BAB II MOTIVASI BELAJAR SISWA DAN KELUARGA BROKEN HOME A. Motivasi Belajar Siswa 1. Pengertian Motivasi Belajar a. Pengertian Motivasi Sardiman A. M mengutip pendapat Mc. Donald dalam bukunya yang berjudul “Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar”, bahwa motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan adanya tujuan. Dari pengertian yang diungkapkan Mc. Donald mengandung tiga elemen penting yaitu: 1) Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia. 2) Motivasi ditandai dengan munculnya rasa atau feeling afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia. 3) Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan, jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi yaitu tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang oleh adanya unsur lain yang tidak lain adalah tujuan. Selanjutnya tujuan ini akan menyangkut soal individu tersebut.1 Dari ketiga elemen di atas maka dapat dikatakan bahwa motivasi itu sebagai suatu hal yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan adanya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan terhubung dengan persoalan gejala kejiwaan, 1
Sardiman A. M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 73-74.
18
19
perasaan dan emosi untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu. Semua ini terdorong karena adanya tujuan, kebutuhan dan keinginan. b. Pengertian Belajar Belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku seseorang setelah mempelajari suatu objek (pengetahuan, sikap, atau ketrampilan) tertentu. Hal ini identik dengan pandangan Good dan Brophy dalam bukunya Hamzah B. Uno yang berjudul “Teori Motivasi dan Pengukurannya (Analisis di bidang Pengukurannya)”, yang menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses atau interaksi yang dilakukan seseorang dalam memperoleh sesuatu yang baru dalam bentuk perubahan prilaku sebagai hasil dari pengalaman itu sendiri (belajar).2 Perubahan itu tampak dalam penguasaan siswa dalam pola-pola tanggapan (respons) baru terhadap lingkungannya yang berupa ketrampilan (skill), kebiasaan (habit), sikap atau pendirian (attitude), kemampuan
(ability),
pengetahuan
(knowledge),
pemahaman
(understanding), emosi, apresiasi, jasmani dan etika atau budi pekerti, serta hubungan sosial. Menurut Winkel yang dikutip oleh Yatim Riyanto dalam bukunya yang berjudul Paradigma Baru Pembelajaran menyebutkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung 2
dalam
interaksi
aktif
dengan
lingkungan,
yang
Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan) cet. 4 (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), hlm. 15.
20
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap. Perubahan ini bersifat relatif konstan dan berbekas.3 c. Prinsip Belajar Menurut Prespektif Islam Prinsip penting yang berkenaan dengan proses pembelajaran yang digunakan al-Qur’an antara lain: 1) Motivasi Apabila ada motivasi kuat untuk meraih tujuan tertentu dan kondisi yang sesuai maka orang akan mencurahkan kesungguhannya untuk mempelajari metode-metode yang tepat untuk meraih tujuan tersebut. Al-Qur’an menggunakan cara dalam membangkitkan motivasi dengan menggunakan metode tarqib (rangsangan) dan tarhib (ancaman). 2) Perhatian Perhatian merupakan faktor penting dalam belajar misalnya dalam proses belajar mengajar ia akan dapat memahami informasiinformasi yang terdapat dalam pengajaran itu apabila seseorang memusatkan perhatian kepada penjelasan dari guru.4 d. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi mempunyai peran yang sangat penting dalam kegiatan belajar karena dengan adanya motivasi maka ada tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas anak dalam belajar. Motivasi 3 4
hlm. 17.
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 5. Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Qur’an (Bandung: Alfabeta, 2009),
21
yang dapat berperan disini bisa berupa hasrat yang ada dalam diri anak untuk kepentingan pribadinya maupun untuk membahagiakan orang tuanya.5 Untuk mengetahui batasan motivasi belajar, maka ada beberapa ciri-ciri motivasi yaitu: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Tekun menghadapi tugas Ulet menghadapi kesulitan Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah Lebih senang bekerja sendiri Dapat mempertahankan pendapatnya Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.6
Berdasarkan beberapa pengertian tentang motivasi dan belajar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar keseluruhan daya psikis dalam diri anak didik yang menimbulkan kegiatan belajar demi tercapainya suatu tujuan, dimana motivasi ini bila diberikan dengan tepat maka semakin berhasil pula pembelajaran tersebut.7 Jadi motivasi akan senantiasa menuntut intensitas usaha belajar bagi para anak didik. 2. Fungsi dan Peran Motivasi dalam Belajar Menurut Dimyati dan Mujdjiono ada beberapa fungsi motivasi dalam belajar untuk anak didik yaitu: a. Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses dan hasil akhir. b. Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar yang dibandingkan dengan teman sebaya. 5
Yatim Riyanto, op.cit., hlm. 73. Sardiman A. M., op.cit., hlm. 83. 7 Hamzah B. Uno, op.cit., hlm. 23. 6
22
c. Mengarahkan kegiatan belajar. d. Membesarkan semangat belajar. e. Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja, individu dilatih untuk menggunakan kekuatan sedemikian rupa sehingga dapat berhasil.8 Sedangkan Sardiman berpendapat ada tiga fungsi motivasi antara lain sebagai berikut: a. Mendorong manusia untuk berbuat Motivasi dalam hal ini merupakan penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. b. Menentukan arah perbuatan ke arah tujuan yang hendak dicapai Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya. c. Menyeleksi perbuatan Motivasi
menentukan
perbuatan-perbuatan
yang
harus
dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatanyang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.9 Proses belajar mengajar adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari perjalanan pendidikan seorang peserta didik, proses belajar akan sangat menentukan keberhasilan prestasi siswa dalam suatu sekolah. Dalam hal ini motivasi memegang peranan penting, sebab anak akan
8
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999),
9
Sardiman A. M., op.cit., hlm. 85.
hlm. 94.
23
menunjukkan perkembangannya ke arah yang positif apabila didukung oleh motivasi belajar yang mereka miliki. Ada beberapa peranan penting dari motivasi dalam belajar dan pembelajaran, antara lain: 10 a. Menentukan hal-hal yang dapat dijadikan penguat belajar. Motivasi dapat berperan dalam penguatan belajar apabila seorang anak yang belajar dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan pemecahan dan hanya dapat dipecahkan berkat bantuan hal-hal yang pernah dilaluinya. b. Memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai. Peran ini erat kaitannya dengan kemaknaan belajar, anak akan tertarik untuk belajar sesuatu jika yang dipelajarinya itu sedikitnya sudah dapat diketahui atau dinikmati manfaatnya bagi anak. c. Menentukan ketekunan belajar. Seorang yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil yang baik. Dalam hal ini tampak bahwa motivasi untuk belajar menyebabkan seseorang untuk tekun belajar. Sebaliknya apabila seseorang kurang atau tidak memiliki motivasi untuk belajar maka dia tidak akan bertahan lama dalam melaksanakan aktivitas belajar, dia akan mudah tergoda untuk mengerjakan hal lain diluar belajar.
10
Hamzah B. Uno, op.cit., hlm. 27.
24
3. Macam-macam Motivasi Belajar Berbicara tentang macam-macam motivasi maka pembagiannya dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yaitu sebagai berikut:11 a. Motivasi dilihat dari dasar Pembentukkannya. 1) Motif-motif Bawaan Motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir, jadi motif ini ada tanpa dipelajari. 2) Motif-motif yang dipelajari Motif yang dipelajari maksudnya motif yang timbul karena dipelajari, motif ini selalu diisyaratkan secara sosial sebab manusia hidup dalam lingkungan sosial dengan sesama manusia yang lain sehingga motivasi itu terbentuk. b. Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik 1) Motivasi Intrinsik Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Anak didik termotivasi untuk belajar semata-mata untuk menguasai nilai-nilai yang terkandung di dalam mata pelajaran, bukan karena keinginan lain seperti ingin mendapatkan pujian, nilai yang tinggi, atau hadiah dan sebagainya.12
11
Abdul Rahman Saleh, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 194. 12 Haryu Islamuddin, Psikologi Pendidikan, cet. 1 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 260-261.
25
Motivasi intrinsik juga merupakan kegiatan belajar dimulai dan diteruskan, berdasarkan penghayatan sesuatu kebutuhan dan dorongan yang secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Misalnya belajar karena ingin memecahkan suatu permasalahan, ingin mengetahui mekanisme sesuatu berdasarkan hukum dan rumus-rumus, atau ingin menjadi seseorang yang ahli dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu.Keinginan ini diwujudkan dalam upaya kesungguhan seseorang untuk mendapatkannya dengan usaha kegiatan
belajar,
melengkapi
catatan,
melengkapi
literatur,
melengkapi informasi, pembagian waktu belajar, dan keseriusannya dalam belajar.13 2) Motivasi Ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar.
14
motivasi ekstrinsik dalam
belajar merupakan kegiatan belajar yang tumbuh dari dorongan dan kebutuhan seseorang tidak secara mutlak berhubungan dengan kegiatan belajarnya sendiri. Beberapa bentuk motivasi belajar ekstrinsik menurut Winkel yang dikutip oleh Martinis Yamin, diantaranya adalah15 a) Belajar demi memenuhi kewajiban b) Belajar demi menghindari hukuman yang diancamkan 13
Martinis Yamin, Kiat Membelajarkan Siswa (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hlm.
228. 14 15
Haryu Islamuddin, Op.cit, hlm. 260-262. Martinis Yamin, Op.cit, hlm. 229.
26
c) Belajar demi memperoleh hadiah material yang disajikan d) Belajar demi meningkatkan gengsi e) Belajar demi memperoleh pujian dari orang yang penting, seperti orang tua dan guru f) Belajar demi tuntutan jabatan yang ingin dipegang atau demi memenuhi persyaratan kenaikan pangkat/ golongan administratif.
4. Teori Motivasi dan Teori Belajar a. Teori Motivasi 1) Teori Harapan Victor H. Vroom yang mengemukakan teori harapan dan dikutip oleh Westy Soemanto dalam bukunya Psikologi Pendidikan. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya.16 2) Teori Kebutuhan untuk Mencapai Prestasi Mc Clelland yang mengutarakan teori kebutuhan untuk mencapai prestasi (Need for Acievement) yang dikutip oleh Wiji Suwarno dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, menyatakan bahwa motivasi berdeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Kebutuhan akan prestasi tersebut dirumuskan sebagai keinginan untuk mencapai performa puncak untuk diri sendiri, mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain dan meningkatka kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.17
3) Field Theory Teori ini dipaparkan oleh Kurt Lewin yang juga dikutip oleh Wiji Suwarno, menerangkan bahwa hadiah dan hukuman merupakan
16 17
Westy Soemanto, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990), hlm. 199. Wiji Suwarno, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2006), hlm. 71.
27
sarana motivasi yang efektif untuk mendorong siswa melakukan belajar, tetapi dalam penggunaannya memerlukan pengawasan.18 b. Teori Belajar 1) Teori Trial and Error dari Conectionisme Thorndike Menurut Thorndike bentuk paling dasar dari proses belajar adalah trial and error learning (belajar dengan uji coba), atau yang disebutnya sebagai selecting and connecting (pemilihan dan pengaitan). Thorndike menyimpulkan bahwa belajar bersifat incremental (bertahap), bukan insightful (langsung ke pengertian). Dengan kata lain, belajar dilakukan dalam langkah-langkah kecil yang
sistematis,
bukan
langsung
melompat
ke
pengertian
mendalam.19 2) Teori Classical Conditioning dari Ivan Pavlov Ivan Pavlov mengemukakan pendapatnya mengenai teori Classical Conditioning yang dikutip oleh Wiji Suwarno, bahwa belajar akan terjadi apabila ada interaksi antara organisme dengan lingkungan sehingga membuat perubahan pada organisme tersebut, hal ini dilakukan dengan pembentukan pembiasaan.20 Setiap kejadian di lingkungan berhubungan dengan beberapa titik otak dan saat kejadian itu dialami, ia cenderung menggairahkan atau
18
Ibid., hlm. 68. B.R. Hergenhahn & Mattehew H. Olson, Theories of Learning, (terjemahan oleh Tri Wibowo), Ed. 7, Cet. 3 (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 60-62. 20 Wiji Suwarno, Op.cit., hlm. 63-64. 19
28
menghambat aktivitas otak. Jadi, otak terus-menerus dirangsang atau dihambat, tergantung pada apa yang dialami oleh organisme.21 3) Teori Belajar dari Piaget Manusia sejak lahir sudah berada dalam lingkungan fisik dan sosial yang memengaruhinya. Masyarakat, dalam satu pengertian, lebih dari sekedar lingkungan fisik, dan lingkungan sosial bisa mengubah struktur dasar individu, sebab ia bukan hanya memaksa individu untuk mengenali fakta, tetapi juga memberinya sistem tanda yang sudah siap, yang akan memodifikasi pemikirannya, lingkungan sosial memberinya nilai-nilai baru dan menetapkan serangkaian kewajiban kepadanya.22 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi Belajar Siswa a. Faktor Internal Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi motivasi belajar individu. Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan biologis serta faktor psikologis. 1) Faktor Fisiologis dan Biologis23 a) Keadaan tonus jasmani Keadaan tonus jasmani sangat mempengaruhi aktivitas belajar anak. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan 21
B.R. Hergenhahn & Mattehew H. Olson, Op. cit., hlm. 189. Ibid., hlm. 321. 23 Eka Putra. “Faktor Pendorong dan Penghambat Siswa Belajar”. http://ekapoetracaniago.blogspot.com/2013/06/faktor-pendorong-dan-penghambat-siswa.html. (Juni 2013). Diakses, 19 Maret 2015. 22
29
pengaruh positif terhadap proses belajar. Sedangkan kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. b) Keadaan fungsi jasmani atau fisiologis Anak yang memiliki kecacatan fisik (panca indera atau fisik) tidak akan dapat mencapai hasil belajar yang maksimal. Meskipun juga ada anak yang memiliki kecacatan fisik namun nilai akademiknya memuaskan. 2) Faktor Psikologis Faktor psikologis adalah faktor yang berasal dari keadaan psikologis anak yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis utama yang mempengaruhi proses belajar anak adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap dan bakat. b.
Faktor Eksternal 1)
Lingkungan sosial Lingkungan sosial meliputi: a) Lingkungan sosial masyarakat Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa juga mempengaruhi proses belajar anak. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran, dan banyak teman sebaya di lingkungan yang tidak sekolah dapat menjadi faktor yang
30
menimbulkan kesukaran belajar bagi siswa. Misalnya siswa tidak memiliki teman belajar dan diskusi maka akan merasa kesulitan saat akan meminjam buku atau alat belajar yang lain. b) Lingkungan keluarga Keluarga merupakan tempat pertama kali anak belajar. Oleh karena itu, lingkungan keluarga sangat mempengaruhi proses belajar anak. Anak dalam menjalani pendidikan di lingkungan keluarga biasanya menghadapi hambatan-hambatan, antara lain:24 i.
Anak kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua
ii.
Pigur orang tua yang tidak mampu memberikan keteladanan pada anak
iii.
Sosial ekonomi keluarga yang kurang atau sebaliknya yang tidak bisa menunjang belajar
iv.
Kasih sayang orang tua yang berlebihan sehingga cenderung untuk memanjakan anak
v.
Orang tua yang tidak bisa memberikan rasa aman kepada anak
vi.
Orang tua yang tidak bisa memberikan kepercayaan kepada anak
24
19.
Fuad Ikhsan, Dasar-dasar Kependidikan, cet. 3, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), hlm.
31
vii.
Orang tua yang tidak bisa membangkitkan inisiatif dan kreativitas kepada anak.
B. Keluarga Broken Home 1. Pengertian Keluarga Menurut Koerner dan Fitzpatrick dalam bukunya Sri Lestari, definisi tentang keluarga setidaknya dapat ditinjau berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu: 25 a. Definisi Struktural Keluarga didefinisikan berdasarkan kehadiran atau ketidakhadiran keluarga, seperti orang tua, anak, dan kerabat lainnya. Definisi ini memfokuskan pada siapa yang menjadi bagian keluarga. b. Definisi Fungsional Keluarga didefinisikan dengan penekanan pada terpenuhinya tugastugas dan fungsi-fungsi psikososial. Fungsi-fungsi tersebut mencakup perawatan, sosialisasi pada anak, dukungan emosi dan materi, dan pemenuhan peran-peran tertentu. Definisi ini memfokuskan pada tugas-tugas yang dilakukan oleh keluarga. c. Definisi Transaksional Keluarga didefinisikan sebagai kelompok yang mengembangkan keintiman melalui perilaku-perilaku yang memunculkan rasa identitas sebagai keluarga, berupa ikatan emosi, pengalaman historis, maupun cita-cita masa depan. Definisi ini memfokuskan pada bagaimana keluarga melaksanakan fungsinya.
Jadi, keluarga adalah rumah tangga yang memiliki hubungan darah atau perkawinan atau menyediakan terselanggaranya fungsi-fungsi
25
Sri Lestari, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga, Ed. 1, cet. 2, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 5.
32
instrumental mendasar dan fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi para anggotanya yang berada dalam suatu jaringan.26 2. Pengertian Broken Home Keluarga pecah atau retak (broken home) dapat dilihat dari dua aspek, yaitu: a. Keluarga itu terpecah karena strukturnya tidak utuh sebab salah satu dari kepala keluarga itu meninggal dunia atau telah bercerai. b. Orang tua tidak bercerai akan tetapi struktur keluarga itu tidak utuh lagi karena ayah atau ibu sering tidak di rumah, dan atau tidak memperlihatkan hubungan kasih sayang lagi. Misalnya orang tua sering bertengkar sehingga keluarga itu tidak sehat secara psikologis.27 Broken home juga bisa diartikan sebagai krisis keluarga yang artinya kehidupan keluarga dalam keadaan kacau, tak teratur dan terarah, orang tua kehilangan kewibawaan untuk mengendalikan kehidupan anakanaknya terutama remaja, mereka melawan orang tua, dan terjadi pertengkaran terus menerus antara ibu dengan bapak. Dengan kata lain krisis keluarga adalah suatu kondisi yang sangat labil di keluarga, di mana komunikasi dua arah dalam kondisi demokratis sudah tidak ada.28 3. Hal-hal yang menyebabkan Broken Home Hal-hal yang menyebabkan broken home antara lain:
26
Ibid., hlm. 6. Sofyan S. Willis, Konseling Keluarga (Family Counseling), cet. 2 (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 66. 28 Ibid., hlm. 13. 27
33
a. Kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga terutama ayah dan ibu. b. Sikap egosentris. c. Masalah ekonomi. d. Masalah kesibukan. e. Masalah pendidikan. f. Masalah perselingkuhan. g. Jauh dari Agama. Jika dirinci secara sistematis sebab-sebab retaknya keluarga (broken home), ada dua faktor besar yakni faktor internal dan faktor eksternal. Yang termasuk faktor internal adalah29 a. Beban psikologis ayah/ibu yang berat (psychological overloaded) seperti tekanan (stress) di tempat kerja, kesulitan keuangan keluarga. b. Tafsiran dan perlakuan terhadap perilaku marah-marah dan sebagainya. c. Kecurigaan suami/isteri bahwa salah satu diantara mereka diduga berselingkuh dan lain-lain. d. Sikap egositis dan kurang demokratis salah satu orang tua misalnya kurang suka berdialog atau berdiskusi tentang masalah keluarga, memaksakan pendapat terhadap anak-anak, lalu orang tua (ayah atau ibu) mengambil keputusan sendiri tanpa musyawarah, sehingga menyinggung perasaan anggota keluarga yang lain. Sedangkan faktor eksternal antara lain:
29
Ibid., hlm. 154-156.
34
a. Campur tangan pihak ketiga dalam masalah keluarga. b. Pergaulan yang negatif anggota keluarga. c. Kebiasaan isteri bergunjing di rumah orang lain, akan berdampak pada pertengkaran suami isteri. d. Kebiasaan berjudi akan berakibat kekacauan keluarga. 4. Dampak dari Keluarga Broken Home Berbagai kajian menyatakan, bahwa para remaja yang hidup dalam rumah tangga yang retak (broken home), mereka lebih berpotensi mengalami banyak problematika yang bersifat emosional, moral, medis dan sosial, dibanding dengan para remaja yang hidup dalam rumah tangga biasa. Anak-anak yang terpisah dari orangtuanya karena ditinggal mati atau karena perselisihan/perceraian, biasanya mereka cenderung suka murung dan mudah marah serta tersinggung. Seorang remaja yang hidup di sebuah rumah tangga yang selalu diwarnai perselisihan, dampaknya secara gamblang akan berpengaruh negatif pada kepribadian dan kebahagiaan si remaja.30 Setiap keluarga yang mengalami broken home biasanya akan berdampak pada anak-anaknya. Orangtua tidak pernah memikirkan konskuensi dari tindakan yang mereka lakukan. Dampak paling utama yang akan melekat sampai anak tersebut dewasa adalah dampak psikologis. Seorang anak dapat berkembang dengan baik jika kebutuhan psikologisnya juga baik. Akibat dari broken home juga mempengaruhi 30
Muhammad Jamaluddin Ali Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, terjemahan Abdul Rosyad Shiddiq & Ahmad Vathir Zaman, cet. 1 (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), hlm. 82.
35
prestasi anak tersebut. Anak broken home cenderung menjadi malas dan tidak memiliki motivasi untuk belajar.