BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Belajar a.
Pengertian Belajar Pandangan tentang definisi belajar tidak akan pernah habis terkupas, banyak teori yang membahas tentang belajar. Belajar selalu diidentifikasikan sebagai suatu perubahan pada diri individu yang disebabkan oleh pengalaman. Perubahan yang terjadi pada diri seseorang banyak sekali, baik sifat maupun jenisnya. Belajar itu baru timbul bila seseorang menemui suatu situasi baru dan menghadapinya dengan menggunakan pengalaman yang telah dimiliki. Belajar dalam pengertian yang paling umum adalah setiap perubahan tingkah laku akibat pengalaman yang diperolehnya atau sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku, karena manusia bersifat dinamis dan terbuka, maka proses belajar akan selalu terjadi tanpa henti. Menurut
pengertian
secara
psikologis,
Slameto
(2010)
berpendapat, “Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya” (hlm.2). Menurut Gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar. Belajar merupakan interaksi antara “keadaan internal dan proses kognitif siswa” dengan “stimulus dari lingkungan”. Proses kognitif tersebut menghasilkan suatu hasil belajar. Hasil belajar tersebut terdiri dari informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap, dan
8
9
kemampuan kognitif. (Dimyati & Mudjiono, 1999:10-11) Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses aktivitas diri manusia secara aktif yang melibatkan unsur jasmani maupun rohani untuk menghasilkan perubahan-perubahan dalam hal pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap. Perubahan-perubahan itu bersifat relatif konstan dan menetap. 2. Prestasi Belajar a. Pengertian Prestasi Belajar Menurut Sugiyanto (2010), “Prestasi belajar terdiri dari kata prestasi dan belajar. Prestasi mempunyai arti hasil usaha, yang mana kata prestasi itu sendiri merupakan kata serapan yang dibakukan dari kata prestatie yang berasal dari bahasa Belanda” (hlm.23). Fungsi prestasi belajar dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai anak didik. 2) Sebagai lambang kepuasan hasrat ingin tahu. 3) Sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. 4) Sebagai indikator intern dan ekstern dari institusi pendidikan. 5) Sebagai indikator terhadap daya serap atau kecerdasan. (Sugiyanto, 2010:23) Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), “Prestasi belajar
adalah
penguasaan
pengetahuan
atau
keterampilan
yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan guru” (Sugiyanto, 2010:23). Menurut Bloom,dkk, “Kawasan belajar dibagi menjadi tiga bagian yaitu kawasan kognitif, kawasan afektif, dan kawasan psikomotor. Tes prestasi belajar, secara luas tentu mencakup ketiga kawasan tujuan pendidikan tersebut” (Azwar, 1996:8). Ranah kognitif (Bloom,dkk) terdiri dari enam jenis perilaku sebagai berikut :
10
1) Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan ini berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori atau metode. 2) Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari. 3) Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. 4) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. 5) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. 6) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. Ranah afektif (Krathwohl & Bloom, dkk) terdiri dari lima perilaku sebagai berikut : 1) Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan memperhatikan hal tersebut. 2) Partisipasi, yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan, dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. 3) Penilaian dan penentuan sikap, yang mencakup menerima suatu nilai, menghargai, mengakui, dan menentukan sikap. 4) Organisasi, yang mencakup kemampuan membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup. 5) Pembentukan pola hidup, yang mencakup kemampuan menghayati nilai dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi. Ranah psikomotor (Simpson) terdiri dari dari tujuh jenis perilaku, antara lain : 1) Persepsi, yang mencakup kemampuan memilah-milahkan (mendeskriminasikan) hal-hal secara khas dan menyadari adanya perbedaan yang khas tersebut. 2) Kesiapan, yang mencakup kemampuan penempatan diri dalam keadaan di mana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan mencakup jasmani dan rohani. 3) Gerakan terbimbing, mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh atau gerakan peniruan. 4) Gerakan yang terbiasa, mencakup kemampuan melakukan gerakangerakan tanpa contoh. 5) Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap, secara lancar, efisien, dan tepat. 6) Penyesuaian pola gerakan,yang mencakup kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak dengan persyaratan khusus yang berlaku.
11
7) Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola gerak yang baru atas dasar prakarsa sendiri. (Dimyati & Mudjiono,1999 : 26-30) Berdasarkan definisi-definisi prestasi belajar di atas dapat disimpulkan prestasi belajar adalah hasil belajar yang meliputi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor dan ditunjukkan dengan nilai tes. b. Ranah Afektif Taksonomi Krathwohl dalam ranah afektif adalah yang paling populer dan banyak digunakan dalam pendidikan. Krathwohl mengurutkan ranah afektif tersebut berdasarkan penghayatan. Penghayatan tersebut berhubungan dengan proses ketika perasaan seseorang beralih dari kesadaran umum ke penghayatan yang mengatur perilakunya secara konsisten terhadap sesuatu (Yulaelawati, 2004:61) Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima aspek yakni receiving atau attending, responding, valuing, organisasi dan karakterisasi nilai atau internalisasi nilai. Menurut Sudjana (2010: 10) aspek dari ranah kognitif adalah sebagai berikut: 1) Receiving atau attending adalah kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, atau gejala,
contoh: mendengarkan,
menunjukkan penerimaan,
dan
menanggapi sesuatu. Contoh receiving dalam pembelajaran fisiska adalah siswa mampu dan mau bekerja sama dengan kelompoknya dalam kegiatan diskusi serta mampu menghargai dan menghormati pendapatt dari orang lain. 2) Responding merupakan reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketetapan reaksi, kedalaman perasaan, kepuasaan merespon, tanggung jawab dalam memberikan respon terhadap stimulus luar yang dating pada dirinya. Contoh responding dalam pelajaran fisika adalah tanggung jawab dalam
mengerjakan tugas
fisika.
Dan mampu
pendapatnya yang menunjukan sikap percaya diri siswa.
mengutarakan
12
3) Valuing berhubungan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang diterimanya. Dalam hal ini termasuk kesdiaan menerima nilai, latar belakang atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut. Contoh valuing dalam pembelajaran fisika adalah kedisiplinan terhadap aturan yang ada. 4) Organisasi
merupakan
kemampuan
mengatur
atau
mengelola
berhubungan dengan tindakan penilaian dan perhitungan yang telah dimiliki, contoh: merumuskan, mendiskusikan, menguji, membangun opini, dan menyeimbangkan. 5) Karakterisasi nilai atau internalisasi nilai merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya, contoh: memperbaiki, membutuhkan, menempatkan pada standar yang tinggi, mengelola, menolak, dan mencari penyelesaian dari suatu masalah. Pengertian tiap indikator sikap dalam pembatasan masalah adalah sebagai berikut : 1) Kedisiplinan Suratman memberikan pengertian disiplin sebagai suatu ketaatan yang sungguh-sungguh dan didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas dan kewajiban serta sikap dan perilaku sesuai dengan aturan atau tata kelakuan yang semestinya di dalam suatu lingkungan tertentu (Suratman, 1999: 32). Kedisiplinan adalah hal mentaati tata tertib di segala aspek kehidupan, baik agama, budaya, pergaulan, sekolah, dan lain-lain. Dengan kata lain, kedisiplinan merupakan kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku individu yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban. (Muhamad, 2003: 13) Berdasarkan pada pengertian dalam Kamus besar Bahasa Indonesia (1988: 208), yang berasal dari kata “disiplin” berarti ketaatan atau kepatuhan kepada peraturan tata tertib dan sebagainya.
13
Dari pengertian dasar tersebut, kemudian berlanjut dengan istilah kedisiplinan yang dapat diartikan sebagai keadaan yang taat kepada peraturan tata tertib. 2) Tanggung Jawab Menurut Narwanti (2011: 30) tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan menurut Lickona (2013: 95) tanggung jawab adalah sisi aktif moralitas. Tanggung jawab meliputi peduli terhadap diri sendiri dan orang lain, memenuhi kewajiban, memberi kontribusi terhadap masyarakat, meringankan penderitaan orang lain, dan menciptakan dunia yang lebih baik. Indikator untuk sikap tanggung jawab antara lain mengerjakan tugas rumah atau PR. 3) Percaya Diri Kepercayaan diri adalah suatu sifat dimana seseorang merasa yakin terhadap dirinya sendiri.Keyakinan itu meliputi yakin terhadap kemampuannya, yakin terhadap pribadinya, dan yakin terhadap keyakinan hidupnya. Pada dasarnya batasan ini menekankan pada kemampuan individu menilai dan memahami apa-apa yang ada pada dirinya
tanpa
rasa
ragu-ragu
dan
bimbang.
Hasan
(dalam
Iswidharmanjaya, 2004),mengatakan bahwa kepercayaan diri adalah percaya akan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri dan menyadari kemampuan yang dimiliki, serta dapat memanfaatkannya secara tepat. Percaya diri adalah yakin pada kemampuan-kemampuan sendiri, yakin pada tujuan hidupnya, dan percaya bahwa dengan akal budi orang akan mampu melaksanakan apa yang mereka inginkan. Orang yang percaya diri mempunyai harapan-harapan yang realistis, dan mampu menerima diri serta tetap positif meskipun sebagian dari harapan-harapan itu tidak terpenuhi (Davies, 2004). Pendapat di atas diperkuat dengan definisi kepercayaan diri yang dikemukakan oleh
14
Barbara (2005), yaitu sesuatu yang harus mampu menyalurkan segala yang kita ketahui dan segala yang kita kerjakan. Contoh percaya diri dalam proses pembelajaran adalah berani menngemukakan pendapat. 4) Kerjasama Menurut Soerjono Soekanto (2006: 66) kerjasama merupakan suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Pendapat tersebut sudah jelas mengatakan bahwa kerjasama merupakan bentuk hubungan antara beberapa pihak yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama dalam konteks pembelajaran yang melibatkan siswa, Miftahul Huda (2011: 24-25) menjelaskan lebih rinci yaitu, ketika siswa bekerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas kelompok, mereka memberikan dorongan, anjuran, dan informasi pada teman sekelompoknya yang membutuhkan bantuan. Hal ini berarti dalam kerjasama, siswa yang lebih paham akan memiliki kesadaran untuk menjelaskan kepada teman yang belum paham. Anita Lie (2005: 28) mengemukakan bahwa kerjasama merupakan
hal
yang
sangat
penting
dan
diperlukan
dalam
kelangsungan hidup manusia. Tanpa adanya kerjasama tidak akan ada keluarga, organisasi, ataupun sekolah, khusunya tidak akan ada proses pembelajaran di sekolah. Lebih jauh pendapat Anita Lie dapat diartikan, bahwa tanpa adanya kerjasama siswa, maka proses pembelajaran di sekolah tidak akan berjalan dengan baik dan akhirnya tujuan pembelajaran tidak akan
tercapai.
Melihat
pentingnya
kerjasama
siswa
dalam
pembelajaran di kelas maka sikap ini harus dikembangkan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kerjasama siswa dapat diartikan sebagai sebuah interaksi atau hubungan antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hubungan yang dimaksud adalah hubungan yang dinamis yaitu, hubungan yang saling
15
menghargai, saling peduli, saling membantu, dan saling memberikan dorongan sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Tujuan pembelajaran tersebut meliputi perubahan tingkah laku, penambahan pemahaman, dan penyerapan ilmu pengetahuan. 5) Menghargai Pendapat Menghargai pendapat orang lain artinya sikap memperhatikan kemauan atau perkataab orang lain dengan sungguh-sungguh. (Mochlisin: 2007) c. Ranah Kognitif Ranah kognitif berkenaan dengan perilaku yang berhubungan dengan berpikir dan pemecahan masalah. Ranah kognitif lebih menekankan pada aspek intelektual yang memiliki jenjang yang rendah sampai yang tinggi,yaitu pengetahuan yang menitik beratkan pada aspek ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,dan evaluasi (Rusman, 2011:171). Ranah kognitif dalam pembelajaran lebih menekankan kegiatan intelektualitas sehingga kemampuan berpikir siswa yang dinilai. Contoh dari ranah kognitif siswa adalah siswa memperoleh pengetahuan atau mendemonstrasikan kemampuan berpikir (Wenno, 2008:120). Ranah kognitif merupakan ketercapaian belajar siswa dalam pemahaman
dan
penguasaan
konsep
dan
materi
pembelajaran.
Kemampuan kognitif berorientasi pada kemampuan berpikir yang mencakup
kemampuan
intelektual
sederhana
sampai
kemampuan
intelektual tingkat tinggi (Sudjana, 2010:22). Yulaelawati (2004:59-61) memaparkan keenam tingkatan kognitif dalam taksonomi Bloom tersebut adalah C1 (pengetahuan) yang berupa kemampuan mengingat hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya, C2 (pemahaman) berupa kemampuan memahami
materi,
C3
(penerapan)
berupa
kemampuan
untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari dan dipahami ke dalam situasi yang nyata, C4 (analisis) berupa kemampuan untuk menguraikan materi ke dalam komponen-komponen yang lebih terstruktur dan mudah dipahami,
16
C5 (sintesis) berupa kemampuan untuk mengumpulkan bagian-bagian menjadi suatu bagian yang utuh dan menyeluruh, dan C6 (penilaian) berupa kemampuan untuk memperkirakan dan menguji nilai suatu materi untuk tujuan tertentu. Anderson dan Krathwohl (2010: 99-140) melakukan revisi pada taksonomi Bloom khususnya pada ranah kognitif (cognitive). Ranah kognitif (C) menurut Anderson terdiri dari enam tingkatan. Tingkatan yang pertama (C1) adalah mengingat, peserta didik diharapkan dapat menjelaskan jawaban faktual, menguji ingatan dan pengenalan. Tingkatan kedua (C2) adalah memahami, peserta didik diharapkan mampu menerjemahkan, perhitungan.
menafsirkan,
menyederhanakan,
dan
membuat
Tingkatan ketiga (C3) adalah menerapkan, peserta didik
diharapkan mampu memahami kapan menerapkan, mengapa menerapkan dan mengenali pola penerapan ke dalam situasi yang baru, tidak biasa, dan agak berbeda atai berlainan. Tingkatan keempat (C4) adalah menganalisis, peserta didik diharapkan mampu memecahkan ke dalam bagian, bentuk, dan pola. Tingkatan kelima (C5) adalah menilai, peserta didik diharapkan mampu menilai berdasarkan kriteria dan menyatakan alasannya. Tingkatan yang keenam (C6) adalah menciptakan, peserta didik diharapkan mampu menggabungkan unsur-unsur ke dalam bentuk atau pola yang sebelumnya kurang jelas. Penilaian hasil belajar pada ranah kognitif merupakan penilaian hasil belajar yang berorientasi kepada kemampuan berpikir, atau penilaian pada produk yaitu pemahaman siswa terhadap materi. Perbedaan antara taksonomi kognitif Bloom lama dan taksonomi kognitif Bloom baru yang telah direvisi oleh Anderson ditunjukkan pada Tabel 2.1
17
Tabel 2.1 Perbedaan Taksonomi Bloom Lama dan Baru Tingkatan
Lama
Baru/dimensi proses kognitif
C1
Pengetahuan (Knowlwdge)
Mengingat (Remember)
C2
Pemahaman (Understand)
Memahami (Understand)
C3
Penerapan (Apply)
Menerapkan (Apply)
C4
Analisis (Analyze)
Menganalisis (Analyze)
C5
Sintesis (Synthesis)
Mengevaluasi (Evaluate)
C6
Evaluasi (Evaluate)
Mencipta (Create)
d. Prinsip-prinsip Pengukuran Prestasi Belajar Menurut Gronlund (1977) mengenai penyusunan tes prestasi merumuskan beberapa prinsip dasar dalam pengukuran prestasi sebagai berikut: 1) Tes prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara jelas sesuai dengan tujuan instruksional. 2) Tes prestasi harus mengukur suatu sampel yang representatif dari hasil belajar dan dari materi yang dicakup oleh program instruksional atau pengajaran. 3) Tes prestasi harus berisi item-item dengan tipe yang paling cocok guna mengukur hasil belajar yang diinginkan. 4) Tes prestasi harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaan hasilnya 5) Reliabilitas tes prestasi harus diusahakan setinggi mungkin dan hasil ukurnya harus ditafsirkan dengan hati-hati. 6) Tes prestasi harus dapat digunakan untuk meningkatkan belajar para anak didik Azwar (1996:18-21) Tujuan pengukuran prestasi belajar menurut Azwar (1996) sebagai berikut : Tujuan utama pengukuran prestasi belajar, baik formatif maupun sumatif adalah membantu siswa dalam belajar. Bila para siswa telah dapat memandang tes sebagai sarana yang menolong mereka, di samping sebagai dasar pemberian angka atau nilai rapor, maka fungsi tes sebagai motivator dan pengarah dalam belajar telah tercapai (hlm.21-22). 3. Model Pembelajaran Kooperatif
18
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran berdasarkan faham Konstruktivis, pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kompok-kelompok kecil sehingga kelompoknya setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Pada pembelajaran kooperatif belajar dikatakan belum selesai apabila salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif 1) Roger, dkk (1992) menyatakan bahwa “Cooperative learning is group learning activity organized in such a way that learning is based on the sociallt in which each leaner is held accountable for his or her own learning ad is motivated to increase the learning of other” Atau dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial diantara kelompok-kelompok pembelajar yang didalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajaran anggota-anggota yang lain (Huda, 2013 : 29). 2) Menurut Slavin (1985) dalam Isjoni (2012:15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur heterogen. 3) Menurut Johnson dan Johnson (1994) dalam Isjoni (2012: 23). pembelajaran kooperatif berarti “Mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut” Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif terdiri dari kelompok-kelompok kecil, antar anggota terlibat saling bekerjasama ada ketergantungan yang positif serta
19
ada tujuan yaitu antar anggota memiliki pemahaman yang sama akan suatu masalah atau materi. Pembelajaran kooperatif dilakukan oleh guru dengan cara membentuk kelompok secara heterogen, untuk saling bekerja sama antara siswa satu dengan siswa lainnya dalam satu kelompok untuk mewujudkan tujuan bersama, yaitu saling membantu dalam belajar. Dalam satu kelompok kooperatif tersebut tercipta rasa saling membantu, saling memiliki dan saling mempelajari atau memberikan pemahaman pada anggota lain, agar satu kelompok memiliki pemahaman yang merata. b. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Isjoni (2012:27) adalah : 1) Setiap anggota memiliki peran 2) Terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa 3) Setiap anggota bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman sekelompoknya 4) Guru
membantu
mengembangkan
ketrampilan-ketrampilan
interpersonal kelompok 5) Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. c. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat membantu membuat perbedaan menjadi bahan pembelajaran dan bukannya menjadi masalah. (Slavin, 2008: 4-5). d. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatf. Langkah-langkah itu menurut Trianto (2011:48-49) terbagi menjadi fase-fase sebagai berikut :
20
Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajran Kooperatif Fase
Tingkah Laku Guru
Fase-1.
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa agar lebih bersemangat dalam belajar Fisika.
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Fase-2. Menyajikan informasi Fase-3. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar Fase-4. Membimbing kelompok Fase-5. Evaluasi Fase-6. Memberikan penghargaan
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan guru menjelaskan kepada siswa mengenai pembentukan kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat pengerjaan tugas kelompok. guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
e. Model-model Pembelajaran Kooperatif Menurut Isjoni ( 2011:73-74) dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang dapat ditetapkan yaitu diantaranya : 1) Studend Team Achievment Division (STAD) 2) Jigsaw 3) Teams-Games-Tournament (TGT) 4) Grup Investigation (GI) 5) Rotating Trio Exange 6) Group Resume f. Kelebihan dan Kelemahan Model pembelajaran Kooperatif Sugiyanto
(2008:43-44)
mengungkapkan
keuntungan atau
kelebihan pembelajaran kooperatif antara lain : 1) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial 2) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandanganpandangan 3) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial
21
4) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen 5) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois 6) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa 7) Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan 8) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia 9) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif 10) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasa baik 11) Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan orientasi tugas. Sedangkan menurut Isjoni (2009:24), kekurangan atau kelemahan pembelajaran kooperatif sebagai berikut: 1) Guru harus menyiapkan pembelajaran secara matang dan terstruktur. 2) Dalam proses pembelajaran dibutuhkan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup memadai 3) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecerendungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga tidak sesuai dengan alokasi waktu yang disediakan. 4) Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh satu orang, hal ini mengakibatkan siswa lain menjadi pasif. 4. Tipe pembelajaran Studend Team Achievment Division (STAD) Pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Trianto (2011:5253) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis dan penghargaan kelompok. Menurut Slavin (2008, 143-147) metode STAD terdiri dari lima komponen utama yaitu:
22
a. Presentasi kelas Materi STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit STAD. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa siswa harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu siswa mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis siswa menentukan skor tim. b. Tim atau kelompok Tim terdiri dari 4-5 siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama dari tim adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Tim adalah fitur yang paling penting dalam STAD. Pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya. c. Kuis Setelah sekitar satu
atau dua periode setelah guru
memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga setiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya. d. Skor Kemajuan Individual Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada setiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat
23
dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa diberikan skor “awal”, yang diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis siswa dibandingkan dengan skor awal. e. Rekognisi Tim Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat siswa. Berdasarkan nilai perkembangan yang diperoleh tim terdapat tiga tingkat penghargaan yang diberikan untuk prestasi tim: 1) Tim Istimewa (Super Team) Diberikan kepada kelompok yang memperoleh skor rata-rata lebih besar dari kelompok lainnya. 2) Tim Hebat (Great Team) Diberikan kepada kelompok yang memperoleh skor rata-rata terbaik kedua 3) Tim Baik (Good Team) Diberikan kepada kelompok dengan skor rata-rata terbaik ketiga, pada tes saat ini mereka tidak diperbolehkan untuk saling membantu. Pedoman Pemberian Skor perkembangan Individu Skor Tes
Skor Perkembangan Individu
Lebih dari 10 Poin di bawah Skor awal
5
10 hingga 1 poin di bawah Skor awal
10
Lebih dari 10 Poin di atas Skor awal
20
Lebih dari 20 poin di atas skor awal
30
Nilai sempurna
30
24
Seperti halnya pembelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif tipe STAD juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan.Persiapan-persiapan tersebut antara lain : a. Perangkat pembelajaran Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran ini perlu dipersiapkan perangkat pembelajarannya, yaitu meliputi, Rencana Pembelajaran (RP), Buku Siswa, Lembar Kegiatan Siswa (LKS) beserta lembar jawabnya. b. Membentuk kelompok kooperatif Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan siswa dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok dengan kelompok lainya relatif homogen. Apabila memungkinkan kelompok kooperatif perlu memperhatikan ras, agama , jenis kelamin. Dan latar belakang sosial. Apabila dalam kelas terdiri atas ras dan latar belakang yang relatif sama, maka pembentukan kelompok dapat didasarkan pada prestasi akademik, yaitu : 1) Siswa
dalam
kelas
terlebih
dahulu
dirangking
sesuai
kepandaiannya dalam mata pelajaran fisika. Tujuannya adalah untuk mengurutkan siswa sesuai kemampuan sains fisikanya dan digunakan untuk mengelompkan siswa kedalam kelompok 2) Menentukan tiga kelompok dalam kelas yaitu kelompok atas, kelompok menengah dan kelompok bawah. Kelompok atas sebanyak 25% dari seluruh siswa yang diambil rangking satu, kelompok tengah 50% dari seluruh siswa yang diambil dari urutan setelah diambil kelompok atas dan kelompok bawah sebanyak 25% dari seluruh siswa yaitu terdiri atas siswa setelah diambil kelompok atas dan kelompok menengah. 3) Menentukan skor awal Skor awal yang digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis. Misalnya pada pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan
25
tes, maka hasil tes masing-masing individu dapat dijadikan skor awal 4) Pengaturan tempat duduk Pengaturan tempat duduk dalam kelas kooperatif perlu juga diatur dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran kooperatif apabila tidak ada pengaturan tempat duduk dapat menimbulkan kekacauan yang menyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif. 5) Kerja kelompok Untuk mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif tipe STAD, terlebih dahulu diadakan latihan kerja sama kelompok .Hal ini bertujuan untuk lebih jauh mengenalkan masingmasing individu dalam kelompok. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah seperti pada tabel 2.3 Tabel.2.3. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD Fase Fase-1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Fase-2. Menyajikan/menyampaikan informasi Fase-3. Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar Fase-4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar Fase-5. Evaluasi Fase-6. Memberikan penghargaan
Tingkah Laku Guru Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan tarnsuisi secara efisien Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
Adapun kelebihan dan kelemahan dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD, antara lain:
26
Kelebihan: a. Guru dapat mengetahui perkembangan nilai siswa baik secara individu maupun kelompok b. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD terdapat penghargaan kelompok dimana
hal tersebut dapat membantu membangkitkan
motivasisiswa dalam belajar dan bersaing secara sehat. c. Selain itu dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa dapat belajar untuk bekerjasama untuk kepentingan bersama. Kelemahan: a. Ada kecenderungan bagi siswa yang malas untuk meniru jawaban teman sekelompoknya saat kegiatan diskusi. b. Pengaturan ke dalam kelompok STAD membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga menyita waktu pembelajaran. (Ikha Indriyanti, 2009:141142) 5. Penelitian Tindakan Kelas a. Pengertian Penelitian Tindakan kelas Penelitian tindakan kelas merupakan terjemahan dari Classroom Research, yaitu satu action research yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga prestasi belajar siswa meningkat. Berikut adalah pengertian penelitian tindakan kelas menurut beberapa ahli : 1) Pengertian PTK menurut Herawati Susilo, Husnul, Yuyun, (2008), mengemukakan PTK adalah Penelitian reflektif yang dilaksanakan oleh guru/calon guru secara bersiklus yang terdiri dari tahap perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi untuk memecahkan suatu masalah dan mencoba hal baru guna memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran. 2) Pengertian PTK menurut Kasihani Kasbolah (2001:11), PTK adalah penelitian yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah dalam bidang
27
pendidikan yang dilaksanakan dalam kawasan kelas ataupun sekolah untuk memperbaiki dan meningkatkan kulitas pembelajaran dimana dalam pelaksanaanya diperlukan tindakan. Jadi berdasarkan beberapa definisi diatas unsur-unsur dari Penelitian Tindakan Kelas sendiri ada 3, yaitu 1) Permasalahan yang khusus Permasalahan kelas satu dengan kelas lainnya berbeda-beda, perbedaan tersebut dilhat dari siswanya, kondisi kelasnya, dan latar belakang siswanya, sehingga antar kelas satu dengan kelas lainnya tentu memiliki permasalahan yang khusus yang memiliki penanganan yang berbeda-beda. 2) Bersiklus Dalam memperbaiki kualitas pembelajaran dalam kelas, memerlukan solusi yang bertahap atau bersiklus dan setiap siklusnya terdapat refeksi yang dilakukan oleh guru. Dari tahap-tahapan tersebut nantinya akan berusaha memperbaiki atau meningkatkan kualitas pembelajaran. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan secara bersiklus, setiap siklusnya merupakan perbaikan dari siklus sebelumnya, sehingga sifat dari penelitian ini adalah meningkatkan atau memperbaiki proses pembelajaran Berdasarkan definisi dan unsur-unsur diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian tindakan kelas adalah adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh guru atau calon guru dalam menemukan permasahan yang terjadi di suatu proses pembelajaran dan selanjutnya dilakukan refleksi serta mencari pemecahan masalah dengan berbagai upaya tindakan yang dilakukan secara bertahap atau siklus. b. Karakteristik Penelitian Tindakan kelas.
28
Menurut Herawati Susilo dkk (2008), penelitian tindakan kelas mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda dengan penelitian lain, antara lain : 1) Masalah yang diteliti berupa masalah praktik pembelajaran seharihari dikelas yang dihadapi oleh guru atau calon guru. 2) Diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk memecahkan masalah tersebut dalam rangka memperbaiki/meningkatkan kualitas pembelajaran dikelas. 3) Terdapat perbedaan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan PTK. 4) Guru sendiri yang berperan sebagai peneliti, baik secara perorangan atau pun kelompok. Pihak lain seperti calon guru, kepala sekolah, pengawas atau dosen dapat bertindak sebagai kolaboratif sebagai mitra peneliti Jadi pada intinya PTK berfokus pada permasalahan praktis di sekolah, dan selanjutnya diikuti dengan tindakan untuk memperbaiki permasalahan yang terjadi melalui tahapan-tahapan atau siklus dan dalam penelitian ini menekankan pada pengembangan keprofesionalan guru. c. Model-model Penelitian Tindakan Kelas Model penelitian tindakan kelas menurut Rochiati (2006:61-71) dalam Herawati Susilo, Husnul dan Yuyun (2008:11-19) adalah Model Kurt Lewin, Model Kemmis & McTaggart, Model John Elliott, dan Model McKernan. Model-model tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut : 1) Model Kurt Lewin Model Kurt Lewin menjadi acuan pokok dari berbagai model penelitian tindakan lainnya karena dialah yang pertama kali memperkenalkan penelitian tindakan. Konsep dasar penelitian tindakan Kurt Lewin terdiri atas empat komponen yaitu a) perencanaan (planning), b) tindakan (action), c) pengamatan (observing) dan d) refleksi (reflecting). 2) Model Kemmis & MC Taggart Model ini merupakan model pengembangan dari Model Kurt Lewin. Akan tetapi komponen tindakan (acting) dan pengamatan (observing) dijadikan sebagai satu kesatuan karena implementasi antara keduanya tidak terpisahkan. Maksudnya, kedua komponen
29
tersebut harus dilakukan dalam satu kesatuan waktu yaitu ketika melakukan tindakan saat itu juga melakukan pengamatan. 3) Model John Elliott Model ini juga merupakan pengembangan dari model Kurt Lewin hanya saja pada model ini tindakan (acting) terdiri dari beberapa tindakan. 4) Model McKernan McKernan menjabarkan lebih rinci proses penelitian tindakan dalam tujuh langkah sebagai berikut : a) Analisis Situasi b) Perumusan dan klarifikasi masalah c) Hipotesis tindakan d) Implementasi tindakan dengan monitoringnya e) Evaluais hasil tindakan f) Refleksi dan pengambilan keputusan untuk pengembanagan selanjutnya. d. Bentuk-Bentuk Penelitian Tindakan Kelas Bentuk-bentuk Penelitian Tindakan Kelas menurut Kasihani Kasbolah (2001:68-70), yaitu PTK Guru sebagai peneliti, PTK kolaboratif, dan PTK Stimulan Terintegrasi. Berikut adalah uraian lebih lengkapnya: 1) PTK Guru sebagai Peneliti Dalam penelitian ini, guru memiliki permasalahan sendiri yang ingin dipecahkan melalui PTK. Guru terlibat langsung dan penuh dalam proses perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. 2) PTK Kolaboratif Dalam penelitian ini melibatkan beberapa pihak, misalnya guru, dosen, kepala sekolah atau orang lain dari perguruan tinggi untuk menjadi satu tim dengan tujuan untuk meningkatkan praktik pembelajaran,
menyumbang
meningkatkan karier guru.
pada
perkembangan
teori
dan
30
3) PTK Stimulan Terintegrasi Penelitian ini maksudnya adalah suatu bentuk penelitian tindakan yang bertujuan untuk dua sekaligus, yaitu untuk memecahkan masalah praktis dalam pembelajaran, dan menghasilkan pengetahuan yang ilmiah dalam pembelajaran dikelas. Dalam penelitian yang dilaksanakan bersama Guru Fisika SMA Negeri 1 Sukoharjo, termasuk dalam penelitian kolaboratif, dimana antara peneliti bersama guru secara mitra bekerja sama dalam penelitian tindakan. e. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas Tujuan penelitian Tindakan kelas menurut Herawati Susilo dkk (2008-9) adalah : 1) Untuk meningkatkan praktik pembelajaran secara berkesinambungan 2) Untuk mengembangkan kemampuan dan ketrampilan guru untuk menghadapi masalah actual pembelajaran di kelasnya/sekolahnya. 3) Untuk
memperbaiki
dan
meningkatkan
mutu
pengajaran
(pembelajaran) melalui teknik-teknik pengajaran yang tepat sesuai dengan masalah dan tingkat perkembanagan peserta didik. 4) Untuk menumbuhkan budaya meneliti dikalangan guru dan dosen LPTK sebagai dosen. f. Manfaat Penelitian Tindakan Kelas Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian tindakan kelas dalam Herawati Susilo,dkk (2008:9-10) ini adalah sebagai berikut : 1) Guru dan calon guru dapat langsung memperbaiki praktik-praktik pembelajaran agar menjadi lebih baik dan lebih efektif. 2) Guru dan calon guru dapat meneliti sendiri kegiatan praktik pembelajaran yang ia lakukan di kelas. 3) Guru dan calon guru dapat melihat, merasakan, dan menghayati apakah praktik pembelajaran yang dilakukan selama ini memiliki keefektifan yang tinggi. 4) Guru dan calon guru dapat mencari cara/prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatan profesionalisme guru dalam PBM
31
5) 6)
7) 8) 9)
di kelas dengan melihat berbagai indikator keberhasilan proses dan prestasi belajar. Menumbuhkan budaya meneliti pada guru/calon guru agar terjadi inovasi dalam pembelajaran (Dedikbud, 1999:15) Meningkatkan keprofesionalan guru/calon guru, terutama kemampuan dalam menjabarkan kurikulum sesuai dengan tuntutan lokal, sekolah, dan kelas. Meningkatkan mutu pembelajaan dan prestasi belajar peserta didik berdasarkan temuan langsung dari kelas guru itu sendiri. Mengembangakan kejasama atau kolaborasi antara guru /calon guru melaksanakan pembelajaran yang berwawasan penelitian. Membiasakan guru/pihak lain untuk memecahkan masalah dan merumuskan program pembelajaran (Wardani, dkk, 2003,) Manfaat tersebut merupakan kelebihan-kelebihan dari penelitian
tindakan kelas, jadi pada intinya, manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas dari proses pembelajaran dikelas melalui inovasi-inovasi pembelajaran, baik penerapan metode atau penggunaan media pembelajaran 6. Materi Kalor Kelas X SMA a) Suhu Suhu adalah ukuran derajat panas dinginnya suatu benda atau sistem. Selain itu, suhu juga merupakan ukuran energi kinetik molekul internal rata-rata sebuah benda (Tipler, 1998: 560). Menurut Serway dan Jewett (2010: 22) suhu adalah sifat yang menentukan apakah sebuah benda berada dalam keadaan keseimbangan termal dengan benda lainnya. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu suatu benda adalah termometer. Cara untuk mengkalibrasi termometer dengan menempatkan dalam keseimbangan termal dengan sistem-sistem alami yang suhunya konstan. Semua termometer menggunakan prinsip dasar bahwa beberapa sifat fisis dari perubahan sistem akan mempengaruhi perubahan suhu sistem. Beberapa sifat fisis yang mempengaruhi suhu adalah 1) volume cair, 2) ukuran zat, 3) tekanan gas, 4) volume gas tekan konstan, 5) hambatan listrik suatu konduktor, 6) warna benda.
32
Beberapa jenis termometer yang biasa digunakan diantaranya termometer raksa, termometer alkohol, termometer gas, termometer bimetal, termometer hambatan, termokopel, dan pyrometer. Contoh thermometer dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Termometer Ada empat skala termometer yang banyak digunakan. Keempat skala tersebut adalah Celcius, Fahrenheit, Reamur, dan Kelvin. Gambar 2.2 berikut menunjukkan perbandingan skala beberapa thermometer.
Gambar 2.2. Perbandingan Skala Termometer Celcius, Fahrenheit, Reamur, dan Kelvin.
Konversi satuan dapat dilakukan dengan mengubah skala dari salah satu termometer ke termometer yang lainnya. Sebagai contoh, suhu benda menunjukkan skala X ketika diukur dengan termometer X yang memiliki titik tetap bawah Xb dan titilk tetap atas Xa. Maka, ketika suhu benda tersebut diukur dengan menggunakan termometer Y yang memiliki memiliki titik tetap bawah Yb dan titilk tetap atas Ya., maka skala Y akan menunjukkan angka yang dapat dihitung dengan rumus:
Xb X Y Y b Xb Xa Yb Ya
... (1)
33
Keterangan ; X
: Besarnya suhu saat diukur dengan termometer X
Xa : Titik tetap atas termometer X Xb : Titik tetap bawah termometer X Ya : Titik tetap atas termometer Y Yb : Titik tetap bawah termometer Y (Supiyanto, 2007: 141)
b. Pemuaian Pada umumnya suatu zat akan memuai ketika dipanaskan dan menyusut ketika didinginkan. Walaupun pemuaian ini biasanya cukup kecil untuk bisa diamati, namun fenomena ini sangat penting karena gaya yang dihasilkan sangat besar dan harus diperhitungkan untuk rancang bangun tertentu seperti kereta api, jembatan baja, atau sambungan beton di jalan raya. Pada saat sebuah benda dipanaskan, gerakan molekulmolekulnya semakin cepat, yang menyebabkan pergeseran semakin besar. Pemuaian yang akan dibahas di sini adalah pemuaian yang terjadi pada pemuaian zat padat, zat cair, dan zat gas. 1) Pemuaian Zat Padat Pemuaian pada zat padat terdiri dari pemuaian panjang, luas dan volume. Pemuaian sebenarnya terjadi ke segala arah. Akan tetapi dalam hal-hal tertentu yang terlihat hanya sebatas panjangnya saja seperti pada batang logam. Luas permukaan saja seperti pada kaca jendela, atau volumenya. 2) Pemuaian Panjang Muai panjang terjadi pada benda yang bentuknya batang (memanjang). Benda yang berbentuk batang juga terjadi muai luas dan volume, karena nilainya yang terlalu terlalu kecil jadi diabaikan. Pertambahan panjang tiap satuan panjang setiap kenaikan satu satuan suhu disebut koefisien muai panjang (α). Misalkan sebuah benda
34
memiliki panjang awal L0 pada arah tertentu dan suhu tertentu dan panjangnya bertambah sebesar L untuk perubahan suhu sebesar Δt. Contoh pemuaian panjang dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Pemuaian Panjang
L L0 (1 αΔt)
… (2)
Keterangan L0
= panjang mula-mula (m)
L
= panjang akhir (m)
α
= koefisien muai panjang (0C-1)
Δt
= perubahan suhu (0C atau K) (Serway dan Jewett, 2010: 10-11)
3) Pemuaian Luas Muai luas dapat terlihat misalnya benda berbentuk persegi, saat dipanaskan pada suhu tertentu akan mengalami perubahan panjang setiap sisinya, pertambahan panjang setiap sisi akan mempengaruhi pertambahan luas benda tersebut. Zat padat memiliki nilai koefisien muai luas rata – rata adalah dua kali koefisien muai panjang β = 2α. Gambar 2.4 menunjukkan pemuaian luas.
35
Gambar 2.4 Pemuaian Luas A A 0 (1 βΔT)
.… (3)
Keterangan; ΔA
= Pertambahan Luas (m2)
A0
= Luas mula-mula (m2)
A
= Luas akhir (m2)
β
= koefisien muai luas (0C-1)
ΔT
= perubahan suhu (0C atau K)
4) Pemuaian Volume Pemanasan pada benda berdimensi tiga (bangun ruang) akan terjadi adalah pemuaian volume. Untuk zat padat koefisien muai volum rata-rata adalah tiga kali koefisien muai panjang γ = 3α diasumsikan bahwa koefisien muai panjang rata-rata dari benda padat adalah sama untuk semua arah. Gambar 2.5 menunjukkan contoh pemuaian volume.
Gambar 2.5 Pemuaian volume
36
V V0 (1 γΔT)
…. (4)
Keterangan; ΔV = Pertambahan volum (m3) V0 = Volum mula-mula (m3) V = Volum akhir (m3) γ = Koefisien muai luas (0C-1) ΔT = Perubahan suhu (0C atau K) (Serway dan Jewett, 2010: 12-13) 5) Pemuaian Zat Cair Anomali air adalah perilaku yang tidak teratur pada air. Saat memanaskan es yang bersuhu -100C, es langsung memuai sampai suhunya 00C, kemudian pada suhu 00C-40C volume air berkurang. Pemuaian zat cair banyak dimanfaatkan pada termometer. Pemanfaatan sifat pemuaian air juga untuk menjelaskan mengapa sebuah kolam mulai membeku pada permukaann, bukan dari bagian dasar kolam. Saat suhu udara turun semisal dari 7 0C menjadi 60C, permukaan air menjadi dingin dan akibatnya volume menyusut. Hal ini berarti bahwa permukaan air lebih padat dibanding air yang ada dibawahnya, yang belum mulai mendingin dan menyusut volumenya. Akan tetapi, ketika ketika suhu udara berada antara 4 0C dan 00C, permukaan air memuai ketika menjadi dingin, dan menjadi kurang padat dibandingkan air yang ada di bawahnya (Serway dan Jewett, 2010: 16).
c. Kalor Kalor didefinisikan sebagai perpindahan energi yang melintasi batas sistem berdasarkan perubahan suhu antara sistem dan lingkungannya (Serway dan Jewett, 2010: 39). Menurut Purwanto (2011: 296) kalor adalah energi yang dipindahkan dari satu benda ke yang lainnya karena adanya perbedaan suhu.
37
Perubahan jumlah kalor ditandai dengan kenaikan dan penurunan suhu atau bahkan perubahan wujud benda itu. Hubungan antrara banyaknya kalor dan kenaikan suhu dituliskan pada persamaan 7.
Q mct
…. (7)
Keterangan; Q = Banyaknya Kalor (kal atau Joule) c = Kalor jenis zat (J/kg0C atau kal/g0C) m = Massa zat (kg) Δt = Perubahan suhu (0C) Kapasitas kalor (C) didefinisikan sebagai jumlah energi yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sampel sebesar 1 0C. Sehingga energi Q menghasilkan perubahan sampel sebesar ΔT, sehingga;
C
Q Δt
… (8)
Kalor jenis dari zat adalah kapasitas kalor per satuan massanya.
c
Q mt
.… (9)
d. Perpindahan Kalor Pada sebuah benda, perpindahan kalor atau perambatan kalor terjadi dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah. Kalor dapat merambat dengan tiga cara, di antaranya secara konduksi (hantaran), secara konveksi (aliran), dan secara radiasi (pancaran). Berikut pembahasan mengenai setiap jenis perambatan kalor tersebut. 1) Perpindahan Kalor Secara Konduksi Perpindahan kalor yang tidak diikuti perpindahan massa ini disebut konduksi.Kalor yang mengalir dalam batang per satuan waktu dapat dinyatakan dalam hubungan:
Q KAT panasTdingin t d
38
dengan:
Tpanas = suhu tinggi, Tdingin = suhu rendah, A
= luas penampang,
d
= jarakantar 2 wadh,
K
= konduktivitas panas bahan
Q
= aliran panas
2) Perpindahan Kalor Secara Konveksi Perambatan kalor yang disertai perpindahan massa atau perpindahan partikel- partikel zat perantaranya disebut perpindahan kalor secara aliran atau konveksi. Rambatan kalor konveksi terjadi pada fluida atau zat alir, seperti pada zat cair, gas, atau udara. 3) Perpindahan Kalor Secara Radiasi Matahari merupakan sumber energi utama bagi manusia di permukaan bumi ini. Energi yang dipancarkan Matahari sampai di Bumi berupa gelombang elektromagnetik. Cara perambatannya disebut sebagai radiasi. Laju radiasi dari permukaan benda hitam (bahan sempurna) sebanding dengan luas penampang A benda tersebut dan pangkat 4 suhu mutlaknya : q AT 4 sedangkan untuk benda selain benda hitam ,laju reaksi energy dari permukaan benda sebesar kelipatan bilangan tetap dari laju energy radiasi benda hitam,sehingga persamaan nya dapat ditulis q eAT 4 Dimana
:
T = Suhu Mutlak (K)
= tetapan Stefan-boltzman (5,73x10-8 Jm-2s-1K-4)
B. Kerangka Berpikir Pada kondisi awal di pratindakan yang dilakukan oleh peneliti beserta guru selaku kolabolator ditemukan beberapa permasalahan yang dihadapi guru dan siswa. Permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan pemilihan model
39
pembelajaran yang dipilih oleh guru, metode yang selalu digunakan guru adalah ceramah, Padahal pada kurikulum 2013 sudah ditetapkan , yaitu menggunakan pendekatan saitifik yang maan pembelajaran lebih terpusat pada siswa, atau siswa yang lebih banyak aktif daripada guru. Permasalahan yang berkaitan dengan model pembelajaran yang digunakan oleh guru tersebut menyebabkan kondisi siswa yang pasif karena pembelajaran masih terpusat pada guru. Pada saat pelajaran sudah dimulai terlihat beberapa siswa yang belum ada kesiapan dalam menerima pelajaran, terlihat siswa belum mempersiapkan alat tulis dan buku pelajaran fisika, saat guru menjelaskan materi ada peserta didik yang asik berbicara diluar
materi
pelajaran,
kurang memperhatikan materi
yang
disampaikan, hanya ada satu siswa yang bertanya kepada guru dan ketika guru memberi pertanyaan semua siswa diam,
tidak berani mengungkapkan
pendapatnya. Padahal menurut beberapa siswa biasanya mereka melakukan belajar bersama du liar jam pelajaran, pada saat kegiatan tersebut mereka bias saling bertukar pendapat dengan teman. Pada ulangan sebelumnya yaitu pada materi Optik dari 38 siswa hanya ada 3 siswa yang memenuhi batas tuntas. Ini menunjukan bahwa kemampuan kognitif siswa dalam pelajaran fisika masih rendah. Untuk itu perlu adanya pemilihan model pembelajaraan yang tepat agar siswa lebih menguasai pelajaran fisika, misalnya dengan melakukan diskusi dan praktikum
kelompok
untuk
meyelesaikan
suatu
permasalahan.
Model
pembelajaran yang bisa digunakan adalah model pembelajaran Kooperatif tipe STAD karena model pembelajaran ini menempatkan siswa sebagai pusat atau inti pembelajaran,
melalui
diskusi
kelompok,
mereka
menemukan
sendiri
pengetahuannya sehingga siswa lebih memahami materi yang sedang dipelajari. Dengan diterapkannya metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran, maka akan tercapai hasil akhir yaitu meningkatnya kemampuan kognitif dan afektif siswa dalam pembelajaran fisika. Berdasarkan penjelasan diatas, mengenai beberapa tahapan dalam melakukan penelitian tindakan kelas, maka dapat digambarkan dengan Gambar 2.6.
40
Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi Akhir
1. Metode ceramah masih dominan 2. Kemampuan afektif siswa rendah 3. Kemampuan kognitif rendah Siklus Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi suhu kalor dan perpindahan kalor. Diduga melalui Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi suhu kalor dan perpindahan kalor kemampuan kognitif dan afektif meningkat Gambar 2.6 Kerangka Berpikir