BAB II PENGATURAN IZIN KEPARIWISATAAN
D. Pengertian Perizinan dan Kepariwisataan Menurut Utrecht, bilamana pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret,maka perbuatan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning). 16 Izin (vergunning) adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undangundang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Izin dapat juga diartikan sebagai dispensasi atau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan. 17 Sjachran Basah, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.18 Menurut ahli hukum belanda N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, izin merupakan suatu persetujuan dan penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundangan (izin dalam arti sempit).19
16
Adrain Sutedi, Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Jakarta, 2010, hal.
167. 17
Sjachran Basah, disunting Adrian Sutedi, Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Jakarta,2011, hal. 168. 18 Ibid, hal 170 19 N.m.Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, disunting Helmi, 2010. Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Jakarta, hlm. 77.
16
Universitas Sumatera Utara
Dari beberapa pendapat di atas perizinan dapat disimpulkan bahwa perizinan merupakan persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperuraikan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang. Berdasarkan pendapat para pakar, dapat disebutkan bahwa izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur dan persyaratan tertentu. Dari pengertian ini ada beberapa unsur dalam perizinan, yaitu sebagai berikut: 20 1. Instrumen Yuridis Negara hukum modern tugas, kewenangan pemerintah tidak hanya sekadar menjaga ketertiban dan keamanan (rust en orde), tetapi juga mengupayakan kesejahteraan umum (bestuurszorg). Tugas dan kewenangan pemerintah untuk menjaga ketertiban dan keamanan merupakan tugas klasik yang sampai kini masih tetap dipertahankan. Dalam rangka melaksanakan tugas ini kepada pemerintah diberikan wewenang dalam bidang pengaturan, yang dari fungsi pengaturan ini muncul beberapa instrument yuridis untuk menghadapi peristiwa individual dan konkret, yaitu dalam bentuk ketetapan. Salah satu wujud dari ketetapan ini adalah izin. Berdasarkan jenis-jenis ketetapan, izin termasuk sebagai ketetapan yang bersifat konstitutif, yakni ketetapan yang ,menimbulkan hak baru yang sebelumnya tidak dimiliki oleh seseorang yang namanya tercantum dalam ketetapan itu. Dengan demikian, izin merupakan instrumen yuridis dalam bentuk ketetapan yang bersifat konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau menetapkan peristiwa konkret.
20
Ridwan HR,, Hukum Administrasi Negara, Jakarta,2010, hal. 210
Universitas Sumatera Utara
b. Peraturan Perundang-undangan Salah satu prinsip dalam negara hukum adalah welmatigheid van bestuur atau pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, setiap tindakan hukum pemerintah, baik dalam menjalankan fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan, harus didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. c. Organ Pemerintah Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintah baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah. Menurut Sjachran Basah, dari penulusuran pelbagai ketentuan penyelenggaraan pemerintahan dapat diketahui bahwa mulai dari administrasi negara tertinggi (Presiden) sampai dengan administrasi negara terendah (Lurah) berwenang memberikan izin. Ini berarti terdapat aneka ragam administrasi negara (termasuk instansinya) pemberi izin, yang didasarkan pada jabatan yang dijabatnya baik tingkat pusat maupun daerah. d. Peristiwa Konkret Disebutkan bahwa izin merupakan instrumen yuridis yang berbentuk ketetapan, yang digunakan oleh pemerintah dalam menghadapi peristiwa konkret dan individual. Peristiwa konkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu, temapt tertentu, dan fakta hukum tertentu. Karena peristiwa konkret ini beragam, sejalan dengan keragaman perkembangan masyarakat, izin pun memiliki berbagai keragaman. Izin yang jenisnya beragam itu dibuat dalam proses yang cara prosedurnya tergantung dari kewenangan pemberi izin, macam izin dan struktur organisasi instansi yang menerbitkannya.
Universitas Sumatera Utara
e. Prosedur dan Persyaratan Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Di samping harus menempuh prosedur tertentu, pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atau pemberi izin. Prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda tergantung jenis izin, tujuan izin, dan instansi pemberi izin. Secara etimologis pariwisata berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua kata yaitu “Pari” dan “Wisata”. Pari berarti berulang-ulang, berkali-kali atau berputar-putar, sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian, jadi pariwisata berarti perjalanan yang dilakukan secara berputarputar, berulang-ulang atau berkalikali. 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Sedangkan wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. 22 Pariwisata adalah keseluruhan kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk mengatur, mengurus dan melayani kebutuhan wisatawan.
21
Andi Meegie Senna, Analisis Potensi Pariwisata Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Kota Palopo, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar 2014, hal 24 22 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, Pasal 1 angka 4
Universitas Sumatera Utara
Pariwisata merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara perorangan maupun kelompok di dalam wilayah negara lain. Kegiatan tersebut menggunakan kemudahan, jasa dan faktor penunjang lainnya yang diadakan oleh pemerintah dan atau masyarakat, agar dapat mewujudkan keinginan wisatawan. Menurt Ensiklopede Nasional Indonesia Jilid 12 bahwa pariwisata adalah kegiatan perjalanan seseorang atau seerombongan orang dari tempat tinggal asalnya ke suatu tempat di kota lain atau di negara lain dalam jangka waktu tertentu. Tujuan perjalanan dapat bersifat pelancongan, bisnis, keperluan ilmiah, bagian kegiatan agama, muhibah atau juga silahturahim. Pariwisata adalah suatu fenomena kebudayaan global yang dapat dipandang sebagai suatu sistem. Dalam model yang dikemukakan oleh Leiper, pariwisata terdiri atas tiga komponen yaitu wisatawan (tourist), elemen geografi (geographical elements) dan industri pariwisata (tourism industry). Menurut Ridwan izin merupakan istrumen yuridis yang digunakan oleh pemerinta untuk mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkannya guna mencapai suatu tujuan konret. 23 Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak instrument hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat yang adil dan makmur. Hal ini berarti lewat izin dapat diketahui bagaimana gambaran masyarakat adil dan makmur itu terwujud. Ketentuan tentang perizinan mempunyai fungsi yaitu fungsi penertiban dan sebagai fungsi pengatur. Sebagai fungsi penertib dimaksudkan agar izin atau setiap izin atau tempat – tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan masyarakat 23
H.R. Ridwan. Op.Cit, hal 78
Universitas Sumatera Utara
lainnya tidak bertentangan satu sama lain sehingga ketertiban dalam setiap segi kehidupan masyarakat dapat terwujud. Sebagai fungsi pengaturan dimaksudkan agar perizinan yang ada dapat dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya, sehingga terdapat penyalahgunaan izin yang telah diberikan dengan kata lain fungsi pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi yang dimiliki oleh pemerintah. 1. Instrunmen rekayasa pembangunan Pemerintah dapat membuat regulasi dan keputusan yang memberikan insentif bagi pertumbuhan social ekonomi. Demikian juga sebaliknya regulasi dan keutusan tersebut dapat juga menjadi penghambat (sekaligus sumber korupsi) bagi pembangunan. Perizinan adalah instrument yang manfaatnya ditentukan oleh tujuan dan prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah. Jika perizinan hanya dimaksudkan untuk income daerah, maka hal ini tentu akan memberikan dampak negative (disensif) bagi pembangunan. Pada sisi yang lain jika prosedur perizinan dilakukan dengan cara – cara yang tidak transparan, tidak ada kepastian hukum, berbelit – belit, dan hanya bisa dilakukan dengan cara menjadi penghambat bagi pertumbuhan social, ekonomi daerah. Dengan demikian, baik buruknya tercapai atau tidaknya tujuan perizinan akan sangat ditentukan oleh prosedur yang ditetapkan dan dilaksanakan. Semakin mudah, cepat dan transparan prosedur pemberian perizinan, maka semakin tinggi potensi perizinan menjadi instrume rekayasa pembangunan.
Universitas Sumatera Utara
2. Budgtering Perizinan mempunyai fungsi keuangan (budgetering), yaitu menjadi sumber pendapatan bagi Negara. Pemberian lisensi dan izin kepada masyarakat dilakukan dengan kontrapresasi berupa retribusi perizinan. Karena Negara mendapatkan kedaulatan dari rakyat, maka retribusi perizinan hanya bisa dilakukan melalui peraturan peundang – undangan. Dalam hal ini dianut prinsip no. taxation without the law. Penarikan retribusi perizinan hanya dibenarkan jika ada dasar hukum, yaitu undang – undang dan atau peraturan daerah. Hal ini untuk menjamin bahwa hak – hak dasar masyarakat untuk menjamin bahwa hak – hak dasar mayarakat untuk mendapatkan pelayanan dari pemerintah tidak terlukai karena penarikan retribusi perizinan yang sewenang – wenang dan tidak memiliki dasar hukum. Pada sisi lainya, jika secara imperative melalui peraturan perundang – undangan pemerinta telah memperoleh mandat untuk menarik retribusi perizinan, maka masyaarkat juga tidak boleh menghidar untuk membayarnya. Hal itu karena retribusi perizinan juga menjadi sumner pendapatan yang membiayai pelayanan – pelayanan
perizinan
lainnya
yang
harus
diberika
pemerintah
kepada
masayarkatnya. Meskipun demikian, pemerintah harus memperhatikan aspek keberlangsungan dan kelestraian daya dukung pembangunan, serta pertumbuhan social ekonomi. Penetapan tariff retrubusi perizinan tidak boleh elebihi
Universitas Sumatera Utara
kemampuan masyarakat untuk membayarnya. Sebaiknya, untuk beberapa aspek strategis yang terkait dengan daya dukung lingkungan dalam pembangunan, tariff retribusi perizinan tidak boleh juga terlalu murah dan mudah yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan menurunya daya dukung dan kelestarian lingkungan. 3. Reguleren Perizinan memiliki fungsi pengatiuran (reguleren), yait menjadi instrument pengaturan tindakan dan perilaku masyarakat. Sebagaimana dalam prinsip pemungutan pajak, maka perizinan dapat mengatur pilhan – pilihan tindakan dan perilaku
masyarakat.
Jika
perizinan
terkait
dengan
pengaturan
untuk
pengo\elolaan sumber daya alam, lingkungan, tata ruang dan aspek strategis lainnya, maka prosedur dan syarat harus ditetapkan melalui peraturan perundang – undangan, harus pula terkait dengan pertimbangan – pertimbangan strategis tersebut. Dengan demikian, harus ada keterkaitan antara pemberian perizinan dengan syarat – syarat yang ditetapkan. Disamping itu pula penetapan tariff terhadap perizinan harus memperhatikan tujuan dari fungsi pengaturan yang akan dicapai oleh perizinan tersebut. Menurut Prajudi Atmosudirjo yang dikutip oleh Ridwan, berkenan dengan fungsi – fungsi hukum modern, izin diletakkan dalam fungsi menertibkan masyarakat.24
24
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Adapun mengenai tujuan perizinan, hal ini bergantung pada kenyataan konkret yang dihadapi. Keragaman peristiwa konkret menyebabkan keragaman pula dari tujuan izin, yang secara umum dapat disebutkan sebagai berikut : a. Keinginan mengarahkan (mengendalikan) aktivitas – aktivitas tertentu. b. Izin mencegah bahaya bagi lingkungan. c. Keinginan melindungi objek – objkek tertentu. d. Izin hendak membagi benda – benda yang sidikit. e. Izin memberikan pengarahan dengan menyeleksi orang – orang dan aktivitas – aktivitas, dimana pengurus harus memenuhi syarat – syarat tertentu. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah daerah, dan pengusaha25 Kepariwisataan adalah suatu sistem yang mengikutsertakan berbagai pihak dalam keterpaduan kaitan fungsional yang serasi, yang mendorong berlangsungnya dinamika fenomina mobilitas manusia tua-muda, pria-wanita, ekonomi kuat-lemah, sebagai pendukung suatu tempat untuk melaksanakan perjalanan sementara waktu secara sendiri atau berkelompok, menuju tempat lain di dalam negeri atau diluar negeri dengan menggunakan teransportasi darat, laut dan udara.26
25
Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kepariwisataan, Pasal 1
angka 12 26
Trilolorin Sitorus, Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Medan, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan 2013, hal 25
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan definsi di atas dapat disimpulkan bahwa kepariwisataan adalah gejala-gejala yang menyangkut lalu lintas manusia, berikut barang bawaannya, yang melakukan perjalanan untuk tujuan apa pun sepanjang tidak untuk maksudmaksud menetap serta memangku suatu jabatan dengan memperoleh upah dari tempat yang dikunjunginya. Adapun asas, fungsi, tujuan kepariwsataan menurut Undang-Undang 10 Tahun 2009 sebagai berikut: 1. Asas manfaat, asas kekeluargaan, asas adil dan merata, asas keseimbangan, asas kemandirian, asas kelestarian, asas partisipatif, asas berkelanjutan, asas demokratis, asas kesetaraan, asas kesatuan. 2. Fungsi kepariwisataan adalah memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. 3. Tujuan kepariwisataan meliputi: a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi b. Meningkatkan kesejahteraan rakyat c. Menghapus kemiskinan d. Mengatasi pengangguran e. Melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya f. Memajukan kebudayaan g. Mengangkat citra bangsa h. Memupuk rasa cinta tanah air i. Memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa
Universitas Sumatera Utara
j. Memperat persahabatan antar bangsa Beberapa jenis- jenis pariwisata :27 1. Wisata Agro ; ragam pariwisata baru yang dikaitkan dengan industri pertanian, misalnya wisata durian pada saat musim durian, atau wisata tani, yakni para wisatawan turun terjun aktif menanam padi dan memandikan kerbau di sungai. 2. Wisata Belanja ; dilakukan karena kekhasan barang yang ditawarkan atau bagian dari jenis pariwisata lain. 3. Wisata Budaya ; berkaitan dengan ritual budaya yang sudah menjadi tradisi misalnya mudik lebaran setahun sekali atau ada peristiwa budaya yang digelar pada saat-saat tertentu. 4. Wisata Iklim ; bagi negara beriklim empat, pada saat tertentu benar-benar dilakukan untuk melakukan perjalanan mengunjungi tempat-tempat lain hanya untuk „berburu‟ panas sinar matahari. Begitu juga untuk masyarakat tropis seperti Indonesia, penduduk kota pantai berwisata ke pegunungan dan sebaliknya. 5. Wisata Karya ; jenis pariwisata yang para wisatawannya berkunjung dengan maksud dinas atau tugas-tugas lain, misalnya : peninjauan/inspeksi daerah, sigi lapangan. 6. Wisata Kesehatan ; berhubungan dengan maksud penyembuhan suatu penyakit.
27
Warpani P. Suwarjoko, Warpani P. Indira, pariwisata dalam tata ruang wilayah, ITB Bandung, 2007, hal.13.
Universitas Sumatera Utara
7. Wisata Konvensi atau Seminar ; dilakukan dengan sengaja memilih salah satu DTW sebagai tempat penyelenggaraan seminar dikaitkan dengan upaya pengembangan DTW yang bersangkutan. 8. Wisata Niaga; berkaitan dengan kegiatan perniagaan (usaha perdagangan). Wisatawan datang karena ada urusan perniagaan di tempat tersebut, misalnya mata niaga atau tempat perundingan niaga ada disana. 9. Wisata Olahraga ; yakni mengunjungi peristiwa penting di dunia olahraga, misalnya pertandingan perebutan kejuaraan, Pekan Olahraga Nasional, Asean Games, Olimpiade, atau sekedar pertandingan persahabatan. 10. Wisata Pelancongan/Pesiar/Pelesir/Rekreasi ; dilakukan untuk berlibur, mencari suasana baru, memuaskan rasa ingin tahu, melihat sesuatu yang baru, menikmati keindahan alam, melepaskan ketegangan (lepas dari kesibukan kerja rutin). 11. Wisata Petualangan ; dilakukan lebih ke arah olahraga yang sifatnya menantang kekuatan fisik dan mental para wisatawan. 12. Wisata Ziarah ; dalam katan dengan agama dan budaya. Mengunjungi tempat ibadah atau tempat ziarah pada waktu tertentu, misalnya : waisak di kompleks candi borobudur – magelang, menyepi di pantai parangkusumo – yogyakarta, mengunjungi tempat yang dianggap keramat, ziarah ke makam tokoh-tokoh masyarakat atau pahlawan bangsa. 13. Darmawisata; perjalanan beramai-ramai untuk bersenang-senang, atau berkaitan dengan pelaksanaan darma di luar ruangan, atau ekskursi; atau
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan pengabdian kepada masyarakat di luar waktu kerja seharihari. 14. Widiawisata (pendidikan); perjalanan ke luar (daerah, kampung) dalam rangka kunjungan studi; dilakukan untuk mempelajari seni budaya rakyat, mengunjungi dan meneliti cagar alam dan atau budaya atau untuk kepentingan ilmu selama waktu tertentu.
E. Objek dan Subjek Pajak Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung bisa ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.28 Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.29 Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut: Iuran dari rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. 28 29
Waluyo, 2008. Perpajakan Indonesia. Yogyakarta : Tiga Serangkai., hal 2 Mardiasmo. Perpajakan. Yogyakarta: Andi,2011, hal 1
Universitas Sumatera Utara
Pasal 16 (1) Kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1)
huruf
b
merupakan
usaha
pariwisata
yang
kegiatannya
diselenggarakan oleh setiap orang atau badan usaha untuk membangun dan/atau mengelola kawasan dengan luas tertentu serta untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. (2) Kawasan
pariwisata
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1),
meliputi: a.
Penggunaan lahan yang telah dilengkapi dengan prasarana sebagai tempat untuk menyelenggarakan usaha pariwisata dan fasilitas pendukung lainnya; dan
b.
Penyediaan bangunan untuk menunjang kegiatan pariwisata di dalam kawasan pariwisata; dan
(3) Kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Walikota. Pasal 17 (1) Jasa transportasi wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c merupakan usaha pariwisata khusus yang menyediakan angkutan untuk kebutuhan dan kegiatan pariwisata, bukan angkutan transportasi regular/umum.
Universitas Sumatera Utara
(2) Jasa transportasi wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh setiap orang atau badan usaha dengan ciri: a. mengangkut wisatawan atau rombongan; dan b. merupakan pelayanan angkutan dari dan menuju daerah tujuan wisata atau tempat lainya. Pasal 18 (1) Jasa perjalanan wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf d meliputi: a. usaha penyelenggaraan biro perjalanan wisata; b. usaha agen perjalanan wisata; dan c. usaha jasa perjalanan wisata lainnya yang ditetapkan oleh Walikota. (2) Usaha biro perjalanan wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan usaha penyediaan jasa perencanaan perjalanan dan/atau jasa pelayanan dan penyelenggaraan pariwisata, termasuk penyelenggaraan perjalanan ibadah. (3) Usaha agen perjalanan wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan usaha jasa pemesanan sarana, yang meliputi pemesanan tiket dan pemesanan akomodasi serta pengurusan dokumen perjalanan. (4) Usaha biro perjalanan wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan oleh badan usaha yang berbadan hukum.
Universitas Sumatera Utara
(5) Usaha agen perjalanan wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (3) usaha yang diselenggarakan oleh setiap orang atau badan usaha. Pasal 19 (1)
Jasa makanan dan minuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf e merupakan usaha penyediaan makanan dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan dan/atau penyajiannya.
(2)
Usaha jasa makanan dan minuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. restoran; b. rumah makan; c. restoran waralaba; d. bar di Hotel berbintang 3, berbintang 4, dan berbintang 5; e. kafe; f. pusat penjualan makanan dan minuman; g. jasa boga; dan h. usaha jasa makanan dan minuman lainnya yang ditetapkan oleh Walikota.
(3) Restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan
Universitas Sumatera Utara
usaha penyediaan makanan dan minuman dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, dan penyajian di dalam 1 (satu) tempat yang tidak berpindah-pindah. (4)
Rumah makan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan usaha penyediaan makanan dan minuman dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses penyimpanan dan penyajian di dalam 1 (satu) tempat tetap yang tidak berpindahpindah.
(5)
Bar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d merupakan usaha penyediaan minuman beralkohol dan non alkohol dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan dan/atau
penyajiannya dalam 1 (satu) tempat tetap yang tidak
berpindah-pindah. (6)
Kafe sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e merupakan penyediaan makanan ringan dan minuman ringan dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan dan/atau penyajiannya dalam 1 (satu) tempat yang tidak berpindah-pindah.
(7) Jasa boga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g merupakan usaha penyediaan makanan dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan dan penyajian, untuk disajikan di lokasi yang diinginkan oleh
Universitas Sumatera Utara
pemesan. (8)
Pusat penjualan makanan dan minuman merupakan usaha penyediaan tempat untuk restoran, rumah makan dan/atau kafe yang dilengkapi dengan meja dan kursi.
(9)
Usaha jasa makanan dan minuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh badan usaha berbadan hukum atau tidak berbadan hukum atau perseorangan.
(10) Usaha jasa makanan dan minuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf c, dan huruf d dapat menyelenggarakan hiburan atau kesenian yang dilakukan oleh artis baik dari dalam negeri maupun asing, dengan ketentuan wajib memperoleh rekomendasi pertunjukan dari Walikota. Pasal 20 Bar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf d, waktu operasional usahanya pukul 12.00 (dua belas) WIB sampai dengan pukul 02.00 (dua) WIB.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 21 Bar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf d, wajib mencantumkan pengumuman mengenai batasan usia pengunjung yang mudah dibaca/dilihat oleh umum. Pasal 22 (1) Penyediaan akomodasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf f merupakan usaha pariwisata yang menyediakan pelayanan penginapan untuk wisatawan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan pariwisata lainnya. (2) Penyediaan akomodasi
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
meliputi: a. hotel; b. bumi perkemahan; c. persinggahan karavan; d. vila; e. pondok wisata; f. wisma (guest house); g. motel; h. losmen;
Universitas Sumatera Utara
i. rumah kost; dan j. akomodasi lainnya yang ditetapkan Walikota. (3) Hotel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, meliputi: a. hotel bintang; dan b. hotel non bintang. (4) Hotel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan penyediaan akomodasi secara harian berupa kamar-kamar di dalam 1 (satu) bangunan, yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum, kegiatan hiburan serta fasilitas lainya. (5) Bumi perkemahan sebagaimana pada ayat (2) huruf b merupakan penyediaan akomodasi di alam terbuka dengan menggunakan tenda. (6) Persinggahan karavan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan penyediaan tempat untuk kendaraan yang dilengkapi fasilitas menginap di alam terbuka dapat dilengkapi dengan kendaraannya. (7) Vila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d merupakan penyediaan akomodasi berupa keseluruhan bangunan tunggal yang dapat dilengkapi dengan fasilitas, kegiatan hiburan serta fasilitas lainnya. (8) Pondok wisata sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(2)
huruf
e
Universitas Sumatera Utara
merupakan akomodasi berupa bangunan rumah tinggal yang dihuni oleh pemiliknya dan dimanfaatkan sebagian untuk disewakan dengan memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari pemiliknya. (9) Jenis usaha penyediaan akomodasi lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f meliputi: a. motel; b. rumah kos lebih dari 10 (sepuluh) kamar; dan c. jenis usaha lainnya yang ditetapkan Walikota. Pasal 23 (1) Penyediaan akomodasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf a diselenggarakan oleh badan usaha yang berbadan hukum. (2) Penyediaan akomodasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat diselenggara oleh badan usaha. (3) Penyediaan akomodasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf e dan ayat (9) huruf b diselenggarakan oleh setiap orang.
F. Pengaturan Hukum Izin Kepariwisataan Pelaksanaan pengurusan izin telah didesentralisasikan kepada Pemerintah Daerah, sehingga hambatan dan persoalan akan dirasakan oleh masing-masing
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah Daerah. Lamanya pengurusan izin, rumitnya prosedur perizinan, mahalnya biaya yang harus dipikul oleh pemohon izin, dan berbagai persoalan lain, termasuk setelah surat izin terbit yang sering dirasakan oleh masyarakat untuk membangun sektor usaha wisata di Kota Medan 1. Peraturan
Menteri
Kebudayaan
dan
Pariwisata Nomor PM.92/
HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Usaha Jasa Pramuwisata; 2. Peraturan
Menteri
Kebudayaan
NomorPM.93/HK.501/MKP/2010 Usaha
Jasa
Dan
tentang
Pariwisata
Tata Cara Pendaftaran
Penyelenggara Pertemuan, Perjalanan, Insentif,
Konferensi, Dan Pameran; 3. Peraturan
Menteri
Kebudayaan
PM.94/HK.501/MKP/2010
dan
Pariwisata
Nomor
tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha
Jasa Konsultan Pariwisata; 4. Peraturan
Menteri
Kebudayaan
dan
Pariwisata
Nomor
PM.95/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Informasi Pariwisata; 5. Peraturan
Menteri
Kebudayaan
PM.96/HK.501/MKP/2010
tentang
dan
Pariwisata
Nomor
Tata Cara Pendaftaran Usaha
Wisata Tirta; 6. Peraturan
Menteri
Kebudayaan
dan
Pariwisata
Nomor
PM
.97/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Spa; 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita
Negara
Republik
Universitas Sumatera Utara
Indonesia Tahun 2011 Nomor 694); 8. Peraturan Daerah Kota
Medan Nomor 2 Tahun 2009 tentang
Urusan Pemerintahan Kota Medan (Lembaran Daerah Kota Medan Tahun 2009 Nomor 2); 2. Peraturan
Daerah Kota Medan Nomor 13 Tahun 2011 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah Kota Medan Tahun 2011 Nomor 13); 3. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 tentang Keparwisataan.
Pengaturan izin usaha pariwisata berdasarkan peraturan daerah kota Medan No. 4 Tahun 2014 Tentang Kepariwisataan, Undang-Undang No. 19 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Daerah Kota Medan No. 4 Tahun 2014 Tentang Kepariwisatan
Universitas Sumatera Utara