BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Belajar Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan diri seseorang. Dalam arti luas, belajar merupakan kegiatan psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaknai berbagai usaha penguasaan ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian yang utuh (Sardiman A. M, 2001: 49). Menurut kaum kontruktivis, belajar merupakan proses belajar aktif. Pelajar mengkontruksi arti yang berupa teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain- lain. Belajar
juga
merupakan proses
mengasimilasikan
dan
menghubungkan
pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertianya dikembangkan. Menurut Paul Suparno (1997 : 61) proses tersebut antara lain bercirikan sebagai berikut: a. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Kontruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah dia punya. b. Kontruksi itu adalah proses yang terus- menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi, baik secara kuat maupun lemah. c. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan yang menurut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang. d. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan
yang
merangsang
pemikiran
lebih
lanjut.
ketidakseimbangan adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.
9
Situasi
10
e. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar dengan dunia fisik dan lingkunganya. f. Hasil belajar seseorang tergantung pada segala sesuatu yang telah diketahui
si
pelajar,
konsep-konsep,
tujuan
dan
aktivitas
yang
mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari. Dalam teori konstruktivisme, kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya. Guru tidak dapat begitu saja memberikan pengetahuannya kepada siswa. Agar pengetahuan siswa bermakna, maka
siswa
harus
memproses
sendiri
informasi
yang
diperolehnya,
menstrukturnya kembali dan mengintegrasikan dengan pengetahuan yang dimilikinya. Dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator dan mediator dalam proses pembentukan pengetahuan tersebut. Dari berbagai pendapat dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu kegiatan aktif untuk membangun sendiri pengetahuan mereka. Dalam proses belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang tidak dapat disaksikan secara langsung, tetapi hanya mungkin dapat disaksikan dari adanya gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak.
2. Pengertian Matematika Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 723) matematika mempunyai pengertian bahwa, “Ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”. Pendapat lain dikemukakan oleh Purwoto (2003: 4) bahwa, ”Matematika adalah pengetahuan tentang pola keteraturan, pengetahuan tentang struktur terorganisasikan, mulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan ke unsur-unsur yang didefinisikan ke aksioma dan postulat dan akhirnya ke dalil”. R. Soejadi (2000: 11) mengemukakan bahwa ada beberapa definisi dari matematika, yaitu sebagai berikut:
11
a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik. b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi. c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan. d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk. e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. Menurut Soedjadi (1995:1) matematika sekolah adalah bagian atau unsur dari matematika yang dipilih antara lain dengan pertimbangan atau berorentasi pada pendidikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa matematika sekolah adalah matematika yang telah dipilah-pilah dan disesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual siswa, serta digunakan sebagai salah satu sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir bagi para siswa. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak tentang bilangan, kalkulasi, penalaran, logika, fakta-fakta kuantitatif, masalah ruang dan bentuk, aturan-aturan yang ketat, dan pola keteraturan serta tentang struktur yang terorganisir. Dalam penelitian ini matematika yang dimaksud adalah matematika sekolah, dimana matematika sekolah adalah salah satu bagian dari matematika itu sendiri yang disesuaikan dengan perkembangan intelektual siswa. 3. Prestasi Belajar Adanya kegiatan penilaian merupakan salah satu bagian dari kegiatan atau usaha. Melalui kegiatan penilaian itu dapat kita ketahui sejauh mana hasil dari suatu kegiatan itu. Dalam kegiatan belajar mengajar hasilnya biasa disebut prestasi. Prestasi belajar dapat dilihat dari perubahan-perubahan dalam pengertian kognitif, pengalaman ketrampilan, nilai sikap yang bersifat konstan. Prestasi belajar siswa dapat diketahui dengan adanya evaluasi belajar atau penilaian
12
hasil belajar. Menurut Nana Sudjana (2009: 22), hasil belajar adalah kemampuankemampuan
yang
dimiliki
oleh
siswa
setelah
menerima pengalaman
belajarnya. Benyamin Bloom dalam Nana Sudjana membagi hasil belajar menjadai tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif , dan psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, análisis, síntesis, dan evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban, penilaian, organisasi, dan internalisasi sedangkan, aspek psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik yakni gerakan refleks, ketepatan,
keterampilan
gerakan
dasar,
kemampuan
perceptual,
gerakan keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan
interpretatif. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil usaha yang dicapai oleh siswa dalam proses belajar yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf maupun simbol dalam periode tertentu. Di dalam penelitian ini prestasi belajar dinyatakan dalam bentuk angka. 4. Model Pembelajaran a.
Pengertian Model Pembelajaran Metode pembelajaran memiliki peranan yang sangat penting dalam proses
belajar mengajar dan merupakan salah satu penunjang utama berhasil atau tidaknya seorang guru dalam mengajar. Di samping keterampilan mengajar, seorang guru harus memiliki dan menguasai metode-metode pembelajaran, serta dapat menggunakannya dengan tepat sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan. Menurut Mills dalam Agus Suprijono (2009:45) model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Menurut pendapat Joyce dalam Agus Suprijono (2009:46) fungsi model adalah : “each model guides us as we design instruction to help students achieve
13
various objectives”. Jadi melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, ketrampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Adapun Soekamto dkk. dalam Trianto (2007: 5) mengemukakan pengertian model pembelajaran sebagai berikut: “kerangka konseptual yang melakukan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar. Model pembelajaran memiliki empat ciri khusus yang tidak dipunyai strategi atau metode tertentu yaitu: 1) Rasional teoritik yang logis yang disusun oleh penciptanya. 2) Tujuan pembelajaran yang akan dicapai. 3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar metode tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil dan 4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. Menurut Arends dalam Trianto (2007: 9) model pembelajaran yang praktis dan sering digunakan guru dalam mengajar yaitu presentasi, pembelajaran langsung, pembelajaran konseptual, pembelajaran kooperatif, pembelajaran berdasarkan masalah dan diskusi kelas. Tidak ada model pembelajaran yang paling baik diantara yang lainnya karena masing-masing model pembelajaran dapat dirasakan apabila telah diujicobakan untuk mengajar materi pelajaran tertentu (Trianto, 2007: 9). Oleh karena itu beberapa model pembelajaran perlu diseleksi, model pembelajaran manakah yang paling baik untuk mengajarkan suatu materi tertentu. Pertimbangan mengenai materi pelajaran, tingkat perkembangan kognitif, siswa dan sarana yang tersedia sangatlah penting dalam pemilihan model pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai.
14
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian model pembelajaran adalah keseluruhan rangkaian yang dimulai dari pendahuluan, pengelolaan sampai dengan evaluasi pembelajaran oleh pendidik dengan menggunakan strategi, pendekatan dan metode tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran. b. Model Pembelajaran Konvensional
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:459): “konvensional/klasik adalah tradisional”. Tradisional sendiri berarti sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun temurun. Metode konvensional yang disebut juga metode tradisional adalah metode mengajar dengan cara-cara lama. Metode konvensional dapat diartikan sebagai pengajaran yang masih menggunakan sistem yang biasa dilakukan yaitu sistem ceramah. Metode tradisional yang selama ini menjadi kebiasaan guru dalam menyampaikan informasi kepada siswa adalah metode ceramah bervariasi yang disertai tanya jawab antara guru dan siswanya. Menurut Purwoto (2003: 137) yang menyatakan, “Metode ceramah merupakan metode yang paling banyak dipakai”. Hal ini mungkin dianggap guru sebagai metode pembelajaran yang paling mudah dilaksanakan. Kalau bahan pelajaran sudah dikuasai dan sudah ditentukan urutan penyampaiannya, guru tinggal memaparkannya di kelas. Siswa tinggal duduk memperhatikan guru berbicara, memcoba menangkap apa isinya, dan membuat catatan-catatan. Kadang-kadang guru juga mengkombinasikan metode ceramah dengan metode pembelajaran yang lain, meskipun dalam prakteknya penggunaan metode pembelajaran tersebut belum begitu mendalam dan masih didominasi oleh metode ceramah. Berdasarkan
beberapa
pengertian
tersebut,
model
pembelajaran
konvensional dapat diartikan sebagai model pembelajaran yang sering digunakan di sekolah biasanya dalam bentuk model pembelajaran langsung. Dalam model pembelajaran
langsung
guru
memegang
peran
yang
dominan.
Guru
15
menyampaikan materi pelajaran secara terstruktur dengan harapan apa yang disampaikan dapat dikuasai siswa dengan baik. Menurut Kardi dan Nur dalam Trianto (2007: 31) fase-fase model pembelajaran langsung meliputi: 1) Fase 1, menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa. Guru menjelaskan Tujuan Pembelajaran Khusus, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar. 2) Fase 2, mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan Guru mendemonstrasikan ketrampilan dengan benar atau menyajikan informasi tahap demi tahap. 3) Fase 3, membimbing pelatihan Guru merencanakan dan membimbing pelatihan awal 4) Fase 4, mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik dan memberikan umpan balik. 5) Fase 5, memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan. Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari. Menurut Rachmadi (2007: 34) Pembelajaran konvensional (dalam hal ini pembelajaran langsung) memiliki kelebihan diantaranya adalah 1) Mampu menampung kelas yang besar. 2) Materi yang disampaikan banyak dan terurut. 3) Guru dapat memberi tekanan pada hal-hal yang penting. 4) Kondisi kelas relatif tenang dan teratur. 5) Kekurangan atau tidak adanya buku pelajaran dan alat bantu pelajaran tidak menghambat dilaksanakannya pelajaran.
16
Sedangkan kelemahan pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut : 1) Pelajaran berjalan membosankan siswa dan siswa menjadi pasif, karena tidak berkesempatan untuk menemukan sendiri konsep yang diajarkan. Siswa hanya aktif membuat catatan. 2) Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat siswa tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan. 3) Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini lebih cepat terlupakan. 4) Mematikan kreativitas siswa. 5) Siswa cenderung bersifat individual
c. Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih. Keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif agar lebih menjamin para siswa bekerja secara kooperatif, yaitu: 1) Para siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai, 2) Para siswa tergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwa masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan bahwa berhasil tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh seluruh anggota kelompok itu, dan 3) Untuk mencapai hasil yang maksimum, para siswa yang tergabung dalam kelompok itu harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang dihadapi. Akhirnya, para siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harus menyadari bahwa setiap pekerjaan siswa mempunyai akibat langsung pada keberhasilan kelompoknya. Menurut Agus Suprijono (2009:54) Pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning adalah konsep yang lebih luas meliputi semua kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan
17
oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana
guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta
menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan mengembangkan keterampilan social (Agus Suprijono,2009:61). Unsur-unsur dasar dalam Pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: 1) siswa dalam kelompoknya harus beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”, 2) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti miliknya sendiri, 3) siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama, 4) siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara kelompoknya, 5) siswa akan dikenakan evaluasi ataudiberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok, 6) siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya, dan 7) siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. d. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI
TAI merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif dimana para siswa dengan kemampuan individualnya masing-masing bekerjasama dalam kelompok kecil dengan kemampuan yang berbeda. TAI pertama kali diprakarsai oleh Robert E Slavin yang merupakan perpaduan antara pengajara individual dan pembelajaran kooperatif. Slavin membuat TAI ini karena beberapa alasan. Pertama, pembelajaran ini memadukan antara keunggulan pembelajaran kooperatif dengan pengajaran individual. Kedua, model ini memberikan tekanan
18
dari efek sosial dari belajar kooperatif. Ketiga, TAI disusun untuk memecahkan masalah kesulitan belajar individual. One type of learning in cooperative learning is TAI developed by Slavin. This type of learning combine the advantage or learning in group work and individual learning. In addition, the type of TAI is designed to addres the learning difficulties of individual student, where students learn at their own level of ability themselves. If they do not quality at acertain capacity, they can build a strong foundation before moving the next stage.(Tilaar,2014: 25) Pembelajaran kooperatif tipe TAI mengutamakan pemberian dorongan kepada siswa untuk saling berbagi ide, membukakan jalan bagi teman sekelompok. Kemampuan dan kemauan berbagi ide dan membukakan jalan bagi teman sekelompok, mengharuskan siswa yang bersangkutan mengeksplorasi dan mengembangkan kemampuan untuk memberikan motivasi dan membantu secara maksimal teman sekelompoknya. Keadaan ini akan menghantarkan siswa kepada tercapainya berbagai kompetensi. Pembelajaran kooperatif tipe TAI siswa secara individual belajar dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dalam jumlah tertentu, selanjutnya siswa dengan kemampuan unggul diminta untuk memeriksa jawaban yang dibuat anggota lainnya dan memberikan layanan kepada anggota kelompoknya apabila mereka menghadapi kesulitan, sehingga soa-soal yang diberikan dapat terjawab sejumlah yang telah ditentukan. Menurut Slavin dalam Muhammad Fathurrohman (2015: 74-75) model pembelajaran tipe TAI ini memiliki 8 komponen, kedelapan komponen tersebut adalah sebagai berikut 1) Teams yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri dari 4 sampai 5 siswa. 2) Placement Test yaitu pemberian pre-test kepada siswa atau melihat ratarata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu.
19
3) Student Creative yaitu melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan dimana keberhasilan individu ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya. 4) Team Study yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkan. 5) Team Score and Team Recognition yaitu pemberian score terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas. 6) Teaching Group yaitu pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok. 7) Fact test yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa. 8) Whole-Class Units yaitu pemberian materi oleh guru kembali diakhiri waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah Adapun langkah-langkah dalam model pembelajaran TAI adalah sebagai berikut. 1) Guru menyiapkan materi bahan ajar yang akan diselesaikan oleh kelompok siswa. 2) Guru memberikan pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu. (Mengadopsi komponen Placement Test). 3) Guru memberikan materi secara singkat. (Mengadopsi komponen Teaching Group).
20
4) Guru membentuk kelompok kecil yang heterogen tetapi harmonis berdasarkan nilai ulangan harian siswa, setiap kelompok 4-5 siswa. (Mengadopsi komponen Teams). 5) Setiap kelompok mengerjakan tugas dari guru berupa LKS yang telah dirancang sendiri sebelumnya, dan guru memberikan bantuan secara individual bagi yang memerlukannya. (Mengadopsi komponen Team Study). 6) Ketua
kelompok
melaporkan
keberhasilan
kelompoknya
dengan
mempresentasikan hasil kerjanya dan siap untuk diberi ulangan oleh guru. (Mengadopsi komponen Student Creative). 7) Guru memberikan post-test untuk dikerjakan secara individu. (Mengadopsi komponen Fact Test). 8) Guru menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang berhasil (jika ada) berdasarkan hasil koreksi. (Mengadopsi komponen Team Score and Team Recognition). 9) Guru memberikan tes formatif sesuai dengan kompetensi yang ditentukan. Model pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Hal demikian juga dimiliki model pembelajaran kooperatif tipe TAI. Berikut ini adalah kelebihan dan kelemahan model pembelajaran tipe TAI. 1) Kelebihan a) Meningkatkan hasil belajar b) Meningkatkan motivasi belajar c) Mengurangi perilaku yang mengganggu dan konflik antar pribadi d) Program ini bisa membantu siswa yang lemah/ siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi belajar. e) Model
pembelajaran
Team
Accelerated
Instruction
membantu
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik dan mengurangi anggapan banyak peserta didik bahwa matematika itu sulit. f) Pada model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction peserta didik mendapatkan penghargaan atas usaha mereka.
21
g) Melatih
peserta
didik
untuk
bekerja
secara
kelompok,
melatih
keharmonisan dalam hidup bersama atas dasar saling menghargai.
2) Kelemahan a) Tidak semua mata pelajaran cocok diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI). b) Apabila model pembelajaran ini merupakan model pembelajan yang baru diketahui, kemungkinan sejumlah peserta didik bingung, sebagian kehilangan rasa percaya diri dan sebagian mengganggu antar peserta didik lain. Penelitian yang terkait dengan TAI salah satunya adalah penelitian skripsi Dyah Ika Sari (2006) dengan judul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa PKn di SMP N 2 Tempel”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dengan metode kooperatif tipe TAI memiliki dampak positif dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pembelajaran di SMP N 2 Tempel.
5. Aktivitas Belajar
Di dalam belajar sangat diperlukan aktivitas, sebab
pada prinsipnya
belajar adalah berbuat, yaitu berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999:20), aktivitas adalah keaktifan, kegiatan atau kesibukan”. Pengertian ini identik dengan aktivitas belajar berarti keaktifan, kegiatan, kesibukan dalam belajar. Rousseau dalam Sardiman A.M (2004:94) memberikan penjelasan bahwa, “Dalam kegiatan belajar segala pengetahuan harus diperoleh dengan bekerja sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rokhani maupun teknis”. Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang yang belajar harus aktif sendiri, tanpa adanya aktivitas maka proses belajar tidak mungkin terjadi.
22
Penganut pandangan ilmu jiwa modern dalam Sardiman A.M. (2011: 100) menyatakan bahwa, “Yang dimaksud dengan aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental”. Jadi aktivitas fisik dan mental harus terkait agar dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Paul B. Diedrich dalam Sardiman A.M. (2011: 101) menyebutkan bahwa aktivitas siswa dapat digolongkan sebagai berikut : a.
Visual
activities,
yang
termasuk
didalamnya
adalah
membaca,
memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. b.
Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
c.
Listening activity, sebagai contoh mendengarkan : uraian, percakapan, musik, pidato.
d.
Writing activities, seperti : menulis/ mencatat, karangan laporan, angket, menyalin.
e.
Drawing activities, seperti : menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
f.
Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain : melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, berternak.
g.
Mental activities, seperti menganggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan.
h.
Emotional activities, seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup. Klasifikasi aktivitas yang diuraikan di atas menunjukkan bahwa aktivitas
belajar siswa cukup kompleks dan bervariasi. Tetapi tidak semua jenis aktivitas tersebut dilakukan oleh siswa dalam belajar matematika. Apabila berbagai kegiatan tersebut dapat diciptakan, maka prestasi belajar yang diperoleh juga akan lebih optimal. Dalam penelitian ini aktivitas belajar yang dimaksud adalah aktivitas belajar siswa di sekolah dan di rumah. Aktivitas belajar siswa di sekolah meliputi aktivitas bertanya, mengeluarkan pendapat, mendengarkan, mencatat, berdiskusi dan mengerjakan latihan soal. Aktivitas belajar siswa di rumah meliputi aktivitas
23
dalam mengerjakan tugas rumah, mengulang kembali materi, dan mempersiapkan materi yang akan dipelajari. Penelitian yang terkait dengan aktivitas belajar salah satunya adalah penelitian skripsi Jumiati (2009) dengan judul “Hubungan Antara Waktu Belajar di Sekolah dan Aktivitas Belajar Siswa dalam Proses Pembelajaran Kimia Dengan Prestasi Belajar Kimia Siswa Kelas X Semester 1 MAN Tempel Sleman Tahun Ajaran 2008/2009”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan antara aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran terhadap prestasi belajar adalah positif dan signifikan. Hal ini berarti bahwa semakin banyak siswa melakukan aktivitas belajar, maka prestasi belajarnya juga semakin meningkat.
B. Kerangka Berfikir Belajar merupakan proses aktif untuk mengkonstruksi pengetahuan. Indikator keberhasilan siswa dalam belajar dapat dilihat dari prestasi belajarnya. Banyak siswa yang menganggap matematika itu sulit terutama pada materi Lingkaran. Untuk mencari Lingkaran diperlukan kemampuan-kemampuan yang mendukung seperti kemampuan menghitung, kemampuan memahami rumus, kemampuan memahami soal. Prestasi belajar siswa pada materi Lingkaran ditentukan oleh 2 faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Salah satu faktor intern tersebut adalah aktivitas belajar siswa. Dengan demikian baik tidaknya prestasi belajar dipengaruhi oleh aktivitas belajar siswa. Aktivitas siswa untuk memahami materi misalnya
dengan mendengarkan,
membaca,
menulis,
mengulang materi yang telah diberikan, mengerjakan soal-soal yang lebih kompleks, mempelajari materi yang akan diberikan dapat mempengaruhi keberhasilan belajar. Salah satu faktor ekstern adalah pengelolaan pembelajaran yang menarik dan mampu mengaktifkan siswa sehingga siswa merasa nyaman dan mudah memahami materi. Dengan demikian baik tidaknya prestasi belajar dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan guru dalam pengelolaan pembelajaran.
24
1. Salah satu model pembelajaran yang baik adalah yang mampu mengaktifkan siswa sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Model pembelajaran TAI misalnya, model ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif. Melalui model ini, siswa diarahkan bekerja sama dalam diskusi kelompok untuk membahas materi atau permasalahan– permasalahan yang mana siswa tidak mampu untuk memahami atau menyelesaikannya sendiri. Siswa diberi kesempatan untuk saling mengecek hasil pekerjaan masing-masing anggota kelompoknya. Hal ini dapat membantu siswa yang belum jelas untuk memahami materi dan bagi siswa yang berbagi dapat lebih memperdalam materi yang dipelajari. Diharapkan pembelajaran dengan model TAI dapat menghasilkan prestasi belajar matematika pada materi lingkaran yang lebih baik daripada pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini didukung oleh Slavin (1999:647) dalam jurnalnya “It is important note that in addition to positive effect on intergroup relation, cooperative learning methods have positive effect on student achievement”. Hal ini juga didukung oleh penelitian skripsi yang dilakukan oleh Diah Ika Sari (2006) “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa PKn di SMP N 2 Tempel” dimana dengan penerapan model pembelajaran TAI dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. 2. Aktivitas belajar siswa merupakan partisipasi yang dilakukan siswa sebagai bentuk respon belajar dan aktivitas siswa lain yang dilakukan secara individual maupun kelompok. Dengan demikian baik tidaknya prestasi belajar dipengaruhi oleh aktivitas belajar siswa. Aktivitas siswa untuk memahami materi misalnya dengan mendengarkan, membaca, menulis, mengulang materi yang telah diberikan,
mengerjakan soal-soal
yang lebih kompleks,
mempelajari materi yang akan diberikan dapat mempengaruhi keberhasilan belajar. Siswa yang satu dengan siswa yang lain memiliki aktivitas belajar yang berbeda-beda. Siswa yang memiliki aktivitas belajar yang tinggi akan memiliki semangat belajar yang tinggi pula sehingga diharapkan dalam belajar
25
matematika, siswa yang memiliki aktivitas belajar tinggi mampu mempunyai pemahaman konsep yang kuat dan dapat menguasai materi dengan baik. Siswa yang memiliki aktivitas belajar tinggi dimungkinkan memperoleh prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki aktivitas belajar sedang maupun rendah dan siswa yang mempunyai aktivitas belajar sedang akan memperoleh prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai aktivitas belajar rendah. Hal ini didukung oleh penelitian skripsi yang dilakukan oleh Jumiati (2009) “Hubungan Antara Waktu Belajar di Sekolah dan Aktivitas Belajar Siswa dalam Proses Pembelajaran Kimia Dengan Prestasi Belajar Kimia Siswa Kelas X Semester 1 MAN Tempel Sleman Tahun Ajaran 2008/2009” dimana semakin banyak siswa melakukan aktivitas belajar, maka prestasi belajarnya juga semakin meningkat 3. Dengan aktivitas-aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa seperti yang dikemukakan di atas, siswa yang mempunyai aktivitas belajar yang tinggi akan lebih antusias dan bersunggguh-sungguh dalam mempelajari pelajaran matematika meskipun pelajaran itu sulit. Siswa tersebut akan cenderung aktif dalam proses pembelajaran. Siswa tersebut juga benar-benar berusaha melibatkan diri ketika proses pembelajaran sehingga akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini membuat siswa-siswa yang mempunyai aktivitas sedang dan rendah akan meningkatkan hasil belajarnya dikarenakan mereka tergabung dalam satu kelompok yang sama dengan siswa dengan aktivitas tinggi. Oleh karena itu, akan meningkatkan prestasi siswa secara kesuluruhan. 4.
Dalam model pembelajaran TAI siswa dengan tergabung dalam suatu kelompok sehingga dapat saling membantu meningkatkan prestasi belajar. Kelompok tersebut merupakan gabungan atau perpaduan antara siswa dengan aktivitas tinggi, sedang dan rendah. Diharapkan prestasi belajar mereka akan meningkat secara bersama-sama. Pada model pembelajaran konvensional siswa berusaha sendiri dalam pembelajaran. Siswa yang mempunyai aktivitas belajar tinggi akan cenderung berusaha meningkatkan prestasi belajarnya dibanding dengan siswa dengan aktivitas belajar sedang dan rendah. Begitu
26
juga pada siswa dengan aktivitas belajar sedang akan memiliki usaha belajar yang lebih baik dibanding siswa dengan aktivitas belajar rendah. Kerangka pemikiran 3 dan 4 ini didukung oleh hasil dari penelitian Anetha L F Tilaar yang dimuat dalam Internasional Jurnal of Science and Engineering Investigation dimana adanya interaksi yang cukup signifikan antara penerapan model pembelajaran TAI dengan aktivitas belajar siswa. C. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir di atas, dapat diajukan hipotesis sebagai berikut : 1.
Pada materi lingkaran prestasi belajar siswa yang diberikan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) lebih baik daripada prestasi belajar siswa yang diberikan model pembelajaran konvensional.
2.
Prestasi belajar siswa yang mempunyai aktivitas belajar tinggi lebih baik dari siswa yang mempunyai aktivitas belajar sedang dan rendah serta prestasi belajar siswa dengan aktivitas belajar sedang lebih baik dari siswa dengan aktivitas belajar rendah.
3.
Siswa dengan aktivitas belajar tinggi prestasi belajarnya akan sama baik model pembelajaran Team Accelerated Instruction (TAI) maupun model pembelajaran konvensional. Akan tetapi pada model pembelajaran Team Accelerated Instruction (TAI) siswa dengan aktivitas sedang dan rendah akan memiliki prestasi belajar lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.
4.
Pada model pembelajaran Team Accelerated Instruction (TAI) prestasi belajar siswa yang mempunyai aktivitas belajar tinggi sama baiknya dengan siswa yang memiliki aktivitas belajar sedang dan rendah, sedangkan untuk model pembelajaran konvensional prestasi belajar siswa yang mempunyai aktivitas belajar tinggi lebih baik dari siswa yang mempunyai aktivitas belajar sedang dan rendah serta prestasi belajar siswa dengan aktivitas belajar sedang lebih baik dari siswa dengan aktivitas belajar rendah.