut buku “ Office Development Hand Book, ULI- the Urban Land Institude, (1985), mixed use building adalah suatu kawasan bisnis multi fungsi bagian dari wilayah kota yang menampung beberapa kegiatan yang berbeda didalamnya, masing-masing kegiatan saling melengkapi dan berkaitan erat serta saling berinteraksi, pengembangannya harus memiliki peranan yang jelas dan akurat diangkat dari masing-masing fungsi kegiatan.
7
•
Menurut Endy Marlina dalam bukunya Perancangna Bangunan Komersial (2008, p280), Mixed Use Building adalah satu upaya pendekatan perancangan yang berusaha menyatukan berbagai aktivitas dan fungsi yang berada di bagian area suatu kota ( luas area terbatas, harga tanah mahal, letak strategis, nilai ekonomi tinggi) sehingga terjadi satu struktur yang kompleks dimana semua kegunaan dan fasilitas saling berkaitan dalam kerangka integrasi yang kuat.
Sejarah Mixed use Building Awal mula Mixed Use Building ini berasal dari bangunan Greek Agora dan Roman Bath. The Agora ini merupakan pusat dari Kota Greek di Yunani yang berfungsi sebagai pasar. Selain untuk pasar, The Greek ini digunakan sebagai tempat untuk berkumpul dan berdiskusi tentang masalah sosial dan politik. Begitu pula dengan Roman Bath, bangunan ini berfungsi sebagai tempat diskusi umum. Tempat ini juga berfungsi sebagai tempat latihan dan pusat hiburan, seperti perpustakaan, teater, hall, lapangan olah raga, dan restoran. The Greek dan Bath merupakan contoh dari bangunan beragam fungsi dengan skala bangunan besar. Skala bangunan kecil dapat dilihat dari Kota Medieval yang merupakan kota yang tertutup dari kehidupan luar. Beberapa kegiatan yang diisolasi dilayani oleh Gereja dan Hall kota, sedangkan aktivitas lainnya dilakukan pada rumah mereka masing-masing.
8
Daerah hunian dan daerah kerja dibangun dalam satu struktur, karena itulah bangunan ini memiliki berbagai macam fungsi. Pada jaman pertengahan, jalanan dijadikan tempat untuk berbisnis. Pengertian sosial dari Kota Medievel ini telah berubah, begitu pula dengan fungsi dari bangunan yang ada. Pada kota Reinaissance dan Baroque, rumah digunakan pula sebagai tempat untuk berjualan. Mereka bekerja dan tinggal di toko itu. Bangunan beragam fungsi berawal dari bangunan yang berfungsi sebagai hunian dan sebagai tempat untuk bekerja, dalam skala kecil lebih dikenal dengan sebutan ”ruko”. Lantai bawah rumah digunakan sebagai tempat untuk bekerja, sedangkan lantai atas digunakan sebagai tempat untuk tinggal.
Persoalan perancangan sebuah bangunan/ kompleks bangunan yang mempunyai fungsi campur dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Persoalan
perancangan
wadah
dari
fungsi-fungsi
yang
akan
dikembangkan di dalamnya, misalnya apartemen, hotel, kantor sewa, pusat perbelanjaan, dan lain-lain. 2. Persoalan penggabungan berbagai macam fungsi dalam satu bangunan/ kompleks banguanan. Salah satu keunggulan Superblok/ Mixed yse Building adalah tergabungnya berbagai fungsi dan aktivitas dalam satu area sehingga memberikan kemudahan dan efisiensi lebih bagi konsumennya.
9
II.1.2. Mal Definisi Mal Istilah pusat perbelanjaan memiliki beberapa pengertian, diantaranya adalah : 1. Menurut Gruen dalam bukunya yang berjudul Centers for Urban Environment: Survival of the Cities, mal adalah suatu tempat kegiatan pertukaran dan distribusi barang/jasa yang bercirikan komersial, melibatkan perencanaan dan perancangan yang matang karena bertujuan memperoleh keuntungan (profit) sebanyak-banyaknya. 2. Menurut Beddington dalam bukunya yang berjudul Design for Shopping Center (1981), mal adalah kompleks perbelanjaan terencana, dengan pengelolaan yang bersifat terpusat, dengan sistem menyewakan unit-unit kepada pedagang individu, sedangkan pengawasannya dilakukan oleh pengelola yang bertanggung jawab secara menyeluruh. 3. Masih menurut Beddington, mal adalah suatu wadah dalam masyarakat yang menghidupkan kota atau lingkungan setempat. Selain berfungsi sebagai tempat untuk kegiatan berbelanja atau transaksi jual beli, juga berfungsi sebagai tempat untuk berkumpul atau berekreasi. 4. Menurut buku Shopping Centre Development Handbook, mal adalah sekelompok kesatuan pusat perdagangan yang dibangun dan didirikan pada sebuah lokasi yang direncanakan, dikembangkan, dimulai, dan diatur menjadi sebuah kesatuan operasi (operation unit), berhubungan dengan lokasi, ukuran, tipe took, dan area perbelanjaan dari unit tersebut.
10
Unit ini juga menyediakan parker yang dibuat berhubungan dengan tipe dan ukuran total took-toko. 5. Menurut The American People Encyclopedia (1981), mal adalah suatu wadah yang dipergunakan sebagai tempat untuk menampung kelompok pedagang dalam suatu sistem manajemen terencana, yang memberikan pelayanan terhadap kebutuhan ekonomi masyarakat dalam suatu lingkungan tertentu dan merupakan salah satu fasilitas kota untuk memberikan kenikmatan berbelanja. 6. Menurut Rubenstein (1978), mal adalah suatu area pergerakkan (linier) pada suatu area ousat bisnis kota (central city business area) yang lebih diorientasikan bagi pejalan kaki; berbentuk pedestrian dengan kombinasi plaza dan ruang-ruang interaksional. 7. Menurut Maitland (1987), mal adalah pusat perbelanjaan yang berintikan satu atau beberapa department store besar sebagai daya tarik dari retailretail kecil dan rumah makan dengan tipologi bangunan seperti toko yang menghadap ke koridor utama mal atau pedestrian yang merupakan unsure utama dari sebuah shopping mall, dengan fungtsi sebagai sirkulasi dan sebagai ruang komunal bagi terselenggaranya interaksi antar pengunjung dan pedagang. 8. Menurut Peraturan DKI Jakarta No 11 Tahun 1971, mal adalah suatu lembaga dalam masyarakat yang menghidupkan kota atau lingkungan itu, selain berfungsi sebagai tempat untuk berbelanja juga sebagai tempat tempat untuk berkumpul dan berekreasi. Ketiga unsure itu umumnya ada
11
dalam
suatu
pusat
perbelanjaan,
dimana
pertumbuhan
saling
mempengaruhi. Dari beberapa pengertian diatas, terdapat beberapa kata kunci yang terkait dengan pusat perbelanjaan, yaitu: 1. adanya kegiatan jual beli atau pertukaran barang dan jasa, dan 2. dapat berfungsi juga sebagai tempat untuk berkumpul dan berekreasi. Dua kata kuci tersebut akan mewarnai proses perancangan sebuah pusat perbelanjaan, selain kata kunci utama sebagai bangunan komersial, yaitu bertujuan menghasilkan keuntungan bagi pemiliknya.
Prinsip dan Pertimbangan Pusat Perbelanjaan Dalam konteks bangunan komersial, pada umumnya sebuah pusat perbelanjaan merupakan suatu bangunan sewa yang dikhususkan untuk mewadahi fungsi perdagangan. Pemahaman ini memberikan gambaran adanya persamaan antara sebuah kantor sewa dengan sebuah pusat perbelanjaan. Perbedaan spesifik pada bangunan komersial ini terletak pada fungsinya. Sebuah pusat perdagangan merupakan ruang sewa yang dikhususkan mewadahi fungsi perdagangan atau jual beli. Pada perancangan ruang sewa sebua pusat perbelanjaan, modul ruang sewa merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan. Dimensi modul ruang sewa ditentukan berdasarkan tiga pertimbangan sebagai berikut: 1. Kemampuan sewa calon tenant (penyewa).
12
2. Modul struktur bangunan disesuaikan dengan distem struktur yang digunakan. 3. Pertimbangan yang terkait dengan jenis barang yang didagangkan. Unsur-unsur yang menunjang keberhasilan sebuah mal adalah: 1. Bentuk Mal Menurut Maithland (1987) terdapat tiga bentuk umum mal dengan keuntungan dan kerugian tersendiri, yaitu: •
Open Mall Mal terbuka adalah mal tanpa pelingkup. Keuntungannya adalah kesan luas dan perencanaan teknis yang mudah sehingga biaya lebih murah. Kerugiannya berupa kendala climatic control (berpengaruh terhadap kenyamanan) dan kesan pewadahan kurang.
Gambar 1. Santa Monica Mall, California
•
Enclosed Mall Mal tertutup adalah mal dengan pelingkup. Keuntungannya berupa kenyamanan climatic control. Kerugiannya adalah biaya mahal dan kesan kurang luas.
13
Foto 1. Grand Indonesia Mall, Indonesia
•
Integrated Mall Mal terpadu adalah penggabungan mal terbuka dan tertutup. Munculnya bentuk ini merupakan antisipasi terhadap keborosan energi untuk climatic control serta mahalnya pembuatan dan perawatan mal tertutup. Mal ini juga bertujuan mengonsentrasikan daya tarik pengunjung pada mal tertutup.
Gambar 2. Pasargad Leisure Mal, Tehran, Iran
14
2. Pola Mal Pada dasarnya pola mal berprinsip linier. Tatanan mal yang banyak dijumpai adalah mal berkoridor tunggal dengan lebar koridor standar antara 8-16 m. Penggunaan pola grid pada mal akan mempermudah
pengaturan
modul
untuk
retail-retail,
sirkulasi,
penempatan atrium, parkir dan sebaginya. Untuk memudahkan akses pengunjung, pintu masuk sebaiknya dapat dicapai dari segala arah. Mal sebiknya ditata sedemikian rupa agar terdapat magnet pada tiap akhir mal. Jarak antar magnet antara 100 sampai
dengan
200
m
atau
sepanjang
masih
memungkinkan
kenyamanan pejalan kaki. 3. Dimensi Mal 4. Penataan Letak Retail disepanjang Mal 5. Pencahayaan Bagian atap mal biasanya diselesaikan dengan skylight, hal ini bertujuan untuk menunjang konsep ruang yang menerus pada mal. Skylight ini berfungsi untuk memasukkan cahaya matahari ke dalam bangunan mal pada siang hari, sebagai pengarah pada mal, dan membantu pengunjung untuk memfokuskan orientasi ke dalam bangunan. Penggunaan cahaya matahari sebagai sumber cahaya alami dapat meningkatkan efisiensi operasional mal, khususnya terhadap pengunaan tenaga listrik untuk pencahayaan buatan. Penggunaan skylight juga
15
menguntungkan dari segi penggunaan energi karena pengguanan lampu pada siang hari dapat dikurangi. 6. Elemen-elemen Arsitektural pada Mal
Keberhasilan sebuah pusat perbelanjaan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pertimbangan perancangan yang lain, yaitu: 1. Pemilihan Site Site yang baik dapat meningkatkan peluang sebuah pusat perbelanjaan untuk mengahasilkan keuntungan. Pertimbangan pemilihan site untuk sebuah pusat perbelanjaan dapat dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut: a. Site yang dipilih memungkinkan untuk dibangun dan terletak di dalam kawasan perdagangan yang direkomendasikan dalam analisis pasar. b. Site yang dipilih mempunyai ukuran yang cukup luas dan bentuk yang sesuai untuk rancangan area perdagangan dengan segala kelengkapannya, termasuk ruang parkir yang cukup. c. Aturan-aturan pemanfaatan ruang pada lahan yang dipilih tidak menghambat pembangunan yang akan dilakukan. d. Lokasi mudah dicapai dan minimum satu jalan tol atau gate kawasan (terminal, stasiun,, atau bandara). e. Harga tanah harus disesuaikan dengan jumlah modal dan uang sewa yang mungkin diperoleh.
16
2. Perilaku pengguna pusat perbelanjaan Tujuan pengunjung mendatangi sebuah pusat perbelanjaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu berbelanja dan berekreasi. Untuk memenuhi dua tujuan kedatangan pengunjung pada sebuah pusat perbelanjaan, perlu dirancang fasilitas-fasilitas perbelanjaan dan rekreasi.
Pertimbangan yang tidak kalah penting untuk diperhatikan pada rancangan bangunan pusat perbelanjaan adalah penampilan bangunan. Sebuah pusat perbelanjaan harus direncanakan dengan tujuan semaksimal mungkin mendatangan keuntungan. Tampilan bangunan perlu dirancang semenarik mungkin sehingga dapat mengundang konsumen untuk memasuki bangunan ini. Pada proses pembentukan tampilan/fasade bangunan, setidaknya terdapat delapan elemen yang dapat digunakan untuk membentuk fasade bangunan, yaitu: 1. Struktur Bangunan 2. Etalase 3. Pintu Masuk Bangunan 4. Material Bangunan 5. Warna 6. Bukaan 7. Ornamen 8. Elemen Lansekap (Vegetasi, Air)
17
Secara garis besar Mal dapat diartikan sebagai tempat melakukan kegiatan jual beli atau pertukaran barang dan jasa, disertai dengan tempat untuk berkumpul dan berekreasi yang pengelolaannya bersifat terpusat.
II.1.3. Apartemen Definisi Apartemen Istilah pusat perbelanjaan memiliki beberapa pengertian, diantaranya adalah : 1. Menurut Endy Marlina dalam bukunya yang berjudul Perancangan Bangunan Komersial (2008, p86), apartemen adalah bangunan yang memuat beberapa grup hunian, yang berupa rumah flat atau petak bertingkat yang diwujudkan untuk mengatasi masalah perumahan akibat kepadatan tingkat hunian dari keterbatasan lahan dengan harga yang terjangkau di perkotaan. 2. Menurut CIC Consulting Group, studi tentang trend dan peluang Investasi Pendirian Apartemen, Kondominium di DKI Jakarta, PT Capricorn Consult (1995), apartemen adalah suatu kompleks tempat tinggal (rumah susun) beberapa unit ruangan yang bersifat mewah, sehingga biasanya untuk kalangan menengah ke atas atau warga negara asing yang bekerja di Indonesia.
18
Sejarah Apartemen di Jakarta Selama kurang lebih 20 tahun pemukiman sub urban menjadi pilihan favorit bagi penduduk Jakarta. Berbagai kompleks perumahan dibangun anatara lain di daerah Bekasi, Depok, Pamulang, Sawangan, Cikarang, dan Cibubur. Ada pula yang dikembangkan menjadi kota mandiri seperti Bintaro, Bumu Serpong Damai, dan Karawaci. Namun sekarang ini bermukim di daerah sub urban ini mulai terasa banyak kelemahannya, antara lain: 1. Jarak antara rumah tinggal dan tempat bekerja 2. Jarak tempuh yang jauh, waktu tempuh otomatis menjadi lebih lama. 3. Kemacetan yang harus dihadapi setiap hari. 4. Biaya yang harus dikeluarkan untuk transportasi. Penduduk sub urban yang sudah mengalami kejenuhan, ingin kembali tinggal di pusat kota. Membayangkan berbagai kemudahan yang dapat dicapai karena jarak dan waktu tempuh yang relative lebih cepat adalah pertimbangan utama. Hal ini dimanfaatkan kembali oleh para pengembang dengan membangun hunian di pusat kota berbentuk hunian vertikal atau apartemen. Berdasarkan hasil survei, didapat nilai persentase 88.6 % penduduk sub urban yang ingin kembali ke pusat kota dan 80.5 % diantaranya adalah yang berminat tinggal di apartemen. Melihat hasil survei, maka tidaklah mengherankan mengapa pembangunan apartemen sangat marak di Jakarta.
19
Penataan Bangunan Penataan ruang-ruang dapat dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu: 1. Center Corridor Plan Merupakan penataan apartemen dengan denah yang menunjukkan adanya koridor yang diapit oleh hunian yang terdapat pada kedua sisinya. Penataan seperti ini dimungkinkan untuk lokasi dengan bentukan memanjang, dengan view dikedua sisi bangunan yang baik sehingga dapat dinikmati dari kedua sisi bangunan. 2. Open Corridor Plan Merupakan penataan ruang-ruang yang memiliki satu koridor untuk melayani satu deret unit hunian. Keuntungan penataan semacam ini adalah
dimungkinkannya
sirkulasi
silang
penghawaan
dapat
dimaksimalkan. 3. Tower Plan Pada apartemen tipe tower plan, denahnya terdiri dari satu core pusat dengan unit-unit hunian mengelilinginya. Tipe ini biasanya dibangun di lokasi yang sempit dengan bentu bangunan tinggi. 4. Cross Plan Denah untuk apartemen tipe ini memiliki empat sayap utama yang merupakan perkembangan keluar dari satu core. Biasanya tipe ini dibangun di area-area pusat kota dengan luasan site cukup, yang mempunyai view ke segala arah relatif baik.
20
Klasifikasi Apartemen Rancangan bangunan apartemen berbeda dengan rancangan hunian pada umumnya karena apartemen bertujuan untuk di komersialkan. Menurut Endy Marlina dalam bukunya yang berjudul: Panduan Perancangan Bangunan Komersial apartemen dapat digolongkan menurut beberapa kriteria, yaitu: 1. Klasifikasi Apartemen menurut kepemilikkannya a. Apartemen Sewa Apartemen yang dimiliki oleh perorangan atau suatu badan usaha bersama dengan unit-unit apartemen yang disewakan kepada masyarakat dengan harga dan jangka waktu tertentu. b. Apartemen Beli Apartemen yang dimiliki oleh perorangan atau suatu badan usaha bersama dengan unit-unit apartemen yang dijual kepada masyarakat dengan harga tertentu. Kepemilikkannya dapat dibedakan lagi sebagai berikut: •
Apartemen milik bersama (cooperative) Merupakan apartemen yang dimiliki bersama oleh penghuni yang ada. Pembiayaan perawatan dan pelayanan dalam apartemen dilakukan bersama oleh semua penghuni sehingga tanggung jawab pengembangan gedung menjadi tanggung jawab semua penghuni.
21
•
Apartemen milik perseorangan (condominiume) Merupakan apartemen yang unit-unit huniannya dapat dibeli dan dimiliki oleh penghuni. Penghuni tetap wajib membayar pelayanan apartemen yang mereka gunakan kepada pihak pengelola.
2. Klasifikasi Apartemen menurut jumlah kamarnya a. Tipe Studio (18 m² - 45 m²) Tipe ini mengutamakan efisiensi penggunaan ruang-ruang. Hanya tersedia ruangan tanpa sekat. b. Tipe satu ruang tidur (36 m² - 54 m²) Apartemen ini berkapasitas 2-3 orang, misalnya pasangan yang baru menikah dengan anak atau tanpa anak. c. Tipe dua ruang tidur (45 m² - 90 m²) Apartemen ini berkapasitas 3-4 orang, misalnya keluarga dengan satu atau dua anak. Pada tipe ini biasanya ruang keluarga dan ruang makan dipisah. d. Tipe tiga ruang tidur (54 m² - 108 m²) Apartemen ini berkapasitas 4-5 orang, misalnya keluarga besar dengan tiga anak atau lebih. e. Tipe empat ruang tidur (100 m² - 135 m²)
22
Apartemen ini berkapasitas 5-8 orang, misalnya keluarga besar dengan tiga sampai enam anak, atau pemakaian tiga generasi (kakeknenek, ayah-ibu, dan anak-anak).
3. Klasifikasi Apartemen menurut jumlah lantainya a. Apartement simplex b. Apartement duplex c. Apartement triplex
Secara garis besar Apartemen dapat diartikan sebagai bangunan yang memuat beberapa grup hunian, yang berupa rumah flat atau petak bertingkat yang diwujudkan untuk mengatasi masalah perumahan akibat kepadatan tingkat hunian dan dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang ada.
II.2.
TINJAUAN KHUSUS Ciri-ciri iklim tropis basah, antara lain : radiasi matahari dan curah hujan relatif cukup tinggi, suhu udara juga relatif tinggi ( 23° C – 33 ° C), kelembaban tinggi (60% - 90%) dan kecepan angin relatif rendah ( 5m/detik).
II.2.1. Data Jakarta Barat 1. Letak Geografis
23
Lokasi proyek bangunan beragam fungsi ini terletak di Jl S.Parman, Jakarta Barat. Letak Geografis Kotamadya Jakarta Barat terletak antara 106°22’42” BT sampai 106°58’18” BT dan 50°19’12” LS sampai 60°23’54” LS. Menurut Badan Statistik Kotamadya Jakarta Barat, keadaan iklim Jakarta Barat relative panas. Curah hujan selama tahun 2006 berkapasitas 813.9 mm. Jumlah hari hujan pada tahun yang sama adalah 61 hari, sehingga rata-rata curah hujan harian 2,2 mm/hari. Luas lahan wilayah kotamadya Jakarta Barat sekitar 12.819 ha, dengan peruntukkan sebagai berikut: •
Kawasan perumahan 6.479,72 ha
•
Industri 188,51 ha
•
Pertokoan/ Perkantoran 1.248 ha
•
Taman 192,38 ha
•
Pertanian 1.065,99 ha
•
Lahan Tidur 1.921,86 ha
•
Lainnya 1.722,54 ha
2. Jumlah Penduduk Menurut Badan Pusat Statistik kotamadya Jakarta Barat, jumlah penduduk Jakarta Barat hasil Registrasi Tahun 2006 tercatat
24
sebanyak 1.565.947 jiwa, terdiri dari 792.324 jiwa penduduk laki-laki dan 773.620 jiwa penduduk perempuan.
II.2.2. Latar Belakang Pemilihan Tapak Latar belakang pemilihan lokasi di daerah slipi ini dikarenakan beberapa hal, yaitu: •
Letaknya yang strategis yaitu di jalan Letjen S.Parman.
•
Kawasan bebas “3 in 1”
•
Berada di Jalan Utama yang aksesnya dekat dengan bandara.
•
Strategis untuk munuju perkantoran di daerah sudirman, kuningan ataupun didaerah pinggiran kota seperti tangerang dan bekasi karena dekat dengan akses jalan tol.
II.2.3. Data Tapak Lokasi
: Slipi Jaya, Jl Letjen S Parman kav 17-18, Jakarta Barat
Luas Lahan
: ± 6.500 m²
KDB
: 60 %
KLB
:4
GSB Timur
: 15 m
GSB Utara
GSB Barat
:6m
GSB Selatan : 8 m
Ketinggian Max. : 12 lantai
25
: 6m
Lokasi Slipi Jaya
Gambar 3. Peta Jakarta Barat
Roxy Mas Mal Ciputra Apartemen Puri Apartemen Kedoya
Taman Anggrek
Lokasi Tapak
Mal Puri Grand Indonesia
Apartemen Kemanggisan
Apartemen Batavia Apartemen Slipi
Apartemen Simprug
Gambar 4. Peta Lokasi Mal, Apartemen dan Mal dengan Apartemen (Dual Use)
26
Keterangan: Mal Ciputra Mal dan Apartemen Taman Anggrek Lokasi Tapak Apartemen Slipi dan Kemanggisan
Gambar 5. Lokasi sekitar Slipi Jaya
Keterangan: Jl. Let. S Parman Bank Bukopin
Lokasi Tapak
Menara BCA
Hotel Peninsul;a
Pasar Slipi
Kav 77
U Gambar 6. Lokasi Tapak
27
Flyover Nelimurni
Jl. Anggrek Nelimurni Jl. Anggrek Nelimurni I
Jl. Anggrek Nelimurni II
Salah satu potensi tapak yang ada adalah mudahnya pencapaian ke tapak, karena letak tapak yang cukup strategis, ditengah kota dan dilalui oleh banyak bus, metromini maupun mikrolet.
Foto-foto di bawah ini merupak kondisi lingkungan disekitar tapak.
Foto 2. Jl. Anggrek Nelimurni 2
Foto 3. View arah Utara
Foto 4. Jl Anggrek Nelimurni
Foto 6. Nelimurni Flyover
Foto 5. Jl. S.Parman
28
Kondisi lingkungan di sekitar tapak •
Bangunan tinggi hanya berada di jalan S Parman dan merupakan sumber kebisingan karena terdapat perkantoran dan hotel, sedangkan di jalan Anggrek Nelimurni tinggi bangunan sekitar 3 lantai.
•
Daerah rumah penduduk ini rata-rata ketinggian 1 – 2 lantai. Daerah ini sangat tenang dan jauh dari kebisingan. Rumah-rumah yang berada disini merupakan rumah dari orang kelas menengah, karena dapat terlihat dari daerah rumah disini dan juga dari fasilitas yang disediakan, yaitu taman bermain dan lapangan basket. Dapat dilihat bahwa rumah-rumah yang ada dalam kondisi bagus dan terawat (bukan rumah-rumah kumuh/”bobrok” atau tidak terawat). Perbedaan hanya terletak pada bentuk rumah, ada yang modern dan ada juga yang masih berupa rumah lama.
II.3.
TINJAUAN TOPIK II.3.1. Pengertian Hemat Energi Hemat energi dalam arsitektur adalah meminimalkan penggunaan energi tanpa membatasi atau merubah fungsi bangunan, kenyamanan, maupun produktivitas penghuninya. Secara lebih luas Hemat energi harus dimulai dari masing-masing cara pengoperasian bangunan. Secara umum lebih dari 60 persen energi
29
listrik yang dibangkitkan PLN dikonsumsi oleh permukiman, sehingga apabila
peningkatan
kenyamanan
bangunan
ini
dalam
kajian
pendahuluannya dikaitkan dengan penghematan yang ada maka secara nasional akan diperoleh angka-angka yang sangat berarti. Suplai energi yang dibangkitkan relatif stagnan, sementara kebutuhan meningkat dari tahun ke tahun dan harga energi terus naik sehingga perlu tindakkan hemat energi yang dimulai dari tahap pemahaman rancangan, maupun pemanfaatan energi.
Gambar 7. Contoh potongan rumah Hemat Energi
Bangunan harus dirancang untuk mendukung pelestarian energi dengan memastikan bahwa penataan dan gubahan ruang, material dan teknologi yang digunakan, proses pembangunan, serta nantinya saat beroperasi cukup hemat konsumsi energinya. Energi alternatif dapat menjadi solusi yang baik.
30
Sirkulasi udara dan sistem pencahayaan penting untuk direncanakan dengan sebaik-baiknya mengingat aspek ini merupakan salah satu sumber konsumsi energi paling besar. Pengembangan konsep sirkulasi udara dan sistem pencahayaan alami dapat menjadi jalan keluar terbaik untuk kondisi iklim tropis seperti di Indonesia. Untuk kawasan tropis, penggunaan energi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik umumnya lebih rendah dibandingkan dengan negara di kawasan sub- tropis yang dapat mencapai 60 persen dari total konsumsi energi. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan pemanas ruang di sebagian besar bangunan saat musim dingin. Sementara di kawasan tropis, pendingin ruang (AC) hanya digunakan sejumlah kecil bangunan. Meskipun demikian, penghematan energi di sektor bangunan di wilayah tropis semacam Indonesia tetap akan memberikan kontribusi besar terhadap penurunan konsumsi energi secara nasional.
II.3.2. Latar Belakang Bangunan Hemat Energi Pengaruh konteks energi dalam arsitektur sebenarnya sudah dipahami oleh para arsitek pada awal abad keduapuluh melalui kontribusi karya karyanya dalam gerakan arsitektur modern, dimana sebagai para perancang Bauhaus mereka berpendapat bahwa karya disain arsitektur merupakan hasil akhir dari analisa rasional yang diwujudkan melalui expresi formal dari proses dan material konstruksi baru. Terbilang Walter Gropius dengan sun-tempered home, Keck brothers dengan Crystal House,
31
Buckminster Fuller dengan Dymaxion house yang berdasarkan konsep efisiensi energi dan produksi industri, Le Corbusier dengan proposal Mediterranean House, dan kontribusi akademik dari Olgya bersaudara dalam publikasi ilmiahnya Design with Climate memberikan justifikasi keterlibatan para arsitek dalam isu efisien Arsitektur Bioklimatiksi energi, meskipun gaungnya teredam oleh euforia revolusi industri dan international movement dari arsitektur modern. Embargo minyak 1973 merupakan suatu momen kebangkitan kesadaran energi dimana eskalasi harga minyak bumi yang membubung menimbulkan dampak krisis energi pada negara - negara maju yang tergantung kepada energi. Seluruh potensi riset dan pengembangan dikerahkan untuk mengatasi krisis tersebut yang tentunya juga termasuk sektor bangunan gedung maupun perumahan yang tentunya akan menentukan perancangan arsitektur. Rekonseptualisi perancangan arsitektur perlu dilakukan dengan pertimbangan pertimbangan efisiensi energi, mengingat 36-45 persen; kebutuhan energi nasional terserap dalam sektor bangunan.
II.3.3. Perancangan Bangunan Hemat Energi Kunci penghematan energi pada gedung-gedung tinggi adalah melalui perencanaan selubung bangunan dan konfigurasi bentuk bangunan, termasuk luas jendela dan materialnya. Pengaturan dan penggunaan bahan jendela akan menentukan kesejukan dalam ruangan.
32
Gedung bertingkat sedang dan tinggi cenderung menggunakan selubung bangunan yang tertutup dari kaca. Pemakaian kaca ini selain untuk mengurangi kebisingan juga dimaksudkan untuk membuat penerangan alami kedalam ruang dalam gedung. Bahkan dibeberapa gedung bertingkat menggunakan kaca sebagai dinding penutup luar bangunannya akan membuat tampak yang indah. Mudah dalam pemeliharaannya. Sinar matahari yang masuk kadalam ruang baik untuk kesehatan maupun mengurangi beban pencahayaan buatan. Akan tetapi terlalu banyak cahaya yang masuk, energi untuk AC akan meningkat. Pada bangunan tinggi tambahan beban pendinginan ini bisa melebihi pengurangan terhadap beban pencahayaan/penerangan. Pengunaan kaca sebagai selubung bangunan akan mengakibatkan peningkatan suhu sekitar bangunan dari normalnya sekitar 0.5 derajat Celcius dalam jarak 1-2 meter dari bangunan, membuat silau dari arah yang berlawanan. Jimmy Priatman dalam makalahnya yang berjudul ”energy-efficient architecture” paradigma dan manifestasi arsitektur hijau menganjurkan memilih bahan kaca jenis low e-glass atau emisivity yang dapat mengurangi 15 persen energi yang digunakan. Sedangkan bila menggunakan kaca dari bahan titanium bisa memantulkan 96 persen infra merah dan bisa memantulkan 77 persen sinar ultra ungu. Meski sudah menggunakan bahan yang mengurangi transfer panas ke dalam ruangan, jendela pada gedung-gedung pada perancangannya sedapat mungkin ditempatkan posisi bebas dari paparan sinar matahari langsung.
33
Sisi yang banyak terkena paparan sinar matahari langsung dirancang untuk ditutup dinding yang lebih dapat menahan rambatan panas ke dalam ruangan atau dapat pula difungsikan sebagai ruang servis contohnya ruangan tangga, lift, kamar kecil, dapur dan ruang-ruang lain yang tidak membutuhkan penerangan dan AC terus-menerus.
Gambar 8. Kinerja Bangunan Tinggi yang Hemat Energi
Perancangan bangunan hemat energi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. Rancangan Pasif Perancangan pasif merupakan cara penghematan energi melalui pemanfaatan energi matahari secara pasif, yaitu tanpa mengkonversikan energi matahari menjadi energi listrik. Rancangan pasif lebih
34
mengandalkan kemampuan arsitek bagaimana rancangan bangunan dengan sendirinya mampu “mengantisipasi” permasalahan iklim luar. Perancangan pasif di wilayah tropis basah seperti Indonesia umumnya dilakukan untuk mengupayakan bagaimana pemanasan bangunan karena radiasi matahari dapat dicegah, tanpa harus mengorbankan kebutuhan penerangan alami. Sinar matahari yang terdiri atas cahaya dan panas hanya akan dimanfaatkan komponen cahayanya dan menepis panasnya. Strategi perancangan bangunan secara pasif di Indonesia bisa dijumpai terutama pada bangunan lama karya Silaban: Masjid Istiqal dan Bank Indonesia; karya Sujudi: Kedutaan Prancis di Jakarta dan Gedung Departemen Pendidikan Nasional Pusat; serta sebagian besar bangunan kolonial karya arsitek-arsitek Belanda. Meskipun demikian, beberapa bangunan modern di Jakarta juga tampak diselesaikan dengan konsep perancangan pasif, seperti halnya Gedung S Widjojo dan Wisma Dharmala Sakti, keduanya terletak di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.
Menggunakan double skin fasade. Pencahayaan alami didapat dan panas matahari langsung dapat diatasi dengan double skin.
Gambar 9. Gedung S Widjojo
35
2. Rancangan Aktif : Solar Sel Dalam rancangan aktif, energi matahari dikonversi menjadi energi listrik sel solar, kemudian energi listrik inilah yang digunakan memenuhi kebutuhan bangunan. Dalam perancangan secara aktif, secara simultan arsitek juga harus menerapkan strategi perancangan secara pasif. Tanpa penerapan strategi perancangan pasif, penggunaan energi dalam bangunan akan tetap tinggi apabila tingkat kenyamanan termal dan visual harus dicapai. Strategi perancangan aktif dalam bangunan dengan sel solar belum dijumpai di Indonesia saat ini. Salah satu bangunan yang dianggap paling berhasil menerapkan teknik perancangan pasif dan aktif secara simultan dan sangat berhasil dalam mengeksploitasi penggunaan sel solar adalah bangunan paviliun Inggris (British pavillion).
Gambar 10. British Pavilion
36
Krisis energi ini ternyata memacu perkembangan arsitektur baru dengan disain
sadar
energi
(energy
conscious
design)
yang
berdasarkan
paradigmanya dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Arsitektur Hemat Energi (Energy-Efficient Architecture) Arsitektur Hemat Energi adalah arsitektur yang berlandaskan pada pemikiran “meminimalkan penggunaan energi tanpa membatasi atau merubah fungsi bangunan, kenyamanan maupun produktivitas penghuninya “ dengan memanfaatkan sains dan teknologi mutakhir secara aktif. Mengoptimasikan sistim tata udara-tata cahaya, integrasi antara sistim tata udara buatan- alamiah, sistim tata cahaya buatanalamiah serta sinergi antara metode pasif dan aktif dengan material dan instrumen hemat energi. Credo form follows function bergeser menjadi form follows energy yang berdasarkan pada prinsip konservasi energi (non-renewable resources). Para pelopor arsitektur ini tercatat Norman Foster, Jean Nouvel, Ingenhoven Overdiek & partners.
Gambar 11. Pearl River Tower, China
37
Gambar 12. Potongan Pearl River Tower, China
2. Arsitektur Bioklimatik (Bioclimatic
Architecture/Low
Energy
Architecture) Arsitektur Bioklimatik adalah arsitektur yang berlandaskan pada
pendekatan
disain
pasif
dan
minimum
energi
dengan
memanfaatkan energi alam iklim setempat untuk menciptakan kondisi kenyamanan bagi penghuninya. Dicapai dengan organisasi morfologi bangunan dengan metode pasif antara lain konfigurasi bentuk massa bangunan dan perencanaan tapak, orientasi bangunan, disain fasade, peralatan pembayangan, instrumen penerangan alam, warna selubung bangunan, lansekap horisontal dan vertikal, ventilasi alamiah. Tercatat para arsitek pelopor disain bioklimatik antara lain Ken Yeang, Norman Foster, Renzo Piano, Thomas Herzog, Donald Watson, Jeffry Cook.
Gambar 13. Menara Mesiniaga, Malaysia
38
Gambar 14. Potongan dari Menara Mesiniaga, Malaysia
3. Arsitektur Surya (Solar Architecture) Arsitektur Surya adalah arsitektur yang memanfaatkan energi surya baik secara langsung (radiasi cahaya dan termal), maupun secara tidak langsung (energi angin) kedalam bangunan, dimana elemen elemen ruang Arsitektur (lantai, dinding, atap) secara integratif berfungsi sebagai sistem surya aktif ataupun sistim surya pasif. Diawali dengan arsitektur surya pasif didasarkan pada kaidahkaidah perancangan arsitektur yang selalu mempertimbangkan sifat tenaga matahari. Secara pasif sinar matahari mempengaruhi benda-benda yang dikenainya melalui proses radiasi, reradiasi, konduksi, refleksi yang keseluruhannya bersifat statis murni. Arsitektur surya aktif adalah segala usaha mengubah tenaga/sinar matahari yang mengenai suatu obyek sehingga tenjadi peningkatan nilai-guna terhadap energi. Tenaga tersebut atau dengan kata lain peningkatan nilai guna terjadi dikarenakan adanya investasi terhadap tenaga matahari dalam bentuk energi. Sistim ini banyak dipergunakan di negara-negara yang beriklim sedang (sub tropis). Karena potensi tenaga/sinar matahari pada belahan dunia ini lebih terbatas dibanding daerah dekat katulistiwa. Sehingga mendorong mereka berusaha untuk mengolah, membudidayakan serta mendayagunakan energi matahari ke dalam berbagai bentuk energi lain yang dibutuhkan. Mulai dari sistem pemanasan (heating) air dan udara, sistem pendinginan (cooling), sampai pada solar cell dengan proses
39
photovoltaic listrik. Semuanya mengkoversikan tenaga/sinar matahari ke dalam bengunan dengan cara-cara mekanikal. Inovasi
teknologi
lanjutan
dalam
sel
photovoltaik
menghasilkan prototipe arsitektur baru yang spesifik. Perkembangan arsitektur surya di USA dipresentasikan dengan Skytherm System of Harold Hay, Steve Baer’s Zome House dan dilanjutkan di Eropa dengan Hysolar Institute Stutgart di Jerman, Achen power utilities dan Flachglas AG headquarter merupakan demontrasi panel photovoltaik sebagai fasade bangunan tinggi. Arsitektur surya ini bertitik tolak dari prinsip diversifikasi energi yang mengeksplorasi sumber daya yang dapat diperbarui (renewable energy).
Gambar 15. Contoh Arsitektur Surya Pasif
Gambar 17. Potongan Solar Cell
40
Gambar 16. Contoh Arsitektur Surya aktif
Gambar 18. Contoh Solar Cell
4. Arsitektur Hijau (Green Architecture) Arsitektur Hijau adalah arsitektur yang berwawasan lingkungan dan berlandaskan kepedulian tentang konservasi lingkungan global alami dengan penekanan pada efisiensi energi (energy-efficient), pola berkelanjutan (sustainable) dan pendekatan holistik (holistic approach). Bertitik tolak dari pemikiran disain ekologi yang menekankan pada saling ketergantungan (interdependencies) dan keterkaitan (inter connectedness) antara semua sistem (artifisial maupun natural) dengan lingkungan lokalnya dan biosfeer. Credo form follows energy diperluas menjadi form follows environment yang berdasarkan pada prinsip recycle, reuse, reconfigure
Gambar 19. Contoh Arsitektur Hijau
Dibawah ini adalah contoh bangunan hemat energi yang menggabungkan keempat klasifikasi diatas, yaitu arsitektur hemat energi, arsitektur surya, arsitektur bioklimatik, dan arsitektur hijau.
41
pengunaan solar cell (arsitektur surya).
pengunaan tanaman (arsitektur bioklimatik).
Ruang yang terbuka → menghasilkan pencahayaan alami (arsitektur hemat energi).
pengunaan tanaman (arsitektur hijau). Gambar 20. Bangunan yang Menerapkan Keempat klasifikasi hemat Energi
II.4.
STUDI BANDING II.4.1. Apartemen 1. The Premiere/ Thamrin Residence, Thamrin, Jakarta Pusat Lokasi
: Jl. Kebon Kacang Raya, Jakarta Pusat
Luas Tanah
: 8.100 m²
Jumlah Tower : 5 tower Jumlah Lantai : 42 Lantai Fungsi
: Apartemen
42
Gambar 21. The Premiere
Fasilitas:
- Salon
- Indoor Playground
- Poolbar
- Jacuzzi
- Swimming Pool
- Children Pool
- Play Ground
- Reflecting Pool
- Tennis
- Fitnness
- Spa
- Lounge Area
- Day care
- Minimarket
Gambar 22. Site Plan Tower Alamanda
Gambar 23. Potongan The Premiere
43
Tipe-tipe unit dari Apartemen The Premiere a. Tipe 1 Kamar Tidur 38.01 m2 b. Tipe 2 Kamar Tidur 59.34 – 71.4 m2 c. Tipe 3 Kamar Tidur 86.53 m2
Gambar 24. Denah Tipe –Tipe Unit The Premiere
4. Point Square, Lebak Bulus, Jakarta Selatan Lokasi
: Jl. R.A. Kartini no.1 Lebak Bulus, Jakarta Selatan 12440
Luas Tanah
: 12.750 m²
Jumlah Tower : 2 tower Fungsi
: Apartemen dan Mal
Jumlah Lantai : 6 lantai Mal → 14 lantai Apartemen →
44
Foto 7. Poins Square
Fasilitas
: - Fully Furnish
- Laundry
- Swimming Pool
- Fitness Center
- Sauna
- Landscape Garden
- Jogging Track
- 24 hour security
- Shopping mall and hypermart
Gambar 25. Denah Tower A
Gambar 26. Denah Tower B
Foto 8. Fasilitas dari Apartemen Point Square
45
Tipe-tipe unit dari Apartemen Poins Square: a. Tipe 1 Kamar Tidur 42 – 76 m2 b. Tipe 2 Kamar Tidur 67 – 92 m2 c. Tipe 3 Kamar Tidur 106 – 133 m2 ( + Kamar Pembantu)
Gambar 27. Denah Tipe 2 Kamar Tidur ( 81 m2 )
Gambar 28. Denah Tipe 3 Kamar Tidur (106 m2)
Kekurangan dari apartemen poins square ini adalah: •
Letaknya dekat dengan terminal dan stadion Lebak Bulus yang menyebabkan kemacetan dan kebisingan.
•
Banyak kamar yang menghadap arah barat dan timur.
•
Tidak memiliki lift untuk servis
•
Sistem maintenance kebersihan. Sistem kebersihan di apartemen ini masih menggunakan gerobak sampah. Meskipun masih menggunkan gerobak sampah, tetapi apartemen ini tidak memiliki tempat untuk menampung sampah. Gerobak sampah yang ada di letakkan di tangga kebakaran. Sampah yang ada di bawa turun menggunakan tangga kebakaran oleh cleaning service/ petugas kebersihan.
46
5. Centro City, Daan Mogot, Jakarta Barat Lokasi
: Jl. Macan, Daan Mogot, Jakarta Barat
Luas Tanah
: - m²
Jumlah Tower : 4 tower Fungsi
: Apartemen
Jumlah Lantai : 10 lantai
Gambar 29. Centro City
Gambar 30. Denah Tipe Studio (26,5 m2)
Gambar 31. Denah Tipe 2 Kamar Tidur (52,5 m2)
6. Marcopolo Residence, BSD, Tanggerang Lokasi
: Jl. Macan, Daan Mogot, Jakarta Barat
Luas Tanah
: - m²
Jumlah Tower : 2 tower
47
Fungsi
: Mal dan Apartemen
Jumlah Lantai : 22 lantai ( lantai 10-31)
Gambar 32. Marcopolo Residence
Fasilitas
: - Swimming Pool
- Jogging Track & Garden
- Supermarket
- Fitness Center
- Water Adventure
- 24 hour security
- 24 hour Room Service
Gambar 33. Denah Tipe –Tipe Unit Marcopolo
48
Nama Apartemen
Jumlah Unit
Ukuran Unit ( m2)
Persentase Unit ( %)
Studio
1 Bed
2 Bed
3 Bed
Studio
1 Bed
2 Bed
3 Bed
Studio
1Bed
2 Bed
3 Bed
1. The Premiere (1 Tower)
-
234
156
78
-
50
33
17
-
38
59.3
86.5
2. Poins Square (2 Tower)
-
23
114
195
-
7
34
59
-
42
67
106
3. Centro City
260
-
80
-
76
-
24
-
26.5
-
52.5
-
4. Marcopolo (2 tower)
463
66
101
22
71
10
16
3
26.5
45
52.7
75.4
5. Star City
-
289
95
48
-
67
22
11
-
48
63
109
Rata-Rata
362
153
109
86
30
27
26
17
26.5
43.2
59
94.2
TABEL 1. JUMLAH UNIT, PERSENTASE UNIT, DAN UKURAN UNIT APARTEMEN
Berdasarkan persentase diatas, didapatlah perbandingan unit : Studio : 1 bd : 2 bd : 3 bd = 3 : 2 : 2 : 1
II.4.2. Mal 1. Mal Ciputra, Jakarta Barat
Gambar 34. Mal Ciputra
Lokasi
: Jl. Letj S.Parman (persimpangan Jl S.Parman dengan Jl. Kyai Tapa).
Luas Tanah
: ± 50.000 m² (±5 Ha)
Luas Bangunan : ± 80.000 m² untuk mal 6 lantai ± 30.000 m² untuk hotel 9 lantai Fungsi
: Mal dan Hotel bintang 4
Konsep dari Mal Ciputra ini adalah Family Shopping Center dengan slogan ”World of Choices- Dunia Segala Pilihan”, Mal Ciputra adalah mal keluarga tempat dimana berbagai kebutuhan dan aktivitas seluruh keluarga terpenuhi. Tidak tertutup juga untuk kalangan pelajar dan karyawan karena lokasinya yang dikelilingi kompleks perumahan, pendidikan dan niaga. Keanekaragaman pengunjung tersebut membuat mal ini selalu ramai setiap harinya.
50
Selain dari segi desain, perancangan mal ciputra tidak melupakan 2 faktor penting, yaitu kemudahan dan kenyamanan. Dari segi kemudahan dibuat koridor utama dari sistem ”ramp”
Gambar 35. Sistem Ramp
Gambar 36. Koridor
Fasilitas yang disediakan: -
area pameran di atrium center court - mushola
-
area bermain anak
- ruang ibu dan bayi
-
tempat penitipan anak
- taman bacaan anak
-
bioskop 21
- Stringer & Fun City
-
toilet
- ATM
-
pusat Informasi
- kursi roda
Gambar 37. Denah Mal Ciputra dan denah parkir gedung Lt 1-3
51
Parkir, dibagi menjadi dua, yaitu: parkir gedung yang terdiri atas 11 lantai dengan sistem split level dan parkir terbuka, yang dapat menampung ± 1500 mobil dan ± 700 motor.
Faktor keberhasilan dari mal ciputra ini adalah 1. Lokasi Karena lokasinya dekat dengan daerah perumahan dan kampus Untar, Trisakti dan Ukrida, sehingga mal ini tidak pernah mati dan selalu ramai oleh pengunjung dari kalangan mahasiswa maupun keluarga. 2. Konsep mal 3. Tenant Tenant yang berada di mal ini masih dalam kategori menengah, sehingga barang-barang yang ditawarkan masih dapat terjangkau oleh keluarga dan mahasiswa. 4. Penempatan Tenant dan Anchor Tenant
Pada lantai 2 dan 3, Matahari diletakkan pada sisi-sisi ujung bangunan.
Gambar 38. Denah Lt 2-3
52
Gramedia
Penempatan toko buku Gramedia dan Gunung Agung di lantai 5 ini sebagai magnet untuk menarik pengunjung agar tetap naik sampai lantai teratas mal. Terlebih lagi ratarata pengunjung mal ini adalah mahasiswa.
Gunung Agung
Gambar 39. Denah Lt 5
2. Paris Van Java, Bandung Mal Paris Van Java (PVJ) ini merupakan mal yang terletak di Bandung dengan konsep mal terbuka. Seluruh mal ini menggunakan pengudaraan alami dan hanya sedikit yang menggunakan pengudaraan buatan. Pengudaraan buatan hanya terletak di dalam toko dan sebagian koridor dalam dan selebihnya koridor PVJ ini menggunakan pengudaraan alami. Konsep
mal
terbuka
dengan
pengudaraan
alami
dan
pencahayaan alami pada siang hari membuat mal ini dapat meminimalisasi penggunaan energi. Faktor lokasi berpengaruh sehingga mal ini dapat menerapkan pengudaraan dan pencahayaan alami. Saat kita berada di dalam mal ini, meskipun tidak menggunakan AC/pengudaraan buatan, tetapi mal ini
53
tidak panas sama sekali, dan udara yang mengalirpun bukanlah udara panas. Udara mengalir dari bukaan di daerah ini.
Tritisan menggunakan bahan transparan
Udara alami mengalir dari koridor terbuka di daerah ini.
Koridor tanpa pengudaraan buatan hanya ada pencahayaan buatan
Foto 10. Koridor Tertutup Mal PVJ dengan pengudaraan alami Foto 9. Koridor Terbuka Mal PVJ dengan pengudaraan alami Toilet pun menggunakan pengudaraan alami.
Foto 12. Toilet Mal PVJ
Foto 11. Toilet Mal PVJ
54
3. Cilandak Town Square (Citos), Jakarta Selatan Mal Chitos ini merupakan mal yang berada di Jakarta dengan konsep terbuka dan menggunakan pengudaraan dan pencahayaan alami pada koridornya. Pengudaraan buatan hanya terdapat di dalam tokotokonya. Penggunaan udara alami pada mal ini kurang berhasil. Hal ini dikarenakan udara yang ada di dalam mal ini terasa sangat panas.
Penggunaan Skylight pada koridor utama
Foto 13. Hall/ Plasa Citos
Foto 14.Koridor Tengah Citos yang menggunakan Skylight
II.4.3. Bangunan Beragam Fungsi / Mixed Use 1. Seasons City Luas Total Bangunan : 427.400 m² Luas Total Mal
: 120.000 m²
Kios
: 10.000 m²
Luas Total Apartemen : 125.000 m² Total Fasum
: 20.000 m²
Luas Total Parkir
: 92.000 m²
55
Ruko, Perumahan,
: 60.400 m²
Sirkulasi, Lahan Hijau Seasons City seluas 5,5 ha berwujud kawasan mixed use terdiri dari Ruko-ruko Arcade, Pusat Perbelanjaan dan Apartemen. Bangunan utama yakni Perbelanjaan 5 lantai, Edutainment Center 2 lantai, Parkir 4 lantai dan Apartemen 3 Tower. Moto dari Seasons City adalah kenyamanan, efisiensi dan efektifitas. 2. Point Square Luas Total Bangunan : 67.557 m² Luas Total Mal
: 30.772 m²
Luas Total Apartemen : 34.092 m² Fasum
II.5.
: 2.693 m²
TEORI-TEORI PENDUKUNG Kepadatan Penduduk Berdasarkan buku Merancang Perumahan Berdasarkan Teori Kepadatan yang dibuat oleh Djauhari Sumintardja, dikenal satuan kepadatan penduduk yang dinyatakan dengan orang/km2 ; orang/ha. Standar Dep.PU di tahun 70-an, menyarankan sebuah standar minimum untuk perumahan rakyat di perkotaan, yaitu 3,6 m2/orang. Standar dengan satuan orang/ha yang sampai sekarang masih secara umum berlaku di Indonesia, khususnya di dalam kaitan perancangan kota atau lingkungan perumahan, berasal
56
dari peraturan di jaman Belanda yang disebut S.V.V. (Stads Vorming Verordening atau Peraturan Pembangunan Kota). Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh CBRI (Commonwealth Building Research Institute- Australia) di beberapa negara di Asia (termasuk di Indonesia) di tahun 70-an, angka kepadatan yang memadai dan disarankan untuk pola perancangan perumahan bercampur (mixed Housing Design/Development), adalah: •
Unit hunian tidak bertingkat sampai tipe yang berlantai 2 : 150-200 kamar/ha
•
Unit hunian dalam bangunan rumah susun berlantai 4 – 5 : 250-325 kamar/ha
•
Unit hunian dalam bangunan tinggi berlift; berlantai 8-12 : 400-600 kamar/ha
Pencahayaan dan Pengudaraan Menurut ketentuan dari buku Tata Cara Teknis Konservasi Energi pada Bangunan Gedung, syarat-syarat pencahayaan dan pengudaraan adalah sebagai berikut: 1. Perancangan Pencahayaan Alami Siang Hari Perancangan pencahayaan alami siang hari harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: •
Kaca akan mengurangi perfomansi termal dari dinding, hal ini harus diperbaiki dengan harus diperbaiki dengan memasang alat peneduh;
•
Tingkat pencahayaan yang dihasilkan oleh cahaya alami adalah tidak tetap;
•
Silau yang timbul harus dikendalikan semaksimal mungkin, baik yang langsung dari cahaya matahari maupun pantulannya.
57
2. Sistem Tata Cahaya Buatan Perancangan tata cahaya buatan yang hemat energi dilakukan sebagai berikut: •
tentukan tingkat pencahayaan minimum yang direkomendasikan sesuai dengan fungsi ruangan;
•
tentukan sumber cahaya yang paling efisien sesuai dengan penggunaan termasuk renderasi warnanya;
•
tentukan armature yang efisien, yang menyerap cahaya minimal, mempunyai distribusi cahaya sesuai deangan rancangan yang dikehendaki dan yang memancarkan panas yang minimal ke dlaam ruangan;
•
tentukan cara pemasangan armature dan pemilihan jenis bahan dan warnanya untuk permukaan ruangan (dinding dan langit-langit);
•
tentukan jenis penerangan umum / merata atau setempat/ terpusat;
3. Sistem Tata Udara Perhitungan beban pendingin dan penentuan perlengkapan sistem tata udara serta sistem control otomatisnya harus memperhatikan factor-faktor berikut : •
penggunaan atau fungsi gedung;
•
jenis konstruksi gedung;
•
pola beban pengkondisian gedung;
•
kondisi dalam ruangan yang direncanakan;
Sirkulasi Beberapa Komponen Unsur dalam Sirkulasi Ruang, antara lain:
58
•
Pencapaian (Langsung, Tersamar, Berputar)
•
Jalan/ Pintu Masuk
•
Konfigurasi Jalan (Linear, Radial, Spiral, Grid, Jaringan, Komposit)
•
Hubungan Jalan dan Ruang
•
Bentuk Ruang Sirkulasi (Koridor, Aula, Galeri, Tangga, Kamar) Sirkulasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a. Sirkulasi Horizontal b. Sirkulasi Vertikal Dapat dibedakan menjadi 2 tipe, antar lain: 1. Lift / Elevator, berupa jalan penghubung antar lantai. Dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu lift penumpang dan lift servis. 2. Eskalator, dapat dibedakan menjadi 3 sistem, yaitu super imposed, cross over dan doeble cross over. 3. Tangga, dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu tangga dan tangga darurat. Tangga biasa merupakan penghubung antar lantai tanpa menggunakan mesin dan digunkaan hanya untuk 4 lantai kebawah. Seangkan tangga darurat dibutuhkan saat lift dan eskalator tidak berfungsi pada saat darurat untuk bangunan 5 lantai keatas. Letak tangga darurat harus mudah dijangkau dengan jarak maksimum kesetiap titik adalh 30 m, juga harus mudah terlihat dan dapat langsung keluar kearea terbuka.
59
Tapak dan Lingkungan Menurut Chiara dan Koppelmen (1991), ada beberapa faktor yang penting dan perlu diperhatikan dalam melakukan analisis tapak dan lingkungan antara lain : •
Pencapaian
•
Kondisi Tapak
•
Kondisi Lingkungan Sekitar
•
Orientasi Massa Bangunan
•
Utilitas Lingkungan
•
Drainase Lingkungan
•
Area Hijau pada Lingkungan
Orientasi dan Tata Letak Bangunan Selanjutnya menurut Chiara dan Koppelmen, bahwa Orientasi dan Tata Letak Bangunan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: •
Jalan
•
Bentuk Tapak
•
Orientasi terhadap matahari yang menyangkut panas matahari pada bangunan, serta penataan lansekap dan elemen bangunan untuk pengendalian panas.
•
Angin
•
Jalan disekitar Tapak
•
Kebisingan, yang menyangkut bukaan pada kebisingan
•
View
60