BAB II
LANDASAN TEORI A. Landasan Teori Teori yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu Theory of Planned Behavior, Teori Atribusi (Artibution Theory), dan Social Learning Theory (Teori Pembelajaran Sosial) 1) Theory of Planned Behavior (TPB) dijelaskan bahwa perilaku yang ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat untuk berperilaku ditentukan oleh tiga faktor (Icek Ajzen, 1988-1991 dalam Mustikasari, 2007), yaitu : a. Behavioral Beliefs Behavioral beliefs merupakan keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku atas hasil tersebut. b. Normative Beliefs Normative beliefs yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut. c. Control Beliefs Control beliefs merupakan keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (perceived power).
10
11
Penelitian tentang kepatuhan pajak telah banyak dilakukan. Penelitian sebelumnya yang menggunakan teori tersebut adalah penelitian Mustikasari (2007 dalam Arum, 2012 : 28). Dikaitkan dengan penelitian ini, Theory of Planned Behavior relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebelum individu melakukan sesuatu, individu tersebut akan memiliki keyakinan mengenai hasil yang akan diperoleh dari perilakunya tersebut. Kemudian yang bersangkutan akan memutuskan bahwa akan melakukannya atau tidak melakukannya. Hal tersebut berkaitan dengan kesadaran wajib pajak. Wajib pajak yang sadar pajak, akan memiliki keyakinan mengenai pentingnya membayar pajak untuk membantu menyelenggarakan pembangunan negara (behavioral beliefs). Ketika akan melakukan sesuatu, individu akan memiliki keyakinan tentang harapan normatif dari orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs). Hal tersebut dapat dikaitkan dengan pelayanan pajak, dimana dengan adanya pelayanan yang baik dari petugas pajak, sistem perpajakan yang efisien dan efektif, serta penyuluhanpenyuluhan pajak yang memberikan motivasi kepada wajib pajak agar taat pajak, akan membuat wajib pajak memiliki keyakinan atau memilih perilaku taat pajak. Sanksi pajak terkait dengan control beliefs. Sanksi pajak dibuat adalah untuk mendukung agar wajib pajak mematuhi peraturan perpajakan. Kepatuhan wajib pajak akan ditentukan berdasarkan persepsi wajib pajak tentang seberapa kuat sanksi pajak mampu mendukung perilaku wajib pajak untuk taat pajak (Arum 2012 : 28)
12
Behavioral beliefs, normative beliefs dan control beliefs sebagai tiga faktor yang menentukan seseorang untuk berperilaku. Setelah terdapat tiga faktor tersebut, maka seseorang akan memasuki tahap intention, kemudian tahap terakhir adalah behavior. Tahap intention merupakan tahap dimana seseorang memiliki maksud atau niat untuk berperilaku, sedangkan behavior adalah tahap seseorang berperilaku (Mustikasari, 2007 dalam Arum, 2012 : 28). Kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus dan sanksi pajak dapat menjadi faktor yang menentukan perilaku patuh pajak. Setelah wajib pajak memiliki kesadaran untuk membayar pajak, termotivasi oleh fiskus dan sanksi pajak, maka wajib pajak akan memiliki niat untuk membayar pajak dan kemudian merealisasikan niat tersebut. 2) Teori Atribusi (Artibution Theory) Atribusi merupakan salah satu proses pembentukan kesan. Atribusi mengacu pada bagaimana orang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau dirinya sendiri. Atribusi adalah proses dimana orang menarik kesimpulan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku orang lain. Teori Atribusi memandang individu sebagai psikologi amatir yang mencoba memahami sebab-sebab yang terjadi pada berbagai peristiwa yang dihadapinya. Teori atribusi mencoba menemukan apa yang menyebabkan apa, atau apa yang mendorong siapa melakukan apa. Respon yang kita berikan pada suatu peristiwa bergantung pada interpretasi kita tentang peristiwa itu (Harold Kelley, 1972-1973 dalam Bana, 2010).
13
Apabila perilaku seseorang dianggap suatu hal yang luar biasa, maka individu lain yang bertindak sebagai pengamat akan memberikan atribusi eksternal terhadap perilaku tersebut. Sebaliknya jika hal itu dianggap hal yang biasa, maka akan dinilai sebagai atribusi internal. Kedua, konsensus artinya jika semua orang mempunyai kesamaan pandangan dalam merespon
perilaku
seseorang
dalam
situasi
yang
sama.
Apabila
konsensusnya tinggi, maka termasuk atribusi internal. Sebaliknya jika konsensusnya rendah, maka termasuk atribusi eksternal. Faktor terakhir adalah konsistensi, yaitu jika seorang menilai perilaku-perilaku orang lain dengan respon sama dari waktu ke waktu. Semakin konsisten perilaku itu, orang akan menghubungkan hal tersebut dengan sebab-sebab internal. Alasan pemilihan teori ini adalah kepatuhan wajib pajak untuk membayar pajak terkait dengan persepsi wajib pajak dalam membuat penilaian terhadap pajak itu sendiri. Persepsi seseorang untuk membuat penilaian mengenai sesuatu sangat dipengaruhi oleh kondisi internal maupun eksternal dari orang tersebut.Jadi teori atribusi sangat relevan untuk menerangkan maksud tersebut. 3) Social Learning Theory (Teori Pembelajaran Sosial) Teori pembelajaran sosial mengatakan bahwa seseorang dapat belajar lewat pengamatan dan pengalaman langsung. (Albert Bandura, 1977 dalam Jatmiko 2006), proses dalam pembelajaran sosial meliputi: a. Proses perhatian (attentional) b. Proses penahanan (retention)
14
c. Proses reproduksi motorik d. Proses penguatan (reinforcement) Proses perhatian yaitu orang hanya akan belajar dari seseorang atau model, jika mereka telah mengenal dan menaruh perhatian pada orang atau model tersebut. Proses penahanan adalah proses mengingat tindakan suatu model setelah model tidak lagi mudah tersedia. Proses reproduksi motorik adalah proses mengubah pengamatan menjadi perbuatan. Sedangkan proses penguatan adalah proses
yang
mana
individu-individu
disediakan
rangsangan positif atau ganjaran supaya berperilaku sesuai dengan model (Bandura, 1977 dalam Jatmiko, 2006 dalam Arum, 2012 : 29). Jatmiko (2006) dalam Arum (2012 : 29) menjelaskan bahwa teori pembelajaran sosial ini relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak. Seseorang akan taat membayar pajak tepat pada waktunya, jika lewat pengamatan dan pengalaman langsungnya, hasil pungutan pajak itu telah memberikan kontribusi nyata pada pembangunan di wilayahnya. Seseorang juga akan taat pajak apabila telah menaruh perhatian terhadap pelayanan pajak, baik fiskus maupun sistem pelayanan pajaknya. Terkait dengan proses penguatan, dimana individu-individu disediakan rangsangan positif atau ganjaran supaya berperilaku sesuai dengan model, tampaknya cukup relevan apabila dihubungkan dengan pengaruh sikap tax professional pajak terhadap kepatuhan pajak.
15
B. Perpajakan Secara Umum 1. Definisi Pajak Menurut Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan UndangUndang No.16 Tahun 2009 (KUP) pasal 1 angka 1 bahwa : “pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Menurut Mr. Dr. NJ. Feldmann (Waluyo, 2010 : 2) pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaranpengeluaran umum. Sedangkan menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. (Siti Resmi, 2009 : 1) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 2. Fungsi Pajak Pajak mempunyai peranan yang sangat penting untuk kehidupan bernegara, karena pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara dan pajak akan digunakan untuk membiayai APBN, maka pajak memiliki beberapa fungsi menurut Diaz Priantara (2012:2) diantaranya: a. Fungsi Anggaran (Budgetair)
16
Kegunaan pajak sebagai alat untuk memasukan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku, jadi pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara terkait proses pemerintahan. b. Fungsi Mengatur (Regulerend) Suatu fungsi dimana pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu, dan merupakan fungsi tambahan, jadi sebagai pelengkap dari fungsi utama pajak. c. Fungsi Stabilitas Yaitu dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, hal ini bisa dilakukan dengan mengatur peredaran yang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien. d. Fungsi Retribusi pendapatan Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk untuk membiayai pembangunan. Dari penjelasan tersebut, tampak bahwa pajak memiliki peranan penting dalam penerimaan negara. Pajak memiliki beberapa fungsi diantara lain sebagai fungsi penerimaan negara (budgetair) dan fungsi mengatur (regulair)
17
C. Kesadaran Membayar Pajak Menurut Marihot (2010 : 106) apabila kesadaran bernegara kurang maka masyarakat kurang dapat mengenal dan menikmati pentingnya berbangsa dan bertanah air, berbahasa nasional, menikmati keamanan dan ketertiban, memiliki dan menikmati kebudayaan nasional dan pada akhirnya apabila kesadaran bernegara kurang maka rasa memiliki dan menikmati manfaat pengeluaran pemerintah juga kurang sehingga kesadaran membayar pajak juga tidak tebal. Kesadaran merupakan unsur dalam manusia memahami realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realitas. Kesadaran yang dimiliki oleh manusia kesadaran dalam diri, akan diri sesama, masa silam, dan kemungkinan masa depannya (Widayati dan Nurlis, 2010). Kesadaran adalah keadaan seseorang mengetahui atau mengerti, sedangkan perpajakan adalah perihal pajak. Sehingga kesadaran perpajakan adalah keadaan mengetahui atau mengerti perihal pajak. Penilaian positif masyarakat wajib pajak terhadap pelaksanaan 4 fungsi negara oleh pemerintah akan menggerakkan masyarakat untuk mematuhi kewajibannya untuk membayar pajak (Suyatmin, 2004). (Irianto, 2005) dalam (Widayati dan Nurlis, 2010), menguraikan beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak, terdapat tiga bentuk kesadaran utama terkait pembayaran pajak. Pertama, kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk
18
partisipasi dalam menunjang pembangunan negara. Dengan menyadari hal ini, wajib pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan. Pajak disadari digunakan untuk pembangunan negara guna meningkatkan kesejahteraan warga negara. Kedua, kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara. Wajib pajak mau membayar pajak karena memahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak berdampak pada kurangnya sumber daya finansial yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan negara. Ketiga, kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan. Wajib pajak akan membayar karena pembayaran pajak disadari memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan kewajiban mutlak setiap warga negara. Kesadaran masyarakat yang masih rendah dapat disebabkan dari kurang pemahaman mereka mengenai wujud konkrit imbalan dari uang yang dikeluarkan untuk membayar pajak. Hal ini, seringkali menjadi kendala dalam masalah pengumpulan pajak dari masyarakat. Kesadaran wajib pajak atas perpajakan sangat diperlukan guna meningkatkan kepatuhan membayar pajak dan pembangunan Negara. Peran aktif pemerintah untuk menyadarkan masyarakat akan pajak sangat diperlukan baik berupa penyuluhan/sosialisasi rutin ataupun berupa pelatihan secara intensif agar kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dapat meningkat atau dengan kebijakan perpajakan dapat digunakan sebagai
19
alat untuk menstimulus atau merangsang Wajib Pajak agar melaksanakan dan atau meningkatkan kesadaran dalam membayar perpajakan.
D. Sikap Tax Professional Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain atau issue (Azwar, 2000). Notoatmojo (1997) juga mengatakan sikap merupakan respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Pendapat lain dari Heri Purwanto, 1998 dalam Miladia, 2010 sikap yaitu pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai sikap objek itu sendiri. Dalam (Anggun, 2012) Sikap didefinisikan sebagai perasaan mendukung atau tidak mendukung terhadap suatu objek yang akan disikapi. Perasaan ini timbul dari adanya evaluasi individual atas keyakinan terhadap hasil yang didapatkan dari perilaku tertentu tersebut menurut (Hidayat, 2010) dalam (Anggun, 2012) Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan, perasaan baik memihak atau melawan, mendukung atau tidak mendukung terhadap suatu objek tersebut. Sikap mempunyai peran penting dalam menjelaskan perilaku seseorang dalam lingkungannya, walaupun masih banyak faktor lain yang mempengaruhi perilaku seperti psikis, latar belakang individu, motivasi, dan tipe kepribadian.
20
Keyakinan-keyakinan perilaku (behavioral beliefs) yang kemudian menghasilkan sikap terhadap (attitude toward behavior) adalah keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut (beliefs strength and outcome evaluation), apakah perilaku tersebut positif atau negatif. Sikap terhadap kepatuhan wajib pajak adalah seberapa besar keyakinan wajib pajak badan yang akan diperoleh atas kepatuhan pajak setelah memiliki kesadaran dalam membayar pajak. E. Persepsi Atas Efektifitas Sistem Perpajakan Persepsi dapat dinyatakan sebagai suatu proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus oleh organisasi atau individu sehingga merupakan suatu yang berarti dan merupakan aktivitas integrated dalam individu. Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar dan pengetahuan. Menurut David Krech dan Ricard Crutefield dalam Jalaludin Rahmat (2003:52) faktor yang menentukan persepsi dibagi menjadi dua yaitu, faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor fungsional adalah faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor personal. Faktor struktural adalah faktor yang semata-mata berasal dari sifat stimulus fisik terhadap obyek-obyek saraf yang ditimbulkan pada saraf individu. Hal tersebut akan sangat berpengaruh pada manusia dalam mengamati suatu obyek psikologi yang berupa kejadian, ide atau situasi tertentu. Sedangkan efektifitas memiliki pengertian suatu
21
pengukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah tercapai (Widayanti dan Nurlis, 2010). Yang diharapkan dengan adanya pesepsi atas efektifitas sistem perpajakan dimiliki oleh wajib pajak setelah wajib pajak badan memiliki kesadaran dalam membayar pajaknya, dan bersikap untuk patuh dalam membayar pajak. F. Kepatuhan Wajib Pajak Badan Dengan adanya pertumbuhan perekonomian yang berarti juga adanya pertumbuhan pendapatan, maka seharusnya menambah juga kewajiban untuk menjadi Wajib Pajak, karena kewajiban perpajakan pada hakekatnya merupakan kewajiban kenegaraan bagi masyarakat dalam kerangka pemikiran tentang keikut sertaan atau peran serta rakyat dalam pembiayaan negara maupun pembangunan nasional. Adalah sangat penting untuk diupayakan agar kewajiban tersebut lebih di dasarkan pada kesadaran dan kepatuhan masyarakat yang timbul dan dirasakan oleh WP. Sendiri (kepatuhan secara sukarela), dari pada hanya sebagai keharusan yang akan efektif apabila disertai dengan paksaan atau sanksi belaka. (Ardani. 2010 : 42). Menurut Anggraini (2012 : 4) kepatuhan Wajib Pajak adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memiliki kesadaran untuk patuh terhadap aturan undang-undang perpajakan yang berlaku dan dapat mengimplementasikannya secara nyata. Kepatuhan dalam perpajakan dibedakan menjadi dua macam yaitu kepatuhan formal dan material.
22
Kepatuhan formal merupakan keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan material adalah keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif yakni sesuai dengan isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1995 : 1013) yang dikutip oleh Devano dan Rahayu (2006 : 110), istilah kepatuhan yaitu tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam perpajakan Devano dan Rahayu memberikan pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakan ketaatan, tunduk, dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Jadi, wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Safri Nurmantu dalam Devano dan Rahayu (2006 : 110) mengatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Ada dua macam kepatuhan, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material. 1. Kepatuhan formal
merupakan suatu keadaan dimana wajib pajak
memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan. 2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara subtantif atau
hakikatnya
memenuhi
semua
ketentuan
material
23
perpajakan, yakni sesuai isi dan juga Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal
Sesuai
dengan
Keputusan
Menteri
Keuangan
Nomor
235/KMK.03/2003 tanggal 3 Juni 2003, Wajib Pajak dapat ditetapkan sebagai WP Patuh yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak apabila memenuhi semua syarat sebagai berikut:
1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 2 (dua) tahun terakhir. 2. Dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut. 3. SPT Masa yang terlambat itu disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya. 4. Tidak mempunyai tunggakan Pajak untuk semua jenis pajak: a)
kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
b)
tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir.
5. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir dan
24
6. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan audit harus :
1)
disusun dalam bentuk panjang (long form report);
2)
menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.
Dalam hal laporan keuangan Wajib Pajak tidak diaudit oleh akuntan publik, maka Wajib Pajak harus mengajukan permohonan tertulis paling lambat 3 bulan sebelum tahun buku berakhir, untuk dapat ditetapkan sebagai WP Patuh sepanjang memenuhi syarat pada huruf a sampai huruf e, ditambah syarat: -
dalam 2 tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU KUP, dan
-
apabila dalam 2 tahun terakhir terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan pajak, maka koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak yang terutang tidak lebih dari 10%
25
G. Penelitian Terdahulu Penelitian Mustikasari Elia (2012) menyatakan bahwa tax professional yang memiliki sikap terhadap ketidakpatuhan positif, niat ketidakpatuhan pajaknya tinggi dan pengaruh orang sekitar yang kuat mempengaruhi niat tax professional untuk berperilaku patuh, tax professional
yang
memiliki
kewajiban
moral
yang
tinggi,
niat
ketidakpatuhan pajaknya rendah atau sebaliknya. Penelitian Sri Rizki Utami, Andi dan Ayu Noorida Soerono (2012) menyatakan bahwa Adanya pengaruh kesadaran terhadap tingkat kepatuhan. Pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan pajak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan, Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara faktor persepsi atas persepsi atas efektifitas sistem perpajakan terhadap tingkat kepatuhan, Adanya pengaruh kualitas pelayanan terhadap tingkat kepatuhan. Penelitian Widayati (2010) menyatakan bahwa faktor kesadaran membayar pajak dan persepsi yang baik atas efektivitas sistem perpajakan mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap kemauan wajib pajak untuk membayar pajak, faktor pengetahuan dan pemahaman tentang 17 peraturan pajak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemauan wajib pajak untuk membayar pajak. Penelitian Ni Ketut Muliari dan Putu Ery Setiawan (2009) menyatakan bahwa Persepsi wajib pajak tentang sanksi perpajakan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan pelaporan wajib
26
pajak orang pribadi di KPP Pratama Denpasar Timur dan kesadaran wajib pajak secara parsial berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Denpasar Timur. Penelitian Harjanti Puspa Arum, Zulaikha (2012) menyatakan bahwa kesadaran wajib pajak memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, pelayanan fiskus memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dan sanksi pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Berikut ringkasan penelitian terkait dengan kesadaran membayar pajak, sikap tax professional dan persepsi atas efektifitas sistem perjajakan dan kepatuhan wajib pajak : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No
Nama Peneliti dan Tahun
Judul Penelitian
Variabel yang Digunakan
Hasil Penelitian
1.
Elia Mustikasari (2012)
Kajian Empiris Tentang Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Perusahaan Industri Pengolahan di Surabaya
Variabel independen: 1. Sikap terhadap ketidakpatuhan pajak 2. Norma subjektif 2. Kewajiban moral 3. Kontrol keperilakuan yang dipersepsikan 4. Kondisi Keuangan 5. Fasilitas Perusahaan 6. Iklim Organisasi Variabel
(1) tax professional yang memiliki sikap terhadap ketidakpatuhan positif, niat ketidakpatuhan pajaknya tinggi, (2) pengaruh orang sekitar yang kuat mempengaruhi niat tax professional untuk berperilaku patuh, (3) tax professional yang memiliki kewajiban moral yang tinggi, niat ketidakpatuhan pajaknya rendah atau sebaliknya, (4) semakin rendah persepsi tax professional atas kontrol yang dimilikinya akan mendorong tax professional berniat patuh. (5) semakin rendah persepsi atas kontrol yang dimiliki tax professional maka akan mendorong tax professional tidak
27
2.
Sri Rizki Utami, Andi dan Ayu Noorida Soerono (2012)
Pengaruh Faktor-Faktor Eksternal Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Di Lingkungan KPP Pratama Serang
3.
Widayati (2010)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan untuk membayar pajak wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan Pekerjaan Bebas (Studi Kasus Pada KPP Pratama Gambir Tiga)
dependen: 1. Niat tax professional berperilaku tidak patuh 2.Ketidakpatuhan pajak badan Variabel independen: 1. Kesadaran Membayar Pajak 2. Pengetahuan dan Pemahaman terhadap Peraturan Perpajakan 3. Persepsi atas Efektifitas Sistem Perpajakan 4. Kualitas Pelayanan Variabel dependen: 1.Kepatuhan Membayar Pajak Variabel Independen : 1.Kesadaran Membayar Pajak 2. Pengetahuan dan Pemahaman Akan Peraturan Perpajakan 3.Persepsi Yang Baik Atas Efektivitas Sistem Perpajakan. Variabel Dependen : 1.Kemauan Membayar Pajak.
patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakan badan yang diwakilinya.
1. Adanya pengaruh kesadaran terhadap tingkat kepatuhan. 2. Pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan pajak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan. 3. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara faktor persepsi atas persepsi atas efektifitas sistem perpajakan terhadap tingkat kepatuhan 4. Adanya pengaruh kualitas pelayanan terhadap tingkat kepatuhan
1.Faktor kesadaran membayar pajak dan persepsi yang baik atas efektivitas sistem perpajakan mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap kemauan wajib pajak untuk membayar pajak. 2. faktor pengetahuan dan pemahaman tentang 17 peraturan pajak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemauan wajib pajak untuk membayar pajak.
28
4.
Ni Ketut Muliari dan Putu Ery Setiawan (2009)
Pengaruh Persepsi Tentang Sanksi Perpajakan dan Kesadaran Wajib Pajak Pada Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi Di KPP Pratama Denpasar Timur
Persepsi Tentang Sanksi Perpajakan, Kesadaran Wajib Pajak, dan Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak
1. Persepsi wajib pajak tentang sanksi perpajakan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Denpasar Timur. 2. Kesadaran wajib pajak secara parsial berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Denpasar Timur.
5.
Harjanti Puspa Arum, Zulaikha (2012)
Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus, Dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan Kegiatan Usaha dan Pekerjaan Bebas (Studi Di Wilayah KPP Pratama Cilacap)
Kepatuhan Wajib Pajak, Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus, dan Sanksi Pajak
1. Kesadaran wajib pajak memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. 2. Pelayanan fiskus memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. 3. Sanksi pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.
H. Kerangka Konseptual Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Dikaitkan dengan penelitian ini, Theory of Planned Behavior relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebelum individu melakukan sesuatu, individu tersebut akan memiliki keyakinan mengenai hasil yang akan diperoleh dari perilakunya
29
tersebut. Kemudian yang bersangkutan akan memutuskan bahwa akan melakukannya atau tidak melakukannya. Hal tersebut berkaitan dengan kesadaran wajib pajak. Wajib pajak yang sadar pajak, akan memiliki keyakinan mengenai pentingnya membayar pajak untuk membantu menyelenggarakan pembangunan negara (behavioral beliefs). Sesuai dengan Theory of Planned Behavior variabel Kesadaran Membayar Pajak berpengaruh terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak. 2.
Teori pembelajaran sosial ini relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam sikap tax professional. Seseorang akan taat membayar pajak tepat pada waktunya, jika lewat pengamatan dan pengalaman langsungnya, hasil pungutan pajak itu telah memberikan kontribusi nyata pada pembangunan di wilayahnya. Seseorang juga akan taat pajak apabila telah menaruh perhatian terhadap pelayanan pajak, baik fiskus maupun sistem pelayanan pajaknya. Terkait dengan proses penguatan, dimana individu-individu disediakan rangsangan positif atau ganjaran supaya berperilaku sesuai dengan model, tampaknya cukup relevan apabila dihubungkan dengan pengaruh sikap tax professional pajak terhadap kepatuhan pajak.
3.
Teori Atribusi memandang individu sebagai psikologi amatir yang mencoba memahami sebab-sebab yang terjadi pada berbagai peristiwa yang dihadapinya. Teori atribusi mencoba menemukan apa yang menyebabkan apa, atau apa yang mendorong siapa melakukan apa.
30
Alasan pemilihan teori ini adalah kepatuhan wajib pajak untuk membayar pajak terkait dengan persepsi wajib pajak dalam membuat penilaian terhadap pajak itu sendiri. Persepsi seseorang untuk membuat penilaian mengenai sesuatu sangat dipengaruhi oleh kondisi internal maupun eksternal dari orang tersebut.Jadi teori atribusi sangat relevan untuk menerangkan maksud tersebut. Persepsi atas Efektifitas Sistem Perpajakan berpengaruh terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak.
Kesadaran Membayar Pajak (X1)
Sikap Tax Professional (X2)
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Y)
Persepsi Atas Efektifitas Sistem Perpajakan (X3)
I. Pengembangan Hipotesis Pengembangan Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Berkaitan dengan kesadaran wajib pajak. Wajib pajak yang sadar pajak, akan memiliki keyakinan mengenai pentingnya membayar pajak untuk membantu menyelenggarakan pembangunan negara (behavioral beliefs). Sesuai dengan Theory of Planned Behavior variabel Kesadaran Membayar Pajak berpengaruh terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak. Maka didapat H1 : Kesadaran Membayar Pajak berpengaruh terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Lingkungan KPP Pratama Cengkareng Jakarta Barat.
31
2. Teori pembelajaran sosial ini relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam sikap tax professional. Seseorang akan taat membayar pajak tepat pada waktunya, jika lewat pengamatan dan pengalaman langsungnya, hasil pungutan pajak itu telah memberikan kontribusi nyata pada pembangunan di wilayahnya. Maka didapat H2 : Sikap Tax Professional berpengaruh terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Lingkungan KPP Pratama Cengkareng Jakarta Barat. 3. Teori Atribusi memandang individu sebagai psikologi amatir yang mencoba memahami sebab-sebab yang terjadi pada berbagai peristiwa yang dihadapinya. Teori atribusi mencoba menemukan apa yang menyebabkan apa, atau apa yang mendorong siapa melakukan apa. H3 : Persepsi Atas Efektifitas Sistem Perpajakan berpengaruh terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Lingkungan KPP Pratama Cengkareng Jakarta Barat.