BAB II TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI
II.1.
Tinjauan Umum II.1.1. Bangunan Fungsi Campur (Mixed Use Building) Pengertian Dalam buku Panduan Perancangan Bangunan Komersil bangunan fungsi campur adalah salah satu upaya pendekatan perancangan yang berusaha menyatukan berbagai aktivitas dan fungsi yang berada di bagian area suatu kota (luas area terbatas, harga tanah mahal, letak strategis, nilai ekonomi tinggi) sehingga terjadi suatu struktur yang kompleks dimana semua kegunaan dan fasilitas saling berkaitan dengan kerangka integrasi yang kuat. Upaya tersebut dimaksudkan untuk mengeliminasi ruang-ruang mati, sehingga penggunaan lahan lebih efektif dan efisien, pelayanan kebutuhan lebih mudah, dan lingkungan menjadi lebih nyaman dihuni. Jika disimpulkan lebih singkat maka bangunan fungsi campur dapat dikatakan sebagai bangunan yang terdiri dari satu atau beberapa massa dengan fungsi yang berbeda, namun terpadu dan saling berhubungan secara langsung.
Sejarah dan Perkembangan Sejarah perkotaan memiliki banyak contoh mengenai mixed use building yang sedang dipelajari sekarang ini. Kota-kota bersejarah di Yunani
8
dan Roma serta kota-kota di Itali, Perancis, dan Inggris merupakan contoh perkotaan di jaman medieval yang dikelilingi tembok tinggi. Perkotaan tersebut memiliki kepadatan yang tinggi dan memiliki fungsi pemerintahan, komersil, dan pemukiman yang terintegrasi. Tren dan pola pengembangan kota berubah secara radikal di abad ke20. Perubahan ini telah menghasilkan konteks baru dalam pendekatan perencanaan dan pengembangan, serta menciptakan jenis baru dalam perkembangan fungsi campur beserta lingkungan yang belum pernah ada sebelumnya. Di Indonesia, salah satu kawasan mixed use building yang ada di Jakarta adalah Senayan City, yang menggabungkan pusat perbelanjaan 5 lantai, perkantoran 21 lantai, apartemen 23 lantai, dan hotel bintang lima 22 lantai. Keempat fungsi bangunan menyatu dalam satu kawasan yang dihubungkan oleh sebuah podium yang digunakan sebagai pusat perbelanjaan, sehingga terlihat seperti massa bangunan yang utuh.
Gambar 2.1. Contoh mixed use building: Senayan City
9
II.1.2. Pusat Perbelanjaan (Shopping Center) Pengertian Shopping center is a building or set of buildings which contain retail units, with interconnecting walkways enabling visitors to easily walk from unit to unit (www.wikipedia.org), yang jika diterjemahkan memiliki arti pusat perbelanjaan adalah sebuah bangunan atau beberapa bangunan yang terdiri dari pertokoan-pertokoan yang memiliki jalan penghubung untuk memungkinkan pengunjung berjalan dari unit ke unit. Dalam buku Panduan Perancangan Bangunan Komersil disebutkan pengertian
pusat
perbelanjaan,
yaitu
sekelompok
kesatuan
pusat
perdagangan yang dibangun dan didirikan pada sebuah lokasi yang direncanakan, dikembangkan, dimulai, dan diatur menjadi sebuah kesatuan operasi, berhubungan dengan lokasi, ukuran, tipe toko, dan area perbelanjaan dari unit tersebut. Unit ini juga menyediakan parkir yang dibuat berhubungan dengan tipe dan ukuran total toko-toko (Urban Land Institute, Shopping Centre Development Handbook).
Sejarah dan Perkembangan Konsep shopping center sudah ada sejak abad pertengahan. Di Timur Tengah, Grand Bazaar Isfahan adalah suatu lokasi pusat perdagangan yang terdiri dari kumpulan beberapa toko independen yang bernaung di bawah satu struktur, berdiri sejak abad ke-10.
10
Di pertengahan abad ke-20, di Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa lainnya, keberadaan shopping center di dalam kota dirasakan berdampak negatif karena kota menjadi penuh sesak dan kotor. Berdasarkan dari faktor tersebut, pemerintah Amerika Serikat dan Eropa bersama masyarakatnya bersama-sama berniat untuk memperbaiki kualitas hidupnya. Maka dari itu, dimulailah pembangunan shopping center di luar kota dan di daerah suburb. Pada era 1970-an, pusat perbelanjaan di Jakarta seperti aldiron plaza, pusat pertokoan senen dan pasar-pasar yang dikelola PD pasar jaya memanfaatkan seluruh lantai untuk penjualan. Pada pertengahan 1980-an, muncul gagasan baru dengan kedatangan arsitek asing yang masuk bersama modal dari luar negeri. Istilah plaza mulai dipakai dan memperkenalkan konsep atrium yang menghasilkan suasana beda, dengan menyisakan sebagian ruang untuk berjalan dan membukan lubang lantai hingga atap tembus cahaya alam. Pada akhir 1980-an dan permulaan 1990-an mulai bermunculan pusat perbelanjaan dengan konsep atrium yang lebih besar yang memungkinkan pengunjung memperluas jangkauan pandangan ke seluruh lantai bangunan.
Klasifikasi Berdasarkan skala pelayanannya, pusat perbelanjaan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: 1.
Pusat perbelanjaan lokal (neighborhood center)
11
Pusat perbelanjaan kelas ini mempunyai jangkauan pelayanan yang meliputi 5.000 sampai 40.000 penduduk (skala lingkungan), dengan luas bangunan berkisar antara 2.787-9.290 m2. 2.
Pusat perbelanjaan distrik (community centre) Pusat perbelanjaan kelas ini mempunyai jangkauan pelayanan 40.000 sampai 150.000 penduduk (skala wilayah), dengan luas bangunan berkisar antara 9.290-27.870 m2.
3.
Pusat perbelanjaan regional (main center) Pusat perbelanjaan kelas ini mempunyai jangkauan pelayanan seluas daerah dengan 150.000 sampai 400.000 penduduk, dengan luas bangunan 27.870-92.990 m2. Pusat perbelanjaan yang memungkinkan untuk lahan yang terbatas
adalah pusat perbelanjaan lokal yang luas bangunannya hanya berkisar 2.787-9.290 m2 dengan perkiraan 2-3 lantai ke atas, dan unit penjualan terbesar hanya berupa supermarket.
Gambar 2.2. Pusat perbelanjaan lokal: Plaza Slipi Jaya Berdasarkan bentuknya, pusat perbelanjaan dibedakan menjadi tiga dengan keuntungan dan kerugian sendiri, yaitu:
12
1.
Pusat perbelanjaan terbuka (open) Keuntungannya adalah kesan luas dan perencanaan teknis yang mudah sehingga biaya lebih murah. Kerugiannya adalah berupa kendala climatic control, yang berpengaruh terhadap kenyamanan.
Gambar 2.3. Pusat perbelanjaan terbuka: Paris van Java 2.
Pusat perbelanjaan tertutup (enclosed) Keuntungannya berupa kenyamanan yang dapat diatur karena menggunakan alat bantu. Kerugiannya adalah biaya yang mahal dan kesan kurang luas.
Gambar 2.4. Pusat perbelanjaan tertutup: Summarecon Mal Serpong
13
3.
Pusat perbelanjaan terpadu (integrated) Merupakan penggabungan pusat perbelanjaan yang terbuka dan tertutup. Munculnya bentuk ini merupakan antisipasi terhadap keborosan energi untuk climatic control, serta mahalnya pembangunan dan perawatan bangunan.
Gambar 2.5. Pusat perbelanjaan terpadu: Canal City, Fukuoka Jika melihat dari kondisi iklim di Indonesia yang memiliki curah hujan tinggi, besar resikonya terhadap kenyamanan untuk menggunakan bentuk pusat perbelanjaan yang terbuka. Namun untuk mensiasati masalah penggunaan energi yang berlebih, pusat perbelanjaan yang menggabungkan antara area terbuka dengan tertutup bisa menjadi satu solusi.
II.1.3. Apartemen Pengertian An apartment is a self-contained housing unit that occupies only part of a building (www.wikipedia.org), yang jika diterjemahkan memiliki arti
14
apartemen merupakan sebuah model hunian yang hanya mengambil sebagian kecil ruang dari suatu bangunan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, apartemen berarti tempat tinggal yang berada pada satu lantai bangunan bertingkat yang besar dan mewah, yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Pada dasarnya, di negara-negara barat seperti Amerika Serikat rumah susun dinamakan apartment dan negara Belanda menamakannya flat. Akan tetapi, Indonesia menyebutkan istilah rumah susun sebagai hunian vertikal untuk masyarakat menengah ke bawah dengan sarana dan perlengkapan rumah yang sederhana.
Sejarah dan Perkembangan Sejarah mengenai apartemen berbeda-beda di tiap negara. Di Roma, apartemen dinamakan insula dan merupakan pemukiman untuk golongan masyarakat menengah ke bawah. Lantai dasar apartemen tersebut digunakan sebagai toko. Pada tahun 1839 di New York, dibangun rumah petak pertama yang dihuni oleh beberapa keluarga untuk masyarakat yang kurang mampu. Perkembangan pembangunan apartemen muncul pada era tahun 1950an dan 1960an, seperti Lake Shore Drive (1951), New Century Guild (1961), Marina City (1964), dan Lake Point Tower (1968). Di Indonesia sendiri, kehadiran apartemen berawal pada tiga dasawarsa yang lalu. Sekitar tahun 1974 berdiri sebuah apartemen Ratu Plaza di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan. Pada tahun 1980an berdiri
15
sebuah apartemen di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, tepatnya di Jalan Rasuna Said, yaitu Apartemen Taman Rasuna. Apartemen ini banyak dihuni oleh kaum ekspatriat karena kawasan Kuningan dikelilingi oleh gedunggedung perkantoran yang rata-rata berskala internasional, dan kantor-kantor kedutaan dari berbagai negara. Apartemen Taman Rasuna akhirnya menjadi pelopor apartemen-apartemen lainnya di Jakarta.
Penataan Unit-Unit dalam Bangunan Penataan unit-unit apartemen dalam suatu apartemen dapat dirancang dengan berbagai pertimbangan, terutama terkait dengan dimensi dan potensi tapak. Penataan ruang-ruang tersebut dapat dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu: 1.
Center Corridor Plan Merupakan penataan apartemen dengan denah yang menunjukkan adanya koridor yang diapit oleh unit yang terdapat pada kedua sisinya.
2.
Open Corridor Plan Merupakan penataan apartemen yang memiliki satu koridor untuk melayani satu deret unit-unit apartemen pada setiap lantai.
3.
Tower Plan Tipe ini memiliki denah yang terdiri dari satu core pusat dengan unitunit hunian di sekelilingnya.
16
4.
Cross Plan Denah apartemen untuk tipe ini memiliki empat sayap utama yang merupakan perkembangan ke luar dari satu core.
Klasifikasi Kepemilikan apartemen dapat bersifat menetap maupun sementara. Secara
umum
apartemen
dibedakan
menjadi
dua
berdasarkan
kepemilikannya, yaitu: 1.
Apartemen Sewa Merupakan apartemen yang dimiliki perorangan atau suatu badan usaha bersama dengan unit-unit apartemen yang disewakan kepada nasyarakat, dengan harga dan jangka waktu tertentu.
2.
Apartemen Beli Merupakan apartemen yang dimiliki oleh perorangan atau suatu badan usaha bersama dengan unit-unit apartemen yang dijual kepada masyarakat dengan harga tertentu. Apartemen seperti ini dapat dimiliki oleh masyarakat secara menetap. Kebutuhan tiap penghuni bervariasi tergantung kepada jumlah anggota
keluarganya. Sebagai respons terhadap variasi kebutuhan penghuni, apartemen dapat dirancang ke dalam beberapa tipe berdasarkan jumlah kamar pada masing-masing unit, yaitu:
17
1.
Tipe efisien (studio) Tipe ini memiliki ukuran 200 sq ft-500 sq ft (18 m2-45 m2). Tipe ini mengutamakan efisiensi penggunaan ruang sehingga hanya terdiri dari ruang-ruang yang bisa digunakan secara multifungsi.
Gambar 2.6. Tipe efisien 2.
Tipe satu ruang tidur Tipe ini memiliki ukuran 400 sq ft-600 sq ft (36 m2-45 m2). Tipe ini hanya memiliki satu ruang tidur dalam setiap unitnya dan ruang-ruang lain yang sesuai dengan fungsinya., dengan kapasitas penghuni 2-3 orang.
Gambar 2.7. Tipe satu ruang tidur 3.
Tipe dua ruang tidur Tipe ini memiliki ukuran 500 sq ft-1000 sq ft (45 m2-90 m2). Tipe ini memiliki dua ruang tidur dan ruang-ruang lainnya dengan tingkat
18
luasan yang lebih besar daripada tipe satu ruang tidur, dengan kapasitas penghuni 3-4 orang.
Gambar 2.8. Tipe dua ruang tidur 4.
Tipe tiga ruang tidur Tipe ini memiliki ukuran 600 sq ft-1200 sq ft (54 m2-108 m2). Tipe ini memiliki tiga ruang tidur dan ruang-ruang standar lain sesuai fungsinya, dengan kapasitas penghuni 4-5 orang atau keluarga besar.
Gambar 2.9. Tipe tiga ruang tidur 5.
Tipe empat ruang tidur Tipe ini memiliki ukuran 1100 sq ft-1500 sq ft (100 m2-135 m2). Tipe ini memiliki empat ruang tidur dan ruang-ruang standar lain sesuai
19
fungsinya, dengan kapasitas 5-8 orang, seperti keluarga yang memiliki lebih dari tiga orang anak.
Gambar 2.10. Tipe empat ruang tidur
II.2.
Tinjauan Khusus II.2.1. Pengertian Hemat Energi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ’hemat’ berarti menggunakan sesuatu dengan cermat dan hati-hati, sedangkan ’energi’ berarti kekuatan yg dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan. Kata ’hemat energi’ berarti menggunakan kekuatan yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan dengan cermat dan hati-hati. Energy efficiency is using less energy to provide the same level of energy service (www.wikipedia.org), yang jika diterjemahkan memiliki arti penghematan energi adalah menggunakan energi lebih sedikit dalam penyediaan energi dalam taraf kebutuhan yang setingkat. Contoh dari
20
penghematan energi misalnya sebuah lampu yang menghasilkan daya pijar yang sama namun dengan penggunaan lebih sedikit energi. Penghematan energi tercipta melalui sebuah proses teknologi atau proses-proses lainnya, bukan melalui pengurangan kebiasaan penggunaan energi. Kualitas atau hasil yang didapat tetap sama seperti biasanya namun energi yang dikeluarkan lebih sedikit.
II.2.2. Pengantar Arsitektur Hemat Energi Pada tahun 1960-an, penggunaan energi dianggap sebagai suatu hal yang kurang penting. Sebagai contoh, beberapa bangunan kadang-kadang dirancang tanpa saklar lampu karena dipercaya akan lebih ekonomis apabila lampu dibiarkan menyala terus-menerus. Selain itu, perangkat AC untuk bangunan bertingkat banyak menggunakan sistem terminal reheat dimana temperatur udara pada awalnya diturunkan secara maksimal untuk ruang yang memerlukan, lalu ditinggikan lagi sesuai kebutuhan. Penggunaan energi secara dua kali lipat ini tampaknya tidak dianggap sebagai isu yang penting. Pada saat ini konsumsi energi di dunia semakin meningkat. Peningkatan bukan hanya terjadi pada sektor industri dan transportasi namun juga dalam sektor bangunan atau arsitektur. Hal ini dikarenakan perkembangan teknologi modern yang konsumtif terhadap pemakaian energi. Konsumsi energi dalam bangunan untuk penerangan, AC, lift, dsb tercatat hampir seperempat dari suplai tahunan energi dunia pada tahun 80-
21
an. Sehingga diperkirakan dalam jangka waktu tidak lebih dari 100 tahun, usia cadangan energi akan semakin menipis. Hal ini juga berlaku di negaranegara Asia Tenggara termasuk Indonesia yang menggunakan teknologi secara besar-besaran tanpa memikirkan resiko pengurangan sumber energi yang tidak terbaharukan. (Tri Harso Karyono, Kemapanan Pendidikan Kenyamanan dan Penghematan Energi). Tanggung jawab seorang arsitek menjadi sangat besar karena umur efektif suatu produk. Kendaraan bermotor memiliki umur hingga 10 tahun sehingga banyaknya kesalahan tidak akan menjadi beban yang terlalu lama. Namun sebagian besar bangunan memiliki umur fungsional paling sedikit 50 tahun. Konsekuensi terhadap keputusan perancangan akan berpengaruh dalam jangka waktu yang lama. Masalah yang muncul adalah penghematan energi memunculkan konotasi negatif karena dianggap dapat mengurangi kenyamanan dalam bangunan. Padahal, pada kenyataannya arsitektur yang mampu menghemat energi justru akan mendukung kenyamanan, berkelanjutan, lebih manusiawi, serta rasa estetika yang menyenangkan. Penghematan energi dalam perancangan bangunan mengaitkan banyak aspek di dalamnya. Aspek-aspek tersebut berkaitan dengan hal-hal seperti pemilihan lokasi yang sesuai dengan fungsi bangunan, fleksibilitas dan jangka waktu bangunan, orientasi bangunan, bentuk dan struktur bangunan, sistem bukaan yang terdapat dalam bangunan, serta pemilihan material yang digunakan dalam sebuah bangunan.
22
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mendorong pembangunan bangunan berarsitektur lokal terasa lebih ramah lingkungan dan selaras dengan lingkungan asal.
II.2.3. Peran Energi dalam Arsitektur Dalam buku Arsitektur Sadar Energi karangan Prasasto Satwiko, peran energi dalam arsitektur sangat luas. Pada proyek komersial, kebutuhan energi perlu dihitung rinci atau paling tidak dipikirkan, antara lain untuk: •
Proses perancangan
•
Pembukaan dan penyiapan lahan
•
Transportasi material bangunan
•
Konstruksi (pembangunan)
•
Operasional (penerangan, ventilasi, penyediaan air, transportasi, ruang pendingin)
•
Perawatan berkala (pembersihan, penggantian elemen bangunan, pengecatan)
•
Renovasi besar (penggantian fungsi)
•
Penghancuran
•
Pengangkutan runtuhan bangunan ke lahan lain Urutan tersebut terus berulang kembali untuk bangunan berikut dan
seterusnya. Selain itu, setiap material bangunan juga membawa serta
23
karakter kandungan energi sendiri-sendiri. Sebagai contoh, aluminium dikenal sebagai bahan yang boros energi pada waktu pembuatannya. Dalam kehidupan sekari-hari, energi untuk kegiatan operasional dan perawatan lebih sering dirasakan dan diusahakan penghematannya. Masingmasing bangunan, sesuai aktivitas di dalamnya mempunyai komposisi alokasi energi sendiri. Namun pada umumnya, emergi untuk sistem penyejuk udara mengambil porsi terbanyak, disusul energi untuk penerangan dan keperluan rumah tangga yang lain.
II.2.4. Prinsip Dasar dalam Perancangan Hemat Energi Saat ini seorang arsitek dituntut agar dapat menghasilkan karya yang tidak hanya bertujuan seni atau fungsional namun juga memperhatikan dari segi bangunan yang nyaman dan hemat energi. Dalam sasaran perancangan bangunannya, penghematan pemakaian energi menjadi tujuan utama tanpa mengorbankan kenyamanan dari penghuninya. Beberapa strategi umum dalam melakukan penghematan energi di dalam bangunan adalah: •
Mencegah terjadinya efek rumah kaca.
•
Mencegah terjadinya akumulasi panas pada ruang antara atap dan langit-langit.
•
Meletakkan ruang-ruang penahan panas pada sisi timur dan barat.
•
Melindungi pemanasan dinding yang menghadap timur arau barat.
•
Mencegah jatuhnya radiasi matahari pada permukaan keras.
24
Pertimbangan dalam pengefisienan energi di dalam arsitektur lebih rinci memperhatikan faktor-faktor sbb: •
Lokasi daerah: ketinggian dan lingkungan
•
Lahan: topografi, dimensi, dan ketinggian air tanah
•
Massa: jumlah dan bentuk, orientasi, dan ketinggian
•
Organisasi ruang: pengelompokkan ruang
•
Elemen bangunan: atap, dinding, lantai
•
Penerangan: penerangan alami dan buatan
•
Penghawaan: penghawaan alami dan buatan
•
Struktur: penggunaan struktur ringan, pemakaian bahan-bahan lokal, dan pemilihan bahan-bahan hemat energi
•
Utilitas: penyediaan air dan transportasi vertikal Dengan
memfokuskan
permasalahan,
strategi
penataan
energi
bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah. Strategi yang paling baik adalah dengan memaksimalkan potensi positif dan meminimalkan dampak potensi negatif yang ada di lahan. Hal itu dapat berarti mengolah total setiap elemen desain, baik yang langsung pada bangunan maupun yang ada di lingkungannya. Harus selalu diingat bahwa lingkungan harus dirancang sedemikian rupa agar dapat mendukung terciptanya kualitas hidup yang baik. Hal itu dapat melipatgandakan jumlah pemakaian energi sehingga perlu adanya penataan terhadap hal tersebut. Dalam konteks iklim tropis seperti di
25
Indonesia (panas dan lembab), maka konsep rancangan bangunan dan lingkungan perlu diarahkan untuk: •
Meminimalkan
energi
yang
diperlukan
untuk
memperoleh
kenyamanan termal •
Meminimalkan energi yang diperlukan untuk memperoleh penerangan yang sehat dan indah
•
Meminimalkan energi yang diperlukan untuk pengadaan air
•
Meminimalkan energi yang diperlukan untuk transportasi vertikal
•
Meminimalkan energi yang diperlukan untuk merawat dan mengganti peralatan
•
Meminimalkan energi yang diperlukan untuk merawat elemen bangunan
•
Memanfaatkan aliran udara malam hari yang bersuhu rendah.
II.2.5. Pendekatan Arsitektur Hemat Energi secara Pasif 1. Pencahayaan Alami ”Kita dilahirkan dengan adanya cahaya. Berbagai macam musim dirasakan lewat cahaya. Kita mengetahui dunia seperti ini hanya karena telah dibangkitkan oleh cahaya...Bagi saya, cahaya alami adalah satu-satunya cahaya karena memiliki suasana hati. Cahaya menetapkan dasar kesepakatan umum untuk manusia. Cahaya menempatkan kita untuk berhubungan dengan keabadian. Cahaya alami merupakan satu-satunya cahaya yang membuat arsitektur menjadi arsitektur.” Louis I. Kahn
26
Perancangan pencahayaan alami, bagaimana pun memerlukan desain pencahayaan yang hati-hati pada pencapaian pembagian yang baik dan kualitas dari pencahayaan alaminya. Cahaya alami yang masuk melalui jendela dapat berasal dari beberapa sumber, yaitu sinar matahari langsung, langit cerah, awan atau pantulan permukaan bawah dan bangunan di sekitarnya. Cahaya dari masing-masing sumber tersebut bervariasi tidak hanya dari jumlah dan panas yang dibawanya, tetapi juga pada kualitas lainnya seperti warna, penyebaran, dan penghematan.
Gambar 2.11. Beberapa sumber cahaya alami Hal-hal berikut ini memberikan pengaruh dalam intensitas cahaya dalam bangunan, yaitu: •
Orientasi, sinar matahari langsung memiliki banyak kegunaan dan orientasi pada arah selatan merupakan yang terbaik, karena mendapatkan cahaya tidak langsung sehingga panasnya tidak mengenai sisi bangunan.
27
•
Pencahayaan melalui atap, hanya bisa diaplikasikan pada lantai paling atas atau yang memiliki void namun bisa memberikan cahaya yang tidak bisa dicapai oleh jendela dalam bentang bangunan yang lebar.
Gambar 2.12. Skylight pada pusat perbelanjaan •
Perencanaan
ruang,
perencanaan
ruang
terbuka
sangat
menguntungkan untuk membawa cahaya masuk ke dalam bangunan, permasalahan mengenai privasi dapat diselesaikan dengan menggunakan kaca atau tirai. •
Warna, warna ringan dapat memantulkan lebih banyak cahaya dan menyebarkannya lebih jauh untuk menerangi ruangan.
•
Bukaan, dipisahkan antara fungsi untuk penglihatan visual dan pencahayaan alami.
•
Bentuk, tidak hanya ditentukan oleh kombinasi bukaan horisontal dan vertikal tetapi juga oleh berapa banyak area lantai yang memiliki akses terhadap cahaya alami.
28
Gambar 2.13. Efek kepadatan cahaya yang dapat diperoleh 2. Pengudaraan Alami Untuk mendapatkan suhu yang nyaman, hal pertama yang harus dilakukan
adalah
dengan
penghindaran
panas,
yaitu
dengan
meminimalisasikan panas yang masuk ke dalam bangunan. Selain menghindari panas, untuk membuat bangunan lebih nyaman maka perlu dilakukan pendinginan pasif dengan pengudaraan alami. Faktor-faktor yang menentukan pola aliran udara yang melewati suatu bangunan, yaitu:
29
•
Kondisi Tapak, bangunan, tembok, atau vegetasi yang berbatasan dengan tapak akan memberikan pengaruh yang besar pada aliran udara yang melewati suatu bangunan.
•
Orientasi jendela dan arah angin, angin akan menghasilkan tekanan yang maksimal ketika posisinya tegak lurus terhadap permukaan, dan tekanannya akan berkurang sekitar 50 persen ketika angin tersebut berada pada sudut yang miring sekitar 45 derajat. Pada bagian ruang dalam, arah angin yang miring lebih baik karena menghasilkan turbulensi ruang dalam yang lebih besar.
•
Lokasi jendela, ventilasi silang sangat efektif karena udara mengalir dari tekanan positif yang kuat ke area dengan tekanan negatif yang kuat pada dinding di depannya.
•
Sirip dinding, dapat meningkatkan ventilasi melalui jendela yang terpasang pada sisi sama sebuah bangunan dengan cara mengubah distribusi tekanannya.
•
Overhang horizontal dan aliran udara, overhang horisontal yang terletak langsung di atas jendela akan menyebabkan arus udara menangkis ke bagian plafon karena overhang yang solid akan mencegah tekanan positif yang berada di atasnya dari proses penyeimbangan tekanan positif di bawah jendela.
•
Tipe-tipe jendela, akan mempengaruhi kuantitas maupun arah aliran udara.
30
II.2.6. Konsekuensi Penggunaan Energi pada Bangunan Berkaca Beberapa penelitian mengenai penggunaan kaca pada bangunan tinggi, sudah dilakukan oleh Soegijanto (2002) dan Soebarto (2002), yang menunjukkan bahwa besarnya energi akan berkurang dengan pemakaian peneduh dan pemilihan tipe kaca. Keterangan lebih lanjut mengenai studi kasus pada bangunan tinggi yang memakai selubung kaca di daerah tropis lembab, akan diuraikan lebih jelas pada lampiran.
II.3.
Tinjauan Tapak
Gambar 2.14. Lokasi beberapa mal, apartemen, dan universitas di Jakarta Barat
31
Keterangan gambar:
Gambar 2.15. Lokasi proyek dalam skala disttrik Data tapak Lokasi
: Jalan Letjen S. Parman, Slipi, Jakarta Barat
Ukuran lahan
: ± 6.500 m2
KDB
: 60%
KLB
:4
GSB
: 15 m dari jalan S.Parman, 8 m terhadap arah selatan, dan 3 m terhadap arah barat
Ketinggian max
: 24 lantai
32
Gambar 2.16. Lokasi tapak proyek dan lingkungan di sekitarnya Keterangan gambar: Foto 2.1. Pemukiman dengan lahan hijau yang memadai Foto 2.2.Gang kecil perumahan di belakang tapak Foto 2.3.Halte untuk bus yang melewati jalan Letjen S. Parman Foto 2.4.Fly over Nelimurni Foto 2.5.Daerah seberang tapak tempat angkutan umum menarik penumpang Foto 2.6.Daerah pertigaan tempat ojek atau bajaj menarik penumpang
33
Foto 2.7.Menara Asia dan Hotel Peninsula Foto 2.8.Pasar Slipi Jaya dan ruko-ruko Foto 2.9.Jalan besar Letjen S. Parman yang mengarah ke tapak Pada mulanya, di sebelah selatan tapak terdapat fly over yang kolongnya ditempati banyak pedagang kaki lima. Taman dengan pot-pot tanaman yang tersusun di tempat tersebut digantikan dengan gerobak-gerobak penjual makanan dan minuman, lengkap dengan meja dan kursi. Karena daerah Slipi Jaya merupakan daerah perkantoran, maka para pegawai yang berpenghasilan pas-pasan merasa terbantu dengan kehadiran para penjual makanan di kolong fly over. Kondisi yang terlihat sekarang ini adalah lokasi pedagang kaki lima berada di sepanjang jalan Anggrek Nelimurni.
Foto 2.10. Pedagang kaki lima di sepanjang jalan Anggrek Nelimurni
34
II.4.
Studi Kasus dan Studi Banding Poins Square
Gambar 2.17. Poins Square Lokasi
: Jl. R.A. Kartini no.1, Lebak Bulus, Jakarta Selatan
Luas lahan
: 15.000 m2
Luas mal
: 30.772 m2
Luas apartemen : 65.067 m2 Luas fasum
: 2.693 m2
Fasilitas
: kolam renang, jogging track, fitness centre, taman bermain anak, laundry, sauna
Season City
Gambar 2.18. Season City Lokasi
: Jln. Latumenten, Jelambar, Jakarta Barat
Luas lahan
: 51.288 m2
Luas bangunan: 431.638 m2
35
Luas mal
: 130.000 m2
Luas hunian
: 185.400 m2
Luas fasum
: 20.000 m2
Royal Mediterania Garden Residence Lokasi
: Jln. S. Parman, Grogol, Jakarta Barat
Luas lahan
: 15.000 m2
Jumlah unit per kamar 1 BR (33 m2) Æ 58 unit 2BR (42-72,5 m2) Æ 232 unit 3 BR (100-110 m2) Æ 174 unit Fasilitas
: kolam renang, fitness centre, mini market
Centro City Residence
Gambar 2.19. Centro City Residence Lokasi
: Jln. Macan Kav. 4-5 Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakarta Barat
Luas lahan
: 11.500 m2
Jumlah lantai : 12 Jumlah unit
: 350 unit (menara A)
Jumlah unit per kamar Studio (26,5-27,4 m2) Æ 192 unit 1 BR (33,7-34,8 m2) Æ 72 unit
36
2 BR (53,1-52,5 m2) Æ 84 unit Fasilitas
: kolam renang, jogging track, pusat perbelanjaan
The Lavande Residences
Gambar 2.20. The Lavande Residence Lokasi
: Jln. Dr. Soepomo 231, Tebet, Jakarta Selatan
Luas lahan
: 11.500 m2
Jumlah tower : 2 Jumlah lantai : 22 dan 29 Jumlah unit per kamar Studio (30,4-33,5 m2) Æ 44 unit 1 BR (34,2-37,4 m2) Æ 66 unit 2BR (53,8-63,6 m2) Æ 374 unit 3 BR (82,9-84,6 m2) Æ 232 unit Fasilitas
: kolam renang, fitness centre, laundry, ATM, ruang serba guna, taman bermain anak, salon kecantikan, mini market, kafe dan restoran.
37
Margonda Residences
Gambar 2.21. The Lavande Residence Lokasi
: Jln. Margonda Raya, Depok, Jakarta Pusat
Luas lahan
: 12.000 m2
Jumlah unit per kamar Studio (20 m2) Æ 450 unit 1 BR (38 m2) Æ 202 unit 2 BR (76 m2) Æ 26 unit Fasilitas
: kolam renang, mini market, fitness center, jogging track, taman bermain anak, perpustakaan
Aston Urbana Residences
Gambar 2.22. Aston Urbana Residences Lokasi
: Jalan Alamanda Raya, Karawaci, Tangerang
Luas lahan
: ± 40.000 m2
Jumlah tower : 5
38
Jumlah lantai : 5-6 lantai Jumlah unit per kamar Studio (24 m2) Æ 505 unit Studio + (27.5 m2) Æ 144 unit 2 BR (48 m2) Æ 73 unit Fasilitas
: sport club dengan kolam renang, mini market, fitness center, jogging track, laundry
Konsep tempat tinggal Aston Urbana lebih diarahkan kepada komunitas perseorangan seperti mahasiswa ataupun karyawan sehingga urban lifestyle sangat ditonjolkan. Hal ini dapat terlihat dari fasilitas-fasilitas penunjang yang hanya menyediakan keperluan untuk kehidupan yang praktis seperti laundry, cafe, dan businness center yang sifatnya buka 24 jam penuh.
Foto 2.11. Bagian fasilitas penunjang apartemen yang melayani 24 jam
39
Foto 2.12. Pencahayaan dan pengudaraan yang digunakan Apartemen ini menggunakan pengudaraan buatan pada bagian koridornya dan bergantung pada pencahayaan buatan untuk penerangannya, karena cahaya alami hanya dapat masuk melalui ujung-ujung koridor. Ada pun unit-unit yang disediakan lebih dikhususkan kepada tipe studio, sedangkan tipe dua kamar hanya sebagian kecil yaitu sekitar 10% dari total keseluruhan unit.
Foto 2.13. Bagian dalam tipe unit studio
Foto 2.14. Area kamar tidur
40
Foto 2.15. Area kamar mandi Foto-foto di atas adalah interior salah satu unit studio. Dari foto tersebut dapat dilihat bahwa penempatan cahaya alami berada pada area pantry dan kamar mandi, sedangkan bagian area tidur hanya mendapatkan sebagian sinar. Kesimpulannya, apartemen ini sepenuhnya meningkatkan kenyamanan dengan menggunakan
pengudaraan
dan
pencahayaan
buatan
sebagai
penunjang
kenyamanan dari apartemen tersebut. Sedangkan sosialisasi yang jarang terjadi di tipikal-tipikal apartemen lainnya dapat terjadi oleh karena fasilitas layanan yang bersifat 24 jam penuh dan hunian yang hampir seluruhnya dikhususkan untuk mahasiswa dan karyawan yang memiliki gaya hidup dan cara pandang yang sama. Cilandak Town Square
Gambar 2.23. Cilandak Town Square
41
Lokasi
: Jln. TB. Simatupang Kav 17, Cilandak Barat, Jakarta Selatan
Luas bangunan: 7.991 m2 Pusat perbelanjaan ini terdiri dari 4 anchor tenant, 52 unit restoran dan kafe, 16 unit retail dengan berbagai macam tipe penjualan, dan beberapa kios-kios kecil.
Foto 2.16. Kios-kios kecil di Cilandak Town Square Cilandak Town Square hanya menggunakan pengudaraan buatan di dalam unit-unit retailnya, sedangkan sirkulasi di dalamnya bergantung pada pengudaraan dan pencahyaan alami.
Foto 2.17. Skylight di sepanjang mal
Foto 2.18. Pencahayaan alami yang menerangi hampir keseluruhan area 42
Pemanfaatan cahaya alami tersebut dapat mengurangi beban penggunaan cahaya buatan pada siang hari sehingga dapat menghemat penggunaan energi Namba Parks
Gambar 2.24. Namba Parks di Osaka, Jepang Namba Parks dibangun di lahan seluas sekitar 83.000 meter persegi. Kawasan ini terdiri dari perkantoran, pertokoan, pusat hiburan, dan ruang publik di dalamnya. Bangunan ini didirikan oleh The Jerde Partnership dengan mengambil konsep gurun untuk bentuk massanya. Letak bangunan perkantoran berada pada sisi-sisi ujung kawasan dengan ruang terbuka hijau sebagai pusatnya. Taman di atap digunakan sebagai ruang hijau yang bisa digunakan publik untuk bersantai dan bersosialisasi. Pusat perbelanjaan pada kawasan ini menggunakan kombinasi ruang terbuka dan tertutup sehingga kondisi lingkungan bisa teratasi, karena antar bangunan memiliki penghubung.
43
Gambar 2.25. Jalan setapak di atas bangunan
Gambar 2.26. Kombinasi ruang terbuka
Gambar 2.27. Hubungan antar pusat perbelanjaan
44