BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Tinjauan Mengenai Metode Ilmiah Dalam tinjauan mengenai metode ilmiah akan dijelaskan tentang pengertian Pendekata Ilmiah, Tujuan Metode Ilmiah, Karakteristik Metode Ilmiah, Prosedur Metode Ilmiah, Meode Ilmiah dalam Pembelajaran. a. Pengertian Pendekatan Ilmiah Pendekatan menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian. Sedangkan pendekatan ilmiah adalah penggunaan teori suatu bidang ilmu untuk mendekati suatu masalah. Menurut Permendikbud No. 65 Tahun 2013 Pendekatan scientific atau
lebih
umum
dikatakan
pendekatan
ilmiah
merupakan
pendekatan dalam kurikulum 2013. Dalam pelaksanaannya, ada yang menjadikan scientific sebagai pendekatan ataupun metode. Namun karakteristik metode
dari
scientific
Kompetensi
pendekatan (scientific
Lulusan,
scientific
dengan
method). Sesuai dengan Standar
sasaran
16
tidak berbeda
pembelajaran
mencakup
pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Pengertian Pendekatan Ilmiah (scientific approach) menurut Kemendikbud, Kurikulum 2013 menekankan diterapkannya dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran dengan jalan menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pelaksanaan pembelajaran diwujudkan dengan dalam bentuk kegiatan mengamati,
menannya,
mencoba,
mengolah,
menyajikan,
menyimpulkan dan mencipta. Kegiatan tersebut diharapkan dapat diterapkan pada semua mata pelajaran. Metode ilmiah pada dasarnya memandang fenomena khusus (unik) dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan pada simpulan. Dengan demikian diperlukan adanya penalaran dalam rangka pencarian (penemuan). Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsipprinsip penalaran yang spesifik. Metode ilmiah umumnya memuat rangkaian kegiatan koleksi data atau fakta melalui observasi dan eksperimen, kemudian memformulasi dan menguji hipotesis. Sebenarnya apa yang kita bicarakan dengan metode ilmiah merujuk pada: (1) adanya fakta, (2)
17
sifat bebas prasangka, (3) sifat objektif, dan (4) adanya analisa. Selanjutnya secara sederhana pendekatan ilmiah merupakan suatu cara atau mekanisme untuk mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah. Ada juga yang mengartikan
pendekatan
ilmiah
sebagai
mekanisme
untuk
memperoleh pengetahuan yang didasarkan pada struktur logis. Dalam rangka Dies Natalis FIS UNY ke-48 oleh Abdul Ghafur (2013), pemilihan pendekatan atau strategi pembelajaran yang digunakan sangat menentukan lingkungan dan cara penyampaian materi pembelajaran. Dengan strategi pembelajaran berbasis ilmiah, pemikiran siswa menjadi sistematis dan akan lebih mudah memahami kondisi sosial yang ada. "Penerapan pendekatan ilmiah tersebut bisa dilakukan dengan perumusan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pada materi pembelajaran, pendekatan ilmiah dilakukan dengan menggunakan fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang mengandung kebenaran
melalui
langkah-langkah
ilmiah.
Dengan
cara
ini
diharapkan persoalan sosial yang ada bisa dipahami atau diselesaikan dengan baik". Sains berasal dari lain scientia yang artinya pengetahuan. Dalam bahasa German: Wissenscehafe yang berarti pengetahuan yang tersusun
secara
sistematik.
18
Sains
bukan
sekedar
kumpulan
pengetahuan yang terisolasi atau sama lain akan tetapi telah terorganisir secara sistematis. Pada umumnya istilah sains menunjuk pada bidang umum ilmiah yaitu istilah yang dapat menimbulkan daya tarik untuk menginteprestasi lebih dekat dengan penyelidikan. Lampiran rumusan standar kompetensi lulusan seperti yang tercantum pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 tahun 2013 untuk tingkat SMA/ SMK adalah sebagai berikut: Tabel 1. Standar Kompetensi Lulusan SMA/ SMK Kualifikasi Kemampuan
Dimensi Sikap
Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
Pengetahuan
Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab serta dampak fenomena dan kejadian.
Keterampilan
Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri.
(Sumber: Lampiran Permendikbud No 54 Tahun 2013)
19
Kompetensi inti tingkat SMA/ SMK terdiri atas dua tingkatan, yaitu tingkat kompetensi ke lima yang mencakup kelas X dan kelas XI, dan tingkat kompetensi ke enam untuk kelas XII. Rumusan kompetensi yang relelevan bagi kelas X sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi adalah sebagai berikut: Tabel 2. Kompetensi Inti SMA/ SMK Kompetensi
Deskripsi Kompetensi
Sikap Spiritual
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
Sikap Sosial
2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
Pengetahuan
1.
Keterampilan
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai dengan kaidah keilmuan
Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
(Sumber: Lampiran Permendikbud No 64 Tahun 2013)
20
Mengetahui hubungan keempat kompetensi inti dalam lingkup standar kompetensi lulusan adalah sebagai berikut:
(Sumber: Lampiran Permendikbud No 64 Tahun 2013) Gambar 2. Hubungan Keempat Kompetensi Inti dalam Standar Kompetensi Lulusan Pembelajaran berbasis ilmiah menjadi pendekatan yang semakin modern untuk digunakan dalam berbagai pengaturan siswa dari segala usia. Hal ini sangat cocok untuk digunakan dalam program pembelajarn baru Kurikulum 2013. Bahwa pendekatan ilmiah metode yang tepat dalam pembentukan karakter. Supaya dapat mendorong siswa mampu melakukan seperti mencoba pemahaman baru dalam pengetahuan ilmiah dengan mengamati pelajaran, mencoba bertanya, menalar apa yang diberikan materi pelajaran, dan membuat sebuah kesimpulan. Dengan demikian, siswa diarahkan untuk menemukan
21
sendiri berbagai fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk kehidupannya. Proses pembelajaran diarahkan pada pengembangan
keterampilan
siswa
dalam
memproseskan
pengetahuan, menemukan dan mengembangkan. b. Tujuan Metode Ilmiah Adapun Tujuan metode pembelajaran dengan pendekatan Ilmiah (scientific) didasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut: Beberapa tujuan pembelajaran pendekatan scientific adalah: 1) Untuk meningkatkan kemampuan intelek khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. 2) Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik. 3) Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan. 4) Diperolehnya hasil belajar yang tinggi. 5) Untuk melatih siswa dalam mengomunilasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah. 6) Untuk mengembangkan karakter siswa. Dari beberapa hal di atas dapat peneliti simpulkan bahwa tujuan metode ilmiah pada keunggulan pendekatan ini untuk membantu siswa dalam pembelajaran dan kemampuan berpikir kreatif.
22
c. Karakteristik Metode Ilmiah Adapun karakteristik Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Berpusat pada siswa. 2) Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip. 3) Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. 4) Dapat mengembangkan karakter siswa. Dari beberapa hal di atas peneliti simpulkan bahwa karakteristik metode pendekatan ilmiah untuk melibatkan siswa lebih aktif dan berpusat pada kognitif siswa. d. Prosedur Metode Ilmiah Adapun Langkah-langkah Pembelajaran Ilmiah Scientific
Gambar 3. Langkah-langkah pembelajaran Ilmiah meliputi: Mengamati, Menanya, Menalar, Mencoba, dan Membentuk Jejaring (Sumber: Kemendikbud, 2013) Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan
dengan
23
menggunakan
pendekatan
ilmiah
(saintifik). Langkah langkah pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melaui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan
ilmiah
ini tidak selalu tepat
diaplikasikan
secara
prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari
nilai-nilai
atau
sifat-sifat nonilmiah.
saintifik dalam pembelajaran disajikan
Pendekatan
sebagai berikut:
a) Mengamati (Observasi) Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, siswa senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya.
Metode
sangat
ingin
bermanfaat
bagi pemenuhan
rasa
mengamati tahu
siswa.
Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a, hendaklah guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan siswa untuk melakukan pengamatan
24
melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi. b) Menanya Dalam
kegiatan
menanya,
guru
membuka
kesempatan
secara luas kepada siswa untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca. Guru perlu membimbing siswa untuk dapat mengajukan pertanyaan. Pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari situasi di mana siswa dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ketingkat di mana siswa mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu siswa. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk
25
mencari informasi yang lebih lanjut ditentukan oleh guru sampai yang ditentukan siswa, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam. Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah
mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu,
kemampuan
merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat. c) Mengumpulkan Informasi Kegiatan mengumpulkan informasi merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu siswa dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/ kejadian/, aktivitas wawancara dengan nara sumber dan sebagainya. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai
pendapat
orang lain,
kemampuan
berkomunikasi,
menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar.
26
d) Mengasosiasikan/ Mengolah Informasi/ Menalar Kegiatan mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah memproses
informasi yang sudah
dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan
mengumpulkan/
eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menam bah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada Pendekatan dan Strategi Pembelajaran yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan
informasi
lainya,
menemukan
pola
dari
keterkaitan
informasi tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan. Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu
proses berfikir yang logis dan
sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan
27
ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah
asosiasi
dalam
pembelajaran
kemamuan mengelompokkan beragam beragam
peristiwa
untuk
merujuk
pada
ide dan mengasosiasikan
kemudian
memasukannya
menjadi
pembelajaran
dengan
penggalan memori. e) Menarik kesimpulan Kegiatan
menyimpulkan
dalam
pendekatan saintifik merupakan kelanjutan dari kegiatan data
atau
informasi.
Setelah menemukan
mengolah
keterkaitan
antar
informasi dan menemukan berbagai pola dari keterkaitan tersebut, selanjutnya secara bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau secara individual membuat kesimpulan. f) Mengkomunikasikan Pada
pendekatan
scientific
guru
diharapkan
memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar siswa atau kelompok siswa tersebut. Kegiatan mengkomunikasikan dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana Pendekatan dan Strategi
28
Pembelajaran disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013,
adalah
menyampaikan
hasil
pengamatan,
kesimpulan
berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. e. Metode Ilmiah dalam Pembelajaran Kegiatan pembelajaran meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan bertujuan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran yang efektif yang memungkinkan siswa dapat mengikuti proses pembelajaran
dengan
baik.
Sebagai
contoh
ketika
memulai
pembelajaran, guru menyapa anak dengan nada bersemangat
dan
gembira (mengucapkan salam), mengecek kehadiran para siswa dan menanyakan ketidakhadiran siswa apabila ada yang tidak hadir. Dalam metode ilmiah tujuan utama kegiatan pendahuluan adalah memantapkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang telah dikuasai yang berkaitan dengan materi pelajaran baru yang akan dipelajari oleh
siswa. Dalam
kegiatan ini
guru harus
mengupayakan agar siswa yang belum paham suatu konsep dapat
29
memahami konsep tersebut, sedangkan siswa yang mengalami kesalahan konsep, kesalahan tersebut
dapat dihilangkan.
Pada
kegiatan pendahuluan, disarankan guru menunjukkan fenomena atau kejadian “aneh” atau “ganjil” (discrepant event) yang dapat menggugah
timbulnya pertanyaan pada diri siswa. Kegiatan
inti
merupakan kegiatan utama dalam proses pembelajaran atau dalam proses
penguasaan
pengalaman
belajar
(learning
experience)
siswa. Kegiatan inti dalam pembelajaran adalah suatu proses pembentukan pengalaman dan kemampuan siswa secara terprogram yang dilaksanakan dalam durasi waktu tertentu. Kegiatan
inti
dalam
metode
ilmiah
ditujukan untuk
terkonstruksinya konsep, hukum atau prinsip oleh siswa dengan bantuan dari guru melalaui langkah-langkah kegiatan yang diberikan di muka. Pendekatan dan Strategi Pembelajaran Kegiatan penutup ditujukan untuk dua hal pokok. Pertama, validasi terhadap konsep, hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh siswa. Kedua, pengayaan materi pelajaran yang dikuasai siswa Kegiatan penutup ditujukan untuk dua hal pokok. Pertama, validasi terhadap konsep, hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh siswa. Kedua, pengayaan
materi
pelajaran
Kemendikbud, 2013).
30
yang
dikuasai
siswa
(Sumber:
Dari beberapa hal di atas dapat peneliti simpulkan bahwa metode ilmiah scientific merupakan metode pembelajaran yang memberikan penanaman baru terhadap siswa dan untuk melatih kreativitas siswa dalam melaksanakan pembelajaran.
2. Tinjauan Mengenai Pembentukan Karakter Dalam
tinjauan
mengenai
pembentukan
karakter
akan
dijelaskan tentang Pengertian karakter dan Pendidikan Karakter, Pengertian Karakter Tanggung Jawab, Tujuan Pembentukan Karakter, Jenis-jenis Pendidikan Karakter, dan Faktor-faktor Pembentukan Karakter. a. Pengertian Karakter dan Pendidikan Karakter Karakter adalah nilai-nilai yang melandasi perilaku manusia berdasarkan norma agama, kebudayaan, hukum/konstitusi, adat istiadat, dan estetika. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai perilaku (karakter) kepada warga sekolah yang meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil (Tim Pendidikan Karakter. 2010: 11).
31
Karakter Bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI (Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa, 2010 : 7) Pendidikan karakter rakyat menurut Bung Hatta, adalah: mandiri, tahu hak dan kewajiban, mau mengambil tanggung jawab (Rikard Bagun.2002: xix). Bahwa
strategi
implementasi
pendidikan
karakter
yang
ditekankan adalah memotivasi guru dan pengembangan kultur sekolah menjadi daya efektivitas. Dalam keterkaitan ini, Zamroni (2011:175) menawarkan strategi implementasi pendidikan karakter, sbb.: 1) Tujuan, sasaran dan target yang akan dicapai harus jelas konkret. 2) Pendidikan karakter akan lebih efektif dan efesien kalau dikerjakan tidak hanya oleh sekolah, melainkan harus ada kerjasama antara sekolah dengan orang tua siswa. 3) Menyadarkan pada semua guru akan peran yang penting dan bertanggung jawab dalam keberhasilan melaksanakan dan mencapai tujuan pendidikan karakter.
32
4) Kesadaran guru akan perlunya “hiden curriculum” sebagai instrument yang amat penting dalam pengembangan karakter peserta didik. 5) Dalam melakukan pembelajaran guru harus menekankan pada daya kritis dan kreatif peserta didik, kemampuan bekerja sama, dan ketrampilan mengambil keputusan. 6) Kultur sekolah harus dimanfaatkan dalam pengembangan karakter peserta didik. 7) Pada hakekatnya salah satu fase pendidikan karakter adalah merupakan proses pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Kultur sekolah yang kondusif bagi pengembangan karakter perlu diciptakan. Kultur sekolah adalah norma-norma, nilainilai, keyakinan, sikap, harapan-harapan, dan tradisi yang ada di sekolah dan telah diwariskan antar generasi, dipegang bersama yang mempengaruhi pola pikir, sikap dan pola tindakan seluruh warga. Pembelajaran yang baik hanya dapat berlangsung pada sekolah yang memiliki kultur positif. Suatu kultur sekolah yang sehat akan berdampak kesuksesan siswa dan guru dibandingkan dengan dampak bentuk reformasi pendidikan yang lain (Zamroni, 2009). Menurut Sardiman dkk, (2010: 2) pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Sedangkan menurut Suyanto (2010), karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi cirri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia
33
buat. Sementara, pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek ini maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, lanjut Suyanto, seorang anak akan cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena sesorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Sedangkan Menurut Udin S. Winaputra bahwa kita harus meyakini
seluruh komponen bangsa pembangunan budaya dan
karakter bangsa itu merupakan hal yang sangat penting. Bung Karno berpesan kepada bangsa Indonesia, bahwa tugas berat untuk mengisi kemerdekaan adalah membangun karakter bangsa. Ir Soekrno menyatakan dalam pidato politiknya menyebutkan kata-kata seperti yang terucap nation and character building. Beliau menyadari bahwa pembangunan karakter bangsa itu sebagai bagian dari komitmen kebangsaan dan amanat konstitusi yang secara tegas tersurat dalam Pembukaan UUD 1945 yang merupakan semangat dan simbolisasi sejarah panjang Indonesia, sejak sebelum tahun 1908, sampai Proklamasi 17 Agustus 1945 dengan nilai-nilai perjuangan yang
34
terkandung didalamnya. Oleh karena itu, tepat rumusan salah satu misi pembangunan nasional sebagaimana tercantum pada UU RI. No. 17 Tahun 2007 yakni, “terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila, yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi ipteks” (Tim Pendidikan Karakter, 2010: 2) Menurut Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2010. Menyatakan di Indonesia akhirakhir ini menjadi isu yang sangat hangat sejak Pendidikan Karakter dicanangkan. Tekad pemerintah untuk menjadikan pengembangan karakter dan budaya bangsa sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional harus didukung secara serius. Tentunya, karakter bangsa hanya semata dapat dibentuk dari program pendidikanatau proses pembelajaran di dalam kelas. Akan tetapi, kalau memang pendidikan bermaksud serius untuk membentuk karakter generasi bangsa, ada banyak hal yang harus dilakukan, butuh penyadaran terhadap para pendidik dan pelaksana kebijakan pendidikan. (Fatchul Mu’in, 2011: 323).
35
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, atau pendidikan akhlak yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa memberikan keputusan baik-buruk, mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehrihari. Pendidikan karakter suatu penanaman nilai-nilai perilaku karakter kepada keluarga, sekolah, dan masyarakat meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran
atau
kemauan,
dan
tindakan
untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik tehadap Tuhan Yang maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun bangsa dan negara. b. Pengertian Karakter Tanggung Jawab Karakter Tanggung Jawab adalah: merupakan unsur penting bagi pengembangan pendidikan karakter karena terkait dengan ekspresi kebebasan manusia terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Tanggung jawab ini memiliki tiga dimensi, yaitu tanggung jawab kepada (relasi antara individu dengan orang lain), tanggung jawab bagi (hubungan individu dengan dirinya sendiri), serta tanggung jawab terhadap (hubungan individu terkait dengan tugas dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat). Diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
36
Tanggung jawab (Responsibility) bisa disebut juga seperti sikap tanggung jawab menunjukkan apakah orang itu punya karakter yang baik atau tidak. Orang yang lari dari tanggung jawab sering tidak disukai artinya adalah karakter yang buruk. Pada dasarnya, hidup ini dipenuhi dengan pilihan life is full of choices. Kita bisa memilih apa saja yan kita inginkan memilih suatu benda atau barang, memilih bertindak, dan kadang memilih bersikap (Fatchul Mu’in, 2011: 215). Berdasarkan beberapa pendapat diatas bahwa pembentukan karakter tanggung jawab adalah perilaku yang berhubungan dengan sikap moral, akhlak dan perbuatan yang mengandung nilai yang positif selalu berkaitan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, keluarga dan masyarakat. Itu semua merupakan untuk mebentuk karakter siswa supaya tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari supaya individu bisa bersosialisasi dalam bermasyarakat. c. Proses Pembentukan Karakter Pada dasarnya pendidikan karakter lebih mengutamakan pertumbuhan moral individu yang ada dalam lembaga pendidikan. Menurut Doni Koesuma A. (2007: 134) disebutkan bahwa tujuan pendidikan karakter adalah pendidikan karakter semestinya diletakkan dalam kerangka dinamis dialektis, berupa tanggapan individu terhadap sosial dan kultural yang melingkupinya, untuk dapat menempatkan
37
dirinya menjadi sempurna sehingga potensi-potensi yang ada di dalam dirinya berkembang secara penuh yang membuatnya semakin menjadi manusiawi. Proses pendidikan karakter dipandang sebagai usaha sadar dan terencana, bukan usaha yang sifatnya terjadi secara kebetulan. Atas dasar ini, pendidikan karakter adalah usaha sungguh-sungguh untuk memahami, membentuk, memupuk nilai-nilai etika, baik untuk diri sendiri maupun semua warga masyarakat secara keseluruhan (Saptono, 2011: 23). Semakin menjadi manusiawi berarti juga semakin menjadi makhluk yang mampu berelasi secara sehat dengan lingkungan di luar dirinya tanpa kehilangan otonomi dan kebebasannya sehingga dapat bertanggung jawab. Tujuan pendidikan karakter adalah untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlah mulia siswa secara utuh, terpadu, dan seimbang (Masnur Muslich, 2011: 81). d. Tujuan pendidikan karakter Adapun tujuan pendidikan karakter yaitu: 1) Mengembangkan potensi kalbu/ nurani/ afektif siswa sebagai manusia dan warga Negara yang memilki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa; 2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku siswa yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;
38
3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab siswa sebagai generasi penerus bangsa; 4) Mengembangkan kemampuan siswa menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan 5) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity) (Kemendiknas. 2010. b: 7). Salah satu upaya untuk mewujudkan pendidikan seperti di atas, para siswa harus dibekali dengan pendidikan khusus yang membawa misi pokok dalam pembinaan karakter mulia. Pendidikan seperti ini dapat memberi arah kepada para peserta didik setelah menerima berbagai ilmu maupun pengetahuan dalam bidang studi (jurusan) masing-masing, sehingga mereka dapat mengamalkannya ditengahtengah masyarakat dengan tetap berpatokan pada nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang universal. Arah dan tujuan pendidikan nasional kita, seperti diamanatkan oleh UUD 1945, adalah peningkatan iman dan takwa serta pembinaan akhlak mulia para peserta didik yang dalam hal ini adalah seluruh warga negara yang mengikuti proses pendidikan diIndonesia. Amanat konstitusi kita ini dengan tegas memberikan perhatian yang besar akan pentingnya pendidikan karakter (akhlak mulia) dalam setiap proses pendidikan dalam membantu membumikan nilai-nilai agama dan kebangsaan melalui ilmu pengetahuan dan teknologi yang
39
diajarkan kepada seluruh siswa. Keluarnya undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yakni UU No. 20 Tahun 2003, menegaskan kembali fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional kita. Pada pasal 3 Undang-Undang ini ditegaskan, Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan karakter adalah untuk menanamkan nilainilai dan pembaruan tata kehidupan sehingga dapat membentuk karakter dan akhlak mulia siswa untuk mengembangkan kemampuan dan menentukan keputusan baik-buruk, serta mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. e.
Jenis-Jenis Pendidikan Karakter Adapun jenis-jenis pendidikan karakter yaitu ada empat yang selama ini dikenal dan dilaksanakan dalam proses pendidikan (Yahya Khan, 2010: 2) yaitu:
40
1) Pendidikan karakter berbasis nilai religius, contoh manusia mempunyai hak dalam beribadah sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan masing-masing. 2) Pendidikan karakter berbasis nilai budaya, contoh warga negara Indonesia wajib mengamalkan Pancasila. 3) Pendidikan karakter berbasis lingkungan, contoh manusia yang mempunyai karakter baik tidak membuang sampah sembarangan. 4) Pendidikan karakter berbasis potensi diri, contoh sebagai calon pendidik (guru) mempunyai kualitas sebagai guru professional. f. Faktor-faktor Pembentukan Karakter Dalam pembentukan karakter faktor yang paling utama adalah faktor internal diri sendiri dan lingkungan keluarga. Secara umum orang-orang
memandang
bahwa
keluarga
merupakan
sumber
pendidikan moral yang paling utama bagi anak-anak. Orang tua adalah guru pertama mereka dalam pendidikan moral. Mereka memberikan pengaruh paling lama terhadap perkembangan moral anak-anak: disekolah, para guru pengajar akan berubah setiap tahunnya, tetapi diluar sekolah anak-anak tentunya memiliki setidaknya satu orang tua yang memberikan bimbingan dan membesarkan kita selama bertahuntahun. Faktor yang kedua adalah faktor eksternal yaitu sekolah dan masyarakat, saat ini semakin banyak bukti menunjukkan bahwa sekolah perubahan dalam pengembangan karakter. Meskipun sekolah mampu meningkatkan pemahaman awal para siswanya ketika mereka
41
ada disekolah, kemudian bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa sekolah mampu melaksanakan hal tersebut. Sikap baik yang dimilki oleh anak-anak tersebut perlahan menghilang jika nilai-nilai yang telah diajarkan disekolah tersebut tidak mendapatkan dukungan dari lingkungan rumah. Dengan alasan tersebut, sekolah dan keluarga haruslah seiring dalam menyikapi masalah yang muncul. Dengan adanya kerja sama antara kedua pihak, kekuatan yang sesungguhnya dapat dimunculkan untuk meningkatkan nilai moral sebagai seorang manusia dan untuk mengangkat kehidupan moral di negeri ini (Lickona Thomas, 1991: 48-57). Kemudian di lingkungan sekolah adanya perilaku yang baik misalnya tidak mencontek pada saat ujian dan patuh akan tata tertib sekolah karakter kita akan menjadi lebih baik apabila kita terapkan di dalam masyarakat seperti tetangga, teman sebaya, dan masyarakat luas. Individu/ siswa di bina dan akan terbiasa dengan perubahan untuk menjadi lebih baik maka kita tanamkan dalam pembentukan karakter supaya siswa lebih mengerti tentang perilaku yang baik dan yang buruk supaya tidak terjerumus kedalam pergaulan yang tidak diinginkan. Membentuk sebuah karakter yang baik adalah dengan pembentukan karakter dan membutuhkan proses yang lama. Faktor tersebut bisa mendorong agar siswa bisa mendapatkan perlindungan.
42
Seperti dikatakan diatas faktor paling utama adalah faktor internal dari diri sendiri kemudian dari orang tua apabila orang tua mereka mendidik dengan penuh kasih sayang dan pola asuh yang cukup memenuhi kebutuhan psikologi anak maka anak itu akan merasa nyaman dirumah. Perilaku/ tingkah laku anak akan menjadikan seseorang lebih baik dan sopan terhadap diri sendiri dan sesama. Kemudian faktor kedua yang mempengaruhi dalam pembentukan karakter yaitu faktor eksternal seperti lingkungan sekolah, aturan, sistem, kultur/ budaya. Mengapa dari lingkungan sekolah karena guru adalah orang tua kedua bagi anak yang membutuhkan kasih sayang dan pendidikan yang cukup agar anak tersebut bisa merasakan kelengkapan akan kebutuhan psikologisnya. faktor eksternal lainnya adalah masyarakat setelah mendapatkan pembelajaran dari keluarga, sekolah kemudian kita terapkan kedalam masyarakat dan anak-anak tersebut lebih memahami dasar dari pembentukan karakter supaya bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Jadi kedua faktor internal dan faktor eksternal ini yang bisa membentuk karakter anak menjadi lebih tanggung jawab kepada Tuhan, diri sendiri, orang tua, guru, dan masyarakat.
43
3. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk
memahami
tentang
mata
pelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan berikut akan diuraikan pengertian Pendidikan Kerwaganegaraan, Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan, Ruang
lingkup
Pendidikan
Kewarganegaraan,
Pendidikan
Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Demokrasi dan Karakter, Penerapan Metode Ilmiah dalam Pembelajaran PKn. a. Pengertian pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) merupakan salah satu bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value based education” (Sunarso dkk, 2006: 1). Mata pelajarn ini wajib harus dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan tinggi. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 37 ayat (1) dinyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan
menengah wajib memuat
“Pendidikan
Kewarganegaraan”. Sementara itu pada bagian penjelasan pasal 37 dikemukakan bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk siswa menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. Pernyataan yang dimuat dalam undang-undang
tersebut
merupakan
44
landasan
yuridis
formal
pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan dalam sistem pendidikan nasional. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyebutkan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang
memfokuskan
pada
pembentukan
warganegaranya
yang
memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan fungsi dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945. Melalui metode pembelajaran Pendekatan Ilmiah Scientific dikembangkan
tiga
kemampuan
dasar
yang
meliputi:
sikap,
keterampilan, dan pengetahuan. Melalui metode pembelajaran ini terbudayakannya kecakapan berpikir ilmiah, berpikir kreatif siswa. Model pembelajaran mampu menghasilkan kemampuan untuk belajar. Bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap itu diperoleh siswa.
45
b. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Cholisin (2000: 12), tujuan PKn adalah membentuk warga negara yang lebih baik dan mempersiapkannya untuk masa depan.
Menurut
Standar
Isi,
mata
pelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: 1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. 2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta anti korupsi. 3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain. 4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. (Lampiran Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi). Dikemukakan bahwa tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia adalah membentuk warga negara yang baik (a good citizen) yaitu cerdas, terampil, dan berkarakter sesuai dengan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Untuk membentuk warga negara yang baik maka role (peran) harus dibina dan dikembangkan dengan baik. Role (peran) tersebut antara lain: Peran aktif yakni memberikan masukan, mengkritisi kebijakan pubik; Peran pasif yakni mematuhi kebijakan pemerintah; Peran positif yakni meminta kepada pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasarnya supaya sebagai warga negara dapat
46
hidup sejahtera; Peran negatif yakni menolak segala bentuk intervensi pemerintah yang berkenaan dengan hal-hal yang berkaitan dengan masalah urusan pribadi (privasi). Mata
pelajaran
PKn
(Pendidikan
Kewarganegaraan)
merupakan salah satu mata pelajaran yang memegang peranan penting dalam pendidikan karena dalam pelajaran PKn membekali siswa dengan berbagai kemampuan tentang cara bersosialisasi dan berinteraksi dengan baik dilingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu, keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar mata pelajaran PKn memberikan pengaruh terhadap pembentukan karakter yang maksimal. Karakter dapat dijadikan sebagai ukuran keberhasilan dan kemajuan belajar siswa. Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan mereflesikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 (Sunarso dkk, 2006: 5).
47
c. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar
Isi
Pendidikan
Nasional,
ruang
lingkup
Pendidikan
Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1) Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan NKRI, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap NKRI, keterbukaan dan jaminan keadilan. 2) Norma, hukum dan peraturan, meliputi: tata tertib dalam keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku dalam masyarakat, peraturan-peraturan daerah, sistem hukum dan peradilan nasional HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM. 3) Hak asasi manusia, meliputi: hak dan kewajiban anak, hak adan kewajiban anggota masyarakat, instrument nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan, dan perlindungan HAM. 4) Kebutuhan warga negara, meliputi: hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara. 5) Konstitusi Negara, meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi. 6) Kekuasaan dan politik: Pemerintahan desa dan kecamatan, pemda dan otonomi, demokrasi dan sistem politik, upaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi. 7) Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara, proses perumusan Pancasila, Pengalaman nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. 8) Globalisasi, meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.
48
Beberapa materi PKn di atas memuat nilai-nilai yang dapat membentuk karakter siswa. Beberapa karakter yang dimuat oleh nilainilai materi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan antara lain: nasionalis, kepatuhan pada aturan sosial, menghargai keberagaman, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, bertanggung jawab, berpikir logis, kritis, kreatif, inovatif dan mandiri. d. Pendidikan
Karakter
dalam
Pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan Menurut Hoge (dalam Samsuri, 2011: 15) yang menjadi perhatian dan fokus dalam pembelajaran PKn adalah menemukan pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan mengenai masalah sosial dan masyarakat. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan kajian
ilmu
yang
potensial
bagi
pengembangan
tugas-tugas
pembelajaran yang kaya nilai. Menurut Rahmat Mulyana (2004: 17) pengembangan pendidikan nilai dalam kurikulum sekolah bukan hal yang baru. Setiap pengajaran dan bimbingan yang dilakukan pendidik sudah tentu melibatkan proses penyadaran nilai antara lain: a. Kebutuhan akan prinsip-prinsip belajar yang menyertakan nilai ilmiah, moral, agama, secara otomatis. b. Skenario belajar yang digunakan secara konsisten dalam perilaku belajar. c. Petunjuk-petunjuk teknis praktis yang mempermudah guru dalam menilai taraf pembentukan nilai. d. Pelatihan kompetensi guru dalam pengembangan nilai.
49
Pada akhirnya, pengetahuan dan keterampilannya itu akan membentuk suatu karakter yang mapan, sehingga menjadi sikap dan kebiasaan hidup sehari-hari. Contoh distribusi nilai karakter dalam mata pelajaran PKn adalah nasionalis, patuh pada aturan sosial, demokratis, jujur, menghargai keberagaman, sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain (Kemendiknas, 2010. b: 32). e. Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Demokrasi dan Karakter Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan demokrasi menurut Zamroni (2001) dalam bukunya Pendidikan untuk demokrasi Tantangan Menuju Civil Society, berpedapat bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamn hak-hak warga masyarakat. Demokrasi adalah suatu learning process yang tidak dapat begitu saja meniru dari masyarakat
lain.
Kelangsungan
demokrasi
tergantung
pada
kemampuan mentransformasikan nilai-nilai demokrasi. Sedangkan Menurut Ramli Zakaria (2007) Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan karakter Kepala Bidang Pengembangan Pengelolaan dan Tenaga Kependidikan pada Pusat Inovasi, spesialisasi dalam bidang
50
pendidikan nilai, menyatakan bahwa “Pendidikan budi pekerti memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai bekal bagi masa depannya, agar manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari Pendidikan Budi Pekerti dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda” (Hand Out Kuliah PKn 2013, Cholisin). Pendidikan Kewarganegaraan sebagai sarana Nation and Character Building. Usaha untuk memahami pentingnya PKn sebagai sarana nation and character building bagi bangsa Indonesia salah satunya dapat dilihat dari dimensi kemajemukan masyarakat Indonesia. Berdasarkan Menurut Pendapat di atas bahwa Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Demokrasi dan Pendidikan
51
Karakter adalah suatu proses bertujuan dimana yang dilakukan oleh lembaga pendidikan seseorang harus mempelajari orientasi sikap, dan perilaku politik sehingga yang bersangkutan memiliki perilaku yang baik dalam konteks pendidikan Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. f. Penerapan Metode Ilmiah Dengan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Penerapan metode Ilmiah dengan pembelajaran sebenarnya semula banyak diterapkan dalam pembelajaran sain tetapi perlu diingat bahwa pembelajaran ilmu-ilmu sosial pun dapat bersifat ilmiah. Para pendidik sepakat bahwa pembelajaran yang berdasarkan penerapan metode Ilmiah ini membuat siswa lebih aktif, pembelajaran berpusat pada siswa, yang memungkinkan penilaian autentik, dan pembelajaran yang memperhatikan individual siswa. Metode Ilmiah ini sangat cocok untuk digunakan semua mata pelajaran termasuk pada mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan. Sehubungan dengan itu, dalam Dies Natalis FIS UNY menurut Abdul Gafur menyatakan bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan perlu diupayakan agar dapat membantu menanamkan kepada siswa kekuatan mental atau moral sehingga mereka memiliki kemampuan untuk
berpikir
kritis
dan
52
mandiri.
Pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan dengan metode Ilmiah ini dapat mencapai tujuan meningkatkan kemampuan siswa untuk berinisiatif, mengkritisi isu-isu sosial yang dihadapi baik yang menyangkut individu, masyarakat lokal maupun masyarakat global. Pembelajaran ilmu-ilmu sosial perlu direvitalisasi agar mampu membantu siswa memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup
di
dalam
masyarakat.
Dalam
melaksanakan pembelajaran menggunakan metode ilmiah ini aktifitas belajar terletak pada siswa (student centered learning), guru berperan sebagai fasilitator.
B. Kerangka Pikir Karakter tanggung jawab siswa di SMK Perindustrian Yogyakarta pada mata pelajaran PKn dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah penerapan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru hanya sebatas metode konvensioanl yaitu mengandalkan materi yang ada pada buku cetak atau LKS dan ceramah yang diberikan oleh guru di kelas. Oleh karena itu, yang terjadi di lapangan adalah siswa pada saat mengikuti pelajaran di kelas cenderung pasif bahkan ada yang tidak mengerjakan tugas, PR, bahkan ada siswa yang tidur di kelas, dan siswa membolos pada jam pelajaran PKn. Kurangnya minat siswa dalam mata pelajaran
53
PKn sehingga kegiatan pembelajaran tidak berjalan lancar. Selain itu fasilitas yang ada di perpustakaan gudang ilmu yang menyediakan buku-buku, jurnal, majalah, surat kabar atau media elektronik lainnya yang berguna bagi siswa sebagai sumber informasi siswa. Penggunaan metode pembelajaran yang variasi dan sesuai karakteristik siswa diharapkan mampu membentuk karakter tanggung jawab. Dalam hal ini peneliti menggunakan metode pembelajaran Pendekatan Ilmiah scientific dimana pada metode ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan sikap, keterampilan, da pengetahuan. Hal tersebut merupakan cirri khas dari kurikulum 2013 terbukti dari Kemendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah menginsyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidahkaidah Pendekatan Ilmiah scientific (Kemendikbud, 2013). Dalam hal ini siswa berpikir ilmiah yang meliputi mengamati, mencoba, menanya, menalar, dan mengomunikasikan (mencipta) maka akan membentuk karakter tanggung jawab. Penerapan metode pembelajaran Pendekatan Ilmiah yang akan dilakukan peneliti dalam hal pembentukan karakter tanggung jawab akan dijelaskan dalam gambar dibawah ini:
54
GURU
SISWA
KELAS
KELAS EKSPERIMEN
KONTROL
PRE TEST
PRE TEST
PEMBELAJARAN METODE CERAMAH
PEMBELAJARAN METODE ILMIAH
POST TEST
POST TEST
NILAI KARAKTER YANG DIHARAPKAN : KARAKTER
TANGGUNG JAWAB Gambar 4. Kerangka Pikir
55
Keterangan: KE = Kelompok Eksperimen KK = Kelompok Kontrol PK = Pembentukan Karakter Tanggung Jawab = Menggunakan
Dari gambar diatas diharapkan terjadi perbedaan terhadap pembentukan karakter tanggung jawab pada kelas yang menggunakan metode pembelajaran Pendekatan Ilmiah scientific dengan kelas yang hanya menggunakan metode ceramah.
C. Penelitian Yang Relevan Beberapa
penelitian
sejenis
yang
mengkaji
tentang
metode
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan 1. Penelitian dari Rosada (2009) yang berjudul “Integrasi Pendidikan
Karakter
dalam
Pembelajaran
IPS
untuk
pengalaman nilai-nilai moral siswa di smp VI Mataram”. Adapun temuan dari penelitian ini adalah guru mengupayakan pembentukan karakter siswa dengan melakukan berbagai macam program antara lain diadakan oleh kepala sekolah dan guru kepada siswa di dalam kelas dengan cara, pertama mengintegrasikan pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS, kedua mengingatkan pembelajaran dengan kehidupan
56
sehari-hari, ketiga menggunakan metode dan motivasi belajar siswa dalam kegiatan intrakulikuler dan ekstrakurikuler seperti upacara bendera, kegiatan sholat berjamaah (intrakulikuler) sedangkan melalui organisasi siswa intra sekolah, penyaluran bakat dan hobi (ekstrakurikuler). 2. Penelitian
dari
Abdul
Basar
(2012)
yang
berjudul
“Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SD N Bendungan IV Wates Kulon Progo Tahun Ajaran 2011/2012”. Menyimpulkan bahwa implementasi pendidikan karakter melalui pembelajaran PKn memberikan solusi terhadap siswa dalam meningkatkan pembelajaran PKn di SD N Bendungan Wates Kulon Progo. 3. Penelitian dari Nuri Indah pratiwi (2013) yang berjudul “Integrasi Nilai Karakter dalam Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Kelas VIII SMP Negeri 10 Malang”. Menyimpulkan bahwa upaya mengatasi hambatan tersebut melalui mata pelajaran PKn dalam membentuk karakter siswa supaya lebih menarik siswa dalam proses pembelajaran. 4. Penelitian dari Iu Meq (2013) yang berjudul “Analisis Proses Berpikir
dan
Scientific”.
Hasil
Belajar
Menyimpulkan
57
Siswa
bahwa
Melalui
Penerapan
pembelajaran
dengan
pendekatan scientific lebih efektif untuk proses berpikir dan meningkatkan hasil belajar.
D. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan yaitu: “Ada perbedaan pembentukan karakter tanggung jawab pada siswa SMK Perindustrian Yogyakarta antara yang diajar menggunakan metode pembelajaran Ilmiah dengan metode Ceramah”.
58