BAB II LANDASAN TEORI II.1
Biaya II.1.1 Pengertian Biaya Hansen dan Mowen yang diterjemahkan oleh Hermawan (2000) mendefinisikan, “Biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang dan jasa yang diharapakan memberi manfaat saat ini atau di masa yang akan datang bagi organisasi.” (hal.38) Bastian et al. mendefinisikan, “Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu.” (hal.4) Horngren et al. menyatakan, “Biaya sebagai sumber daya yang dikorbankan atau dilepaskan untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu biaya biasanya diukur dalam unit yang harus dikeluarkan dalam rangka mendapatkan barang atau jasa.” (hal.34) Harnanto dan Zulkifli (2003) menyatakan, “Biaya adalah sesuatu yang berkonotasi sebagai pengurang yang harus dikorbankan untuk memperoleh tujuan akhir yaitu mendatangkan laba” (hal.14)
8
Rayburn yang diterjemahkan Sugyarto (1999) menyatakan, “Biaya mengukur pengorbanan ekonomis yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi.” (hal.4) Berdasarkan pengertian biaya di atas, maka dapat disimpulkan bahwa biaya meruapakan pengorbanan sumber daya ekonomi dalam bentuk kas atau aktiva lain (non kas) yang dikeluarkan untuk menghasilkan dan memperoleh barang dan jasa yang diharapkan memberi manfaat bagi perusahaan di masa kini maupun di masa yang akan datang.
II.2
Harga Pokok Produksi II.2.1 Pengertian Harga Pokok Produksi Harga pokok produksi berfungsi sebagai dasar dalam menentukan harga jual. Untuk menetapkan harga jual, penting bagi perusahaan untuk mengetahui besarnya biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi barang yang akan dijual. Biaya tersebut sering disebut sebagai harga pokok produksi. Garrison dan Noreen yang diterjemahkan oleh Budisantoso (2000) mendefinisikan, “Harga pokok produksi adalah biaya manufaktur yang berkaitan dengan barang-barang yang diselesaikan dalam periode tertentu”. (hal.61). Pada saat pekerjaan telah selesai, barang jadi ditransfer dari departemen produksi ke gudang barang jadi. Pada saat itu, departemen akuntansi akan membebankan
9
bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik yang ditentukan dimuka ke pekerjaan atau produk (hal.95) Armanto (2006) mendefinisikan, “Harga pokok adalah sejumlah aktiva, tetapi apabila selama tahun berjalan aktiva tersebut dimanfaatkan untuk membantu memperoleh penghasilan.” (hal.10) Horngren et al. Menyatakan, “Harga pokok produksi menunjukkan biaya barang yang sampai diselesaikan, apakah dimulai sebelum atau selama periode akuntansi berjalan.” (hal.46) Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa harga pokok produksi merupakan biaya produksi dan biaya non produksi. Harga pokok produksi merupakan salah satu hal yang dijadikan landasan dalam pengambilan keputusan mengenai harga jual produk sehingga keputusan mengenai harga jual dapat dipertanggungjawabkan. Harga pokok produksi ditentukan oleh biaya produksi (bahan baku, tenaga kerja langsung). Tujuan perhitungan harga pokok produksi : a. Untuk mengontrol pengeluaran b. Untuk menetapkan harga jual dari barang-barang hasil produksi c. Untuk memberikan dasar guna kebijaksanaan operasi perusahaan
10
II.2.2 Unsur-Unsur Harga Pokok Produksi Mengacu pada Rayburn (1999) terdapat tiga unsur utama dalam biaya produksi : a. Biaya bahan langsung Biaya bahan langsung mencakup biaya perolehan semua bahan yang diidentifikasikan sebagia bagian dari barang jadi yang dapat ditelusuri ke barang jadi dengan cara yang mungkin secara ekonomis. b. Biaya tenaga kerja langsung Upah semua tenaga kerja dapat diidentifikasikan dengan cara yang mungkin secara ekonomis terhadap produk barang jadi. c. Biaya produk tidak langsung Semua biaya yang bukan bahan langsung dan tenaga kerja langsung yang berkaitan dengan proses produksi. Biaya produk tidak langsung dibagi dalam dua kelompok : -
Overhead Pabrik Variabel Contohnya : daya, perlengkapan, dan sebagian tenaga kerja tidak langsung
-
Overhead Pabrik Tetap Contohnya : sewa, asuransi, PBB, penyusutan dan gaji penyelia
Adakalanya dua dari ketiga unsur utama ini dikombinasikan dalam istilah biaya sebagai berikut : Biaya Utama, yang terdiri dari bahan 11
langsung dan tenaga kerja langsung, Biaya Konversi yang terdiri dari tenaga kerja langsung ditambah dengan overhead pabrik.
II.2.3 Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi Menurut Carter dan Usry yang diterjemahkan Krista (2006), ada dua sistem akumulasi biaya, yaitu : 1. Sistem Perhitungan Biaya berdasarkan Pesanan (Job Order Costing) Dalam perhitungan biaya berdasarkan pesanan, biaya produksi diakumulasikan untuk setiap pesanan yang terpisah. Suatu pesanan adalah output yang diidentifikasikan untuk memenuhi pesanan pelanggan tertentu atau untuk mengisi kembali suatu item persediaan. Tujuan harga pokok proses pesanan adalah setelah pengumpulan (akumulasi) biaya produksi selesai dilakukan, maka dapat dihitung harga pokok produksi untuk setiap pesanan. Menurut Armanto (2006), perhitungan estimasi biaya produksi untuk menentukan harga jual, sebagai berikut :
12
Estimasi Biaya Tenaga Kerja
xxx
Estimasi Biaya Bahan Baku
xxx
Estimasi Biaya Overhead
xxx
Total Estimasi Biaya Produksi
xxx
Margin Laba yang diharapkan
xxx
Harga Jual yang dibebankan kepada Pemesan
+
+
xxx
2. Sistem Perhitungan Biaya berdasarkan Proses (Process Costing) Dalam sistem perhitungan biaya berdasarkan proses, bahan baku, tenaga kerja, dan overhead pabrik dibebankan ke pusat biaya. Biaya yang dibebankan ke setiap unit ditentukan dengan membagi total biaya yang dibebankan ke pusat biaya dengan total unit yang diproduksi. Pusat biaya biasanya adalah departemen, tetapi bisa juga pusat pemrosesan dalam satu departemen. Persyaratan utama adalah semua produk yang diproduksi dalam suatu pusat biaya selama suatu periode harus sama dalam hal sumber daya yang dikonsumsi, bila tidak, perhitungan biaya berdasarkan proses dapat mendistorsi biaya produk. Tujuan dari kalkulasi biaya proses adalah untuk menentukan jumlah biaya (termasuk harga pokok) dari unit-unit yang diproduksi dalam suatu periode. 13
Menurut Blocher dkk. yang diterjemahkan Ambarriani (2001) menyebutkan, “perbedaan karakteristik antara sistem biaya pesanan dengan sistem biaya proses adalah (hal.553) :
Biaya
Sistem Biaya Pesanan
Sistem Biaya Proses
(Job Order Costing)
(Process Costing)
produksi
diakumulasikan Biaya
berdasarkan biaya yang dikeluarkan
produksi
diakumulasikan
berdasarkan proses atau departemen Produk dan jasa homogen diproduksi
Produk dan jasa berbeda-beda secara massal Biaya per unit dihitung dengan cara Biaya per unit dihitung dengan cara membagi biaya proses total dalam membagi biaya pesanan total dengan suatu periode dengan unit produk dan unit produk atau jasa yang diproduksi. jasa yang dihasilkan. Perhitungan Penghitungan biaya per unit dilakukan biaya per unit dilakukan pada setiap pada saat pesanan telah selesai akhir periode. Tabel II.I
II.3
Perbedaan Job Order Costing dengan Process Costing
Biaya Overhead Pabrik (BOP) II.3.1 Pengertian BOP BOP adalah semua biaya produksi selain biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung yang terdiri dari biaya bahan yang tidak langsung, biaya
14
tenaga kerja tidak langsung dan semua biaya-biaya yang tidak dapat secara langsung dibebankan kepada produk. BOP adalah golongan biaya yang digunakan untuk mengakumulasikan semua biaya produksi tidak langsung.
II.3.2 Klasifikasi BOP Mulyadi (1999) BOP dapat digolongkan dengan tiga cara penggolongan : 1. Penggolongan BOP menurut sifatnya, yaitu : -
Bahan baku tidak langsung adalah bahan baku yang diperlukan untuk penyelesaian suatu produk tetapi tidak diklasifikasikan sebagai bahan baku langsung karena bahan baku tersebut tidak menjadi bagian suatu produk.
-
Tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja yang tidak dapat ditelusuri secara langsung ke konstruksi atau komposisi dari produk jadi. Tenaga kerja tidak langsung termasuk gaji pengawas, pegawai pabrik, pembantu umum, pekerja bagian pemeliharaan dan biasanya pekerja bagaian gudang.
2. Penggolongan BOP menurut perilakunya dalam hubungan dengan perubahan volume produksi ditinjau dari perilaku unsur-unsur biaya pabrik dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. BOP dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
15
-
BOP Tetap BOP tetap adalah BOP yang tidak berubah dalam kisaran perubahan volume kegiatan.
-
BOP Variabel BOP Variabel adalah BOP yang berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan.
-
BOP Semi Variabel BOP semi variabel adalah BOP yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan.
3. Penggolongan BOP menurut hubungannya dengan departemen. Jika disamping memiliki departemen produksi perusahaan juga memiliki departemen-departemen pembantu, maka BOP meliputi juga semua biaya yang terjadi di departemen pembantu. Ditinjau dari hubungannya dengan departemen-departemen yang ada, BOP dapat digolongkan menjadi dua kelompok : -
BOP langsung departemen adalah BOP yang terjadi dalam departemen tertentu dan manfaatnya hanya dinikmati oleh departemen
-
BOP tidak langsung departemen adalah BOP yang manfaatnya dinikmati oleh lebih dari satu departemen (hal.208)
16
II.3.3 Langkah-langkah Penentuan Tarif BOP Mengacu Mulyadi (2000), ada tiga tahap dalam menentukan BOP yaitu : 1. Menyusun anggaran BOP Ada tiga kapasitas yang dapat dipakai sebagai dasar pembuatan anggaran BOP, yaitu : -
Kapasitas teoritis, yaitu kapasitas pabrik atau suatu departemen untuk menghasilkan produk pada kecepatan penuh tanpa berhenti selama jangka waktu tertentu.
-
Kapasitas
normal,
yaitu
kemampuan
perusahaan
untuk
memproduksi dan menjual produknya dalam jangka panjang. -
Kapasitas sesungguhnya yang diperkirakan akan dapat dicapai dalam tahun yang akan datang.
2.
Memilih dasar pembebanan BOP pada produk Hansen et al. mencatat, “Ada berbagai macam dasar yang dapat dipakai untuk membebankan BOP pada produk, adalah : -
Satuan Produk
-
Biaya Bahan Baku
-
Biaya Tenaga Kerja
-
Jam Tenaga Kerja Langsung
-
Jam Mesin
17
Pembebanan biaya overhead seharusnya mengikuti, sedekat mungkin, hubungan
sebab
akibat.
Usaha
harus
dilakukan
untuk
mengidentifikasikan faktor-faktor tersebut yang menyebabkan konsumsi overhead. Faktor-faktor penyebab ini diidentifikasi, untuk membebankan biaya overhead pada produk.” (hal.147)
Carter et al, mencatat, “Dasar yang dapat digunakan untuk pembebanan biaya overhead pabrik ada 6, yaitu :
1. Output fisik Output fisik adalah dasar yang paling sederhana untuk membebankan biaya overhead pabrik. Penggunaannya sebagai berikut : Estimasi Overhead Pabrik / Estimasi Unit Produksi = Overhead Pabrik / unit
2. Dasar Biaya Bahan Baku Langsung Tarif dasar biaya bahan baku langsung dapat dihitung dengan cara membagi estimasi total overhead dengan estimasi total biaya bahan baku langsung, sebagai berikut : Estimasi Overhead Pabrik / Estimasi Biaya Bahan Baku x 100% = Overhead Pabrik sebagai persentase dari Biaya Bahan Baku Langsung
18
3. Dasar Biaya Tenaga Kerja Langsung Menggunakan suatu dasar biaya tenaga kerja langsung untuk membebankan overhead pabrik ke pesanan atau produk memerlukan pembagian estimasi overhead dengan estimasi biaya tenaga kerja langsung untuk menghitung suatu persentase Estimasi Overhead Pabrik / Estimasi Tenaga Kerja Langsung x 100% = Overhead Pabrik sebagai persentase dari Biaya Tenaga Kerja Langsung
4. Dasar Jam Tenaga Kerja Langsung Tarif Overhead yang didasarkan pada jam tenaga kerja langsung dihitung sebagai berikut : Estimasi Overhead Pabrik / Estimasi Jam Tenaga Kerja Langsung = Overhead Pabrik per Jam Tenaga Kerja Langsung
5. Dasar Jam Mesin Ketika mesin digunakan secara ekstensif, maka jam mesin mungkin merupakan dasar yang paling sesuai untuk pembebanan overhead. Tarif per jam mesin ditentukan sebagai berikut : Estimasi
Overhead
Pabrik
/
Estimasi
Jam
Mesin
=
Overhead Pabrik per Jam Mesin
19
6. Dasar Transaksi Pendekatan berdasarkan transaksi atau alokasi overhead lebih dikenal sebagai perhitungan biaya berdasarkan activity based costing.
3. Menghitung BOP BOP = Biaya Overhead yang dianggarkan / Taksiran dasar pembebanan
II.4
ABC (Activity Based Costing) II.4.1 Karakteristik ABC Blocher, Chen, dan Lin yang diterjemahkan oleh Ambarriani, A. S. (2000) menyatakan ada beberapa faktor dalam Activity Based Costing (ABC) yaitu aktivitas, sumber daya, objek biaya, cost pool, elemen biaya dan cost driver. Aktivitas, adalah pekerjaan yang dilakukan dalam suatu organisasi. Aktivitas adalah tindakan, gerakan, atau rangkaian pekerjaan. Aktivitas juga didefinisikan sebagai kumpulan tindakan yang dilakukan dalam organisasi yang berguna untuk tujuan penentuan biaya berdasarkan aktivitas. Contohnya pemindahan bahan merupakan aktivitas pergudangan. Sumber daya, merupakan unsur ekonomis yang dibebankan atau digunakan dalam pelaksanaan aktivitas. Gaji dan bahan merupakan contoh sumber daya yang digunakan dalam melakukan aktivitas.
20
Objek biaya, bentuk akhir dimana pengukuran biaya diperlukan. Contoh objek biaya adalah pelanggan, produk, jasa, kontrak, proyek atau unit kerja lainnya, dimana manajemen menginginkan pengukuran biaya secara terpisah. Elemen biaya, merupakan jumlah yang dibayarkan untuk sumber daya yang dikonsumsu oleh aktivitas dan terkandung dalam cost pool. Contohnya cost pool untuk hal-hal yang berkaitan dengan mesin mungkin mengandung elemen biaya untuk tenaga, elemen biaya teknik, dan elemen biaya depresiasi. Cost Driver, adalah faktor-faktor yag menyebabkan perubahan biaya aktivitas, cost driver merupakan faktor yang dapat diukur yang digunakan untuk membebankan biaya ke aktivitas dan dari aktivitas ke aktivitas lainnya, produk atau jasa. Dua jenis cost driver adalah driver sumber daya (resources driver) dan driver aktivitas (activity driver). (hal.120) II.4.2 Definisi ABC Garrison, Noreen (2000) yang diterjemahkan oleh A. Totok Budi Santoso menyatakan, “Activity Based Costing (ABC) adalah metode costing yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer untuk keputusan strategik dan keputusan lainnya yang mungkin akan mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap.” (hal.292) Blocher, Chen, dan Lin yang diterjemahkan oleh Ambarriani, A. S. (2000) menyatakan, “Activity Based Costing (ABC) adalah pendekatan penentuan biaya
21
produk yang membebankan biaya ke produk atau jasa berdasarkan konsumsi sumber daya yang disebabkan karena aktivitas.” (hal.120) Armanto Witjaksono (2006) menyatakan beberapa definisi ABC : a. suatu proses identifikasi aktivitas yang menyebabkan biaya dan menentukan cost driver setiap aktivitas untuk setiap produk dan jasa yang berbeda b. salah satu upaya meningkatkan akurasi informasi biaya dari system akuntansi biaya konvensional, dimana ABC berusaha meminimalkan fenomena peanut butter costing c. Penerapan ABC dimulai dengan identifikasi secara mendetail mengenai aktivitas yang dibutuhkan untuk memproduksi barang dan jasa melalui tiga tahap : 1. identifikasi activity driver, yakni aktivitas atau transaksi yang menyebabkan timbulnya biaya 2. kaitkan biaya yang timbul dengan setiap aktivitas 3. jumlahkan seluruh biaya aktivitas pada poin ke-2 diatas Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sistem Activity Based Costing (ABC) adalah suatu metode kalkulasi untuk mengatur biaya-biaya yang timbul dalam memproduksi produk dengan menghitung semua biaya yang timbul ke aktivitas-aktivitas yang 22
bersangkutan dan dengan menggunakan cost driver yang sesuai dibebankan ke produk yang bersangkutan. II.4.3 Konsep Dasar ABC Pada dasarnya ABC adalah suatu metode akuntansi biaya dimana pembebanan harga pokok produk merupakan penjumlahan seluruh biaya aktivitas yang menghasilkan (produksi) barang dan jasa. Sistem ABC digunakan sebagai suplemen dan bukan sebagai pengganti dari sistem akuntansi formal di perusahaan. ABC digunakan di perusahaan untuk menentukan produk dan biaya untuk laporan khusus kepada manajer. Blocher, Chen, dan Lin yang diterjemahkan oleh Ambarriani, A. S. (2000) menyatakan bahwa dasar pemikiran pendekatan penentuan biaya ini adalah produk atau jasa perusahaan dilakukan oleh aktivitas dan aktivitas yang dibutuhkan tersebut menggunakan sumber daya yang menyebabkan timbulnya biaya. Sumber biaya dibebankan ke aktivitas, kemudian aktivitas dibebankan kepada objek biaya berdasarkan penggunaannya. ABC memperkenalkan hubungan sebab akibat antara cost driver dengan aktivitas. (hal.120) Menurut Drs. Krismiaji (2000) menyatakan bahwa sistem penentuan harga pokok produk berbasis aktivitas (ABC) adalah sebuah sistem yang pertama kali menelusuri biaya ke aktivitas yang menyebabkan biaya tersebut dan membebankan biaya aktivitas kepada produk. Sistem penentuan harga pokok produk konvensional juga menentukan harga pokok produk melalui dua tahap,
23
yaitu menelusuri biaya ke tempat terjadinya biaya (misalnya departemen), kemudian membebankan biaya ke produk. (hal.123). Armanto Witjaksono (2006) menyatakan ABC adalah metodologi akuntansi yang menghubungkan elemen-elemen berikut ini : a. Biaya (Cost) Biaya diklasifikasikan sebagai
:
1. Biaya Produk, yakni biaya yang berkaitan dengan proses manufaktur produk. Biaya Produk kemudian diklasifikasikan lebih lanjut - Biaya Langsung (traceable product cost) - Biaya Tidak Langsung (indirect product cost) Pengalokasian terhadap biaya dapat berdasarkan jam kerja. 2. Biaya Periode b. Aktivitas (Activity) Aktivitas adalah suatu kelompok kegiatan yang dilakukan dalam sebuah organisasi atau suatu proses kerja, misalnya kegiatan memproses tagihan c. Sumber daya (Resources) Yang dimaksudkan dengan sumber daya adalah pengeluaran organisasi seperti gaji, utilitas, depresiasi, dan sebagainya
24
d. Obyek Biaya (Cost Object) Secara sederhana obyek biaya dapat diartikan sebagai alasan mengapa perhitungan harga pokok harus dilakukan. Dari hal-hal diatas, Garrison dan Noreen memberikan gambaran ABC sebagai berikut : Objek Biaya (misal, Produk dan Konsumen)
Aktivitas
Konsumsi Sumber Daya
Biaya
II.4.4 Cost Driver II.4.4.1 Definisi Cost Driver Untuk memperjelas pembahasan ABC, penulis selanjutnya perlu membahas masalah cost driver yang dapat didefinisikan sebagai berikut : Blocher, Chen, dan Lin yang diterjemahkan oleh Ambarriani, A. S. (2000), “Cost driver adalah faktor-faktor yang menyebabkan perubahan biaya aktivitas, cost driver merupakan faktor yang dapat diukur yang
25
digunakan untuk membebankan biaya ke aktivitas dan dari aktivitas ke aktivitas lainnya, produk atau jasa. (hal.120) Rayburn yang diterjemahkan oleh Sugyarto (1999) menyatakan, “Penggerak Biaya (cost driver) adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kegiatan; mereka menyerap kebutuhan yang ditempatkan pada suatu kegiatan oleh produk atau jasa.” (hal.142) Dapat disimpulkan bahwa cost driver adalah suatu aktivitas yang merupakan pemicu biaya atau yang menyebabkan timbulnya atau terjadinya biaya bagi perusahaan. Cost driver membebankan ke produk berdasarkan sumber daya yang dikonsumsi oleh masing-masing produk atau obyek. II.4.4.2 Pemilihan Cost Driver Untuk menentukan cost driver, ada dua faktor yang harus dipertimbangkan, yaitu : 1. Biaya pengukuran Dalam sistem ABC, perusahaan dapat menentukan dan memilih cost driver untuk menghitung tarif BOP. Oleh karena itu sebaiknya, dalam memilih cost driver, perusahaan menggunakan informasi yang telah tersedia. Informasi yang belum tersedia dalam sistem harus dihasilkan dan upaya untuk menghasilkan informasi tersebut jelas akan menambah biaya. 26
Penggunaan homogeneous cost pool memeberikan kemudahan dalam memilih sebuah cost driver. Dengan cara demikian, pemilihan cost driver dapat menghemat atau meminimumkan biaya pengukuran. 2. Derajat korelasi dan pengukuran tidak langsung Struktur informasi yang ada dapat dieksploitasi dengan cara lain untuk meminimumkan biaya perolehan kuantitas cost driver. Dalam kondisi khusus, kadang-kadang cost driver yang mengukur konsumsi aktivitas secara langsung dapat diganti dengan cost driver pengganti yaitu cost driver yang tidak secara langsung mengukur konsumsi aktivitas. II.4.5 Klasifikasi Tingkat Aktivitas Menurut Henry Simamora (1999), terdapat empat tingkat umum aktivitas, dimana masing-masing aktivitas tersebut dibagi-bagi lagi menjadi pusat-pusat aktivitas tertentu. Keempat tingkat aktivitas itu (hal.198) adalah 1. Aktivitas unit level adalah aktivitas-aktivitas yang muncul sebagai akibat dari jumlah volume produksi yang melalui sebuah fasilitas produksi. Unit level activity dilakukan setiap kali sebuah unit diproduksi. Aktivitas-aktivitas tingkat unit merupakan aktivitasaktivitas repetitif. Sebagai contoh, menyediakan tenaga untuk menjalankan peralatan menjadi aktivitas unit level karena tenaga 27
tersebut cenderung dikonsumsi secara proporsional dengan jumlah unit produksi. 2. Aktivitas Batch level adalah aktivitas-aktivitas tingkat gugus produk (batch-level activites) mencakup tugas-tugas seperti penempatan pesenan pembelian, penyiapan perlengkapan produksi, pengiriman produk kepada pelanggan dan penerimaan bahan baku. Biaya-biaya pada tingkat gugus ini (batch) ini dihasilkan menurut jumlah gugus produk yang diproses ketimbang berdasarkan jumlah unit yang diproduksi, jumlah unit yang dijual atau ukuran volume lainnya. Sebagai contoh, biaya set up mesin untuk memproses batch sama tanpa memperhatikan apakah batch berisi satu atau 5000 item. 3. Aktivitas Product level adalah aktivitas-aktivitas tingkat produk (product level activites) berkaitan dengan produk tertentu yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas-aktivitas ini mendukung produksi dan penjualan masing-masing produk. Semakin banyak produk dan lini produk, semakin tinggi biaya aktivitas-aktivitas tingkat produk. Aktivitas-aktivitas ini berkaitan dengan suatu produk tetapi tidak dengan produk lainnya. Sebagai contoh, melakukan inspeksi mutu merupakan aktivitas tingkat produk karena beberapa produk membutuhkan inspeksi, sedangkan produk lainnya tidak membutuhkan inspeksi.
28
4. Aktivitas Facility level adalah aktivitas-aktivitas tingkat fasilitas (facility level activities) biasanya digabung ke dalam sebuah pusat aktivitas tunggal karena aktivitas-aktivitas ini berkaitan dengan keseluruhan produksi dan tidak dengan gugus spesifikasi tertentu ataupun produk tertentu yang diproduksi. Biaya tingkat fasilitas meliputi unsur-unsur seperti manajemen pabrik, asuransi, pajak bumi dan bangunan, dan fasilitas rekreasional karyawan. II.4.6 Langkah-Langkah Implementasi ABC merupakan proses dua tahap, yaitu pada tahap pertama sistem ABC menelusuri biaya berdasarkan aktivitas penyebab timbulnya biaya, lalu tahap kedua membebankan biaya aktivitas tersebut pada produk. Menurut Hansen dan Mowen yang diterjemahkan Hermawan (1999), tahapan untuk menerapkan ABC adalah : a. Prosedur tahap pertama Dalam prosedur tahap pertama ini, terdapat empat langkah untuk menelusuri biaya berdasarkan aktivitas penyebab timbulnya biaya, yaitu : 1. Identifikasi dan klasifikasi aktivitas Hal pertama yang harus dilakukan adalah identifikasi dan klasifikasikan semua aktivitas yang dilakukan perusahaan. 29
Aktivitas adalah pekerjaan yang dilakukan dalam suatu organisasi, oleh karena itu identifikasi aktivitas memerlukan suatu daftar dari semua jenis pekerjaan yang berbeda-beda. 2. Penentuan penggerak biaya (cost driver) Setelah mengidentifikasikan dan mengklasifikasikan aktivitas, maka tahap selanjutnya adalah menentukan penggerak biaya untuk masing-masing aktivitas. 3. Pengelompokkan biaya (cost pool) yang homogen Menurut Hansen dan Mowen yang diterjemahkan Hermawan (1999) menyatakan, “Untuk mengurangi jumlah tarif overhead yang diperlukan dan perampingan proses, aktivitas-aktivitas dikelompokkan
pada
kumpulan
yang
sejenis
berdasarkan
karakteristik yang sama, yaitu secara logika berkorelasi dan memiliki rasio konsumsi yang sama untuk semua produk. Biayabiaya dikaitkan dengan setiap kumpulan sejenis ini dengan menjumlahkan biaya-biaya dari setiap aktivitas yang ada pada setiap kumpulan jenis tersebut. Kumpulan biaya overhead yang berkaitan dengan setiap kumpulan aktivitas disebut dengan kelompok biaya sejenis.
30
4. Penghitungan tarif overhead kelompok (pool rate) Langkah selanjutnya adalah menghitung tarif overhead kelompok (pool rate). Tarif overhead dihitung dengan menggunakan rumus tarif overhead dibagi dengan penggerak biayanya. Perhitungan tarif kelompok menyelesaikan tahap pertama. b. Prosedur tahap kedua Pada prosedur tahap kedua ini, biaya dari setiap kelompok overhead ditelusuri ke produk. Pembebanan dari setiap kelompok biaya kepada setiap produk dihitung sebagai berikut : Tarif kelompok X Unit Penggerak yang dikonsumsi oleh produk Contoh perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan sistem ABC. PT. X memproduksi dua produk A dan B. Berikut adalah data biaya produksi dan data biaya yang dilaporkan oleh PT. X : Keterangan
Produk A
Volume Produksi
Produk B
Total
10
90
100
Rp 780.000
Rp 7.380.000
Rp 8.160.000
Pesanan Produksi
4
10
14
Jam Mesin
2
18
20
6.2
53.8
60
5
30
35
10
15
25
100
250
350
Biaya Utama
Jam Tenaga Kerja Langsung Jam Set Up Mesin Jam Inspeksi Luas Lantai Pabrik Tabel II.2
Tabel Data Kegiatan Produksi 31
Biaya Overhead : Biaya Bahan Tidak Langsung
Rp 200.000
Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung
Rp 240.000
Biaya Listrik
Rp 400.000
Biaya Inspeksi
Rp 300.000
Biaya Set Up Mesin
Rp 250.000
Biaya Penyusutan Mesin
Rp 300.000
Biaya Penyusutan Gedung Pabrik
Rp 400.000
Biaya Perekayasaan
Rp 210.000
Total Biaya Overhead
Rp 2.300.000
Tabel II.3
Tabel Data Biaya Overhead
Langkah-langkah dalam mengimplementasikan sistem ABC pada PT X : 1. Prosedur tahap pertama a. Identifikasi dan Klasifikasikan aktivitas
Aktivitas Perusahaan
Tingkat Aktivitas
Aktivitas penggunan bahan tidak langsung
Unit
Aktivitas penggunaan tenaga kerja tidak langsung
Unit
Aktivitas pemakaian listrik
Unit
Aktivitas inspeksi
Batch
Aktivitas set up mesin
Batch
Aktivitas penyusutan mesin
Unit
Aktivitas penyusutan gedung pabrik
Fasilitas
Aktivitas perekayasaan
Produk
Tabel II.4
Tabel Aktivitas dan Tingkat Aktivitas 32
b. Penentuan penggerak biaya (cost driver) Menentukan penggerak biaya yang akan digunakan untuk membebankan biaya-biaya dari masing-masing aktivitas yang telah dikelompokkan adalah langkah selanjutnya. Penentuan penggerak biaya akan disajikan melalui tabel II.5 Tingkat Aktivitas Perusahaan
Cost Driver
Aktivitas
Aktivitas penggunan bahan tidak langsung
Unit
Volume Produksi
Aktivitas penggunaan tenaga kerja tidak langsung
Unit
JTKL
Aktivitas pemakaian listrik
Unit
JM
Aktivitas inspeksi
Batch
JI
Aktivitas set up mesin
Batch
JS
Aktivitas penyusutan mesin
Unit
JM
Aktivitas penyusutan gedung pabrik
Fasilitas
LL
Aktivitas perekayasaan
Produk
PP
Tabel II.5
Tabel Biaya dengan Aktivitas dan Cost Drivernya
c. Pengelompokkan biaya (cost pool) Berdasarkan cost driver yang telah ditentukan, maka biaya dari aktivitas dapat dikelompokkan dalam suatu kelompok biaya yang sejenis (cost pool). Pengelompokkan biaya yang homogen disajikan dalam tabel II.6
33
Aktivitas Perusahaan
Tingkat Aktivitas
Cost Driver
Unit
Volume Produksi
Unit
JTKL
Aktivitas pemakaian listrik
Unit
JM
Aktivitas penyusutan mesin
Unit
JM
Batch
JI
Batch
JS
Produk
PP
Fasilitas
LL
Kelompok Biaya 1 : Aktivitas penggunan bahan tidak langsung
Kelompok Biaya 2 : Aktivitas penggunaan tenaga kerja tidak langsung
Kelompok Biaya 3 :
Kelompok Biaya 4 : Aktivitas inspeksi
Kelompok Biaya 5 : Aktivitas set up mesin
Kelompok Biaya 6 : Aktivitas perekayasaan
Kelompok Biaya 7 : Aktivitas penyusutan gedung pabrik Tabel II.6
Tabel Kelompok Aktivitas dan Kelompok Biaya Sejenis
34
d. Perhitungan tarif overhead kelompok (pool rate) Langkah selanjutnya adalah menghitung tarif overhead, yaitu dengan cara membagi biaya overhead dan cost drivernya. Perhitungan pool rate disajikan dalam tabel II.7 dibawah ini : Kelompok Biaya 1 : Overhead yang berhubungan dengan biaya produksi Aktivitas penggunan bahan tidak langsung
Rp 200.000
Volume Produksi
100.000 unit
Tarif overhead per kelompok biaya 1
Rp 2/unit
Kelompok Biaya 2 : Overhead yang berhubungan dengan JKTL Aktivitas penggunaan tenaga kerja tidak langsung JTKL Tarif overhead per kelompok biaya 2
Rp 240.000 60.000 JTKL Rp 4/JTKL
Kelompok Biaya 3 : Overhead yang berhubungan dengan Jam Mesin Aktivitas pemakaian listrik
Rp 400.000
Aktivitas penyusutan mesin
Rp 300.000
Total Biaya kelompok 3
Rp 700.000
35
JM Tarif overhead per kelompok biaya 3
20.000 Jam Rp 35/JM
Kelompok Biaya 4 : Overhead yang berhubungan dengan Jam Inspeksi Aktivitas inspeksi JI Tarif overhead per kelompok biaya 4
Rp 300.000 25 JI Rp 12.000/JI
Kelompok Biaya 5 : Overhead yang berhubungan dengan Jam Set Up Mesin Aktivitas set up mesin JS Tarif overhead per kelompok biaya 5
Rp 250.000 35 JS Rp 7142, 86/JS
Kelompok Biaya 6 : Overhead yang berhubungan dengan Pesanan Produksi Aktivitas perekayasaan PP Tarif overhead per kelompok biaya 6
Rp 210.000 14 Rp 15.000/PP
36
Kelompok Biaya 7 : Overhead yang berhubungan dengan Luas Lantai Pabrik Aktivitas penyusutan gedung pabrik
Rp 400.000
LL
35 LL
Tarif overhead per kelompok biaya 7 Tabel II.7
Rp 1.142, 86/LL Tabel Perhitungan Tarif Overhead
2. Prosedur tahap kedua Pada tahap ini kita membebankan berbagai biaya aktivitas ke produk. Besarnya alokasi biaya overhead pada masing-masing produk diperoleh dengan cara mengalikan tarif overhead masing-masing penggerak biaya dengan besarnya unit penggerak biaya yang dikonsumsi untuk tiap produk. Setelah itu diketahuilah besarnya harga pokok produksi masing-masing produk. Keterangan Biaya Utama
Produk A
Produk B
Rp 780.000
Rp 7.380.000
Biaya Overhead :
Kelompok Biaya 1 Overhead yang berhubungan dengan biaya produksi Rp 2/unit X 10.000 unit Rp 2/unit X 90.000 unit
Rp 20.000 Rp 180.000
37
Kelompok Biaya 2 Overhead yang berhubungan dengan JKTL Rp 4/JTKL X 6.200 JTKL
Rp 24.800
Rp 4/JTKL X 53.800 JTKL
Rp 215.200
Kelompok Biaya 3 : Overhead yang berhubungan dengan Jam Mesin Rp 35/JM X 2.000 JM
Rp 70.000
Rp 35/JM X 18.000 JM
Rp 630.000
Kelompok Biaya 4 : Overhead yang berhubungan dengan Jam Inspeksi Rp 12.000/JI X 10 JI
Rp 120.000
Rp 12.000/JI X 15 JI
Rp 180.000
Kelompok Biaya 5 : Overhead yang berhubungan dengan Jam Set Up Mesin Rp 7142, 86/JS X 5 JS
Rp 35.714, 30
Rp 7142, 86/JS X 30 JS
Rp 214.285, 80
Kelompok Biaya 6 : Overhead yang berhubungan dengan Pesanan Produksi Rp 15.000/PP X 4 PP
Rp 60.000
Rp 15.000/PP X 10 PP
Rp 150.000
Kelompok Biaya 7 : Overhead yang berhubungan dengan Luas Lantai Pabrik Rp 1.142, 86/LL X 100 LL Rp 1.142, 86/LL X 250 LL
Rp 114.286 Rp 285.715
38
Total Biaya Produksi
Rp 1.224.800,
Rp 9.235.200,
30
80
Volume Produksi Harga Pokok Produksi Per Unit
10
90
Rp 122.48
Rp 102.61
Tabel II.8 Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan sistem ABC O’ Guin (1999) menyatakan, the successful system depends on four key factors : 1. The system has top management support Yang terjemahannya, sistem harus didukung oleh manajemen puncak 2. The ABC methods are understandable and explained Yang terjemahannya, metode ABC dapat dimengerti dan dijelaskan 3. The systemis accessible Yang terjemahannya, sistem dapat diperoleh dan dicapai 4. Internal people take ownership of the system Yang terjemahannya, orang dalam mengerti akan sistem II.4.7 Manfaat dan Kerbatasan ABC Blocher, Chen, dan Lin yang diterjemahkan oleh Ambarriani, A. S. (2000) menyatakan beberapa manfaat dan keterbatasan sistem ABC (hal.127).
39
Manfaat utama ABC : 1. ABC menyajikan biaya produk yang lebih akurat dan informatif, yang mengarahkan pada pengukuran profitabilitas produk yang lebih akurat dan kepada keputusan strategik yang lebih baik tentang penentuan harga jual, lini produk, pasar dan pengeluaran modal. 2. ABC menyajikan pengukuran yang lebih akurat tentang biaya yang dipicu oleh adanya aktivitas. Hal ini dapat membantu manajemen untuk meningkatkan product value dan process value dengan membuat keputusan yang lebih baik tentang desain produk, mengendalikan biaya secara lebih baik dan membantu perkembangan proyek-proyek peningkatan value. 3. ABC memudahkan manajer memberikan informasi tentang biaya relevan untuk pengambilan keputusan bisnis. Keterbatasan ABC : 1. Alokasi. Bahkan jika data aktivitas tersedia, beberapa biaya mungkin membutuhkan alokasi ke departemen atau produk berdasarkan ukuran volume yang arbitrer secara praktis tidak dapat ditemukan aktivitas yang dapat menyebabkan biaya tersebut. Contoh, beberapa biaya untuk mempertahankan fasilitas, seperti aktivitas membersihkan pabrik dan pengelolaan proses produksi.
40
2. Mengabaikan biaya. Keterbatasan lain dari ABC adalah beberapa biaya yang diidentifikasikan pada produk tertentu diabaikan dari analisis. Aktivitas yang biayanya sering diabaikan adalah pemasaran, advertensi, riset dan pengembangan, rekayasa produk, dan klaim garansi. Tambahan biaya secara sederhana ditambahkan ke biaya produksi untuk menentukan biaya produk total. Secara tradisional, biaya pemasaran dan administrasi tidak dimasukkan ke dalam biaya produk karena persyaratan pelaporan keuangan yang ditetapkan oleh GAAP
(Generally
Accepted
Accounting
Principles)
yang
mengharuskan memasukkannya ke dalam biaya periode. 3. Pengeluaran dan waktu yang dikonsumsi. Sistem ABC sangat mahal untuk dikembangkan dan diimplementasikan. Di samping itu, juga membutuhkan waktu yang cukup banyak. II.4.8 Perbedaan Sistem Tradisional dengan Sistem ABC Carter dan Usry (2002) karakteristik dari sistem perhitungan biaya secara konvensional : 1. Volume atau ukuran tingkat unit digunakan sebagai dasar mengalokasikan overhead ke output 2. Jumlah tempat penampungan overhead dan dasar alokasi lebih banyak di sistem ABC
41
3. Suatu perbedaan umum antara sistem konvensional dengan sistem ABC adalah homogenitas dari biaya dalam satu tempat penampungan biaya 4. Semua sistem ABC adalah sistem perhitungan dua tahap, sementara sistem konvensional dapat merupakan perhitungan satu tahap atau dua tahap
II.5
Harga Jual II.5.1 Metode Penentuan Harga Jual Mengacu pada pendapat Garrison et al. terdapat dua pendekatan dalam menentukan harga jual, yaitu : 1. Pendekatan Absorption Costing untuk Cost Plus Pricing Pendekatan Absorption Costing untuk Cost Plus Pricing adalah proses penentuan harga jual dengan cara menghitung biaya produksi per unit, memutuskan berapa laba yang diinginkan, kemudian menentukan harga jual. Tahapannya adalah produk yang dibuat, dihargai dan siap dipasarkan segera setelah ditentukan harganya. Harga Jual = Biaya + (Persentase Mark Up x Biaya)
42
Pendekatan Absorption Costing untuk Cost Plus Pricing Biaya bahan baku
xxx
Biaya tenaga kerja langsung
xxx
BOP Variabel
xxx
BOP Tetap
xxx
Ditambah :
Biaya Produksi Per unit
xxx
Mark Up (dalam persen)
xxx
Target Harga Jual Per Unit
+
+
xxx
2. Target Costing Target Costing adalah proses menentukan biaya maksimum, biasanya untuk produk baru dan kemudian membuat prototype, yang dapat memberikan keuntungan untuk target maksimum perhitungan biaya. Tahapannya terbalik, perusahaan telah mengetahui berapa harga jual produk dan kemudian baru membuat produk yang dapat dipasarkan dengan tingkat laba yang telah ditentukan. Target Biaya = Antisipasi Harga Jual – Laba yang Diharapkan
43
Target Costing dapat digambarkan sebagai berikut : Proyeksi Penjualan Dikurangi
xxx
: Laba yang diharapkan
(Persentase yang diharapkan x Nilai Investasi)
xxx-
Target Biaya
xxx
Target Biaya Per Unit = Target Biaya / Jumlah Unit
44