BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Pajak dan Fungsi Pajak 2.1.1 Definisi Pajak Menurut Adriani dalam kutipan Soemarso (2007:2), “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontrasprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” Sedangkan menurut Adriani dalam kutipan Waluyo dan Wirawan (2003:4) : “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” Sedangkan menurut Djayadiningrat yang dikutip oleh Siti Resmi (2009:1) : “Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang
24
memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum. 2.1.2
Fungsi Pajak
Ada 2 fungsi pajak, yaitu : 1. Fungsi Budgetir Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran. 2. Fungsi Mengatur Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
2.2 Subjek PPN Menurut Hukum Pajak, Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak tidak langsung, artinya pajak yang pada akhirnya dapat dilimpahkan atau dialihkan kepada pihak ketiga atau pihak lain. Dalamhalinipenjual(pengusaha) memperhitungkan besarnya pajak tetapi pembeli yang harus membayar pada saat membeli barang.
25
2.3 Objek PPN 2.3.1 Barang Kena Pajak (BKP) Barang Kena Pajak merupakan objek pajak dari pajak pertambahan Nilai (PPN) yang telah ditentukan oleh undang-undang PPN. 2.3.1.1.
Penyerahan Barang Kena Pajak Penyerahan barang yang termasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah :
1. Penyerahan hak atas BKP karena satu perjanjian. 2. Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing. 3. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui jurulelang . 4. Pemakaian sendiri dana atau pemberian cuma-cuma atas BKP. 5. Persediaan BKP dana aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual-belikan, yang masih tersisa pada pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas perolehan aktivas tersebut menurut ketentuan yang dikreditkan. 6. Penyerahan BKP dari pusat kecabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP antar cabang. 7. Penyerahan BKP secara konsinyasi.
26
2.3.2
Jasa Kena Pajak (JKP) Jasa
Kena
Pajak
merupakan
kegiatan
pelayanan
berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan
suatu
barang
atau
jasa
dikenakan
pajak
berdasarkan undang-undang PPN. 2.3.2.1.
Penyerahan Jasa Kena Pajak
Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum: a) Suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia: 1) Untuk dipakai pihak lain dengan maksud memperoleh penggantian sebagai imbalan. 2) Untuk dipakai pihak lain tanpa ada maksud memperoleh imbalan (pemberian Jasa Kena Pajak cuma-cuma). 3) Untuk kepentingan sendiri (pemakaian sendiri Jasa Kena Pajak). b) Yang dilakukan atas dasar pesanan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
27
2.4 Dasar Hukum 1.
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN).
2.
Pasal 16 C Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
3.
Pasal 16 D Undang-Undang Nomor 8Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
2.5 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Apabila dilihat dari sejarahnya Pajak Pertambahan Nilai merupakan pengganti dari Pajak Penjualan. Alasan penggantian ini karena Pajak Penjualan dirasa sudah tidak ada lagi memadai untuk menampung kegiatan masyarakat dan belum
mencapai
meningkatkan
sasaran
penerimaan
kebutuhan Negara,
mendorong
pembebanan pajak.
28
pembangunan,
antara
ekspor,
dan
lain
untuk
pemerataan
2.5.1
Pengertian PPN
Menurut Bohari (2009:29) Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak tidak langsung yang dikenakan pada setiap pertambahan nilai atau transaksi penyerahan barang dan atau jasa kena pajak dalam pendistribusianya dari produsen dan konsumen.
2.5.2 1
Karakteristik (Legal Character) Pajak Pertambahan Nilai Pajak Tidak Langsung
Berbeda dengan PPh yang bebannya ditanggung oleh WP secara langsung karena berkaitan dengan penghasilan yang diperoleh dan/atau diterima WP, beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain selaku pembeli barang atau penerima jasa karena PPN dikenakan dan dipungut atas transaksi yang diterima atau dipakai oleh pembeli barang atau penerima jasa tersebut. 2
Pajak objektif
Berbeda dengan PPh yang pengenaan dan pembebananya dikenakan dan dirasakan langsung oleh atau melekat kepada subjek pajak, timbulnya kewajiban membayar PPN sangat ditentukan oleh adanya objek pajaknya. Kondisi subjektif tidak dipertimbangkan. 3
Multi-Stage Tax
PPN dikenakan secara bertahap di setiap dan diseluruh rantai produksi dan disribusi. 4
Non-kumulatif
29
Meskipun PPn adalah multi-stage tax tetapi PPN tidak bersifat kumulatif karena PPN mengenal adanya mekanisme pengkreditan pajak masukan. 5
Tarif Tunggal
Tarif PPN sangat sederhana karena hanya ada tarif 10% untuk transaksi penyerahan barang atau jasa di dalam negeri atau 0% atas transaksi ekspor. 6
Credit Method
(PPN terutang untuk dibayar ke kas negara dihitung menggunakan indirect substraction method/invoice method/ credit method) Ini artinya PPN terutang adalah selisih PPN yang harus dipungut untuk transaksi penyerahan barang atau jasa dalam negeri yang harus dikenakan PPN (pajak keluaran) dengan PPN yang dipungut sehubungan pembelian atau perolehan barang atau penerimaan jasa (pajak masukan). Atau, pajak masukan yang memenuhi syarat dapat dikreditkan dengan pajak keluaran untuk menghitung pajak yang disetor ke negara. 2.6 Faktur Pajak 2.6.1. Definisi Faktur Pajak Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Penyerahan Jasa Kena Pajak atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai.
30
2.6.2. Fungsi Dan Kewajiban Membuat Faktur Pajak 2.6.2.1.
Kewajiban Membuat Faktur Pajak Kewajiban membuat Faktur Pajak merupakan pencerminan
atau refleksi dari kewajiban memungut pajak terutang yang diatur dalam Pasal 3A ayat (1) UU PPN 1984.
2.6.2.2.
Fungsi Faktur Pajak Berdasarkan memori penjelasan Pasal 13 ayat (1) dan Pasal
1 huruf t UU PPN 1984, Faktur Pajak berfungsi sebagai: a) Bukti pungutan pajak bagi Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dan bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. b) Bukti pembayaran pajak ditinjau dari sisi pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak atau orang pribadi atau badan yang mengimpor Barang Kena Pajak. c) Sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. 2.7. Pelaporan Pajak Terutang 2.7.1. Kewajiban Menyampaikan SPT Masa PPN Kewajiban melaporkan pajak yang terutang dalam pasal 3A ayat (1) UU PPN 1984 merupakan refleksi dari ketentuan pasal 3 ayat (1) UU KUP yang menentukan: “ Setiap Wajib Pajak wajib mengisi surat pemberitahuan dalam bahasa indonesia dengan
31
menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan.
2.7.2. Saat Penyetoran dan Pelaporan Berdasarkan Perubahan Ketiga UU PPN 1984 dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 yang Mulai Berlaku 1 April 2010 Dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 ditambahkan beberapa pasal baru, salah satu diantaranya adalah Pasal 15A yang mengatur saat penyetoran pajak yang terutang dan saat penyampaian SPT Masa PPN sebagai berikut: 1. Penyetoran PPN yang merupakan hasil pengreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran oleh PKP dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan. 2. SPT Masa PPN disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. 2.8. Fasilitas PPN/PPnBM Fasilitas di bidang PPN yang sebelumnya diatur dalam berbagai peraturan pelaksanaan, sejak 1 januari 2001 diatur dalam: a) Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003 tanggal 14 juli 2003 tentang impor dan atau
32
Penyerahan Barang Kena Pajak Tertntu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang di bebaskan dari Pengenaan PPN. b) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat Strategis yang dibebaskan dari Pengenaan PPN. Mulai 1 agustus 2002, peraturan pemerintah ini diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2002 tanggal 23 juli 2002.
2.9. Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Terhadap penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di samping dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagaimana telah disebut dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPN dan PPnBM dikenal juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
2.9.1. Definisi pajak penjualan atas barang mewah ( PPnBM ) Pajak pertanbahan nilai atas barang dan jasa adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean Indonesia yang dilakukan oleh pengusaha, impor barang kena pajak, penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean Indonesia yang dilakukan oleh pengusaha, pemanfaatan barang kena pajak tidak
33
terwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Indonesia, pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Indonesia, atau ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
2.9.2. Karakteristik Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 1. Pengenaan terhadap PPnBM ini hanya satu kali yaitu pada waktu penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor. Barang Kena Pajak yang tergolong mewah. 2. PPnBM tidak dapat dilakukan pengkreditan dengan PPN. Namun demikian, apabila eksportir mengekspor BKP yang tergolong mewah, maka PPnBM yang telah dibayar pada saat perolehan dapat diretitusi.
2.9.3. Objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah Sebagai Objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah : 1. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan Barang tersebut didalam
Daerah
Pabean
dalam
kegiatan
pekerjaannya. 2. Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
34
usaha
atau
35