Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
BAB II: STUDI
2.1. Pemahaman Terhadap Kerangka Acuan Kerja Berdasarkan uraian yang terdapat pada kerangka acuan kerja (KAK) yang telah diberikan dalam perencanaan dan perancanganDalam rangka pelestarian warisan budaya bersifat tak benda , Batik telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda pada tahun 2009. Sebagai tindak lanjut pengakuan itu, perlu didirikan atau dibangun sebuah wadah, yaitu museum. Nama yang cocok bagi museum itu adalah “MUSEUM BATIK INDONESIA”. Museum Batik Indonesia ini nantinya memiliki makna dan arti penting bagi pewarisan pengetahuan sekaligus budaya batik yang merupakan salah satu identitas bangsa. Oleh sebab itu Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan mendirikan “MUSEUM BATIK INDONESIA” di Taman Mini Indonesia Indah. Museum Batik Indonesia merupakan lembaga yang berfungsi sebagai pusat pelestari batik
Indonesia.
Keberadaannya
diharapkan
dapat
menjadi
katalis
untuk
pengembangan budaya batik dari berbagai aspek, seperti ilmu pengetahuan, ekonomi, dunia fesyen, industri kreatif dan pariwisata.
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 13
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Gambar 1: Peta Taman Mini Indonesia Indah
Gambar 2 : Lokasi Site (batasan tapak museum batik Indonesia)
1. Luas lahan yang akan di sayembarakan 6.451,25 m2, Berbatasan dengan Museum Keprajuritan, Museum Pusaka, Museum Serangga. 2. Gerbang utama menuju Museum diarahkan melalui space antara Museum Pusaka dan Museum Serangga. 3. Bangunan memiliki garis axis imaginer kea rah Tugu Api Pancasila. 4. Mobil
service/karyawan
masuk
melalui
jalan
di
belakang
Museum
Keprajuritan. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 14
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
5. Parkir kendaraan karyawan diparkir di belakang Museum Batik (kurang lebih 10 mobil dan 30 motor) Regulasi Yang Harus Dirujuk : 1. Draft UDGL TMII dari Dinas Tata Ruang 2. SK Kebijakan tentang Bangunan di Area TMII : KDB, KLB, dan ketinggian lantai 3. Peraturan Bangunan untuk difabel / penyandang cacat 4. Disain Green Building Architecture 5. Mempergunakan mesin lift jika bertingkat Sekuen / Alur Pengunjung Terkait Story Line Museum Batik Indonesia mengandung substansi antara lain; pusat Informasi, Promosi,
Pengembangan
dan
Konservasi
yang
dirancang
dengan
mempertimbangkan alur pengunjung, ditata secara apik, menarik, serta memenuhi kriteria sebuah karya arsitektur yang memenuhi gaya/lamggam serta bentuk yang khas agar supaya kelak menjadi salah satukarya kebanggaan Bangsa Indonesia. Konsep Arsitektur Performance arsitektur Museum Batik Indonesia diharapkan dapat tampil sebagai sebuah karya arsitektur yang mengandung kriteria: 1. mengangkat kearifan lokal / local genius namun tetap tampil modern 2. mengandung keunikan tertentu sehingga laras dengan Kawasan TMII 3. Konsep bentuk dasar arsitektural sebagai pembentuk shape/ ‘form’ untuk Museum Batik Indonesia disarankan untuk merujuk/mengangkat pola dasar batik Indonesia yang memiliki pola dasar geometris dan non-geometris seperti: a) Geometris, antara lain b) Non-Geometris antara lain: Grudo, Buketan, Nitik, Ceplok, dan Tanahan
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 15
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
2.2. Pengertian Batik Definisi Batik adalah proses pewarnaan dengan metode celup rintang yang menggunakan lilin, malam atau bahan lainnya sebagai zat perintang . Pengertian batik secara umum adalah proses kreatif dalam membuat aneka ragam hias pada sebidang kain, dengan menggunakan lilin atau malam panas sebagai perintang warna, dengan menggunakan alat canting atau cap batik. Asal kata batik dapat ditelusuri dari kata “hambatik atau ambatik” karena selalu membuat titik-titik dengan canting dan disebut “titik”. Oleh karena itu ada motif batik yang disebut motif “Nitik” selalu dianggap sebagai motif yang paling tua. Menurut para ahli kata tulis disebut thika yang berarti nulis yang dipergunakan untuk sebutan mendesain gambar atau lukisan. Sehubungan dengan peran penting dari alat yang dipergunakannya yaitu canting. Menurut sumber tertulis dalam sejarah menyebutkan bahwa perkembangan bentuk canting diilhami oleh dikenalnya kendi. Kendi dalam Sangskrit India disebut kundika yang berarti wadah air yang merupakan satu atribut dewa dalam upacara agama Hindu dan Budha. Penampilan sebuah canting adalah sebuah wadah kecil tempat penampungan cairan lilin malam yang terbuat dari kuningan atau tembaga, cairan lilin tersebut dikeluarkan melalui cucuk seperti mulut kendi. Penemuan berbagai bentuk kendi-kendi kuno dari abad 10, banyak diketemukan di berbagai daerah dan salah satunya ada juga kendi dari jaman Prasejarah diketemukan di daerah Tuban. Pada relief candi Borobudur abad 8 Masehi tampak tampilan pengrajin besi dan tembaga dalam pembuatan berbagai peralatan upacara diantaranya ada yang berbentuk kendi.
2.2.1 Jenis, Corak dan Ragam Batik Jenis, Corak dan Ragam Batik 1. JENIS a. Batik Tulis b. Batik Cap c. Batik Kombinasi Tulis dan Cap
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 16
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
2. CORAK a. Batik Pedalaman (Batik Tradisional, Batik Keraton) b. Batik Pesisiran (Batik Encim, Hokokai) c. Batik Kontemporer 3. RAGAM HIAS a. Menurut Pola terdiri dari geometris dan non geometris (Buketan, Nitik, Ceplok, dan Tanahan). b. Menurut Asal
Batik Pasundan
Batik Kalimantan Barat
Batik Cirebon
Batik Kalimantan Timur
Batik Pekalongan
Batik Jambi
Batik Lasem
Batik Bengkulu
Batik Tuban
Batik Sumatera Barat
Batik Madura
Batik Lampung
Batik Pacitan
Batik Riau
Batik Solo
Batik Aceh
Batik Wonogiri
Batik Bali
Batik Jogja
Batik NTB
Batik Banyumas
Batik NTT
Batik Toraja
Batik Gorontalo.
Batik Manado
Batik Makassar
C. Proses Pembuatan 1. Menyiapkan kain (ngetel, nguleni, kemplong) 2. Membuat gambar dan motif dasar di kain. 3. Rengreng/lengreng yaitu menggunakan canting mengikuti gambar dan motif yang sudah ada di kain. 4. Isen-isen yaitu memberikan isian pada gambar dan motif yang sudah ada. 5. Nembok yaitu memberikan penutupan lilin pada bagian-bagian tidak diberi warna. 6. Pewarnaan (teknik colet atau celup). 7. Me-lorod, menghilangkan lilin dari kain.
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 17
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Perlengkapan membatik: 1. Canting tulis (canting klowong, canting cecek, canting isen, canting tembok) 2. Cap atau Canting Cap 3. Kwas 4. Lilin batik (parafin, microwash, lilin lebah, gondorukem, damar) 5. Anglo dan arang (perapian tradisional), saat ini telah memakai kompor. 6. Gawangan (alat untuk menggelar kain)
2.3
Sejarah Batik
Ada beberapa pendapat dari pakar – pakar Batik yang telah melakukan riset tentang batik, baik melalui pendekatan sejarah, maupun pendekatan desain tentang asal mula / awal sejarah kemunculan Batik di Indonesia.Kapan sebenarnya batik dan budaya membatik mulai ada di Jawa masih sulit diketahui secara pasti. Ada yang mengatakan sebelum Hindu masuk Jawa, ada pula yang mengatakan sejak zaman Majapahit. Berbagai literatur memberikan catatan yang berbeda. Seorang peneliti batik dari Amerika Inger McCabe Elliot, dalam bukunya Batik Fabled Cloth of Java, menyebut bahwa batik di Jawa telah ada sejak abad ke 16. Ia menyebut Sir Thomas Raffles sebagai sosok yang luar biasa, karena kedatangannya ke Jawa telah memicu lahirnya industri batik di pulau Jawa. Sementara itu KRHT Hardjonagoro (Go Tik Swan) ahli batik dari Surakarta menyebutkan bahwa batik mulai menemukan bentuk formalnya pada zaman Sultan Agung yaitu pada awal abad 17. Penulis buku Batik Design (1993), Pepin van Roojen menambahkan bahwa popularitas batik sebagai bagian tradisi busana di Jawa ditunjukkkan oleh Sultan Agung saat kerajaan Mataram berkuasa. Motif batik tradisional dapat ditemui pada relief candi, antara lain motif lereng pada pakaian patung Syiwa di Candi Dieng, daerah Gemuruh Wonosobo (abad 9); motif ceplok pada pakaian patung Ganesha di Candi Banon Borobudur (abad 9); motif kawung pada patung Hari‐Hara di Blitar, patung Syiwa di Singosari (abad 13); motif nitik pada patung Padmapani di Jawa Tengah (abad 8‐10). Hal ini dapat dipakai sebagai dugaan bahwa batik sudah ada pada masa itu.
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 18
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Menurut beberapa catatan sejarah kain batik yang diciptakan dan disesuaikan dengan buat sebelum abad 17 tampak masih sangat sederhana berwarna biru dan putih seperti batik yang disebut “Batik Kelengan”. Pada jaman Kerajaan Islam di Jawa, penampilan motif batik pada saat itu tampak adanya kreatifitas dan stimulasi yang diciptakan sesuai dengan aturan agama Islam yang tidak diperbolehkan adanya lukisan yang berupa manusia maupun satwa secara vulgar. Motif batik harus tampil lebih estetis karena memiliki nilai estetika yang tinggi dan indah. Batik saat itupun tetap dipakai dalam upcara-upacara keagamaan yang berlangsung pada masa kerajaan Mataram Islam. Batik berkembang sangat pesat pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613- 1645). Pada waktu itu ada ketentuan batik dengan motif tertentu hanya dipakai untuk kalangan keraton. Pada dasarnya dapat dikelompokkan ragam hias geometris dan kelompok non geometris. Kelompok geometris antara lain Ceplok, Nitik, Kawung, Parang, dan Lereng. Beberapa Motif Parang diantaranya motif Parang Rusak Barong (Parang berukuran besar), Parang rusak Gendreh (berukuran sedang), Parang Klitik (berukuran kecil). Kelompok non geometris antara lain Semen yang berasal dari kata semi yang menggambarkan sulur-sulur daun tanaman antara lain Semen Gedhe Sawat Gurda, Semen Gedhe Sawat Lar. Pola non geometris sering dipadukan dengan ragam hias tambahan seperti burung Merak atau burung Cendrawasih dan lainnya. Kemudian ada motif gunung, sayap garuda dan lainnya. Unsur pengaruh Hindu dan Budha sering muncul dengan corak motif semen dan motif gunung sebagai tempat para dewa. Sedangkan motif Lar adalah sayap dari burung Garuda kendaraan dewa Wisnu dalam agama Hindu. Kain dengan motif Alas-alasan yang berarti hutan adalah lambang kesuburan atau kemakmuran alam semesta. Dalam kelompok non geometrik adalah juga pola motif tambal yang terdiri dari beragam motif dalam corak segi tiga, wajik yang ditata dalam garis-garis miring. Termasuk dalam motif Tambal adalah motif Sekar jagad. Disamping kelompok geometris dan non geometris juga terdapat juga kelompok yang dipkai sebagai ragam hias pinggiran antara lain pola motif Modang, dan Cemukiran sebagai ragam hias pinggiran pada kain Dodot dan Ikat kepala.Menelusuri jejak perjalanan sejara batik Indoneia erat hubungannya dengan ungkapan perjalanan sejarah warisan budaya bangsa Indonesia. Semenjak jaman kejayaan Singosari, Sriwijaya, Majapahit, Mataram, Demak dan Penyebaran agama Islam. Warisan budaya masa lalu semenjak kerajaan Hindu Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 19
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Indonesia di bumi Nusantara berupa bukti peninggalan sejarah abad 4 Masehi yaitu dengan
diketemukannya
peninggalan
prasasti
kerajaan
Tarumanegara
dan
Mulawarman yang menjadi dasar peradaban dari dinasti Syailendra dengan bangunan Candi Borobudur abad 8 Masehi. Kemudian berlanjut dengan kejayaan kerajaan Sriwijaya abad 9 – 10 Masehi. Kerajaan Majapahit abad 11 sampai 15 M dan kemudian masuknya agama Islam abad 16M. Jejak masa kejayaan kerajaan Hindu Indonesia dan kemudian Islam terungkap pada Naskah kuno dan relief-relief candi dan arca raja-raja di masa kerajaan Hindu Indonesia. Kedatangan bangsa India, Cina, Arab, Persia dan Eropa dan Jepang turut serta memperkaya budaya bangsa Indonesia. Fungsi Batik (DIURAIKAN)
Batik sebagai sumber sejarah
Batik sebagai Busana (upacara adat, pakaian sehari-hari, baju kerja)
Batik sebagai Dekorasi (pelaminan, hiasan ndalem rumah joglo)
Batik sebagai interior (perabot interior, sarung bantal, hiasan dinding)
Batik sebagai Identitas Budaya Bangsa (diakui oleh UNESCO, Batik memperkaya budaya daerah)
Batik sebagai Komoditas Ekonomi
2.3.1 Batik dalam kehidupan masyarakat Indonesia 2.3.1.1 Batik Dalam Kehidupan Masyarakat Suku Jawa Batik berkembang di keraton dan masyarakat Jawa. Namun keraton sebagai pusat pemerintahan dan budaya saat itu, menjadi panutan pembuatan batik, terutama batik tradisional. Selembar kain batik mengandung makna yang diharapkan mampu mengingatkan mereka yang mengenakannya untuk bersikap serta berperilaku sesuai makna yang terkandung dalam batik tersebut, di samping dapat menunjukkan status pemakainya. Keraton pada waktu itu memberlakukan tatanan pemakaian batik sehingga dikenal adanya motif “Larangan”. Motif “Parang Barong” misalnya, hanya dikenakan oleh raja dan permaisuri pada upacara kebesaran.
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 20
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Dalam tata masyarakat keraton tersebut terdapat lapisan masyarakat yang diberi tugas oleh raja untuk terus-menerus membina dan mengembangkan seni batik tradisional. Mereka ini adalah para pujangga dan budayawan keraton, yang digaji, diberi pangkat, dan status kebangsawanan yang cukup tinggi. Melalui tangan-tangan merekalah berlangsung proses pemberdayaan seni batik tradisional beserta segenap nilai luhurnya, secara sistematis terus berkesinambungan. Batik dalam budaya Jawa, selalu berperan dalam daur kehidupan masyarakatnya mulai masih dalam kandungan, lahir, dewasa, menikah, hingga kematian. Batik digunakan dalam upacara mitoni (tujuh bulan usia bayi dalam kandungan). Calon ibu berganti kain batik sebanyak tujuh kali dengan motif batik berbeda, antara lain Sidamulya, Sidaasih, Sidamukti, Sidaluhur, Sidadadi. Semua kain-kain batik tersebut mengandung arti filosofis sendiri-sendiri. Motif batik Babon Angrem melambangkan kasih sayang dan kesabaran seorang ibu. Wahyu Tumurun melambangkan permohonan agar selalu mendapatkan petunjuk dan bimbingan dari Allah SWT. Semen Rama sebagai perlambang agar anak yang dilahirkan nanti mempunyai budi pekerti luhur. Dalam upacara memasuki usia dewasa, gadis dalam tarapan (pertama kali menstruasi), mengenakan kain pola Grompol, lambang permohonan kebahagiaan dan kesejahteraan yang menggerombol selalu disukai oleh teman-temannya. Untuk anak laki-laki, pada saat khitanan mengenakan batik Parang Pamor yang melambangkan harapan agar tumbuh menjadi laki-laki yang berbudi luhur dan cakap, karena telah pecah ‘pamor’-nya. Dalam upacara perkawinan batik juga berperan penting. Pada upacara lamaran, calon pengantin pria mengenakan batik Satrya Manah, yang melambangkan pria tersebut memanah hati calon istrinya. Sementara calon pengantin perempuan mengenakan batik motif Semen Rante yang mengandung arti sanggup diikat dalam tali perkawinan. Pada upacara siraman, calon mempelai putri mengenakan kain batik Wahyu Tumurun dan kemben Bangun Tulak, artinya agar kedua mempelai mendapat bimbingan dari Allah SWT dan terhindar dari marabahaya. Orangtua mempelai mengenakan baik Nitik Cakar dengan harapan agar putra-putrinya kelak dapat mencari nafkah dengan mudah seperti ayam mengais makanan, dan tidak tergantung pada kedua orangtuanya.Pada upacara midadareni, yaitu malam Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 21
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
sebelum dilaksanakan upacara akad nikah, calon pengantin pria yang datang berkunjung ke rumah calon mertuanya mengenakan kain batik bermotif Semen Rama, Satriya Wibawa atay Wahyu Tumurun. Untuk acara akad nikah, kedua mempelai mengenakan batik dengan motif yang berawal dengan kata Sida, misalnya Sidamulya, Sidamukti, Sidaluhur, Sidaasih, dan lain-lain. Sedangkan kedua orantua mempelai memakai batik berpola truntum. Pada saat kematian kain batik digunakan untuk menutupi jasad (motif slobok dan kain-kain latar hitam). Motif dan ragam hias batik tradisional amat banyak dan terus berkembang, sampai saat ini sudah ada kurang lebih 10.000 motif, ragam hias, dan isen-isen yang sudah ada dalam data base Balai Besar Batik Yogyakarta.
2.3.1.2Batik Dalam Kehidupan Masyarakat di Luar Suku Jawa Batik diluar suku Jawa, hampir sebagian besar tidak memiliki latar belakang pemaknaan yang mendalam. Namun demikian batik pada saat sekarang sudah hampir diproduksi di berbagai daerah seluruh Indonesia. Batik melalui ragam hiasnya yang khas dan beragam, dijadikan identitas dan citra daerah tertentu. Pada umumnya pemanfaatan batik di daerah-daerah yang berada di luar Jawa hanya sebatas pada pemakaian busana saja. Di Sumatera, terutama di Sumatera Barat batik dipergunakan pada saat upacara adat. Di daerah wilayah Sunda, khususnya di daerah Cigondewah, kain batik dengan corak Tiga negeri memiliki sejarah panjang bagi masyarakatnya. Pemakaian kain corak Tiga negeri hingga kini dilestarikan terutama untuk upacara meminang wanita oleh pihak pria, atau pada acara seserahan. Bilamana pada barang-barang bawaan pada upacara seserahan tanpa dilengkapi dengan kain batik bercorak Tiganegeri maka,
dianggap
kurang
menghormati
keluarga
pihak
perempuan.
Disini
mengindikasikan, bahwa budaya penggunaan kain batik dalam upacara adat masih memiliki nilai yang tinggi.
2.3.1.3Batik motif Larangan di Lingkungan Keraton (Mengulang di poin sejarah batik) Pada masa kerajaan Mataram Hindu, batik yang ditulis dengan beragam bentuk canting menghasilkan karya adi luhung yang khususnya berkembang dipakai Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 22
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
sebagai pakaian untuk Raja, Permaisuri, keluarga raja, bangsawan dalam lingkungan keraton sebagai lambang status dan kedudukannya. Di daerah Yogyakarta sejak abad ke 7 sudah merupakan pusat kegiatan kebudayaan yang menghasilkan suatu peradaban yang tinggi dengan peninggalan bangunan yang agung. Bukti salah satunya ditampilkan dalam relief candi-candi dan arca rajaraja yang memerintah pada masa lampau. Salah satu diantaranya tampak pada peninggalan arca raja-raja pada masa kerajaan Hindu Indonesia. Arca Raja Wijaya yaitu raja pertama Majapahit pada abad 13 M tampilan pakaiannya dihias dengan motif batik Kawung ( Van der Hoop thn 1949 )Motif ceplok, dan motif geometris lainnya pada arca Ganesha. Pada relief candi Borobudur yang didirikan abad 8 Masehi tampak motif-motif geometris yang sama terdapat pada ragam motif batik. Kerajaan Hindu kemudian berlanjut pada masuknya agama Islam yang disesuaikan dengan ajaran agama Islam. Pada abad ke 15 Kerajaan Demak sudah dikenal batik dengan nama Wahyu temurun. Batik yang dipakai sebagai pakaian di lingkungan Istana dan bangsawan di keraton mempunyai corak motif tertentu yang disebut Batik Larangan Ngayogyakarta dan Surakarta Hadiningrat. Beberapa motif Larangan seperti di antaranya motif Parang Barong, Parang Rusak dan lainnya.
2.3.1.4Batik Saudagaran dan Batik Pesisiran Batik Saudagaran dibuat oleh pengusaha batik di kota-kota. Coraknya merupakan kombinasi antara corak motif larangan dengan selera pengusaha untuk melayani aspirasi masyarakat. Kemudian corak-corak baru muncul yang kemudian melibatkan gaya Batik Cina dan Batik Belanda. Corak Batik Saudagaran antara lain batik “tiga negeri atau dua negeri “.yang mulai dikenal pada sekitar tahun 1870 ketika maraknya corak kain dengan memadukan gaya motif dan warna batik dari Yogyakarta atau Surakarta dengan daerah pembatikan daerah pantai Utara Jawa. Sehelai batik bagian motif kepala dan pinggir kain dicelup warna merah di Pekalongan atau Lasem ataupun Kudus dengan motif – motif khas pesisiran. Sedangkan dibagian badan kain dengan motif garuda, parang rusak, atau motif lainnya diberi paduan warna sogan yang khas. Untuk bagian itu dikerjakan di Yogyakarta atau Surakarta. Corak batik ini terkenal terutama sampai
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 23
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Perang Dunia II. Pada jaman Jepang tahun 1942 – 1945 pada masa pendudukan Jepang di Indonesia terkenal batik Hokokai dengan motif yang khas bunga Sakura. Batik Pesisiran mempunyai ciri khas dalam perjalanan sejarahnya yang khas dengan latar belakang budaya lokal di daerahnya sepanjang pantai utara pulau Jawa. Mulai dari Barat sampai ke Timur. Diantaranya Indramayu, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Banyumas, Rembang, Juwana, Lasem, Tuban, Sidoarjo, dan Madura. Di wilayah Jawa Barat antara lain Banten, Betawi, Bogor, Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis. Corak batiknya merupakan perpaduan antara batik klasik Yogyakarta, Surakarta, serta motif-motif pesisiran, dan diilhami oleh gaya lokal. Ragam batik Pesisiran, pada dasarnya adalah penggambungan antara ragam hias flora, geometris dan fauna serta alam benda. Ragam hias flora diantaranya motif ceplok, bunga, buketan, lung-lungan, sulur daun, semen, pohon ayat dan lainnya. Ragam hias alam seperti awan, bintang, matahari, gunung, hujan, perau, kapal, rumah dan candid an lainnya. Ragam hias batik dalam bentuk dekoratif yang menonjol adalah aspek keindahan. Mengungkapkan gambar secara datar dan mempertimbangkan unsur keseimbangan, bentuk komposisi dan menampilkan sisi ciri khasnya. Batik Pesisiran di wilayah Sumatera terkenal Batik Jambi, Palembang, Bengkulu dan lainnya.
2.3.2 Perkembangan Batik dari Masa Ke Masa Sebagaimana dinamika sebuah budaya batik berkembang sesuai zamannya. Dari cara pewarnaan yang semula menggunakan bahan alami berkembang dengan penggunaan bahan kimia. Bahan dasar yang semula kain mori menjadi kain sutera. Yang semula berfungsi sebatas kain panjang dan sarung berkembang menjadi berbagai fungsi. Dari semula barang non ekonomi menjadi komoditas ekonomi. Di abad 19 disebabkan adanya pertentangan dan sengketa antara keluarga Rajaraja Mataram, serta perlawanan terhadap penjajahan Belanda, banyak keluarga kerajaan yang mengungsi keluar dari daerah Mataram dan menetap di daerah lain. Mereka inilah yang mengembangkan pembatikan di seluruh pelosok Pulau Jawa. Pengikut Pangeran Diponegoro yang lari ke arah Timur menetap di Ponorogo, Tulungagung,
Mojokerto,
Gresik,
Surabaya
hingga
Madura,
dan
ikut
menyempurnakan corak-corak batik yang telah ada di daerah itu. Ke Barat, pengikut Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 24
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Pangeran Diponegoro banyak yang menetap dan mengembangkan pembatikan di Banyumas, Pekalongan, Tegal, hingga Cirebon dan daerah Pasundan Garut, Tasikmalaya dan Ciamis. Dengan adanya tatanan keraton pada waktu itu, masyarakat di luar kraton tidak dapat menggunakan batik halus dengan motif‐motif larangan. Keadaan ini memicu para pembatik dan pengusaha batik menciptakan batik tulis halus dengan motif kraton yang telah mengalami modifikasi, baik dalam pola maupun pewarnaan sehingga kemudian muncul motif‐motif batik tertentu yang dikelompokkan serta disebut batik sudagaran. Motif‐motif batik tradisional atau batik klasik yang berpusat di keraton, baik keraton Yogyakarta, Surakarta, maupun Cirebon, kemudian menyebar ke luar keraton melalui perkawinan kerabat keraton dengan masyarakat biasa, pembentukan kabupaten‐kabupaten dan hubungan niaga. Adanya hubungan niaga dengan manca negara menyebabkan berkembangnya motif batik dengan pengaruh Arab, India maupun Cina, terutama di daerah pesisir pantai utara Jawa. Masuknya Belanda ke wilayah Indonesia menghadirkan motif batik dengan pengaruh Belanda. Bahkan, banyak orang Belanda yang menjadi pembatik, seperti Eliza van Zuylen, Tina van Zuylen, Franqemount, Van Oosterom, dan lain‐lain. Batik pengaruh Belanda ini memicu munculnya pengusaha batik keturunan Cina di Pekalongan, Semarang, Lasem dan lain‐lain. Di awal abad ke-20 proses pembatikan yang dikenal ialah batik tulis dengan bahan morinya buatan dalam negeri dan hanya sebagian kecil mori tersebut didatangkan dari luar negeri. Setelah perang dunia kesatu berakhir, kemudian dikenal teknik pembuatan batik menggunakan cap yang terbuat dari tembaga, serta dikenalkan pula bahan pewarna sintetis buatan Jerman dan Inggris. Pada zaman penjajahan Jepang antara tahun 1942-1945, di Pekalongan berkembang batik dengan pengaruh Jepang yang disebut batik Djawa Hokokai. Hokokai adalah nama organisasi yang didirikan oleh Jepang untuk membantu kegiatan tentara Jepang dalam menciptakan Asia Makmur. Organisasi ini memesan batik dengan motif Jepang untuk hadiah kepada orang-orang yang dianggap berjasa bagi Jepang. Batik Hokokai dikenal rumit karena menampilkan berbagai ragam hias, isen, dan tata warna yang banyak. Setelah Jepang meninggalkan Indonesia, timbul batik Djawa Baru yang hampir sama dengan Djawa Hokokai, dengan warna dan motif yang lebih sederhana. Atas prakarsa Presiden Sukarno lahir corak batik baru yang disebut Batik Indonesia yang berasal dari berbagai pola dan teknik pewarnaan dari seluruh wilayah di Indonesia. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 25
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Yang pada dasarnya menampilkan motif ciri khas masing-masing daerah Indonesia pada sehelai kain batik. Dunia perbatikan mengalami masa suramnya mulai pertengahan Era 1980 karena beberapa hal, transmigrasi, pengiriman tenaga kerja wanita ke luar negeri, tumbuh pesatnya industri garment, dan lain-lain. Misalnya pada tahun 1970 industri batik di Tasikmalaya berjumlah kurang lebih 130, sedangkan tahun 1998 tinggal 12. Dilain pihak karena program transmigrasi, pembatikan tumbuh di luar Jawa, karena para transmigran dari Jawa membawa dan mengembangkan pembatikan di tempat pemukiman barunya. Sejak diakuinya batik sebagai Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Heritage) Indonesia pada tanggal 2 Oktober 2009 oleh UNESCO, pembatikan di Indonesia berkembang dengan pesat dan menggembirakan. Kini kerajinan batik semakin menyebar dan semakin meluas hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan mengusung ragam hias yang digali dari kekuatan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal setempat. Batik tumbuh dan berkembang sebagai identitas budaya lokal yang saling melengkapi dengan ekspresi budaya lainnya.
2.4
Tinjauan Umum Museum
2.4.1 Pengertian Museum a. Museum mempunyai pengertian gedung yang dipergunakan sabagai tempatuntuk pameran tetap benda-benda yang patut mendapat perhatian umumseperti peninggalan sejarah, seni dan ilmu, tempat menyimpan barang kuno(Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1996) b. Museum adalah suatu lembaga yang bersifat tetap, melayani masyarakat danperkembangannya yang bertujuan untuk mengumpulkan, merawat, meneliti,dan memamerkan untuk tujuan studi, pendidikan, dan kesenangan barangpembuktian manusia dan lingkungan (Musyawarah ke-11, InternationalCouncil of Museums, UNESCO). c. Museum adalah lembaga dan tempat untuk mengumpulkan, menyimpan,engkaji, mengkomunikasikan koleksi kepada masyarakat (PedomanPameran di Museum, Depdikbud Dirjen Kebudayaan Proyek PembinaanPermuseuman). Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 26
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
d. Museum adalah tempat (berupa gedung dan sebagainya) untuk menyimpandan memelihara benda-benda peninggalan sejarah dan sebagainya (DifaPublisher, 1995:582). Dari
pengertian
yangdianggap
museum
aktual
di
dan
atas,
resmi
pada
yaitu
hakekatnya
pengertian
pengertian
yang
museum
dikeluarkan
oleh
ICOM(International Council of Museum).
2.4.2 Sejarah dan Perkembangan Museum Setiap manusia memiliki naluri untuk melakukan pengumpulan (collectioninstinct). Hal ini telah dibuktikan oleh para ahli arkeologi di Eropa bahwa naluriini telah ada pada manusia Neanderthal di Eropa kira-kira 8500 tahun yang lalusebagai buktinya dengan ditemukan koleksi berupa kepingan-kepingan oker (jenisbatuan berwarna), serta kerang-kerangan yang ditemukan di dalam gua-gua bekastempat tinggal manusia Neanderthal. Kumpulan koleksi ini merupakan bentuktata pameran tertuadi bidang permuseuman, sedangkan lembaga museum tertuadi dunia dirintis oleh Ptolomeus I di kota Iskandaria, Mesir sekitar 300 SM. Pada
jaman
pertengahan,
yang
dimaksud
dengan
museum
adalah
koleksikoleksipribadi milik para pangeran, para bangsawan, serta para pelindung, danpecinta seni budaya yang kaya raya dan makmur, para pecinta ilmu pengetahuandi mana koleksi mencerminkan minat serta perhatian orang-orang tersebut, sertamerupakan ajang prestise yang menunjukkan kekayaan dan kedudukan daripemiliknya. Koleksi mereka tidak dibuka dan diperlihatkan oleh masyarakatumum, tetapi hanya kepada sahabat dekat ataupun orang terpandang lainnya. Padaakhir abad ke-18, di Eropa Barat muncul sejenis museum yang disebutInstitutionals Museums. Sejarah perkembangan museum di Indonesia diawali ketika Rumphiusmendirikan De Ambonsch Pairtenkamer di Ambon pada tahun 1662. Disusultanggal 24 April tahun 1778 dinas purbakala Hindia Belanda mendirikanBataviaasch Genootscap Van Kunsten en Westenchappen yang kini lebih dikenaldengan Museum Nasional atau Museum Gajah yang terletak di Batavia. Perkumpulan ini bertujuan untuk
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 27
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
memajukan kesenian dan ilmu pengetahuan dibidang bahasa dan ilmu bumi. Selanjutnya berkembang dan banyak didirikanmuseum-museum lain, seperti : a. Hartus Botanicus Bogorience pada tahun 1817, yang sekarang dikenal dengan nama Kebun Raya Bogor. b. Herbarium Bogorience pada tahun 1884. c. Setedelijk Historisch Museum (Museum Mpu Tantular) pada tahun 1922 di Surabaya. d. Museum Bali di Denpasar pada tahun 1932. e. Museum Sonoboedojo di Yogyakarta pada tahun 1935. Setelah Indonesia merdeka, para ilmuwan dan usahawan Belanda pulangke negerinya,
hal
ini
menyebabkan
kondisi
permuseuman
di
Indonesia
mengalamikemunduran, sampai akhirnya Indonesia masuk Dewan Museum Internasional(ICOM), yang pada akhirnya mulai diadakannya pembinaan museum. Denganpembinaan museum ini, maka dibentuklah jawatan kebudayaan untuk melakukanpengurusan serta pemeliharaan berbagai unsur kebudayaan baru maupun kuno.Kemudian pada tahun 1957 dibentuk bagian urusan museum pada jawatantersebut, dan pada tahun 1964 disempurnakan lagi menjadi lembaga museummuseumnasional. Pada tahun 1966, lembaga ini berubah menjadi DirektoratMuseum yang kemudian berubah menjadi Direktorat Permuseuman. Secara internasional, kerjasama di bidang kebudayaan dipercayakankepada UNESCO. Di bidang permuseuman, UNESCO membentuk InternationalCouncil Of Museum, yang pada tahun 1981 mempunyai kurang lebih 7000anggota dari negara anggota PBB.
2.4.3 Tugas, Fungsi, dan Tujuan Museum a. Tugas Museum Museum mempunyai tugas yaitu : 1. Mengumpulkan, merawat, meneliti, mengkomunikasikan, dan memamerkan bukti material manusia dan lingkungannya. 2. Melayani masyarakat dan perkembangannya. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 28
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
3. Untuk tujuan pendidikan dan perkembangannya. Dalam buku persoalan museum, disebutkan tugas museum adalah sebagaiberikut : 1. Menghindarkan bangsa dari kemiskinan kebudayaan. 2. Memajukan kesenian dan kerajinan rakyat. 3. Turut menyalurkan dan memperluas pengetahuan dengan cara missal. 4. Memberikan kesempatan bagi penikmat seni. 5. Membentuk metodik dan didaktik pihak sekolah dengan cara kerja yang berfaedah pada setiap kunjungan siswa-siswa ke museum. 6. Memberikan kesempatan dan bantuan dalam penyelidikan ilmiah. Selain seperti uraian di atas, terdapat juga tugas museum di bidangtourism sebagai usaha untuk memperkenalkan harta budaya bangsakepada para wisatawan asing. b. Fungsi Museum Museum mempunyai tugas sebagai berikut : 1. Pusat dokumentasi dan penelitian ilmiah 2. Pusat penyaluran ilmu untuk umum. 3. Pusat peningkatan apresiasi budaya. 4. Pusar perkenalan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa. 5. Sumber inspirasi. 6. Objek pariwisata. 7. Media pembinaan pendidikan. 8. Cermin sejarah manusia, alam, dan kebudayaan. 9. Media bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Museum menurut ICOM mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Mengumpulkan dan pengaman warisan alam dan budaya. 2. Dokumentasi dan penelitian ilmiah. 3. Konservasi dan preservasi. 4. Penyebaran dan pemerataan ilmu untuk umum. 5. Pengenalan dan penghayatan kesenian. 6. Pengenalan kebudayaan antar daerah dan bangsa.
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 29
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
7. Visualisasi alam dan budaya. 8. Cermin pertumbuhan peradaban umat manusia. 9. Pembangkit rasa bertakwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Fungsi tersebut di atas menunjukkan bahwa warisan sejarah budaya dan warisan sejarah alam perlu dipelihara dan diselamatkan. Dengan demikian dapat dibina nilainilai budaya nasional yang dapat memperkuatkepribadian bangsa, mempertebal harga diri dan kebanggan nasional sertamemperkokoh jiwa kesatuan nasional. c. Tujuan Museum Tujuan museum dapat dibagi menjadi dua, yaitu tujuan fungsional dantujuan institusional. 1. Tujuan Fungsional Memberikan peringatan kepada Bangsa Indonesia melaluigenerasi muda tentang kebudayaan yang pernah ada, hal inimerupakan watak kesadaran Bangsa Indonesia sangat agung, jugasebagai pelindung dan pemelihara dari pengaruh budaya asing yangtidak sesuai. 2. Tujuan Insitusional Bermaksud sebagai wadah tujuan institusional agar berlakusecara efektif yang menjadikan dua kepentingan yang salingberpengaruh adalah : a. Kepentingan Obyek Memberikan tempat atau wadah untuk menyimpan sertamelindungi benda-benda koleksi yang mempunyai nilai-nilaibudaya dari kerusakan dan kepunahan yang disebabkan antara lainpengeruh iklim, alam, biologis, dan manusia. b. Kepentingan Umum Mengumpulkan temuan-temuan benda, memelihara darikerusakan, menyajikan benda-benda koleksi kepada masyarakatumum agar dapat menarik hingga menimbulkan rasa bangga danbertanggung jawab, serta dipelihara dan menunjang ilmupengetahuan. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 30
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
2.4.4 Persyaratan sebuah museum Adapun persyaratan berdirinya suatu museum adalah sebagai berikut : a. Persyaratan Lokasi 1. Lokasi harus strategis, strategis di sini tidak berarti harus berada dipusat kota ataupun pusar keramaian kota, melainkan tempat yangmudah dijangkau oleh umum. 2. Lokasi harus sehat, yang dimaksud sehat adalah : 3. Lokasi tidak terletak di daerah industri yang banyak pengotoranudaranya. 4. Bukan daerah yang tanahnya berlumpur atau tanah rawa atau tanahyang berpasir, dan elemen-elemen iklim yang berpengeruh padalokasi itu adalah Kelembaban udara setidak-tidaknya harusterkontrol mencapai kenetralan yaitu antara 55%-65%. (DPK,1988 :16) b. Persyaratan Bangunan Adapun syarat-syarat umum bangunan meliputi : 1. Bangunan
dikelompokkan
dan
dipisahkan
menurut
fungsi
danaktifitasnya,ketenangan dan keramaian, dan keamanan. 2. Pintu masuk utama (main entrance), untuk pengunjung. 3. Pintu masuk khusus (side entrance), untuk lalu lintas koleksi, bagian pelayanan, perkantoran, rumah jaga, serta ruang-ruang pada bangunan khusus. 4. Area publik atau umum (ruang pamer) 5. Area semi publik (bangunan administrasi, perpustakaan, dan ruang rapat). 6. Area privat (laboratorium konservasi, studio preparasi, storage, dan ruang studi koleksi). (DPK, 1988 : 17) Sedangkan syarat-syarat khusus bangunan antara lain : 1. Bangunan utama (pameran tetap dan pameran temporer) harus dapat : a. Memuat benda-benda koleksi yang akan dipamerkan. b. Mudah dicapai dari luar maupun dalam. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 31
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
c. Merupakan bangunan penerima yang harus memiliki daya tarik sebagai bangunan pertama yang dikunjungi oleh pengunjung. d. Sistem keamanan yang baik, baik dari segi konstruksi, spesifikasi ruang untuk mencegah rusaknya benda-benda secara alami (cuaca dan lain-lain) maupun kriminalitas dan pencurian. 2. Bangunan Auditorium harus : a. Mudah dicapai oleh umum. b. Dapat dipakai untuk ruang pertemuan, diskusi, dan ceramah. 3. Bangunan khusus terdiri dari : Laboratorium konservasi, studiopreparasi, dan storage. Ketiga bangunan ini harus : a. Terletak pada daerah tenang b. Mempunyai pintu masuk khusus c. Memiliki sistem keamanan yang baik (baik terhadap kerusakan, kebakaran, dan kriminalitas) yang menyangkut segi konstruksi maupun spesifikasi ruang
4. Bangunan Administrasi harus : a. Terletak srategis baik terhadap pencapaian umum maupun terhadap bangunan-bangunan lain. b. Mempunyai pintu masuk khusus. (DPK, 1988 : 18) c. Persyaratan Koleksi Pengertian koleksi museum adalah sekumpulan benda-benda buktimaterial manusia dan lingkungannya yang berkaitan dengan satu atauberbagai bidang atau cabang ilmu pengetahuan,. (DPK, 1988 :19) Adapun persyaratan koleksi antara lain : 1. Mempunyai nilai sejarah dan ilmiah (termasuk nilai estetika) 2. Dapat diidentifikasikan wujudnya (morfologi), tipenya (tipologi), gayanya (style), fungsinya, maknanya, asalnya secara hiostoris dan geografis, genusnya (dalam
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 32
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
orde biologi) atau periodenya dalam geologi (khususnya untuk benda-benda sejarah alam dan teknologi) 3. Harus dapat dijadikan dokumen, dalam arti sebagai bukti kenyataan dan kehadirannya (realitas dan eksistensinya) bagi penelitian ilmiah. 4. Dapat dijadikan suatu monumen atau bakal jadi monumen dalam sejarah alam dan budaya. 5. Benda asli (realita), replika atau reproduksi yang sah menurut persyaratan museum. (DPK, 1988 :20) Adapun jenis koleksi museum antara lain : 1. Etnografika, yaitu kumpulan benda-benda hasil budaya suku-suku bangsa 2. Prehistorika, yaitu kumpulan benda-benda prasejarah 3. Arkeologi, yaitu kumpulan benda-benda arkeologi yaitu mempelajari tentang kehidupan manusia masa lalu berdasarkan benda-benda peninggalan 4. Historika, yaitukumpulan benda-benda bernilai sejarah 5. Numismatika dan Heraldika, yaitu kumpulan benda-benda alat tukar dan lambang peninggalan sejarah, misalnya uang, cap, lencana, tanda jasa, dan surat-surat berharga 6. Naskah-naskah kuno dan bersejarah 7. Keramik asing 8. Buku dan majalah antikuariat 9. Karya seni atau kriya seni 10. Benda-benda grafika, berupa foto, peta asli atau setiap reproduksi yang dijadikan dokumen 11. Diorama, yaitu gambaran berbentuk tiga dimensi 12. Benda-benda sejarah alam berupa flora, fauna, benda batuan maupun mineral 13. Benda-benda wawasan nusantara setiap benda asli (realita) atau replika yang mewakili sejarah alam budaya dari wilayah nusantara 14. Replika, tiruan dari benda sesungguhnya 15. Miniatur, yaitu tiruan dari benda sesungguhnya namun berukuran kecil 16. Koleksi hasil abstraksi. d. Persyaratan peralatan museum antara lain :
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 33
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Yang dimaksud dengan peralatan museum adalah setiap alat ataubenda bergerak yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan administratifdan teknis permuseumanSecara garis besar peralatan museum dapat dibagi dua jenis, yaitu : 1. Peralatan kantor Perlatan kantor adalah setiap alat atau benda bergerak yangdipergunakan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan administratifperkantoran museum 2. Peralatan teknis Peralatan teknis adalah setiap jenis alat atau benda bergerak yangdipergunakan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan teknispermuseuman (DPK, 1988 :20) e. Persyaraatan organisasi dan ketenagaan Berdasarkan tugas dan fungsi museum, setiap museum mempunyaistruktur organisasi sebagai berikut : 1. Pembidangan
tata
usaha,
meliputi
kegiatan
dalam
registrasi,ketertiban/keamanan, kepegawaian, dan keuangan 2. Pembidangan pengelolaan koleksi yang meliputi kegiatan yang berhubungan dengan identifikasi, klasifikasi, katalogisasi koleksi sesuai dengan jenis koleksi. Menyusun konsepsi dalam kegiatan presentasi, penelitian/pengkajian koleksi termasuk penulisan ilmiah dan persiapan barang koleksi 3. Pembidangan pengelolaan koleksi yang meliputi konservasi preventif dan kuratif serta mengendalikan keadaan kelembaban suhu ruang koleksi dan gudang serta penanganan laboratorium koleksi. 4. Pembidangan preparasi yang meliputi pelaksanaan restorasi koleksi, reproduksi, penataan pameran, pengadaan alat untuk menunjang kegiatan edukatif cultural dan penanganan bengkel reparasi. 5. Pembidangan bimbingan dan publikasi yang meliputi kegiatanbimbingan edukatif kultural dan penerbitan yang bersifat ilmiah dan popular dan penanganan peralatan audio visual. 6. Pembidangan
pengelolaan
perpustakaan
yang
meliputi
penanganankepustakaan/referensi. (DPK, 1988 :22)
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 34
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Gambar 3. Struktur organisasi pada museum provinsi (Sumber: DPK, 1988 : 41)
Gambar 4. Struktur organisasi yang lebih sederhana (Sumber: DPK, 1988 : 41)
2.4.5 Jenis Museum a. Secara global museum dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu : 1. Museum umum Museum umum adalah museum yang koleksinya terdiri dari kumpulanbukti material manusia dan atau lingkungannya yang berkaitan denganberbagai cabang seni, disiplin, dan teknologi. 2. Museum khusus Museum khusus adalah museum yang terdiri dari kumpulan buktimaterial atau lingkungannya yang berkaitan dengan satu cabang seni,satu cabang ilmu atau satu Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 35
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
cabang teknologi. Apabila museum dapatmewakili dua kriteria atau lebih, maka museum khusus tersebutberubah menjadi museum umum. (DPK, 1988 : 27) b. Berdasarkan sistem ilmu pengetahuan yang berkaitan dengankoleksinya : 1. Museum ilmu hayat 2. Museum teknnologi dan industri 3. Museum sejarah dan antropologi 4. Museum antropologi dan etnografi 5. Museum purbakala 6. Museum senirupa c. Berdasarkan penyelenggaraannya 1. Museum pemerintah Museum pemerintah adalah museum yang diselenggarakan dandikelola oleh pemerintah. Museum ini dapat dibagi lagi dalammuseum yang dikelola oleh Pemerintah Pusat dan yang dikelola olehPemerintah Daerah. 2. Museum swasta Museum swasta adalah museum yang diselenggarakan dan dikelolaoleh swasta. d. Berdasarkan tingkat kedudukannya 1. Museum lokal Museum lokal adalah museum yang koleksinya terdiri dari kumpulanbenda yang berasal dari, mewakili, dan berkaitan dengan buktimaterial manusia dan atau lingkungannya dari wilayah kabupaten ataukotamadya tertentu. 2. Museum propinsi Museum propinsi adalah museum yang koleksinya terdiri darikumpulan benda yang berasal dari, mewakili, dan berkaitan denganbukti material manusia dan atau lingkungannya dari wilayah propinsitertentu.
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 36
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
3. Museum nasional Museum nasional adalah museum yang koleksinya terdiri darikumpulan benda yang berasal dari, mewakili, dan berkaitan denganbukti material manusia dan atau lingkungannya dari seluruh WilayahIndonesia yang bernilai nasional. (DPK, 1988 : 28)
2.5
Tinjauan Khusus Museum
2.5.1 Ruang Pamer a. Pengertian ruang pamer Ruang pamer adalah ruangan yang digunakan untukkepentingan pemajangan benda-benda Hadisutjipto,
koleksi ruang
atau pamer
barang-barangdagangan. museummerupakan
tempat
Sedangkan untuk
menurut
mewujudkan
komunikasi antara benda pamerdan pengunjung museum, ruang pamer museum dapat
dianggapsebagai
kunci
pagelaran
atau
pameran
yang
berbicara
tentangkekayaan dari koleksi-koleksi terbaik yang representatif untukmemberikan kepuasan atas tuntutan rasa keindahan dari para tamu,serta untuk memenuhi keinginan mereka melihat sesuatu yang langka,baik benda unik maupun benda indah. b. Tipe ruang pamer 1. Ruang pamer dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu : a. Ruang pamer tetap Ruang ini digunakan untuk memamerkan materi koleksi dalamjangka waktu yang lama sekurang-kurangnya 5 tahun,berdasarkan sistem dan metode tertentu yang bertujuan untukmeningkatkan apresiasi masyarakat terhadap nilai-nilai warisanalam dan budaya bangsa. b. Ruang pamer temporer
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 37
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Ruang ini digunakan untuk memamerkan atau menyajikankoleksi dalam janka waktu tertentu yang relatif singkat denganmengambil tema tertentu, yang bertujuan untuk memberikandimensi tambahan informasi pameran tetap kepada masyarakatdengan tema khusus dalam rangka meningkatkan apresiasimasyarakat. 2. Tipe-tipe ruang pamer a. Kamar sederhana berukuran sedang, merupakan bentuk yangpaling lazim. b. Aula dengan balkon, merupakan bentuk ruangan yang jugalazim dan salah satu yang tertua. c. Aula pengadilan (Ciere Story hall), merupakan aula besardengan jendela-jendela tinggi di kedua sisinya. d. Galeri lukis terbuka (Skylight Picture Galery), merupakan tiperuang yang paling umum dalam museum seni. Ruangan initampak paling sederhana bagi pengunjung, namun bagi arsitekdianggap sebagai ruang yang paling sulit dirancang. e. Koridor pertunjukan, merupakan tipe ruang pamer yangsesungguhnya bukan ruangan, tetapi merupakan suatu jalanatau lorong. Digunakan untuk display supaya tidak tampakkosong. f. Tipe ruangan yang bebas, merupakan ruang yang dapat dibagibagisaat ada pameran. Ruangan ini tidak berjendela tapi adatempat yang dapat dibuka untuk cahaya alami. c. Sarana ruang pamer Sarana pameran di museum dapat dibedakan menjadi dua kategori,yaitu : 1. Sarana pokok pameran Sarana pokok pameran mutlak diperlukan dalam penataanpameran, karena tanpa sarana tersebut pameran tidak akan berhasildalam mencapai tujuannya. Yang termasuk sarana pokok dalampameran ini antara lain : a. Panil Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 38
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Merupakan sarana pokok pameran yang digunakan untukmenggantungkan atau menempel koleksi, terutama yangbersifat dua dimensi dan cukup dilihat dari sisi depan. Kadangkadangpanil hanya digunakan untuk menempelkan label ataukoleksi penunjang lain seperti peta, grafik, dan lain-lain. Kalaukoleksi yang digantung di panil mempunyai nilai tinggi, makadiperlukan pengamanan khusus
Gambar 5. Panil kayu kakinya dapat dilepas-lepas
b. Vitrin Merupakan salah satu jenis sarana pokok pemeran yangdiperlukan untuk tempat meletakkan benda-benda koleksi yangumumnya tiga dimensi, relatif bernilai tinggi, serta mudahdipindahkan. Vitrin mempunyai fungsi sebagai pelindungkoleksi baik dari gangguan manusia, maupun dari gangguanlingkungan yang berupa kelembaban udara ruangan, efeknegatif cahaya, serta perubahan suhu udara ruangan.
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 39
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Gambar 6. a. Vitrin tunggal; b. Vitrin ganda (Sumber: DPK, 1994 : 37)
Gambar 7. Vitrin dinding atau Vitrin tepi (Sumber: DPK, 1994 : 40)
Gambar 8. Vitrin tengah (Sumber: DPK, 1994 : 43)
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 40
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Gambar 9. Vitrin sudut (Sumber: DPK, 1994 : 45)
c. Pedestal atau alas koleksiMerupakan tempat meletakkan tempat koleksi, biasanya berbentuktiga dimensi. Kalau koleksi yang diletakkan di pedestal bernilaitinggi dan berukuran besar, maka perlu mendapat ekstrapengamanan, yaitu paling tidak diberi jarak yang cukup aman darijangkauan pengunjung. Alas koleksi yang berukuran kecildiletakkan di vitrin sebagai alat bantu agar benda dalam vitrindapat disajikan dengan baik. Ukuran tinggi rendahnya harusdisesuaikan dengan besar kecilnya koleksi yang diletakkan diatasnya.
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 41
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Gambar 10. Pedestal atau alas koleksi (Sumber: DPK, 1994 : 47)
Gambar 11. Bentuk-bentuk pedestal atau alas koleksi (Sumber: DPK, 1994 : 54)
2. Sarana penunjang pameranMeskipun dikatakan sebagai sarana penunjang, namun bukanberarti tanpa sarana tersebut pameran dapat berlangsung denganbaik. Sarana penunjang ini dimaksudkan sebagai unsur yangmelengkapi terwujudnya suatu pameran. Sesuai dengan fungsinyasebagai sarana penunjang, sarana ini selain membuat pengunjunglebih nyaman, juga pemgunjung mudah menikmati sajian koleksidan mudah memahami informasi yang disampaikan melaluipameran. Yang termasuk sarana penunjang dalam museum antaralain a. Label Merupakan bentuk informasi verbal, bisa disingkat dan bisadiperpanjang sesuai dengan kedudukannya.Label dibagi dalam lima jenis, yaitu : label judul, label subjudul, label pengantar, label kelompok, dan label individu. b. Sarana penunjang koleksi Koleksi
penunjang
biasanya
dibuat
untuk
memudahkanpengunjung
untuk
memperoleh gambaran yang lebih lengkapdan jelas. Koleksi penunjang dapat berupa peta, denah, foto,sketsa lukisan, grafik, miniatur, patung peraga, dan lainlain. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 42
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
c. Sarana pengamanan Sarana ini ada yang berbentuk sederhana seperti pagarpembatas, rambu-rambu petunjuk dan larangan di dalam ruangpameran, serta berupa peralatan canggih yang berupa cctv,peralatan alarm, dan lain-lain. d. Sarana publikasi Bentuk sarana ini berupa poster, spanduk, lembaran lepas,folder, brosur, iklan, dan lain-lain. e. Sarana pengaturan cahaya Merupakan sarana penunjang yang sangat berpengaruh padakeberhasilan suatu pameran. Karena pengadaan cahaya buatanakan membutuhkan banyak biaya, maka
sebaiknya
desainerperlu
memanfaatkan
cahaya
alam
yang
masih
mungkindigunakan pada pameran yang buka pada siang hari, untukmengurangi beban biaya pencahayaan pameran, terutama padapameran tetap museum. namun perlu
diingat
bahwapenggunaan
harus
diusahakan
pengurangan
efek
negatifnyaterlebih dahulu, misalnya melalui penggunaan filter ataupenggunaan reflektor yang dapat menyerap sinar ultra violet. Sarana tata cahaya ini umumnya berupa instalasi lampu listrikdi dalam vitrin atau di luar vitrin. f. Sarana pengaturan warna Untuk memilih warna supaya ada hubungan yang serasi antarabenda dan ruangan yang ada, perlu petunjuk warna. Hal inidapat diperoleh dari agen-agen cat. Memilih warnamembutuhkan kepekaan khusus yang diperoleh melaluilatihan-latihan dalam menggunakan warna. g. Sarana pengaturan udara Dalam ruanga pameran, hal ini sering kurang mendapatperhatian. Banyak ruangan pameran terasa panas karenakurang lancarnya sirkulasi udara dalam ruangan, sehinggapengunjung kurang memperoleh suplay udara segar dari luar.Untuk
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 43
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
ruangan yang tidak menggunakan AC, perlu adanyaventilasi udara yang cukup atau kalau perlu menggunakankipas angin untuk membentu pemasukan dan pengedaran udarasegar ke dalam ruang pameran. h. Sarana audiovisual Sarana ini baik digunakan untuk menambah informasi tentangbenda-benda koleksi yang dipamerkan. Selain itu membuatpengunjung semakin mudah untuk menangkap informasipameran, bahkan mempunyai daya tarik tersendiri yang dapatmenambah semaraknya suasana pameran. Sarana ini biasanyaberupa rekaman video dengan monitornya, atau penayanganyang memberi penjelasan tentang slide yang ditayangkan. i. Sarana angkutan dalam ruang Hal ini sering diabaikan oleh penyelenggara pameran, padahalsarana ini sangat diperlukan terutama untuk mengangkutkoleksi yang mudah pecah. Sarana ini berupa rak dorong. j. Dekorasi ruangan Termasuk sarana penunjang karena secara tidak langsungberpengaruh terhadap kenyataan dan kebersihan ruang pamer.(DPK, 1994 : 9)
2.5.2 Sirkulasi Sirkulasi pengunjung Sirkulasi
atau
pergerakan
pengunjung
di
dalam
ruang
pamer,
polanya
berdasarkandari lay out bangunan, namun tidak menutup kemungkinan tergantung padaprilaku
pengunjung
sendiri.
Sirkulasi
memberikan
kesinambungan
padapengunjung terhadap fungsi ruang, antara lain dengan penggunaan tandatandapada ruang sebagai petunjuk arah jalan tersendiri seperti contoh-contoh di bawahini :
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 44
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Gambar 12. Sirkulasi didasarkan pada penempatan bukaan pintu (Sumber: J. Pamudji Suptandar, 1999 : 114)
Gambar 13. Sirkulasi berdasarkan kebiasaan masyarakat mengambil jalan pintas (Sumber: J. Pamudji Suptandar, 1999 : 115)
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 45
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Gambar 14. Sirkulasi diperkuat dengan peletakan elemen interior (Sumber: J. Pamudji Suptandar, 1998 : 115)
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 46
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Gambar 15Arus sirkulasi pengunjung didalam museum (Sumber: Yohanes S, 2004 : 27)
b. Sirkulasi koleksi
Gambar 16 :Arus dan sirkulasi koleksi didalem museum. A, B, C, dan E merupkan daerah koleksi diadakan atau asal koleksi diperoleh (Sumber: DPK, 1994 : 60)
c. Hubungan sirkulasi dan ruang pamer Beberapa pola keterkaitan sirkulasi dan ruang pamer antara lain :
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 47
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Gambar 17:Pola hubungan antara sirkulasi dan ruang pamer (Sumber: Moh. Agung, 2002 : 33)
Keterangan : 1. Sirkulasi dari ruang ke ruang (room to room) Pengunjung mengunjungi ruang pamer secara berurutan dari ruang yang satu ke ruang pamer berikutnya. 2. Sirkulasi dari koridor ke ruang pamer (coridor to room)Memungkinkan pengunjung untuk mengitari jalan sirkulasi danmemilih untuk memasuki ruang pamer melalui ruang koridor. Bilapengunjung tidak menghendaki suatu ruang pamer, maka pengunjungdapat langsung menuju ke ruang pamer berikutnya. 3. Sirkulasi dari ruang pusat ke ruang pamer (nave to room) Di sinipengunjung dapat melihat secara langsung seluruh pintu ruang pamer,sehingga memudahkan pengunjung untuk memilih memasuki ruangpamer yang disukai. 4. Sirkulasi terbuka (open) Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 48
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Sirkulasi pengunjung menyatu dengan ruang pamer. Seluruh koleksiyang dipajang dapat terlihat secara langsung oleh pengunjung, danpengunjung dapat bergerak bebas dan cepat untuk memilih koleksimana yang hendak diamati. 5. Sirkulasi linier Dalam suatu ruang pamer terdapat sirkulasi utama yang membentuklinier dan menembus ruang pamer tersebut. Ada beberapa hal yangmenjadi pertimbangan yang memungkinkan pengunjung untuk tertarikbergerak mengunjungi ruang-ruang pamer, antara lain : a. Keragaman antara ruang pamer, pengunjung tertarik memasukiruang yang berbeda dengan harapan memperoleh pengalaman yangberbeda. b. Kejelasan pandangan terhadap suatu jalur sirkulasi utama,sehingga memudahkan pengunjung pada suatu ruang pamer untukkembali atau pindah ke ruang lainnya melalui jalur utama yangdirasakan cepat. c. Peta-peta dan tanda-tanda pada jalan masuk ruang pamer. d. Pandangan keluar, memberikan suasana santai dan menciptakankesan tetap adanya kedekatan dengan lingkungan luar. e. Pembagian ruang dengan memanfaatkan kolom-kolom bangunan. d. Orientasi Antara sirkulasi dan orientasi yang berupa isyarat-isyarat spasialmemiliki keterkaitan erat. Pengaruh isyarat tersebut terhadap pengunjungselama memasuki ruang-ruang museum harus diperhatikan secara terpadu. Selain itu, rasa bingung pengunjung akibat dari kurang memadainyasistem sirkulasi dan isyarat spasial yang ada, ternyata menimbulkankelelahan pengunjung. Untuk melawan tekanan dan rasa bingung,pengunjung memerlukan suatu sistem orientasi yang dapat memberikaningatan yang kuat.
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 49
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Pengunjung membutuhkan penempatan tanda-tanda dan peta petapada titik-titik lintasan utama seperti tangga, elevator, eskalator, terastempat menunggu, tempat penyeberangan, titik peretemuan koridor, danpintu masuk ke ruang pamer. Sirkulasi harus memberikan variasi titik utama (focal point),pemandangan (Vista), dan perubahan suasana. Selain itu harusmenyediakan pusat orientasi yang jelas di mana pengunjung denganmudah dan cepat dapat memetakkan ke dalam pemikirannya sebuahkonfigurasi jalur-jalur yang ada dalam museum.
gambar18: Pencarian orientasi oleh pengunjung museum (Sumber: Adityawarman, 2004 : 36) Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 50
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Beberapa tanda yang dpat digunakan sebagai orientasi adalah landmark dalam bentuk ruang, benda, arah sirkulasi, kesinambungan dan skala jalur, pemakaian peta dan petunjuk yang jelas, serta penempatan lokasi peta, petunjuk dan landmark yang tepat.
Gambar 19: Kelelahan pengunjung yang terjadi dalam museum (Sumber: Adityawarman, 2004 : 44)
Pemilihan Rute a). Kejenuhan lebih berpengaruh daripada kelelahan fisik. b). Sejumlah posisi badan bungkuk, dan lain-lain. a). Pengunjung lebih cenderung memanfaatkan dan mencari tempat untuk beristirahat seperti : bangku,ruang santai, tempat minum, tempat merokok, ruang duduk, dan lainlain. Pemilihan rute merupakan motivasi pengunjung untuk memilih rute-rute kunjungan yang jelas dan pasti, berusaha menemukan tempat-tempat terbaik, seperti halnya berusaha mencari hall dan ruang pameran utama.
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 51
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Gambar 20: Pola pengunjung dalam pemilihan rute (Sumber: Adityawarman, 2004 : 45)
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 52
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
e. Organisasi ruang
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 53
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
2.5.3
Sistem Interior
a. Pencahayaan Kita mengenal dua macam sumber cahaya yang dapat digunakandalam ruang pameran di museum, yaitu : a. Pencahayaan alami Sistem pencahayaan ini merupakan sistem yang sangat sederhana,yaitu hanya mengandalkan cahaya matahari pada siang hari. Sifatpencahayaan ini adalah 1) Cahaya alami siang tidak kontinyu 2) Cahaya matahari dapat merusak sebagian benda-bendakoleksi museum, karena tingkat iluminasinya dan komposisispektrum cahayanyaCahaya campuran yaitu sebagian dari cahaya matahari dan sebagiandari cahaya lampu yang biasa dipakai pada siang hari. Ilmupengetahuan untuk museum, saat ini lebih menekankan lampu buatandi ruang pamer sehingga ruangan tertutup dari sinar matahari. Sistem pencahayaan alami ada dua macam, yaitu: 1) Pencahayaan sudut (corner lighting) Berguna untuk ruang yang berukuran sedang, hanya perlu satujendela di dekat sisi ujung panjang. Obyek display diberi lampubuatan sesuai dengan sifat obyek. 2) Pencahayaan ujung (end lighting) Cahaya siang masuk menuju ujung ruangan melalui dindingpendek. Jendela ini memerlukan tirai (venetian blind) untukmengatur cahaya alami. Dinding yang ada akan lebih luas untukdisplaySistem pencahayaan alami, berdasarkan sumbernya dibagimenjadi : a) Sinar matahari b) Sinar bulan
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 54
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
c) Sinar api dan sumber lain dari alam (fosfor dan sebagainya)Untuk menanggulangi pengaruh buruk yang mungkinditimbulkan oleh cahaya matahari yang mauk ke dalam ruangpamer, cahaya tersebut harus terlebih dahulu dipantulkan melaluibidang dinding yang sudah dicat dengan sinc oxide atau titaniumtrioxide. Dengan cara seperti ini, cahaya yang masuk akan diserapkadar radiasi ultra violetnya oleh bidang dinding yang sudah dicat. Cahaya yang dipantulkan ruang pamer hanyalah cahaya yangdilihat dan tidak mengandung kadar ultraviolet lagi, sehinggabenda koleksi yang peka terhadap sinar matahari seperti yangterbuat dari kertas, tekstil, dan benda berwarna, terlindung daribahaya kerusakan akibat pengaruh sinar alami. Pencahayaan alami berdasarkan sifatnya, dibagi menjadi : a) Pencahayaan langsung Merupakan pencahayaan yang berasal dari matahari atau secaralangsung melalui atap/vide, jendela, genting kaca, dan lainlain. b) Pencahayaan tidak langsung Merupakan pencahayaan yang diperoleh dari sinar mataharisecara tidak langsung. Sistem pencahayaan tersebut banyakkita temui penggunaannya dalam perancangan ruang dalammelalui skylight, permainan bidang kaca, dan lain-lain. b. Pencahayaan buatan Merupakan pencahayaan yang berasal dari cahaya buatan manusia. Pencahayaan buatan yang sering digunakan, dibagi menjadi : 1) Lampu fluoresensi Pengubahan energi listrik menjadi energi cahaya berlangsungdalam satu gas dalam tingkat atom, dan tidak disertai denganenergi panas. Biasnya lampu ini berbentuk pipa.
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 55
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
2) Lampu pijar Jenis lampu ini, terangnya dari benda kawat yang panas, dimanasebagian energi berubah menjadi energi panas dan sebagianberubah menjadi energi cahaya. Di sini energi cahaya timbul darienergi listrik dalam tingkat molekul dan disertai dengan energipanas. Pencahayaan buatan berdasarkan sifatnya dibagi menjadi : a) Pencahayaan langsung Pencahayaan dimana semua sinar yang langsung memancar daripusatnya ke arah obyek yang disinari. Sistem tersebut banyakmenggunakan lampu-lampu sorot untuk menyinari unsur-unsurdekorasinya. b) Pencahayaan tidak langsung Merupakan pencahayaan jika sumber cahayanya disembunyikan dari pandangan mata kita, sehinggacahaya yang kita rasakan adalah hasil pantulannya, terutama pada dinding atau langit-langit. Sistemtersebut digunakan untuk mengarahkan atau menuntun orang untuk menuju ke suatu obyek.(Pamudji Suptandar, 1999 : 224)Penggunaan
cahaya
buatan
perlu
dipertimbangkan
juga.
Biasanya
kitamenggunakan cahaya buatan ini tanpa adanya kontrol. Intensitas cahaya yangtidak terbatas akan merusak koleksi, karena obyek akan menjadi kekeringan. Akibatnya bisa pecah atau retak bagi benda koleksi, khususnya benda organik.Oleh karena
itu
perlu
adanya
pengaturan-pengaturan
sehubungan
dengan
saranasaranayang digunakan museum, terutama yang berhubungan dengan penggunaancahaya yang akan dipasang di dalam vitrin. Untuk menghindarkan benda koleksidari bahaya kerusakan yang diakibatkan oleh faktor cahaya, maka perlu dilakukanpengontrolan cahaya yang masuk ke dalam koleksi. Untuk mengatasi intensitas cahaya, perlu digunakan peralatanpengukur yang disebut Lux Meter. Alat ini dapat memberi petunjuksecara pasti ketinggian intensitas cahaya yang ada di dalam suaturuang pameran. Lampu yang digunakan dalam ruang pameransebaiknya adalah lampu TL dan lampu pijar. Lampu pijar yangditempatkan di dalam vitrin, hendaknya hanya diarahkan kepada bendakoleksi yang disajikan. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 56
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Lampu TL yang digunakan harusditutup/dibatasi oleh tutup VV. Lampu-lampu TL yang digunakanuntuk menyinari benda-benda yang peka cahaya seperti lukisan, kainkain,dan cetakan berwarna lainnya, sebaiknya pemasangan lampuberjarak ± 40 cm. Lampu pijar biasa dapat memantulkan cahaya yanggemerlap jika menyinari benda-benda yang mengkilat. Hal ini sangatbaik digunakan pada vitrin yang memamerkan batu-batu permata,perhiasan, dan koleksi yang terbuat dari kristal. Untuk menyajikanpatung-patung batu yang besar atau patung perunggu, peralatan besiatau mesin-mesin, bisa menggunakan lampu spot light dari udutsuduttertentu. Suatu ruang pamer museum membutuhkan pencahayaan dengan kualitassebaik mungkin, dengan indeks penampakan warna 90, suhu warna kurang lebih4000 kelvin. Untuk itu dapat digunakan pencahayaan umum berupa lampu TLputih yang mempunyai arus cahaya khusus. Meskipun Pemakaian lampu ataupenerangan lain menghidupkan benda-benda yang sedang dipamerkan,pengaruhnya terhadap koleksi di ruang penyimpanan dalam waktu yang lamadapat berakibat buruk. Para kurator sepakat tidak menggunakan pemakaian cahayayang menyinari secara langsung, tetapi penggunaan filter yang menyerap sinarultraviolet sangat disarankan, sehingga diperoleh intensitas cahaya sebesar 100foot candle saja.
Gambar 21: Lampu TL untuk menerangi benda koleksi pada dinding (Sumber: DPK, 1994 : 94)
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 57
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Sistem peletakan sumber cahaya buatan a. Pencahayaan buatan umum Sistem pencahayaan ini berfungsi untuk menerangi seluruh ruang bagi kegiatan museum. Sistem ini dibagi menjadi empat :
Sistem pencahayaan langsung
Sistem pencahayaan semi langsung
Sistem pencahayaan semi tak langsung
Sistem pencahayaan tak langsung
b. Pencahayaan buatan khusus Merupakan pencahayaan yang ditujukan untuk benda pamer museum. hal yang perlu diperhatikan adalah bentuk benda pamernya yang dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : Pencahayaan khusus untuk benda dua dimensi 1). Untuk benda pamer pada bidang vertikal, sebaiknya peletakan sumber cahayanya memiliki sudut 300 dari dinding atau bidang tempat pemasangan benda pamer tersebut. 2). Untuk benda pamer pada bidang horizontal, sebaiknya pencahayaannya berada di luar daerah refleksi. Hal ini dikarenakan sering terjadi kesilauan yang mengganggu penglihatan pengunjung 3). Untuk mengatasi kesilauan, perlu dibuat daerah gelap pada langit-langit yang berada pada benda pamer tersebut. Hal ini berguna untuk menyerap pemantulan cahaya. Pencahayaan khusus benda koleksi tiga dimensi 1). Benda pamer pada kotak tanpa penutup, dibutuhkan peletakan sumber cahaya dengan tingkat iluminasi tinggi. Tujuannya adalah untuk menonjolkan benda pamer Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 58
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
dan menghilangkan bayangan. Salah satu cara terbaik dalam hal ini adalah dengan dua buah lampu sorot dengan sudut 300 dari titik pusat benda. Namun apabila ingin mendapatkan efek cahaya yang istimewa dapat mengubah sumber cahayanya. 2). Untuk benda pamer pada kotak kaca, diperlukan usaha untuk mengurangi silau, yaitu dengan cara : a) Membuat latar belakang yang gelap b) Meletakkan lampu yang dilengkapi penutup di bagian dalam kotak dan menempatkan cermin di bagian bawah.
2.5.4 Penyajian koleksi museum a. Pengertian pameran di museum Pameram di museum adalah salah satu bentuk penyajian dan informasitentang benda koleksi yang dimiliki museum. Benda koleksi yangdipamerkan tidak hanya diletakkan begitu saja, tetapi semuanya harusdiatur dan direncanakan agar pameran tersebut dapat dipahamipengunjung. ( DPK, 1994 : 3) b. Jenis pameran di museum Jenis pameran di museum berdasarkan jangka waktu serta lokasipamerannya, antara lain : 1). Pameran tetap Pameran tetap ialah pameran yang diselenggarakan dalam jangkawaktu sekurangkurangnya lima tahun. Namun dalamperkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat,mustahil pameran tetap bisa dipertahankan terlalu lama, karenakemungkinan isi pameran sudah tidak sesuai lagi dengan kondisijaman. Tema untuk museum umum adalah penggambaran kesatuanwilayah dalam bidang sejarah alam, sejarah budaya, dan wawasannusantara. Sedangkan untuk museum khusus Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 59
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
adalah penggambaransuatu aspek tertentu dari sejarah alam, sejarah budaya, wawasannusantara, dan teknologi. 2). Pameran temporer Pameran temporer adalah pameran yang diselenggarakan dalamjangka waktu tertentu dan dalam variasi waktu yang singkat darisatu minggu sampai satu tahun dengan mengambil tema khususmengenai aspek-aspek tertentu dalam sejarah, alam, dan budaya. Pameran temporer ini sebenarnya merupakan penunjang pamerantetap yang ada di museum, untuk mengundang lebih banyakpengunjung datang ke museum. Tema atau corak pamerantemporer tersebut harus disesuaikan dengan kondisi yang ada. Pameran ini bisa diadakan dalam rangka menyambut hari-haribesar. Misalnya hari pahlawan, hari proklamasi, dan lain-lain. 3). Pameran keliling Pameran keliling adalah pameran yang diselenggarakan di luarpemilik koleksi, dalam jangka waktu tertentu, dalam variasi waktuyang singkat, dengan tema khusus, dan dengan jenis koleksi yangdimiliki oleh museum tersebut dipamerkan atau dikelilingkan
darisatu
tempat
ke
tempat
lain.
Pameran
keliling
bertujuan
untukmemperkenalkan koleksi yang dimiliki oleh satu museum kepadamasyarakat, jauh di luar lokasi museum pemilik koleksi.( DPK, 1994: 4 ) c. Pelakasana pameran Semua jenis pameran di museum, pada umumnya pelaksananya adalah seluruhpimpinan dan staf museum 1). Kepala museum Memimpin, mengkoordinir, dan bertanggung jawab ataskelancaran dari seluruh kegiatan pameran di museum. 2). Bagian tata usaha
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 60
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Melaksanakan urusan administrasi, pengadaan biaya, registrasikoleksi, dan ketertiban/keamanan pameran. 3). Kelompok tenaga fungsional koleksi Membuat
story
line
(alur
cerita)
pameran
dengan
kelompok
terkaitdan
mempersiapkan koleksi yang dipamerkan. 4). Kelompok tenaga fungsional preparasi dan konservasi Melakukan konservasi koleksi dan mempersiapkan penataanpameran. 5). Kelompok tenaga fungsional edukatif Mempersiapkan label dengan kelompok terkait danmempersiapkan pemandu pameran, serta kegiatan-kegiatan yangada kaitannya dengan pameran.( DPK, 1994 : 7) d. Faktor-faktor pendukung dalam pameran Supaya
komunikasi
berhasil
dengan
baik,
petugas
pelaksana
pameran
harusmenguasai lima faktor, antara lain :
Pemikiran atau cerita yang akan dipamerkan.
Koleksi atau benda museum yang akan menunjang jalannya ceritatersebut.
Ruangan atau tempat yang akan dipakai sebagai sarana (ukurandan bentuk).
Menguasai
pengetahuan
mengenai
kebiasaan-kebiasaanpengunjung
museum yang berbeda antara satu tempat dengantempat lain.
Mengetahui pengetahuan mengenai lemari pajang (vitrin) danpanil, serta materi bangunan, teknik dan metode pameran.( DPK,1994 : 9)
e. Prinsip tata pamer Prinsip-prinsip dalam tata pamer sebuah museum meliputi :
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 61
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
1. Faktor cerita (story line) Museum merupakan salah satu dari infra struktur media informasi.Informasi yang diberikan
oleh
pengunjung,
museum
harus
dapatdikomunikasikan
makasistematikanya
kronologisperkembangan
sejarahnya.
harus Pada
dengan
baik
disesuaikan
umumnya
jalan
kepada dengan
cerita
dari
setingmuseum direncanakan dan dibuat oleh kelompok fungsionalkoleksi. 2. Faktor koleksi Pengadaan koleksi baru harus dapat mendukung cerita yangdisajikan. Jadi disini terlihat bahwa pengadaan koleksi yangdilaksanakan oleh setiap museum terdiri dari dua prioritas, di manaprioritas pertama adalah pengadaan koleksi yang akan mendukungcerita,
sedangkan
prioritas
kedua
adalah
pengadaan
koleksi
yangberhubungan dengan pengamanan benda budaya yang hampirmusnah. 3 Faktor teknik penyajian dan metode penyajian a. Faktor teknik penyajian meliputi : 1). Ukuran vitrin dan panil Ukuran vitrin tidak boleh terlalu tinggi ataupun terlalurendah. Tinggi rendahnya sangat
relatif,
untuk
patokandisesuaikan
dengan
tinggi
rata-rata
orang
Indonesia.Misalnya tinggi rata-rata orang Indonesia kira-kira antara160 cm-170 cm, dan kemampuan gerak anatomi lehermanusia kira-kira sekitar 300, gerak ke atas, ke bawah, kesamping, maka tinggi vitrin seluruhnya kira-kira 210 cmsudah cukup. Alas terendah 65 cm-70 cm dan tebal 50 cm.Ukuran dan bentuk vitrin harus memperhitungkan ruangandan bentuk bangunan dimana vitrin itu diletakkan. Dalammembuat vitrin ataupun panil harus diperhitungkanmengenai masalah konstruksinya.
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 62
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Gambar 27 : Ukuran vitrin dan panil yang ideal serta lebar gang antara vitrin yang baik (Sumber: DPK 1994 : 17)
Gambar 28 :Panil yang dapat dilepas-lepas bentuknya (Sumber: DPK 1994 : 26)
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 63
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Gambar 29 : Rangkaian panil (Sumber: DPK 1994 : 26
Gambar 30:Gabungan panil dan alas koleksi (Sumber: DPK 1994 : 35)
Cara penyajian koleksi dibagi menjadi 3 bagian yaitu : 1). Berdasarkan bentuk penyajian (tempat materi koleksi yang ditampilkan) a. Bentuk sistem panel (panel system)
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 64
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
b. Bentuk sistem box standart (stan box) c. Bentuk sistem box khusus d. Bentuk vitrin e. Bentuk diorama 2). Berdasarkan aspek aksentualisasi yang ditampilkanHal ini dilakukan sebagai upaya benda/materi sebagai point ofinterest, aspek estetika lebih ditonjolkan, persepsi dan penghayatankomunikasi dapat lebih detail dan teliti. Adapun cara yang dilakukan yaitu : a. Perbedaan tinggi lantai Penyajian
untuk
benda
Peralatan,
miniatur,
replika
patung,
danlain-lain.
Aksentualisasi yang ditampilkan : a). Materi koleksi sebagai point of interest b). Kecenderungan komunikasi visual lebih detail. b. Sistem mezanin, memungkinkan pengamat berinteraksi dari ruang atas dengan materi koleksi di bawah Dipakai pada ruangpamer yang multi level, sehingga memungkinkan terjadinyainteraksi pengamat dari ruang atas dengan materi koleksi diruang bawah Penyajian untuk benda 3D seperti : Peralatanminiatur, replika patung, dan lain-lain. Aksentualisasi yangditampilkan yaitu mengurangi penggunaan sekat dinding,sehingga kebebasan ruang terbentuk. c. Memasukkan ke dalam dinding dengan dekorasi mural Penyajian untuk benda 2D dan 3D yang berkaitan dengandekorasi mural. Aksentualisasi yang ditampilkan adalah : a). Materi koleksi diperagakan pada lubang dinding denganpenerangan di atasnya yang terfokus. b). Aksentualisasi menunjukkan materi koleksi lebihmenonjol. d. Split level plafon Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 65
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Penyajian untuk benda 3D Aksentualisasi yang ditampilkanadalah : a). Penurunan ceiling pada materi koleksi dengan fokuspenerangan yang dapat meningkatkan daya tarik obyekpamer. b). Materi koleksi sebagai pusat utama. 3). Berdasrkan faktor teknologi Teknologi sebagai sarana yang mampu menambah dan mendukungfungsi yang ingin ditampilkan, yaitu bersifat informatif, edukatif,dan rekreatif. Hal ini lebih menimbulkan persepsi pengamatanyang lebih detail dan teliti. Dilakukan dengan cara : a) Sistem display film/cinematografi Penyajian berupa teater film/multi media yangmenggambarkan suatu peristiwa/kisah yang sesuai dengantema museumnya. b). Sistem display komputer Penyajian menggunakan program komputer, baik dengansistem layar lebar, maupun tidak c). Sistem display remote control Penyajian materi dapat berupa materi koleksi 2D (grafik, baganinteraktif) dengan dilengkapi tombol pengatur. Atau materi 3D(miniatur suatu proses produksi, maket) yang dilengkapidisplay tata lampu yang menarik. d). Sistem materi koleksi berputar Penyajian berupa materi 3D dengan ukuran kecil dan sedang(0,5 m2 –3,0 m2) serta persyaratan berat maksimal 150 kg c. Jarak pengamatan Jarak pengamatan disini mencakup batasan-batasan rentangpergerakan kepala. Seberapa jauh seorang pengamat dapat merotasikepalanya dalam bidang vertikal dan bidang horizontal yangmembatasi bidang-bidang pandangan. Geometri daerah Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 66
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
pengamatanmerupakan menetapkankerucut
hal
yang
penglihatan
penting,
pengamat
karena dan
aspek
sudut
dari
mata
pandangnya.
ini
Selain
daripergerakan kepala, mata dapat juga berotasi. Rentang gerakan mata keatas atau ke bawah, serta dari sisi satu ke sisi lainnya, menambahkemampuan pengamat untuk menandai display-display visual
Gambar 31 : Bidang pandang optimal (Sumber: Julius Panero, 2003 : 200)
Gambar 32 : Rotasi kepala manusia (Sumber: Julius Panero, 2003 : 113)
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 67
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Gambar 33 : a). Posisi vertikal kepala manusia; b). Posisi horizontal kepala manusia. (Sumber: Julius Panero, 2003 : 113)
Gambar 34 : Daerah visual (penglihatin) dalam bidang horizontal (Sumber: Julius Panero, 2003 : 290)
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 68
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Gambar 35 : Daerah visual (penglihatan) dalam bidang vertikal (Sumber: Julius Panero, 2003 : 290)
Gambar 36 : Ketinggian jarak pengamatan display pameran (Sumber: Julius Panero, 2003 : 200)
Syarat-syarat pembuatan vitrin sebagai media display, antara lain : 1). Keamanan benda koleksi harus terjamin. 2). Memberi kesempatan kepada pengunjung agar lebih leluasa,mudah, dan nyaman melihat koleksi yang ada di dalamnya. 3). Pengaturan cahaya dalam vitrin tidak boleh mengganggu koleksimaupun menyilaukan pengunjung.
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 69
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
4). Bentuk vitrin harus disesuaikan dengan dinding. Menurut jenisnya, vitrin dibagi menjadi lima, yaitu : 1). Vitrin dinding Adalah vitrin yang diletakkan berhimpitan dengan dinding. Vitrinini dapat dilihat bagian dalamnya hanya dari sisi samping kanan,kiri, dan atas. 2). Vitrin tengah Adalah vitrin yang diletakkan di tengah dan tidak melekat padadinding. Vitrin ini isinya harus dapat dilihat dari segala arah.Keempat sisinya harus terbuat dari kaca. 3). Vitrin sudut Adalah vitrin yang diletakkan di sudut ruangan. Vitrin ini hanyadapat dilihat dari satu arah saja, yaitu dari arah depan. 4). Vitrin lantai Adalah vitrin yang letaknya agak mendatar ke bawah pandanganpengamat.
Gambar 37 : Vitrin lantai (Sumber: Adityawarman, 2004 : 58)
5). Vitrin dinding/tiang Adalah vitrin yang letaknya di seputar tiang atau kolom. Vitrin ini termasuk dalam golongan vitrin tengah karena dapat dilihat dari segala arah. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 70
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Gambar 38 : Vitrin dinding/vitrin tiang (Sumber: Adityawarman, 2004 : 58)
Menurut bentuknya, vitrin dibagi menjadi dua, yaitu : a). Vitrin tunggal Vitrin yang hanya berfungsi sebagai almari pajang. b). Vitrin ganda Vitrin yang berfungsi sebagai almari pajang dan tempat untukmenyimpan benda koleksi.
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 71
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
2.6 Studi Karya 2.6.1 Norwegian Minning Museum
Gambar 40 : Analisa bentuk bangunan (Sumber: JDS Architecture)
Bentuk bangunan pada museum ini terjadi karena menyesuaikan bentuk tapak. Mereka mendesain bukaan taman pada tengah bangunan karena padal ahan sekitar tapak merupakan daerah yang cukup padat dengan bangunan dan sungai, sehingga mereka membua tview kedalam bangunan serta bertujuan untuk daerah hijau. Desain bentuk bangunan loop merupakan konsep dasar bangunan yang fleksible dan fungsional dalam menyeimbangkan bangunan eksisting yan gada.
Gambar 41 : Denah lantai 1, 2 dan 3 (Sumber: JDS Architecture
Arus sirkulasi didalam bangunan juga cukup baik karena mereka mendesain bangunan dengan banyak akses keluar menuju taman sehingga pengunjung tidak mudah jenuh dengan hanya melihat pameran koleksi didalam museum. Didalam bangunan juga terdapa tperpustakaan dan foodcourt yang merupakan fasilitas penunjang bagi pengunjung.
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 72
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Gambar 42 : Tampak dan potongan (Sumber: JDS Architecture
Dari gambar potongan dan tampa kdiatas terlihat bahwa museum ini bermain split level sehingga membuat bangunan lebih dinamis dan fleksibel.
Gambar 43 : Sequeen bangunan (Sumber: JDS Architecture)
Gambar diatas merupakan 3D dari bangunan ini,menggunakan atap dak karena lokasi merupakand aerah sub-tropis yang memiliki curah hujan yang sedikits ehingga cukup aman untuk menggunakan atap dak dan dapat bermain dengan bentuk yang dinamis.
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 73
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
2.6.2 Sunds Vall Art Center, Sweden
Gambar 44 : Analisa bentuk bangunan (Sumber: JDS Architecture)
Bangunan
museum
diatas
terjadi
karena
mempertimbangkan
sekitar,
arus
pencapaian menuju tapak ,bukaan bangunan sekitar,orientasi matahari,view kedalam dan keluar bangunan. Bentuk dasarnya tetap geometri persegi namum mereka membuat bangunan terbuka dan menerapkan spilt level pada bangunan ini sehingga bangunan terlihat dinamis dan menarik meskipun hanya dalam bentuk geometri persegi.
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 74
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Gambar 45 : Denah lantai 1,2 dan 3 (Sumber: JDS Architecture)
Denah diatas menunjukkan banyaknya bukaan dan ruang berkumpul untuk pengunjung karena bangunan ini merupakan
asimilasi dari
kebudayaan daerah
sekitar dengan pertumbuhan kota. Dimana mereka butuh banyak ruang untuk berkumpul namun kepadatan kota membatasinya. Banyak void didalam bangunan ini merupakan konsep awal mereka dalam mendesain.
Gambar 46 : Potongan bangunan (Sumber: JDS Architecture)
Gambar potongan diatas menunjukkan banyaknya void pada bangunan ini. Mereka lebih membuka ruang-ruang dan akses sirkulasi agar bangunan terlihat luas dan tidak pengap untuk berkumpu lorang dalam jumlah banyak.
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 75
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Gambar 47 : Sequeen bangunan (Sumber: JDS Architecture)
Gambar diatas merupakan sosok bangunan museum ini,dibuat terbuka agar cahaya matahari masuk kedalam bangunan
sehingga
meminimalisir penggunaan lampu
serta untuk sirkulasi udara menjadi baik.
2.6.3 Museum Tekstil Jakarta
Gambar 22 : Peta Mikro Museum Tekstil Jakarta
Beralamat di Jl. Aipda KS. Tubun No.2-4 Tanah Abang Petamburan, Jakarta Barat 10260 Indonesia.
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 76
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Sejarah Museum Tekstil Jakarta Museum Tekstil menempati gedung tua di Jalan K. S. Tubun / Petamburan No. 4 Tanah Abang, Jakarta Barat. Museum Tekstil Jakarta didirikan pada tahun 1976 sebagai hasil dari upaya bersama, dipelopori oleh Gubernur Jakarta saat itu, Ali Sadikin. Ini didirikan untuk menghormati Ibu Tien Soeharto (Istri Presiden Soeharto) yang diresmikan pada tanggal 28 Juni 1976. Pada pertengahan Era 1970-an, penggunaan tekstil, pemahaman penggunaan dan kuantitas serta kualitas produksi yang sangat jelas menurun. Beberapa bahkan Laporan Penelitian Persepsi Kenyamanan Gerak dan Visual Pengunjung terhadap Interior Gedung Utama dan Gedung Galeri Batik di Museum Tekstil Jakarta menjadi sangat langka. Ini memotivasi beberapa warga terkemuka Jakarta untuk mendirikan sebuah lembaga yang didedikasikan untuk pelestarian dan penelitian tekstil Indonesia.
Para
Himpunan
Wastraprema
(Masyarakat
Pecinta
Tekstil)
menyumbangkan koleksi dasar yang terdiri dari 500 tekstil berkualitas tinggi. Pemerintah Provinsi menyediakan akomodasi sebuah bangunan tua yang indah di distrik Tanah Abang Jakarta. Inti dari bangunan sekarang rumah Museum Tekstil dibangun pada awal abad ke-19 oleh seorang Prancis dan kemudian dijual kepada Abdul Aziz Al Mussawi Katiri Konsul Turki di Jakarta. Pada tahun 1942 properti itu dijual ke Dr Karel Christian Crucq dan pada awal 1945 digunakan sebagai markas dari "Perintis Front Pemuda" dan Angkatan Pertahanan Sipil dalam perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan yang baru diproklamasikan Indonesia. Untuk alasan yang terakhir ini, bangunan ini terdaftar sebagai monumen bersejarah. Pada tahun 1947 properti dimiliki oleh Lie Sion Pin yang disewakan kepada Departemen Sosial yang diubah menjadi sebuah lembaga untuk orang tua. Pada tahun 1962 properti diakuisisi oleh Departemen Sosial. Awalnya digunakan sebagai kantor, itu berubah menjadi sebuah asrama karyawan pada tahun 1966. Akhirnya pada tahun 1975, secara resmi diserahkan kepada Pemerintah DKI Jakarta Kota oleh Menteri Sosial. Gubernur Ali Sadikin memutuskan bahwa kebutuhan untuk dilestarikan tradisi tekstil Indonesia lebih besar dari kebutuhan kota untuk ruang penyimpanan arsip, yang bangunan ini telah dialokasikan dan lahirlah Museum
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 77
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Gambar 23 : Gedung Galeri Batik
Gambar 24 : Denah Gedung Museum Batik
Pengakuan batik sebagai warisan dunia oleh UNESCO merupakan tonggak sejarah mengapa bangunan ini didirikan. Galeri ini diresmikan tepat setahun setalah UNESCO mengakui batik, yakni pada 2 Oktober 2010. Galeri ini dirancang untuk menampilkan sejumlah batik kuno dan batik perkembangan (kontemporer) dari masa ke masa. Luas 407,16 m2 galeri batik sendiri merupakan cikal bakal Museum Batik Nasional yang dikelola oleh Yayasan Batik Indonesia dan Museum Tekstil Jakarta.
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 78
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir MUSEUM BATIK INDONESIA
Gambar 25 : Suasana Interior Galeri Batik
Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana
| 79