Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor
BAB
2.1
BAB II PENGEMBANGAN MODEL CGE
Dasar Pemikiran
Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang dimulai tahun 2001 selain ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi juga untuk mengatasi ketimpangan pembangunan antarwilayah. Otonomi daerah mengisyaratkan pentingnya pendekatan pembangunan berbasis wilayah dengan memperhatikan keterkaitan antarsektoral, antardaerah dan antarpelaku pembangunan. Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dengan memberikan kewenangan dan sumberdaya kepada pemerintah daerah memberi ruang yang cukup luas bagi peningkatan produktivitas dan efesiensi alokasi sumberdaya. Kebijakan alokasi yang baik akan menghasilkan tingkat produktivitas dan efisiensi yang tinggi sehingga bermanfaat bagi masyarakat. Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal juga berpeluang meningkatkan pemerataan antarkelompok masyarakat dan antarwilayah. Dengan demikian, pelaksanaan desentralisasi fiskal mempercepat pengurangan kemiskinan, pengangguran dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah yang akhirnya pertumbuhan ekonomi nasional (World Bank, 2000; Mahi 2000; Ebel dan Yilmav dalam Sumedi, 2005). Beberapa studi menunjukkan desentralisasi fiskal meningkatkan secara nyata investasi pemerintah daerah dan kinerja fiskal daerah (Sartiyah, 2001; Titi Yuliati, 2002; Riyanto, 2003; Pakasi, 2005; Sumedi, 2005). Peningkatan kinerja fiskal, di satu sisi meningkatkan kinerja perekonomian daerah walaupun sebagian besar tidak secara signifikan (Wuriyanto dkk dalam Sariyah, 2001; Titi Yulianti, 2002; Riyanto, 2003; Pakasi, 2005; Sumedi, 2005), dan di sisi lain memperbesar kesenjangan antarwilayah (Riyanto, 2003; Pardede, 2004; Sumedi, 2005). Hal ini disebabkan sebagian besar APBD dialokasikan untuk anggaran rutin dan bukan investasi pembanguan (Riyanto, 2003; Pardede, 2004; Sumedi, 2005), dan juga dalam alokasi anggaran pembangunan belum mempertimbangkan sektor unggulan (Pardede, 2004). Hasil simulasi menunjukkan bahwa realokasi anggaran pemerintah yang lebih besar untuk investasi (belanja modal) dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun peran investasi pemerintah relatif kecil. Dari hasil studi Pardede (2004) ditemukan peranan investasi swasta lebih dominan dibandingkan pengeluaran pemerintah terhadap penciptaan output, pendapatan dan kesempatan kerja.
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
7
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor Mengingat pentingnya peran investasi di suatu wilayah sebagi pendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan menjamin pemerataan hasil pembangunan, peningkatan aktivitas penanaman modal di daerah harus ditangani secara serius. Dalam era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal ekonomi daerah, keberhasilan pembangunan ekonomi tidak hanya ditentukan oleh kegiatan investasi di daerah, tetapi juga oleh investasi pemerintah pusat melalui alokasi dana dekonsentrasi kepada sektor industri dan kebijakan lain yang terkait dengan penciptaan iklim investasi. Dengan demikian, tantangan yang perlu dijawab adalah merumuskan alokasi investasi dan maupun pemerintah baik secara sektoral maupun regional yang mampu memberikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan pembangunan. Di samping itu, perlu diketahui pola aliran barang dan jasa yang terjadi antarwilayah dan antarsektor. Kebijakan investasi pemerintah pusat tidak selalu berdampak positif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sektoral di daerah. Kepekaan setiap variabel pertumbuhan sekonomi terhadap penanaman modal dan aliran barang dan jasa antarwilayah dan antarsektor sangat diperlukan dalam merumuskan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memperkecil kesenjangan antarwilayah secara akurat. Oleh karena itu, kajian untuk menganalisis dampak kebijakan investasi pemerintah terhadap kinerja ekonomi wilayah sangat diperlukan.
2.1.1 Tujuan pengembangan model CGE Tujuan pengembangan model CGE dalam kaitannya dengan kegiatan studi Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor adalah: Ö Membangun model CGE dengan pendekotan “top-down” untuk menganalisis kebijakan ekonomi nasional yang berkaitan dengan ekonomi regional; Ö Menganalisis dampak kebijakan investasi swasta dan pemerintah terhadap kinerjaekonomi makro Indonesia seperti GDP riil, penyerapan tenaga kerja,konsumsi rumah tangga, investasi, inflasi dan kinerja sektoral seperti output, harga, penyerapan tenaga kerja dan perkembangan konsumsi rumah tangga pada daerah daerah otonom terpilih; Ö Merumuskan kebijakan untuk sektor-sektor yang akan dikembangkan dalam rangaka penongkatan penanaman modal dan kebijakan investasi yang tepat di masing-maing daerah otonom.
2.2
Metodologi Pengembangan Model CGE
2.2.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam kajian ini sebagian besar merupakan data sekunder, antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat nasional tahun 2000, Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) di tingkat nasional tahun 2000, Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
8
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor dan Transaksi Tabel Input-Output Inter-regional (IRIO) pada tahun 2000. Data statistik lain yang digunakan adalah data ekonomi makro dan sektoral bersumber dari publikasi resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS). Model ini juga menggunakan parameter estimasi dari sistem persamaan yang didapat dari berbagai kajian sebelumnya yang dianggap relevan.
2.2.2 Metode Pengolahan Data Untuk mengukur dampak perubahan kebijakan investasi, model computable general equilibrium (CGE) digunakan sebagai alat analisis utama. Model CGE yang digunakan adalah model CGE recursive dynamic pendekatan top-down yang diperoleh dengan cara mengkombinasikan model ORANI-F (Horridge et al. (1993) dan INDOF (Oktaviani, 2000). Unsur dinamis dalam model ditunjukan oleh akumulasi kapital setiap tahun. Untuk lebih jelasnya tentang permodelan dan pilihan peubah terikat (endogeneous variables) dan peubah penjelas (exogenous variables) dapat dilihat di Oktaviani (2000). Model ini diberi nama dengan Model CGE-Investasi Regional disingkat dengan CGE-IR. Model CGE-IR tersebut disusun dan selanjutnya dilakukan pembangunan data yang sesuai dengan kebutuhan matriks data yang terdapat pada persamaan yang ditelah ditentukan.
Dengan
menggunakan
pendekatan
top-down
dampak
perubahan
kebijakan investasi pemerintah dan swasta terhadap wilayah (wilayah sampel) dapat diketahui dan dikuantifikasi dengan benar. Sebelum dianalisis lebih lanjut, dalam CGE diperlukan beberapa penyesuaian data yang tersedia. Penyusunan data dasar diawali dengan pemilihan komoditi, industri, rumah tangga, sumber komoditi (ekspor atau impor), jenis tenaga kerja dan input-input lainnya. Untuk memadukan agregasi sektor yang digunakan dalam Tabel Input-Output dan SNSE dilakukan pemetaan antara sektor yang terdapat pada dua sumber data utama tersebut. Data tersebut selanjutnya diolah dengan menggunakan program GEMPACK.
2.2.3 Daerah Otonom Terpilih Sesuai dengan tujuan kajian, daerah otonom yang dipilih adalah provinsi terutama didasarkan pada indikator besaran nilai investasi dan PDRB dengan mempertimbangkan daerah yang mewakili Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur, serta mewakili pulau-pulau besar. Dengan pertimbangan tersebut provinsi terpilih adalah provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat dan Jawa Timur sebagai provinsi yang mewakili daerah dengan nilai investasi yang relatif besar (lebih besar dari nilai rata-rata investasi provinsi di Indonesia), kemudian Provinsi Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, dan Provinsi Sulawesi Selatan yang mewakili daerah dengan nilai investasi dan PDRB yang relatif kecil dipilih karena ketersediaan Tabel Input-Output provinsi.
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
9
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor Dengan mengacu pada model ORANI-F (Horridge et al. (1993) dan INDOF (Oktaviani, 2000), tahap awal dalam menjalankan model inter-regional adalah pemilahan barangbarang dan jasa-jasa yang diperdagangkan antar-region dan barang-barang yang tidak diperdagangkan atau barang-barang lokal.
2.2.4 Model CGE-IR Struktur Model CGE-IR yang digunakan mengandung sistem persamaan non-linear tentang permintaan tenaga kerja, permintaan terhadap input primer, permintaan terhadap input antara, permintaan terhadap input gabungan (composite), komposit output dari suatu industri, permintaan terhadap barang modal (investment goods), permintaan rumah tangga, ekspor dan permintaan akhir lainnya, margin permintaan, persamaan keseimbangan pasar, harga di tingkat pembeli, dan pajak tak langsung, GDP dari sisi pendapatan dan pengeluaran, rates of return serta persamaan investasi, akumulasi modal dan utang. Pada model CGE-IR solusi model ditentukan dengan cara melakukan linearisasi setiap persamaan yaitu dengan menyatakan semua variabel dalam bentuk pertumbuhan (percentage change). Persamaan yang linier mengandung sekumpulan koefisien yang ekuivalen dengan persamaan non linier. Penawaran pada model CGE-IR menggunakan empat faktor produksi primer, yaitu: tanah, tenaga kerja, modal, dan kelompok biaya lainnya. Tenaga kerja dibagi menjadi empat, yaitu pertanian, operator, administratif dan profesional. Jenis faktor lainnya tidak didisagregasi lagi. Salah satu asumsi penting dalam CGE menyangkut mobilitas faktor produksi. Jika faktor produksi bersifat mobile antarindustri, maka perbedaan harga faktor antarindustri mencerminkan perbedaan dalam tingkat pajak dan subsidi.
Jika tingkat pajak dan
subsidi sama, maka harga faktor produksi juga akan sama.
Sedangkan jika faktor
produksi bersifat spesifik (hanya bisa dipakai oleh satu jenis industri tertentu), harganya faktor produksi akan berbeda-beda.
2.2.5 Struktur Model Penulisan notasi dalam model ini mengikuti sistem model ORANI-F (Horridge et al. (1993) dan
INDOF
(Oktaviani, 2000) dalam
perubahan
persentase. Sistem persamaan
permodelan secara rinci, dan pemilihan variabel terikat (endogeneous variables) dan variabel penjelas (exogenous variables) dapat dilihat di Oktaviani (2000). Model yang digunakan dalam kajian ini, mengasumsikan bahwa seluruh industri beroperasi pada pasar dengan kondisi competitive baik di pasar input maupun di pasar output. Hal ini mengimplikasikan bahwa tidak ada sektor atau rumah tangga yang dapat mengatur pasar, sehingga seluruh sekor dalam
ekonomi
diasumsikan menjadi
penerimaan harga (price-taker). Pada tingkat output, harga-harga dibayar oleh
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
10
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor konsumen sama dengan marginal cost dari memproduksi barang. Hal yang sama, dimana input dibayar sesuai dengan nilai produk marginalnya (value marginal productivity). Sebagai tambahan, persamaan permintaan dan penawaran untuk pelaku swasta diturunkan dari prosedur optimasi (optimization). Mengacu pada Horridge et al. (1993), Wittwer (1999), Oktaviani (2000) and Horridge et al. (2002), sistem persamaan disusun kedalam 18 Blok. Adapun inti dari 18 Blok persamaan yang dimaksud diuraikan dibawah ini: 1.
Permintaan tenaga kerja (demands for labour);
2.
Permintaan faktor primer (demands for primary factors);
3.
Permintaan input barang antara (demands for intermediate inputs);
4.
Permintaan faktor primer komposit dan input barang antara (demands for composite primary factors and intermediate inputs);
5.
Komposit komoditi dari output industri (commodity composites of industry outputs);
6.
Permintaan barang untuk investasi (demands for investment goods);
7.
Permintaan rumah tangga (household demands);
8.
Permintaan ekspor dan permintaan akhir lainnya (export and other final demands);
9.
Permintaan margin (demands for margins);
10. Harga pembelian (purchaser’s prices) 11. Kondisi keseimbangan pasar (market clearing conditions); 12. Pajak tidak langsung (indirect taxes); 13. GDP dari sisi pendapatan dan pengeluran (GDP from the income and expenditure sides); 14. Keseimbangan perdagangan dan agregat lainnya (trade balance and other aggregates); 15. Tingkat pengembalian dan indeks (rates of return, indexation); 16. Akumulasi investasi-modal (investment-capital accumulation); 17. Akumulasi hutang (debt accumulation); 18. Perluasan wilayah (regional extension). Struktur produksi dari suatu industri ditampilkan dalam Gambar 2.1. Dalam setiap proses produksi, masing-masing industri dapat memproduksi beberapa komoditi. menggunakan faktor produksi primer dan input antara.
Industri
Setiap input antara dapat
diperoleh baik dari pasar domestik maupun impor. Faktor primer yang digunakan adalah tenaga kerja, lahan dan modal. Penyederhanaan asumsi kunci model produksi ini dibuat dalam beberapa tahap (multistage) termasuk pemisahan input-output, struktur hirarki didasarkan pada fungsi produksi constant elasticities of substitution (transformation) kecuali untuk tahapan kombinasi barang-barang antara (intermediate goods) dan agregat faktor primer (primary factors),
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
11
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor yang menggunakan fungsi teknologi Leontief (fixed proportions technology). Fungsi produksi dapat didefinisikan sebagai berikut: F(input,output) = 0 dan dapat dituliskan kembali seperti: G(input)= X1TOT =H(outputs) dimana X1TOT adalah sebuah indeks atau tingkat aktivitas industri. Asumsi pemisahan input output dalam fungsi transformasi diartikan bahwa komobinasi produksi dari produkproduk yang dihasilkan suatu industri tidak secara langsung dihubungan dengan komobinasi penggunaan input tertentu, tetapi hanya melalui indeks antara (intermediary index) dari aktivitas dalam industri (Blackorby et al., 1978). Hal yang sama, harga produk tidak memiliki pengaruh terhadap kombinasi input melaikan melalui pengaruh mereka pada tingkat aktivitas dalam industri. Gambaran ini merupakan substansial dalam penyederhanaan empiris. Sementara fungsi transformasi H(outputs) diasumsikan hanya memiliki tahap tunggal, fungsi G(inputs) secara hirarki memiliki percabagangan sampai pada tiga tahap. Pemisahaan dan penyederhanaan selanjutnya berimpilikasi pada fungsi permintaan. Terutama pada beberapa permintaan input pada tingkat tertentu dapat digambarkan sebagai fungsi dari harga input pada tingkat tersebut dan tidak perlu digambarkan sebagai fungsi dari harga input pada tingkat terendah dalam hirarki. Pada Gambar 2.1, pada level paling atas dari fungsi input, komoditi komposit, faktor primer komposit dan input “biaya lain” dikombinasikan menggunakan fungsi produksi Leontief, atau fixed proportions. Pada fungsi produksi ini, tidak ada substitusi antara input. Pada level kedua, permintaan terhadap faktor produksi primer mengikuti fungsi produksi CES. Pada level ini dengan mengikuti fungsi produksi CES tersebut dimungkinkan substitusi antar faktor produksi primer.
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
12
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor
Pasar Lokal
Pasar Ekspor
Pasar Lokal
Pasar Ekspor
CET
CET
Barang 1
Barang C
X 1TOT1
X1TOTi
CET
σ 1OUT Level Aktivitas
Leontief
Barang 1
Barang C
X 1i _ s
CES
CES
X 1"dom"i
Impor Barang 1
X 1"imp "i
Biaya lain
X1OCTi
CESS
σ 1PRIM
σ 2c
σ 21
Domestik Barang 1
Faktor Primer
X ci _ s
Domestik Barang C
Impor Barang C
X c"dom"i
X c"imp"i
Lahan
X1LNDi
Tenaga Keja
Modal
X 1LABi _ o
X1CAPi
CES
σ 1LABi
TK type 1
X 1LABi1
TK Type 2
TK Type O
X 1LABi 2
X 1LABi 3
Gambar 2.1. Struktur Produksi Model CGE-IR Sedangkan permintaan terhadap input antara mengikuti asumsi yang digunakan pada model Armington, dimana barang impor dan barang domestik diasumsikan tidak bersubstitusi sempurna. Sedangkan pada level paling bawah, permintaan faktor produksi tenaga kerja juga berdasarkan pada fungsi produksi CES. dapat dirumuskan sebagai:
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
13
Fungsi CES secara umum
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor
[
y = A bx1− g + (1 − b) x 2− g
]
−v / g
dimana: y = Output x1 = Input 1 x2 = Input 2 A = Parameter efisiensi g = parameter substitusi
σ = parameter elastisitas, dimana ( σ =
1 ). 1+ g
1. Permintaan Tenaga Kerja Persamaan permintaan terhadap tenaga kerja oleh suatu industri dirumuskan sebagai berikut:
X1LABi_o = CES οεOCC (X1LABio | σ1LABi ; S1LABio ) dimana : X1LABi_o
=
Permintaan tenaga kerja oleh industri i pada semua jenis pekerjaan.
CES οεOCC σ1LABi
=
Fungsi CES
=
Elastisitas substitusi berdasarkan jenis pekerjaan di setiap industri
S1LABio
=
Pangsa berdasarkan jenis pekerjaan terhadap upah total yang dibayar oleh industri i
Pada suatu model recursive dynamic tenaga kerja diasumsikan mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun, sedangkan pada model statis tenaga kerja dalam periode analisis diasumsikan konstan. Karena kajian ini menggunakan model recursive dynamic maka pertumbuhan tenaga kerja per tahun dimasukan ke dalam model dengan mengikuti model pertumbuhan tenaga kerja yang terdapat dalam model ORANIGRD (Horridge, 2002). Dalam model ini besarnya upah riil tergantung pada pertumbuhan tenaga kerja periode awal dengan periode yang akan datang. Adapun hubungan antara tenaga kerja pada masa yang akan datang dengan tenaga kerja pada periode sebelumnya dapat ditulis sebagai:
ΔW/W0 = γ[(L0/T0)-1] + γΔ(L/T) ΔW/W0 - γ[(L0/T0)-1] = γΔ(L/T) L = T(ΔW/W0 - γ[(L0/T0)-1] ) + L0
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
14
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor dimana : L
= tenaga kerja aktual (actual employment)
T
= trend tenaga kerja (trend employment)
W
= upah riil (real wage)
2. Permintaan Faktor Produksi Primer Total permintaan faktor produksi diperoleh dengan cara minimisasi biaya faktor, sehingga permintaan terhadap input primer dituliskan sebagai;
X1PRIM
i
⎛ X1LAB i_o X1CAP i X1LND i ⎞ = CES ⎜ , , σ 1PRIM ; S 1LAB i _ o ; S 1CAPi ; S 1LND i ⎟ ⎜ A1LAB ⎟ A1CAPi A1LND i i_o ⎝ ⎠
dimana: X1PRIMi
=
Permintaan faktor produksi primer oleh industri i
X1CAPi
=
Permintaan kapital industri i
X1LNDi
=
Permintaan lahan industri i
A1LABi _ o
=
Produktivias tenaga kerja industri i pada semua jenis pekerjaan
A1CAPi
=
Produktivitas kapital industri i
A1LNDi
=
Produktivitas lahan industri i
σ 1PRIM
=
Elastisitas substitusi antar faktor produksi
S1LABi _ o
=
Nilai pangsa pada semua jenis pekerjaan terhadap upah total yang dibayar oleh industri i
S1CAPi
=
Nilai pangsa kapital industri i
S1LNDi
=
Nilai pangsa lahan industri i
3. Permintaan Input Antara Dalam pemakaian input antara, suatu industri melakukan minimasi biaya total berdasarkan fungsi produksi CES, sehingga persamaan permintaan input antara dapat dirumuskan sebagai berikut:
⎞ ⎛ X1 X1ci_s = CES ⎜⎜ csi σ 1c ; S1csi ⎟⎟ c ∈COM,i ∈ IND s∈SRC A1 ⎠ ⎝ csi dimana:
X1ci_s
= Permintaan input antara oleh setiap komoditi, setiap industri pada semua sumber
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
15
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor = Permintaan input antara oleh setiap komoditi, setiap industri dan
X1csi
setiap sumber = Produktivitas input antara pada setiap komoditi, setiap industri dan
A1csi
setiap sumber
σ 1c
= Elastisitas substitusi input antara
S1csi
= Pangsa input antara pada setiap komoditi, setiap industri dan setiap sumber
4. Permintaan Komposit Input Antara dan Komposit Faktor Produksi Primer Dari sisi input, komposit komoditi, komposit faktor primer dan faktor yang termasuk kategori biaya lain-lain digabungkan ke dalam suatu fungsi produksi Leontief untuk menentukan tingkat produksi dari suatu industri. Spesifikasi fungsi ini adalah:
⎧⎪ ⎛ X1 ci_s 1 MIN ⎨ MIN ⎜ A1TOT i ⎪⎩ c∈COM ⎜⎝ A1ci _ s
X1TOT i =
⎞ X1PRIM i X1OCT i ⎟, , ⎟ A1PRIM A1OCT i i ⎠
⎫⎪ ⎬i ∈ IND ⎪⎭
dimana: X1TOTi
= Permintaan input gabungan industri i
A1TOTi
= Produktivitas input gabungan industri i
A1ci _ s
= Produktivitas input antara pada setiap komoditi, setiap industri pada semua sumber
A1PRIM i
= Produktivitas input primer industri i
X1OCTi
= Permintaan input other cost industri i
A1OCTi
= Produktivitas input other cost industri i
5. Komposit Output dari Industri Komposisi komoditi yang diproduksi oleh suatu industri ditentukan berdasarkan pada prinsip maksimisasi penerimaan untuk setiap tingkat produksi dengan kendala fungsi teknologi CES:
X1TOTi = CET (Q1ci σ 1OUTi ; S _ MAKEci ) c∈COM
dimana:
X1TOTi
= Komposit output industri i
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
16
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor
σ 1OUTi
= Elastisitas transformasi pada industri i
S _ MAKEci = Pangsa produksi total komoditi c pada industri i Dari fungsi maksimisasi tersebut, transformasi antar komoditi akan mengarah pada komoditi yang harga relatifnya meningkat. 6. Permintaan Barang Investasi Proses pembentukan investasi dan barang modal ditampilkan dalam Gambar 2.2. Sebagaimana halnya barang konsumsi, proses pembentukan barang modal bersifat multi tingkatan (multi-stage), dengan karakterisasi fungsi CES dalam tingkat awal dan fungsi Leontief pada tingkatan yang lebih tinggi.
Pada tahap awal penggunaan
barang impor dan domestik ditentukan berdasarkan minimasi biaya dengan fungsi produksi CES. Fungsi minimasi untuk suatu tingkat output tertentu dirumuskan sebagai berikut:
⎛ X2 ⎞ X2ci_s = CES ⎜⎜ csi σ 2 c ; S 2 csi ⎟⎟ c ∈COM,i ∈ IND s∈SRC A2 ⎝ csi ⎠ dimana:
X2ci_s
=
Permintaan barang kapital setiap komoditi, setiap industri pada semua sumber
X2csi
=
Permintaan barang kapital setiap komoditi, setiap industri dan setiap sumber
A2csi
=
Produktivitas barang kapital setiap komoditi, setiap industri dan setiap sumber
σ 2c
=
Elastisitas Armington pada setiap komoditi
S 2 csi
=
Pangsa nilai kapital setiap komoditi, setiap industri dan setiap sumber
Pada tahap berikutnya, minimisasi fungsi biaya Leontief dirumuskan sebagai:
X2TOTi =
⎛ X2ci_s ⎞ 1 ⎟ i ∈IND MIN ⎜ A2TOTi c∈COM ⎜⎝ A2ci _ s ⎟⎠
dimana:
X2TOTi
= Permintaan total barang kapital pada industri i
A2TOTi
= Produktivitas barang kapital industri i
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
17
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor
Barang Modal
Leontief
Barang 1
Barang C
X 21i _ s
X 2ci _ s
CES
CES
σ 21
σ 2c
Domestik Barang 1
Impor Barang 1
Domestik Barang C
Impor Barang C
X 21"dom"i
X 21"imp"i
X 2c"dom"i
X 2c"imp"i
Gambar 2.2. Struktur Pembentukan Investasi Dan Barang Modal
7. Permintaan Rumah Tangga Rumah tangga dianggap sebagai konsumen tunggal yang memaksimumkan utilitas. Fungsi kepuasan konsumen dapat dilihat pada Gambar 2.3. Pada tingkatan yang paling tinggi, pilihan konsumen diantara berbagai jenis komoditas berdasarkan pada fungsi linear expenditure demand system (LES).
Pada tingkat kedua konsumen
mengkombinasikan barang-barang dari berbagai sumber (domestik dan impor) berdasarkan mekanisme CES. Pada model CGE-IR analisis permintaan didasarkan pada fungsi utilitas agregat StoneGeary, yaitu; TOTALUTILITY = Pc X3LUXc S3LUXc
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
18
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor dimana: TOTALUTILITY = Kepuasan total rumah tangga X3LUXc
= Komposit agregat dari barang mewah.
Utillitas Rumah Tangga
Stone Geary
Barang 1
Barang C
X 31 _ s
X 3c _ s
CES
CES
σ 31
σ 3c
Domestik Barang 1
Domestik Barang 2
Domestik Barang C
Impor BarangC
X 31"dom"
X 31"imp"
X 3c"dom"
X 3c"imp"
Gambar 2.3. Spesifikasi Konsumsi Rumah tangga Dengan bentuk fungsi di atas, utilitas diperoleh hanya dari konsumsi di atas tingkat subsisten. Sedangkan konsumsi barang mewah dapat dirumuskan: X3LUXc = X3c_s - X3SUBc dimana; X3c_s
= Konsumsi agrgegat barang mewah
X3SUBc
= Konsumsi subsisten barang c
Pada setiap level rumah tangga, utilitas dirumuskan sebagai; UTILITY = TOTALUTILITY / Q = 1/ Q * ’c X3LUXc S3LUXc
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
19
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor
Sedangkan pangsa pengeluaran bagi setiap barang ditentukan berdasarkan: P3c_s * X3LUXc = S3LUXc* V3LUX _c dimana V3LUX_c merupakan pengeluaran total atas semua barang mewah.
8. Ekspor dan Permintaan Akhir Lainnya Dalam model ini ekspor dibagi menjadi dua kategori yaitu tradisional dan nontradisional sehingga spesifikasi fungsi bagi masing-masing grup dapat dibuat berbeda. Perbedaan spesifikasi terutama dalam hal elastisitas harga sendiri, dimana untuk ekspor tradisional volume ekspor sangat tergantung pada perubahan harga. Untuk jenis ekspor lainnya, ekspor diperlakukan sebagai residual dan merupakan proporsi dari ekpor total dalam grup tersebut. Ekspor tradisional dirumuskan sebagai berikut:
X4c = F4Q c [P4c/PHI/ P4c]EXP_ELASTc dimana: X4c
= Volume ekspor tradisional berdasarkan komoditi
P4c
= Harga komoditi (rupiah)
PHI
= Nilai tukar (rupiah per dolar US)
EXP_ELASTc
= Elastisitas ekspor berdasarkan komoditi
F4c
= Demand shifter
Bagi kelompok non tradisional, volume ekspor dirumuskan sebagai;
X4c = S4Q_”NTRAD” * X4_”NTRAD” dimana: X4c
=
Volume ekspor non tradisional berdasarkan komoditi
S4Q_”NTRAD” X4_”NTRAD”
= =
Rasio ekspor komoditi c terhadap total ekspor non tradisional Volume ekspor seluruh komoditi non tradisional
9. Permintaan Barang Margin Penggunaan komoditi atau barang baik oleh produsen maupun konsumen pada umumnya memerlukan pelayanan jasa selanjutnya. Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
20
Jenis jasa lanjutan ini dalam
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor fungsi CES, LES dan Leontief belum dispesifikasi. Jenis jasa ini disebut barang margin dan contohnya adalah transportasi dan telekomunikasi. Jumlah barang margin yang dipergunakan oleh setiap agen diasumsikan sebagai suatu proporsi terhadap produksi dan konsumsi.
Sebagai contoh, permintaan barang margin oleh suatu
industri dapat dirumuskan sebagai berikut: X1MARcsim = A1MARcsim * X1csi ) dimana: X1MARcsim = Permintaan barang margin pada setiap komoditi, setiap sumber, setiap industri dan setiap margin A1MARcsim = Produktivitas barang margin pada setiap komoditi, setiap sumber, setiap industri dan setiap margin 10. Harga Barang di Tingkat Pembeli Input margin menimbulkan biaya yang harus dibayar oleh pengguna. Biaya tersebut akan menyebabkan harga di tingkat produsen (sumber komoditas) berbeda dengan harga ditingkat pengguna. Harga di tingkat pengguna akhir disebut harga pembeli (purchasers price).
Purchasers price = “harga dasar” komoditi + biaya margin dan pajak
Sedangkan harga barang impor dalam mata uang Indonesia dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: P0IMPcsi = PF0CIFc * PHI * T0IMPc 11. Persamaan Market Clearing Dalam prakteknya, model CGE memerlukan ratusan kondisi keseimbangan pasar yang memuat hubungan antara harga dan jumlah komoditi, faktor produksi primer, dan faktor produksi antara. Pada prinsipnya, kondisi kesetimbangan merupakan titik pertemuan antara penawaran dengan permintaan untuk berbagai komoditi. Sebagai contoh, kondisi keseimbangan kuantitas suatu faktor produksi secara agregat dapat dirumuskan sebagai berikut:
x1 fac _ i =
1 V 1FAC _ i
∑V 1FAC
i∈IND
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
i
× x1 faci
21
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor dimana: x1fac_i
= Persentase perubahan faktor produksi secara agregat
x1faci
= Persentase perubahan faktor produksi pada industri i
V1FAC_i
= Total pembayaran faktor produksi pada semua industri
V1FACi
= Pembayaran faktor produksi oleh industri i
12. Pajak Tak langsung Pajak penjualan dinyatakan dalam bentuk ad valorem tax dan masing-masing jenis komoditi yang dibedakan atas sumber dan jenis penggunaannya memiliki tingkat pajak yang berbeda-beda.
Bentuk umum nilai pajak dari suatu komoditi yang
diproduksi secara domestik dapat dirumuskan sebagai:
T1csi = F0TAXc_s * F1TAX_csi dimana: T1csi
=
Nilai pajak dari suatu komoditi yang diproduksi oleh domestik
F0TAXc_s dan F1TAX_csi
=
Variabel shifter
13. GDP dari Sisi Pendapatan dan Pengeluaran Komponen dasar dari model CGE berhubungan dengan pendapatan yang diperoleh oleh pemilik faktor produksi dengan pengeluaran pemilik faktor produksi tersebut. Oleh karena itu GDP dari sisi pengeluaran harus sama dengan GDP dari sisi penerimaan. Persamaan-persamaan
nilai
tambah
atau
dari
sisi
penerimaan
mencakup total pembayaran berbagai macam input, nilai biaya lainnya dan penerimaan total dari pajak komoditas dan GDP secara agregat.
GDP dari sisi
pengeluaran mencatat pembayaran agregat yang dilakukan oleh berbagai kelompok permintaan akhir, yaitu investasi total, konsumsi, ekspor bersih, permintaan lainnya (others demands) dan inventori, semua persamaan tersebut dalam bentuk perubahan persentase. 14. Neraca Perdagangan dan Agregat Lainnya Persamaan nilai terms of trade (nilai tukar).dirumuskan:
P0TOFT = P4TOT / P0CIF_c
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
22
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor dimana; P0TOFT
= Terms of Trade
P4TOT
= Harga komoditi domestik
P0CIF_c
= Harga CIF semua komoditi
Sedangkan balance of trade (dalam mata uang domestik) dirumuskan sebagai berikut: BTD = V4TOT - V0CIF_c dimana: BTD
= Balance of trade
V4TOT
= Nilai ekspor total
V0CIF_c
= Nilai total impor
15. Tingkat Pengembalian Modal Dalam model ini, modal dibedakan dengan input lainnya, kerena modal memiliki dua sifat, yaitu; dapat diproduksi dan dapat juga dihabiskan. Harga untuk membuat (menambah atau mengganti modal yang ada) (P2TOTi) berhubungan dengan harga dari penggunaan capital (P1CAPi) dan berdasarkan atas keinginan dari investor untuk berinvestasi. Pada kajian ini, model investasi mengikuti model ORANI-F, dimana investasi kondisikan sebagai berikut: untuk setiap industri tertentu semakin tinggi stok capital relative terhadap kapital stok agregat, akan semakin tinggi juga tingkat pengembalian modal bersih
pada
pembentukan
modal
baru
relatif
terhadap
rata-rata
tingkat
pengembalian pada pembentukan modal (diantara semua industri). Lebih jauh, model ini juga mengasumsikan bahwa tingkat pengembalian modal secara relatif berhubungan dengan tingkat stok kapital industri dengan elastisitas diasumsikan tetap. Rumus tingkat pengembalian modal yang digunakan dalam model CGE-IR adalah;
R1CAPi / R1CAPFi = ((X1CAPFi / X1CAPi)/ X1GROW_i)BETA_Ri Sedangkan X1GROW_i dirumuskan sebagai berikut;
X1GROW_i = Σi (V0CAPi /V0CAP_i) * X1GROWi
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
23
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor dimana: R1CAPi
= Net Rate of Return (Tingkat pengembalian modal bersih)
R1CAPFi
= Tingkat pengembalian modal periode yang akan datang
BETA_Ri
= Parameter investasi pada industri i
X1GROW_i = Tingkat pertumbuhan bersih agregat (seluruh industri) V0CAPi
= Nilai stok kapital tetap pada periode awal di industri i
V0CAP_i
= Nilai stok kapital tetap pada periode awal semua industri
X1GROWi
= Tingkat pertumbuhan bersih di industri i
16. Persamaan Akumulasi Investasi-Kapital Dalam suatu proses dinamik, tingkat kapital stok merupakan faktor yang sangat penting. Berbeda dengan model keseimbangan umum statis yang mengasumsikan kapital
tetap, dalam model keseimbangan dinamik permintaan dan penawaran
kapital mengalami perubahan. Perubahan kapital stok memberikan implikasi yang penting terhadap pendapatan, alokasi sumberdaya dan kebijakan pemerintah (Francois, McDonald ad Nordström, 1997).
Dengan demikian pada model
keseimbangan dinamik proses akumulasi kapital perlu dimasukan ke dalam model berdasarkan pendekatan sequental, dimana dalam hal ini tingkat kapital stok antar periode selalu mengalami perubahan. Tingkat kapital stok periode yang akan datang (t+1) pada suatu proses produksi periode (t+1) sama dengan tingkat depresiasi dari kapital stok tersebut dikalikan dengan stok kapital dan investasi pada periode sebelumnya. Adapun persamaan akumulasi kapital dirumuskan sebagai berikut :
X 1CAPt = (1 − DEP) X 1CAPt −1 + X 2TOTt −1 di mana DEP adalah tingkat depresiasi X1CAP adalah stok kapital agregat dan X2TOT adalah besarnya investasi pada periode sebelumnya.
Stok kapital pada periode
sekarang tidak hanya dipngaruhi oleh stok kapital pada periode satu tahun sebelumnya, tetapi juga dipengaruhi oleh stok kapital pada periode-periode sebelumnya (t-2, t-3, t-n).
Berdasarkan kondisi tersebut maka persamaan di atas
dapat dibuat ke dalam bentuk umum (Beghin, 1996) menjadi persamaan berikut :
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
24
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor ⎡ ⎤ X 1CAPt = (1 − DEP) ⎢(1 − DEP) X 1CAPt − 2 + X 2TOTt − 2 ⎥ + X 2TOTt −1 ⎣ ⎦ n
X 1CAPt = (1 − DEP) n X 1CAPt −n + ∑ (1 − DEP) j −1 X 2TOTt − j j =1
Pada model keseimbangan umum yang standar model tidak memiliki persamaan yang menghubungkan secara langsung investasi dengan stok kapital. Dengan hanya berdasarkan pada kondisi tingkat pertumbuhan atau sebaliknya hanya menekankan pada kondisi keseimbangan tingkat pengembalian modal, akan menyebabkan investasi dan stok kapital tidak akan pernah saling berhubungan. Dalam hal ini, maka model yang digunakan dalam kajian ini berbeda dengan model standar lainnya, dimana pada model ini sudah mencakup persamaan yang menghubungkan secara langsung kapital stok pada periode 0 terhadap stok kapital periode yang akan datang. Model ini juga sudah memasukan hubungan langsung antara investasi dan stok kapital pada periode T. Berbeda dengan model standar lainnya, pada model CGE-IR persamaan akumulasi investasi-kapital
sudah
mencakup
persamaan
yang
menghubungkan
secara
langsung pada waktu stok kapital periode awal dengan stok kapital periode selanjutnya (periode T):
X1CAPi
-
X1CAP0i
=[
(X1CAP0i
*
(DEPRATiT
-
1)
+
X2TOT0i
*
N]
*
delFudge+(X2TOTi - X2TOT0i)*M]*F_ACCUM ) dimana: X1CAPi
= Pembentukan kapital pada masa sekarang
X1CAP0i
= Pembentukan kapital periode awal
DEPRATiT
= Depresiasi
X2TOT0i
= Investasi pada periode awal
Angka "0" dalam penamaan menunjukkan bahwa variabel tersebut dan nilainya dapat diaplikasikan secara langsung sebelum periode waktu sekarang.
Variabel-
variabel yang memiliki nama yang standard secara aktual berhubungan dengan periode T dibandingkan periode sekarang (periode 1). Variabel T dapat dihilangkan untuk tujuan penyederhanaan karena variabel tersebut bernilai sama pada semua persamaan lain di dalam model.
Dengan demikian dalam menginterpretasikan
variabel tersebut pada model CGE-IR, variable tersebut selalu berhubungan dengan periode T, dimana T tidak dibuat secara eksplisit. Ketika T dimasukkan dalam Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
25
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor persamaan, agar persamaan tersebut menjadi efektif, maka perlu ditambahkan restriksi pada tingkat keseimbangan investasi dan modal.
M dan N merupakan
konstanta yang muncul ketika terjadi penjumlahan koefisien investasi pada semua tahunT:
T −1 T t t − 1 T −1 M = ∑ DT −t −1 = ∑ D t =0 T t =1 T
T −1
T
t=0
t =1
N = ∑ DT − t −1 = ∑ DT − t
17. Akumulasi Hutang Luar Negeri (Foreign Debt Accumulation) Akumulasi hutang terhadap GDP, dirumuskan sebagai: DEBT_RATIO = DEBT * P_GLOBAL/ V0GDPEXP dimana: DEBT_RATIO
= Rasio hutang terhadap GDP
DEBT
= Hutang luar negeri riil
P_GLOBAL
= Nilai tukar/exchange rate (‘000 Rupiah / US$) antara periode T (diukur dalam nilai domestik) dengan periode dasar yang diukur dalam US dollar.
V0GDPEXP
= GDP nominal dari sisi pengeluaran
18. Perluasan Model Regional Beberapa pembuat model CGE menggunakan pendekatan “bottom-up” dalam hal memodelkan multi-regional (Madden, 1990; Navqi and Peter, 1994). Penggunaan model pendekatan bottom-up membutuhkan data arus perdagangan inter-regional dan data parameters
substitution
perdagangan
inter-regional.
Untuk
mendapatkan
arus
perdagangan inter-regional dan parameter substitusi merupakan kesulitan dasar para pembuat model multi-regional. Karena alasan keterbatasan-keterbasaan data tersebut, dalam kajian ini digunakan pendekatan “top-down”. Keuntungan utama menggunakan pendekatan ”top-down” yaitu data yang diperlukan secara relatif lebih sederhana, khususnya tidak memerlukan data arus perdagangan inter-regional. Pendekatan ini juga membuat modifikasi model menjadi lebih sederhana. Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
26
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor Dengan mengacu pada Model model ORANI-F (Horridge et al. (1993) dan INDOF (Oktaviani, 2000), tahap awal dalam menjalankan model inter-regional dibutuhkan data tentang dikotomi antara barang-barang dan jasa-jasa yang diperdagangkan secara regional (nasional) dan barang-barang yang tidak diperdagangkan (local). Industri dibagi ke dalam industri nasional dan industri lokal. Komoditi dibagi kedalam non-margin komoditi lokal, margin komoditi lokal, dan komoditi nasional. Masing-masing share region dari output perekonomian adalah eksogen. Sebagai tambahan, share masing-masing komoditi yang digunakan di dalam region r bersumber dar region s yang sama untuk seluruh r. Seluruh tambahan database yang diperlukan untuk pegembangan model CGE-IR adalah untuk masing-masing industri di seluruh region, kita membutuhkan share regional awal dari output dan investasi. Untuk masing-masing komoditi, kita perlu mengetahui share ragional ekspor dan share regional permintaan pemerintah. Tidak ada tambahan data yang diperlukan untuk menghitung share regional konsumsi rumah tangga. Hal tersebut diasumsikan bahwa nilai share awal regional konsumsi rumah tangga untuk seluruh komoditi adalah sama dengan share dari pendapatan upah yang diterima tenaga kerja dari perekonomian tersebut dikalikan dengan pendapatan tenaga kerja perekonomian. Berikut
ini
adalah
beberapa
tambahan
persamaan
yang
diperlukan
untuk
pengembangan model CGE-IR, antar lain: 1. Permintaan Input Barang Antara berdasarkan Komoditi, Sumber, Industri dan Region X1CSI_REGcsir = X1csi * RGSHR1ir dimana: X1csi
= Permintaan input antara berdasarkan komoditi, sumber dan industri.
RGSHR1ir
= Share input antara regional berdasarkan industri dan region
2. Permintaan Investasi berdasarkan Komoditi, Sumber, Industri dan Region X2CSI_REGcsir = X2csi * RGSHR2ir dimana: X2csi
= Permintaan investasi berdasarkan komoditi, sumber dan industri.
RGSHR2ir
= Share investasi regional input antara berdasarkan industri dan region
3. Permintaan Konsumsi Barang berdasarkan Komoditi, Sumber, Region dan Rumah Tangga
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
27
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor
X3CS_REGcsrh = X3csh * RGSHR3cr dimana: X3csh
= Permintaan
konsumsi
berdasarkan
komoditi,
sumber
dan
industri
rumahtangga. RGSHR3cr
= Share permintaan konsumsi regional berdasarkan komoditi dan region
4. Permintaan Ekspor berdasarkan Region X4_REGcr = X4c * RGSHR4cr dimana: X4c
= Permintaan ekspor berdasarkan komoditi
RGSHR4cr
= Share regional ekspor berdasarkan komoditi dan region
5. Permintaan “Other” berdasarkan Komoditi, Sumber dan Region X5CS_REGcsr = X5cs * RGSHR5cr dimana: X5cs
= Permintaan input berdasarkan komoditi dan sumber
RGSHR5cr
= Share input lain regional berdasarkan komoditi dan region
6. Permintaan Margin Input Antara berdasarkan Komoditi, Sumber, Industri dan Region X1MARG_REGcsimr = X1csim * RGSHR1ir dimana: X1csim = permintaan margin input barang antara berdasarkan komoditi, sumber dan industri. 7. Permintaan Margin Investasi berdasarkan Komoditi, Sumber, Industri dan Region X2MARG_REGcsimr = X2csim * RGSHR2ir dimana X2csim = permintaan margin investasi berdasarkan komoditi, sumber, dan industri. 8. Margin Konsumsi Swasta berdasarkan komoditi, sumber, region dan kelompok rumahtangga
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
28
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor
X3MARG_REGcsmrh = X3csmh * RGSHR3cr dimana X3csmh = margin konsumsi swasta berdasarkan komoditi, sumber, dan rumah tangga. 9. Margin Ekspor Luar Negeri berdasarkan Komoditi dan Region X4MARG_REGcmr = X4cm * RGSHR4cr dimana: X4cm = Margin Ekspor Luar Negeri berdasarkan Komoditi 10. Margin “Other” Berdasarkan komoditi, sumber, dan Region X5MARG_REGcsmr = X5csm * RGSHR5cr dimana: X5csm = permintaan margin input lain berdasarkan komoditi dan sumber
11. Share Regional dari Produksi Industri RGSHR1ir =
X 1TOT _ Rir X 1TOTi
dimana: X1TOT_Rir
= total output regional berdasarkan industri dan region
X1TOTi
= total output berdasarkan industri
12. Share Regional dari Investasi Industri yang berhubungan pada share produksi regional RGSHR2ir = RGSHR1ir * FREG2ir * FFREG2i dimana: FREG2ir
= komplemen dari komoditi spesifik berdasarkan industri dan region
FFREG2i
= pergeseran share investasi industri yang sama di setiap region
13. Upah total seluruh Populasi dalam perekonomian sama dengan penjumlahan dari upah total populasi seluruh region
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
29
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor
∑ LABREGTOT
r
* QNAT = ∑ LABREGTOTs * Q _ REG s
r
s
dimana: LABREGTOTr = Total upah tenaga kerja berdasarkan region QNAT
= Total populasi dalam perekonomian
LABREGTOTs
= Total upah tenaga kerja berdasarkan sumber
Q_REGs
= Total populasi regional berdasarkan sumber
14. Share
konsumsi
swasta
regional
berubah
searah
dengan
perubahan
share
pendapatan tenaga kerja
⎛ (LABREV _ REGr ) ⎞ ⎟⎟ RGSHR3cr = 1.0 * ⎜⎜ ⎝ W 1LAB _ IO ⎠
EPS _ H c
* FREG3 cr * FFREG3 c
dimana: EPS_Hc
= Elastisitas rata-rata pengeluaran rumah tangga
LABREV_REGr
= Upah berdasarkan region
W1LAB_IO
= total upah untuk seluruh industri dan pekerja
FREG3cr
= komplemen dari komoditi spesifik berdasarkan industri dan region
FFREG3cr
= pergeseran share konsumsi
yang sama berdasarkan industri di
setiap region 15. Share Ekspor Luar Negeri Regional berdasarkan Komoditi dan Region RGSHR4cr = FREG4cr * FFREG4c dimana: RGSHR4cr
= Share Ekspor Luar Negeri Regional berdasarkan Komoditi dan Region
FREG4cr
= komplemen dari komoditi ekspor spesifik berdasarkan industri dan region
FFREG4c
= pergeseran share ekspor
yang sama di setiap region berdasarkan
komoditi 16. Share regional permintaan “other” RGSHR5cr = FREG5cr * FFREG5c dimana: RGSHR5cr
= Share permintaan “other” Regional berdasarkan komoditi dan Region
FREG5cr
= komplemen dari komoditi “other” spesifik berdasarkan industri dan region
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
30
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor FFREG5c
= pergeseran share komoditi “other” yang sama di setiap region berdasarkan komoditi
17. Output Komoditi Lokal Non Margin
⎧∑ (REGSHARE1ir * V 1BAS i dom j * X 1CSI _ REGi dom j r ) + ⎫ ⎪ ⎪ j ⎪∑ (REGSHARE 2 ir * V 2 BAS i dom j * X 2CSI _ REGi dom j r ) + ⎪ ⎪⎪ ⎪⎪ j 1 { } X 0 _ REGir = REGSHARE V BAS X CS REG 3 * 3 * 3 _ + ⎬ ⎨ ∑j ir i dom h i dom r h TOTDEMREGir ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ V 4 BAS i * REGSHARE 4 ir * X 4 _ REGir + ⎪ ⎪ ⎪⎭ ⎪⎩V 5BAS i dom * REGSHARE5 ir * X 5CS _ REGi dom r 18. Penggunaan Komoditi Lokal Margin
⎧∑ (REGSHARE1ir * V 1BAS c dom i * X 1CSI _ REGc dom i r ) + ⎫ ⎪ i ⎪ ⎪∑ (REGSHARE 2 ir * V 2 BAS c dom i * X 2CSI _ REGc dom i r ) + ⎪ ⎪ i ⎪ ⎪ REGSHARE3 cr * ∑ {V 3BAS c dom h * X 3CS _ REGc dom r h }+ ⎪ h ⎪ ⎪ 4 * 4 cr * X 4 _ REGcr + V BAS REGSHARE c ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ + 5 * 5 * 5 _ V BAS REGSHARE X CS REG ⎪ ⎪ c dom cr c dom r 1 X 0 _ REGcr = ⎨ ⎬ TOTDEMREGcr ⎪ V 4 MAR * REGSHARE 4 * X 4 MARG _ REG + ⎪ ∑ uc ur ucr ⎪u ⎪ ⎪ REGSAHRE3 ur * ∑∑ V 3MARusch * X 3MARG _ REGuscrh + ⎪ ⎪ ⎪ s h ⎪∑ V 5MARusc * REGSHARE5 ur * X 5MARG _ REGuscr + ⎪ ⎪ s ⎪ ⎪∑ REGSHARE1ir * V 1MARusic * X 1MARG _ REGusicr + ⎪ ⎪ i ⎪ ⎩ REGSHARE 2 ir * V 2 MARusic * X 2 MARG _ REGusicr ⎭
19. Penawaran Komoditi Lokal yang berhubungan pada Produksi dari Industri Lokal
MAKEcj ⎫ ⎧ X 0 _ REGcr = ⎨∑ ⎬ * X 1TOT _ Rir ⎩ j MAKE _ I c ⎭
20. Output dari Industri Nasional X1TOT_Rir = X1TOTi * F_X1TOT_Rir * FF_X1TOT_Ri Dimana: X1TOT_Rir
= permintaan input gabungan industri seluruh region berdasarkan industri dan region
F_X1TOT_Rir
= deviasi spesifik regional dari keragaan industri nasional
FF_X1TOT_Ri
= deviasi regioanl yang sama dari keragaan industri nasional
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
31
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor
21. Keseimbangan output industri seluruh region dengan industri nasional
∑ REGSHARE1
ir
* X 1TOT _ Rir = X 1TOTi * RSUM _ NATi
r
Dimana RSUM_NATi
= Total share produksi regional dari industri nasional
22. Total Upah Berdasarkan Region
LABREV _ REGr =
1 LABREGTOTr
⎛ ∑ ( REGSHARE1ir * ∑ V 1LABio * ⎞ ⎜ i ⎟ ⎜ ( RGSHR1 * P1LAB o* X 1LAB )) ⎟ ir io io ⎝ ⎠
Dimana: LABREV_REGr
= pembayaran upah berdasarkan region
LABREGTOTr
= total upah tenaga kerja berdasarkan region
23. GDP Riil Regional (Gross Region Products)
ZTOT _ REGr = X 1PRIM _ i * ∑ ZCON _ REGir i
Dimana ZTOT_REGr
= GDP riil regional
ZCON_REGir
= deviasi total output region dari GDP nasional
24. Perbedaan Kontribusi pada total output region dari GDP Nasional
⎧ ⎪ [VALUADDir ] ⎪⎪ VALUADDTOTi ZCON _ REGir = ⎨ VIPRIM i ⎪ ⎪ ∑ V 1PRIM k ⎪⎩ k
⎫ ⎪ ⎪⎪ X 1TOT _ Rir V 1PRIM i X 1TOTir + * ⎬* ⎪ X 1PRIM _ i ∑ V 1PRIM k X 1TOTi k ⎪ ⎪⎭
Dimana: VALUADDir
= Pembayaran faktor berdasarkan industri dan region
VALUADDTOTir
= Total pembayaran faktor berdasarkan region
25. Tenaga Kerja Agregat Regional
PERSONTOT _ REG r =
1 LABREGTOT r
∑ (LABINDREG
ir
* PERSON _ REGir )
i
Dimana: PERSONTOT_REGr
= jumlah tenaga kerja agregat (orang)
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
32
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor LABINDREGir
= upah tenaga kerja berdasarkan industri dan region
LABREGTOTr
= total upah tenaga kerja berdasarkan region
PERSON_REGir
= Pekerja berdasarkan industri dan region (orang)
26. Tenaga Kerja Berdasarkan Region dan Industri
PERSON _ REGir = X 1LAB _ oi * RGSHR1ir
2.2.6 Keunggulan dan Keterbatasan Model CGE Terdapat beberapa model ekonomi
yang dapat digunakan untuk melihat dan
menganalisis dampak perubahan variabel-variabel ekonomi terhadap perkembangan sektor industri. Selain model CGE, model ekonometrika sering digunakan untuk analisis keseimbangan partial (partial Equilibrium), model Input-Output dan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Kajian ini akan menggunakan model CGE dimana terdapat beberapa keunggulan dan keterbatasan dibandingkan dengan model ekonomi lainnya. Keunggulan dari model CGE yang akan digunaan dalam kajian ini antara lain: 1.
Dibandingkan dengan model keseimbangan parsial, model CGE sudah memasukkan semua transaksi antara pelaku-pelaku ekonomi secara keseluruhan, baik di pasar faktor produksi maupun pasar komoditi. Sehingga dampak dari suatu kebijakan akan dapat dianalisis pengaruhnya secara kuantitatif terhadap kinerja ekonomi baik secara makro maupun secara sektoral (Horison, 1997).
2.
Model CGE sudah memasukkan kemungkinan substitusi antar faktor produksi, sehingga jika terjadi perubahan harga relatif suatu faktor produksi, maka produsen akan merubah komposisi penggunaan faktor produksi ke arah faktor produksi yang harganya relatif lebih murah. Pada model CGE dampak kebijakan dapat dianalisis pada tingkat institusi, distribusi pendapatan diantara golongan rumah tangga, distribusi pendapatan diantara faktor produksi primer, neraca perdagangan dan sebagainya (Horison, 1997).
Lebih lanjut, Wobs (2001) menyatakan bahwa pada
model CGE harga sudah dimasukkan sebagai variabel endogen. 3.
Dibandingan dengan Social Accountinng Matrix (SAM) atau Sisem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE), model CGE sudah memasukkan persamaan non linier. Disamping itu, pada model CGE harga sudah dimasukkan sebagai variabel endogen.
4.
Dibandingkan dengan model makro ekonometrika, model CGE dapat mengacu pada tahun tertentu (particular benchmark years), sedangkan pada model makro ekonometrika data yang digunakan merupakan data deret waktu, sehingga tidak dapat diaplikasikan pada tahun tertentu.
Disamping itu dengan menggunakan
model CGE hubungan antara makro ekonomi dangan mikroekonomi dapat
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
33
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor diketahui, sementara pada model makro ekonometrika analisis dan dampak hanya dapat dilakukan di tingkat makro (Horison, 1997). Sedangkan keterbatasan model CGE pada kajian ini adalah struktur pasar yang diaplikasikan pada model dalam kajian ini, terutama untuk komoditas listrik cenderung merupakan struktur pasar monopoli.
Padahal asumsi utama dalam model CGE
mengenai struktur pasar adalah pasar persaingan sempurna dengan kondisi constant return to scale. Namun demikian berdasarkan hasil kajian Abayasiri-Silva dan Horridge (1996), model CGE dapat juga diterapkan pada struktur pasar monopoli dengan kondisi increasing returun to scale. Abayasiri-Silva dan Horridge (1996) menemukan bahwa hasil simulasi yang diperoleh dengan menggunakan asumsi PPS atau monopoli adalah relatif sama.
2.2.7 Simulasi Kebijakan Beberapa alternatif simulasi kebijakan yang dilakukan dalam kajian ini berasal dari data historis sesungguhnya dan dianggap akan terjadi pada masa yang akan datang. Simulasi yang akan dilakukan berhubungan dengan: 1. Peningkatan pengeluaran pemerintah untuk investasi pada semua sektor 2. Peningkatan pengeluaran swasta untuk investasi pada semua sektor. Dikarenakan data investasi dalam Tabel I-O hanya menunjukkan investasi di masingmasing sektor yang berasal dari sektor tersebut, maka beberapa sektor yang outputnya tidak dapat dijadikan barang investasi tidak ada nilai investasinya (nol). Dengan demikian nilai investasi tersebut belum dapat menunjukkan nilai investasi secara keseluruhan dalam perekonomian.
Oleh karena itu, simulasi kebijakan investasi dilakukan dengan
menggunakan pendekatan simulasi peningkatan produktivitas output sebagai dampak dari adanya peningkatan investasi. Produktivitas merupakan ukuran perubahan teknologi yang merupakan respon terhadap perubahan iklim ekonomi, dalam hal ini investasi. Nilai besaran produktivitas output diduga dari fungsi produksi output dimana produksi output tersebut merupakan fungsi dari tenaga kerja, investasi pemerintah dan investasi swasta.
Pendugaan fungsi dilakukan dengan menggunakan analisis ekonometrik
khususnya metode Ordinary Least Square (OLS). Data yang digunakan dalam menduga fungsi produksi adalah data PDRB dan data investasi pemerintah serta swasta menurut sektor PDRB dan menurut Provinsi tahun 2000. Data merupakan cross-section terdiri dari 30 Provinsi (tidak termasuk Provinsi Kepulauan Riau, Sulawesi Barat dan Irian Jaya Barat). Secara umum model persamaan fungsi produksi yang digunakan dalam menduga produktivitas adalah sebagai berikut: Ln Yn = a + b Ln TKYn + c Ln IDYn + d Ln ISYn + e
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
34
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor Dimana: n
=
nama sektor 1,2,.....,9.
Yn
=
Nilai output di sektor n
TKYn
=
Penyerapan tenaga kerja di sektor n
IDYn
=
Nilai investasi pemerintah di sektor n
ISYn
=
Nilai investasi swasta sektor n
Hipotesis: c, d > 0 ; dimana c dan d adalah koefisien parameter yang menunjukan produktivitas output dari adanya investasi. Secara lengkap hasil analisis ekonometrik ini dapat dilihat pada Lampiran 8. Nilai investasi pemerintah maupun swasta masing-masing provinsi yang diregresikan ke dalam model persamaan dapat dilihat pada Tabel 2.1. Data investasi pemerintah dan swasta yang tersedia, tidak secara detail menurut lapangan usaha seperti yang terdapat pada Tabel Input-Output, melainkan hanya terdisagregasi menurut sembilan sektor perekonomian
atau
berdasarkan
pada
PDRB
sektortal
yaitu
sektor
pertanian;
pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih; bangunan; perdagangan, hotel, dan restoran; transportasi dan komunikasi; keuangan; dan jasa-jasa seperti yang terlihat pada Tabel 2.2. Dengan demikian, pangsa investasi untuk masingmasing lapangan usaha dalam kajian ini (semuanya 33 lapangan usaha) diperoleh dengan mengasumsikan bahwa tidak ada perbedaan pangsa investasi diantara subsektor-subsektor yang tercakup dalam suatu sektor tertentu. Jadi nilai pangsa investasi untuk seluruh subsektor yang ada dalam sektor tertentu mempunyai nilai produktivitas yang sama dengan nilai produktivitas sektor yang bersangkutan seperti yang terlihat pada Tabel 2.3.
Nilai dan pangsa investasi tersebut merupakan data dasar yang
digunakan untuk melakukan shock atau simulasi.
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
35
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor Tabel. 2.1.
Nilai Investasi Pemerintah dan Swasta di Indonesia dalam Tahun 2000 dalam Millar Rupiah
Provinsi
Pertanian Pemerintah
NAD
Pertambangan
Swasta
Industri Pengolahan
Pemerintah Swasta Pemerintah
Listirk Gas dan Air
Swasta
Bangunan
Dagang, Htl & Rest
Pengangkutan
Pemerintah Swasta Pemerintah Swasta Pemerintah Swasta Pemerintah
Swasta
Lembaga Keuangan
Jasa - Jasa
Pemerintah Swasta Pemerintah
Swasta
84.49
56.51
1.19
10.64
0.34
1059.80
20.42
1.26
369.21
0.78
20.06
5.61
128.33
31.04
0.22
3.35
170.59
14.71
Sumatera Utara
105.81
27.96
0.61
5.26
0.43
524.40
210.77
0.62
154.83
0.39
7.82
2.78
94.36
15.36
0.04
1.66
91.89
7.28
Sumatera Barat
269.91
28.98
0.62
5.46
0.51
543.56
71.04
0.65
111.15
0.40
4.92
2.88
95.89
15.92
0.03
1.72
97.09
7.54
53.87 1612.45
0.31
303.48
0.37 30240.11
4.69
35.97
417.31
22.37
3.12
160.10
91.65
885.67
0.07
95.54
56.83
419.60
Riau Jambi
62.31
59.28
0.46
11.16
0.24
1111.82
7.34
1.32
95.23
0.82
1.92
5.89
45.96
32.56
0.05
3.51
39.52
15.43
171.92
2.75
0.38
0.52
0.28
51.66
601.82
0.06
145.89
0.04
4.52
0.27
145.77
1.51
0.01
0.16
76.33
0.72
1.59
0.48
0.00
0.09
0.00
8.95
1.54
0.01
44.95
0.01
0.00
0.05
0.04
0.26
0.00
0.03
34.69
0.12
Bengkulu
60.34
5.56
0.71
1.05
0.46
104.31
4.84
0.12
82.99
0.08
1.83
0.55
65.54
3.05
0.12
0.33
53.33
1.45
Lampung
365.81
11.65
0.42
2.19
0.74
218.46
8.88
0.26
107.37
0.16
3.74
1.16
93.90
6.40
0.05
0.69
59.39
3.03
1.59
232.11
0.00
43.69
0.00
4353.02
1.54
5.18
44.95
3.22
0.00
23.05
0.04
127.49
0.00
13.75
34.69
60.40
DKI Jakarta
434.67
168.00
34.47
31.62
113.15
3150.67
226.30
3.75
627.79
2.33
32.64
16.68
1344.77
92.28
2.73
9.95
4537.66
43.72
Jawa Barat
271.54
217.77
5.79
40.99
23.16
4084.15
40.08
4.86
372.29
3.02
2.28
21.62
1046.18
119.62
0.15
12.90
704.86
56.67
Jawa Tengah
250.34
73.42
2.84
13.82
8.67
1376.84
433.63
1.64
258.89
1.02
1.77
7.29
480.62
40.32
1.15
4.35
148.97
19.10
93.74
5.72
0.29
1.08
0.95
107.26
8.98
0.13
73.36
0.08
0.39
0.57
49.11
3.14
0.03
0.34
252.10
1.49
467.13
133.59
0.00
25.14
0.71
2505.32
239.18
2.98
301.79
1.85
12.66
13.26
264.12
73.38
0.34
7.92
190.41
34.76
Sumatera Selatan Bangka Belitung
Banten
DI Yogya Jawa Timur Kalimantan Barat
56.10
1.27
1.01
0.24
0.35
23.82
9.36
0.03
155.16
0.02
2.20
0.13
62.58
0.70
0.03
0.08
57.21
0.33
Kalimantan Tengah
43.29
68.06
0.88
12.81
0.26
1276.39
1.70
1.52
130.26
0.94
1.75
6.76
87.21
37.38
0.02
4.03
39.55
17.71
Kalimantan Selatan
65.30
148.83
1.30
28.01
0.22
2791.20
10.83
3.32
118.52
2.07
3.46
14.78
75.13
81.75
0.04
8.82
77.80
38.73
Kalimantan Timur
38.05
59.83
0.63
11.26
0.35
1122.12
226.07
1.33
283.95
0.83
2.28
5.94
112.08
32.86
0.05
3.55
145.18
15.57
Sulawesi Utara
35.54
71.01
0.47
13.37
0.23
1331.81
9.94
1.58
106.25
0.99
2.27
7.05
190.54
39.01
0.03
4.21
73.83
18.48 0.00
Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan
1.59
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
1.54
0.00
44.95
0.00
0.00
0.00
0.04
0.00
0.00
0.00
34.69
78.10
13.01
0.28
2.45
0.16
244.07
12.45
0.29
120.41
0.18
1.05
1.29
84.48
7.15
0.14
0.77
59.75
3.39
380.68 1432.56
0.34
269.62
0.61 26866.32
260.44
31.96
254.74
19.88
5.89
142.24
188.16
786.86
0.03
84.88
86.53
372.78 2.07
Sulawesi Tenggara
70.71
7.97
0.08
1.50
0.15
149.43
3.85
0.18
145.43
0.11
1.30
0.79
79.14
4.38
0.02
0.47
64.59
Bali
24.82
2.82
0.04
0.53
0.16
52.82
17.33
0.06
211.74
0.04
0.44
0.28
278.23
1.55
0.18
0.17
50.99
0.73
NTB
192.63
39.00
0.65
7.34
0.16
731.40
0.48
0.87
130.26
0.54
4.14
3.87
32.67
21.42
0.08
2.31
54.80
10.15
NTT
164.51
0.07
0.24
0.01
0.20
1.34
8.54
0.00
232.60
0.00
2.91
0.01
65.62
0.04
0.12
0.00
65.71
0.02
23.94
0.00
0.00
0.00
0.02
0.00
0.21
0.00
58.91
0.00
0.86
0.00
37.75
0.00
0.02
0.00
29.07
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
68.52
2.03
0.55
0.38
0.27
38.05
30.74
0.05
365.10
0.03
4.39
0.20
142.20
1.11
0.04
0.12
72.39
0.53
3938.82 4482.69
54.53
843.71
153.15 84069.10
2474.50
100.00
5566.30
62.20
130.59
445.10
5382.13 2462.21
5.76
265.61
Maluku Maluku Utara Papua Total
7460.45 1166.51
Tabel 2.2. Nilai dan Pangsa Investasi Pemerintah dan Swasta Tahun 2000 menurut Sektor dalam Milyar Rupiah Sektor
Pemerintah Nilai
Pertanian
Swasta
Share
Nilai
Total
Share
Nilai
Share
3938.82
0.47
4482.69
0.53
8421.51
54.53
0.06
843.71
0.94
898.24
1.00
153.15
0.00
84069.10
1.00
84222.25
1.00
Listrik Gas & Air Bersih
2474.50
0.96
100.00
0.04
2574.50
1.00
Bangunan
5566.30
0.99
62.20
0.01
5628.50
1.00
130.59
0.23
445.10
0.77
575.69
1.00
5382.13
0.69
2462.21
0.31
7844.34
1.00
5.76
0.02
265.61
0.98
271.37
1.00
7460.45
0.86
1166.51
0.14
8626.96
1.00
Pertambangan Industri Pengolahan
Perdagangan Hotel dan Restoran Pengangkutan Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa - Jasa
1.00
Tabel 2.3. Pangsa Investasi Pemerintah dan Swasta terhadap Total Investasi di MasingMasing Sektor Tahun 2000 (persen) No
Sektor
Share Pemerintah
Swasta
0.46770966215
0.53229033785
1
Padi
2
Tanaman bhn makanan lain
0.46770966215
0.53229033785
3
Kelapa sawit
0.46770966215
0.53229033785
4
Tanaman perkebunan
0.46770966215
0.53229033785
5
Peternakan dan hasilnya
0.46770966215
0.53229033785
6
Kehutanan
0.46770966215
0.53229033785
7
Perikanan
0.46770966215
0.53229033785
8
Pertambangan batu bara, biji logam dan lainnya
0.06071074308
0.93928925692
9
Pertambangan minyak, gas dan panas bumi
0.06071074308
0.93928925692
Industri makanan minuman dan tembakau
0.00181837939
0.93928925692
10
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
36
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor
No
Sektor
Share Pemerintah
Swasta
0.00181837939
0.93928925692
11
Ikan Olahan
12
minyak sawit
0.00181837939
0.93928925692
13
Industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki
0.00181837939
0.93928925692
14
Industri barang dari kayu,hasil hutan lainnya
0.00181837939
0.93928925692
15
Industri kertas dan barang dari cetakan
0.00181837939
0.93928925692
16
Industri pupuk, kimia,brg karet,mineral non logam
0.00181837939
0.93928925692
17
Pengilangan minyak bumi
0.00181837939
0.93928925692
18
Industri semen
0.00181837939
0.93928925692
19
Industri dasar besi,baja,logam dasar bukan besi
0.00181837939
0.93928925692
20
Industri barang dari logam
0.00181837939
0.93928925692
21
Industri alat angkutan, mesin dan peralatannya
0.00181837939
0.93928925692
22
Industri lainnya
0.00181837939
0.93928925692
23
Listrik, gas dan air bersih
0.96115747614
0.03884252386
24
Bangunan
0.98894909245
0.01105090755
25
Perdagangan
0.22683680542
0.77316319458
26
Hotel dan Restoran
0.22683680542
0.77316319458
27
Angkutan darat
0.68611639907
0.31388360093
28
Angkutan Air
0.68611639907
0.31388360093
29
Angkutan Udara
0.68611639907
0.31388360093
30
Komunikasi
0.68611639907
0.31388360093
31
Lembaga keuangan
0.02121841927
0.97878158073
32
Pemerintahan umum dan pertahanan
0.86478311293
0.13521688707
33
Jasa-jasa lainnya
0.86478311293
0.13521688707
Shock atau besaran simulasi pada masing-masing agregasi sektor terhadap model terlihat pada Tabel 2.4. Besaran shock pada model tersebut dicari dengan mengalikan besaran produktivitas output atau koefisien parameter investasi (pemerintah atau swasta) dengan share rata-rata investasi pemerintah atau swasta terhadap total investasi di masing-masing sektor. Jika diasumsikan nilai dari produktivitas per tahun sama sampai sepuluh tahun ke depan, maka nilainya tersebut dikalikan dengan 10 (sepuluh). Besaran shock pada Tabel 2.4 yang dimasukkan ke dalam model sebagai guncangan pada variabel eksogen a1tot (Shifter for "exogenous" productivity rule). Koefisien parameter yang menunjukkan besarnya produktivitas modal dan besarnya shock pada masingmasing sektor terlihat pada Tabel 4.4. Mengingat model yang digunakan merupakan model recursive dynamic, maka dampak kebijakan dari tahun ke tahun dapat tertangkap dari model. Dalam kajian ini simulasi kebijakan dianalisis dalam 10 tahun ke depan. Tabel 2.4. Besaran Shock Investasi Pemerintah dan Investasi Swasta, Pendekatan Produktivitas Output No
Sektor
Koefisien Parameter Pemerintah
Swasta
Shock Pemerintah
Swasta
1
Padi
1.327304
0.016722
6.2079291
0.0890096
2
Tanaman bhn makanan lain
1.327304
0.016722
6.2079291
0.0890096
3
Kelapa sawit
1.327304
0.016722
6.2079291
0.0890096
4
Tanaman perkebunan
1.327304
0.016722
6.2079291
0.0890096
5
Peternakan dan hasilnya
1.327304
0.016722
6.2079291
0.0890096
6
Kehutanan
1.327304
0.016722
6.2079291
0.0890096
7
Perikanan
1.327304
0.016722
6.2079291
0.0890096
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
37
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor
No
Sektor
Koefisien Parameter Pemerintah
Swasta
Shock Pemerintah
Swasta 3.5393452
8
Pertambangan batu bara, biji logam dan lainnya
0.155791
0.376811
0.0945819
9
Pertambangan minyak, gas dan panas bumi
0.155791
0.125485
0.0945819
3.5393452
Industri makanan minuman dan tembakau
0.092898
0.125485
0.0016892
1.2525682
10 11
Ikan Olahan
0.092898
0.125485
0.0016892
1.2525682
12
minyak sawit
0.092898
0.125485
0.0016892
1.2525682
13
Industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki
0.092898
0.125485
0.0016892
1.2525682
14
Industri barang dari kayu,hasil hutan lainnya
0.092898
0.125485
0.0016892
1.2525682
15
Industri kertas dan barang dari cetakan
0.092898
0.125485
0.0016892
1.2525682
16
Industri pupuk, kimia,brg karet,mineral non logam
0.092898
0.125485
0.0016892
1.2525682
17
Pengilangan minyak bumi
0.092898
0.125485
0.0016892
1.2525682
18
Industri semen
0.092898
0.125485
0.0016892
1.2525682
19
Industri dasar besi,baja,logam dasar bukan besi
0.092898
0.125485
0.0016892
1.2525682
20
Industri barang dari logam
0.092898
0.125485
0.0016892
1.2525682
21
Industri alat angkutan, mesin dan peralatannya
0.092898
0.125485
0.0016892
1.2525682
22
Industri lainnya
0.092898
0.125485
0.0016892
1.2525682
23
Listrik, gas dan air bersih
0.286488
0.253941
2.7536008
0.0986371
24
Bangunan
0.739620
0.018254
7.3144653
0.0020172
25
Perdagangan
0.295462
0.150010
0.6702166
1.1598221
26
Hotel dan Restoran
0.295462
0.150010
0.6702166
1.1598221
27
Angkutan darat
0.206827
0.032190
1.4190740
0.1010391
28
Angkutan Air
0.206827
0.032190
1.4190740
0.1010391
29
Angkutan Udara
0.206827
0.032190
1.4190740
0.1010391
30
Komunikasi
0.206827
0.032190
1.4190740
0.1010391
31
Lembaga keuangan
0.566409
0.053485
0.1201830
0.5235013
32
Pemerintahan umum dan pertahanan
0.312292
0.013382
2.7006485
0.0180947
0.312292
0.013382
2.7006485
0.0180947
33 Jasa-jasa lainnya Sumber: Koefisien Paremeter di estimasi dengan OLS.
ZY
Direktorat Kewilayahan I, Bappenas
38