METODE ILMIAH Oleh: Prof.Dr.Ir. Ika Rochdjatun Sastrahidayat (Guru Besar Fak. Pertanian UB dan Pembina Pusat Kajian Islam dan Sains “Bhima Sakti” Malang)
A. Penelitian Ilmiah Dan Cara Mendapatkannya Dalam hidup sebenarnya manusia senantiasa mencari suatu nilai (value) yang akan menjadikan dirinya itu berharga (nilai guna) atau tidak, nilai tersebut bersifat universal dan bersifat objektif terhadap siapa saja yang mampu menelusurinya, yakni: kebenaran dan keadilan. Mereka yang tidak mendapatkan nilai-nilai ini umumnya akan senatiasa berada dalam dunia yang “gelap gulita” sehingga dirinya menjadi gelisah karena tidak tahu kemana hendak melangkah, ia serba salah dan merasa diri dalam kondisi tersudutkan. Syukurlah bahwa manusia diberi petunjuk (hidayah) oleh tuhan berupa perangkat lunak (software) untuk mendapatkaan kedua nilai yang essensial tersebut, yaitu: (1) insting atau naluri, (2) ilmu, (3) filsafat, (4) religi atau agama. Masing-masing software tersebut akan memberi petunjuk dengan metode yang berbeda dalam mencari kedua nilai di atas. Dalam tulisan ini tidak akan dikemukakan lebih jauh tentang semua metode dari masing-masing alat tersebut, namun akan lebih difokuskan kepada mencari kebenaran berdasarkan metode ilmiah yang menjadi acuan kebenaran para ilmuwan selama ini. Hal ini penting diketahui dengan jelas oleh mereka yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, penelitian, kemasyarakatan, pemerintahan, dan lain-lain kegiatan agar supaya mempunyai rujukan yang sama sehingga tidak terjadi silang pendapat yang berkepanjangan. Sungguh akan sangat sulit apabila seorang pendidik ingin menyampaikan sesuatu nilai tertentu terhadap anak didiknya atau dirinya apabila tidak didapat standar yang jelas yang berakibat terjadinya kemandegan dalam proses pembelajaran dan karier akademiknya. Sehubungan dengan itu pada uraian berikut akan dibahas mengenai pengertian, cara mendapatkan sampai menyimpulkan dan pemanfaatan mengenai kebenaran ilmiah tersebut, diharapkan dengan itu mampu menempatkan diri diposisi mana sebenarnya ia berpijak.
B. Pengetahuan sains Sumber pengetahuan sains (science) pada dasarnya sama dengan filsafat yakni mengandalkan kemampuan analisis intelektual untuk mewujudkan kebenarannya. Perbedaannya terletak pada cara pengungkapannya, jika pada filsafat kebenaran yang 1
dikemukakan oleh intelektual hanyalah argumentasi berdasarkan akal semata (tanpa bukti kongkrit); sementara pada sains justru baru dianggap benar bila ada buktinya (Encyclopedia, 2014). Dalam realitanya kedua jenis pengetahuan tersebut laksana dua sisi mata uang yang saling melengkapi nilainya. Sains akan sulit untuk berkembang tanpa adanya landasan filsafati baik berupa teori maupun memberikan makna terhadap sesuatu untuk dicari kebenarannya. Disinilah istilah riset (research) muncul yakni menggali kembali segala sesuatu yang sudah ada tersebut agar lebih mudah dipahami oleh orang awam dan dapat dikembangkan lebih jauh. Untuk mengungkapkan hal tersebut maka dibuatlah kaedah atau patokan berupa alur penelitian yang dikenal dengan istilah metode penelitian atau metode ilmiah (research method) seperti akan dikemukakan dalam uraian berikutnya (Kasiram, 2008). C. Landasan filosofis sains Alam semesta pada dasarnya merupakan kumpulan dari berbagai materi dan energi yang membentuk satuan bentuk tertentu yang kemudian secara bersama-sama ataupun sendirian melakukan fungsi dan tugasnya tertentu pula. Sebutir debu di udara secara kebendaan tidaklah berbeda dengan planet sebesar Yupiter misalnya, ia hanyalah materi dan energi; namun secara fungsional yang satu merupakan absorbent (peresap) di udara yang satunya merupakan bagian planet yang beredar dalam sistem tata surya matahari. Demikian pula halnya dengan makhluk hidup antara manusia dengan babi secara kebendaan adalah sama, namun dalam fungsi tentu berbeda, “sang babi” kerjanya hanya makan dan beranak, manusia masih punya fungsi lain yakni pengembangan intelektual dan kerohanian yang akan mempunyai fungsi sosial. Untuk memahami kodrat (eksistensi) dan iradat (peruntukan) suatu benda secara alamiah diperlukan basic science (ilmu dasar) tertentu agar supaya tidak salah persepsi dalam mengambil kesimpulan. Tanah bagi orang awam hanya merupakan benda tempat kuburan atau menggali sumur atau bahan tembikar; sedang bagi ahli tanah ia merupakan kumpulan dari unsur fisika, kimia, dan biologi tanah. Betapa jauhnya bukan untuk memaknai secara hakiki suatu benda? Bayangkan kalau hal seperti ini tidak mempunyai landasan berpijak yang diakui dan dipatuhi secara bersama. Syukurlah sampai saat ini telah ada kesepakatan yang diakui secara internasional mengenai paradigma mencari kebenaran yang berhubungan dengan alam semesta ini yang kita kenal sebagai metode ilmiah (Nasoetion, 1988). D. Metode ilmiah Pada saat Issac Newton kepalanya kejatuhan buah apel (bila cerita ini benar), ia merasa kesakitan (mungkin apelnya besar sekali-kapoklah), sehingga terucaplah kata-kata: mengapa kok buah apel ini jatuh ke bawah, kenapa tidak ke atas! Kalau kita mungkin mengumpat (mesuh-Jawa). Pertanyaan Newton tidak berhenti hanya sampai benjolnya kepala, namun diteruskan dengan melakukan “pelemparan” buah apel ke atas di kedua tangannya dan “menangkapnya” kembali dengan hasil yang sama bahwa apel selalu jatuh ke bawah. Cara yang dilakukan oleh Newton tersebut disebut perbuatan coba-coba atau metode coba-coba (trial and error) untuk mencari jawab mengapa apel jatuh ke bawah. Berhasilkah ia, jawabnya tentu saja tidak! Baru setelah ia melakukan percobaan dengan cara menaiki menara Pisa yang miring itu dan menjatuhkan berbagai benda lain jenis tapi dengan berat 2
yang sama, ia menyimpulkan bahwa jatuhnya benda ke bumi karena ada sesuatu yang menariknya dari bumi yang kemudian dikenal sebagai daya tarik bumi atau gravitasi. Kesimpulan diambil karena jenis benda menjadi tidak berguna apabila dengan berat yang sama akan jatuh bersamaan waktunya di bumi karena ditarik daya tarik tersebut. Nah! apa yang dilakukan oleh Newton pada perbuatan kedua merupakan kebenaran ilmiah karena dilakukan dengan salah satu yang masuk dalam paradigma ilmiah atau metode ilmiah, yakni metode perlakuan atau eksperimen. Sebelum bicara lebih jauh mengenai metode yang umumnya dilakukan dalam penelusuran ilmiah sebaiknya dikemukakan dahulu mengenai kerangka bagaimana kebenaran ilmiah tersebut di dapat. Suatu pengetahuan disebut ilmiah sehingga menjadi kebenaran ilmiah adalah apabila ia didapat melalui koridor atau paradigma ilmiah, bukan wahyu, intuisi, seni, atau lainnya yang mempunyai paradigma sendiri. Koridor yang demikian disebut sebagai metode ilmiah, yakni suatu cara berfikir dan bertindak secara sistematik untuk mendapat kesimpulan yang mantap sebagai kebenaran baru dengan kaidah-kaidah tertentu (Susilaaji, 2012). Cara berfikir deduktif, induktif atau gabungan keduanya merupakan cara yang menjadi landasan awal untuk mendapatkan kebenaran ilmiah yang banyak dianut oleh para ilmuwan. Dengan landasan berfikir demikian manusia dapat melakukan eksplorasi atau penjelajahan keilmuannya untuk menyingkap rahasia-rahasia diri dan alam sekitarnya. Kebenaran ilmiah terwujud oleh konsep-konsep ilmiah yang mendasarinya yakni teori ilmiah dan fakta ilmiah. Teori berfungsi untuk menjelaskan mengenai kondisi alam tentang pertanyaan mengapa? Dengan teori yang benar kita telah mampu mendeskripsi tentang sesuatu dan mampu menerangkan serta meramalnya dimasa depan. Pada saatnya teori dapat berubah sesuai dengan kemajuan nalar manusia dan penemuan-penemuan baru atau fakta ilmiah. Sehingga fakta ilmiah adalah sesuatu yang apa adanya yang tidak bisa berubah, dan fakta inilah yang umumnya menjadi pokok penelitian ilmiah yang dilakukan secara induktif. Dahulu orang menganut teori planetisimal dalam menerangkan kejadian tatasurya, namun apabila teori tersebut dipraktekkan maka tak akan terjadi dalam fakta sesungguhnya sehingga munculah teori baru yang disebut dengan nobular. Sampai saat ini dalam bidang biologi orang masih banyak menganut teori evolusi yang mulai dipertanyakan orang karena tidak sesuai dengan fakta bahkan belum didapat faktanya bahwa salamander, merupakan suatu bentuk contoh evolusi dari ikan ke jenis kadal. Dengan kedua alat tersebut seorang ilmuwan mencoba melakukan perumusan dari demikian banyaknya permasalahan teori dan tentunya fakta di lapangan nantinya menjadi sesuatu yang menurutnya dapat dilacak dengan cara tertentu yang disebut penelitian atau riset. Bentuk dan macam penelitian tersebut sangat beragam tergantung objek yang jadi kajiannya dalam rangka mendapatkan informasi yang valid (akan dikemukakan kemudian). Maka sebelum melangkah lebih jauh diperlukan kemampuan seseorang untuk merumuskan dahulu apakah sesungguhnya yang akan dijadikan objek penelitian tersebut, sehingga tidak terlalu luas yang akan menambah bias permasalahan utamanya. Dengan demikian perumusan permasalahan adalah merupakan ayakan kedua setelah dibangunnya teori dan terpaparnya fakta di lapangan. Akan tetapi ayakan ini sifatnya masih kasar karena didalamnya belum dikemukakan secara gamblang mengenai variabel-variabel yang akan menjadi fokus penelitiannya serta teori yang akan dibangun oleh variabel-variabel tersebut. Dalam metode ilmiah, formulasi dari perumusan kearah penelitiannya disebut 3
sebagai hipotesis, dengan ciri utamanya adalah berupa dugaan atau jawaban sementara (sebelum terbukti) terhadap masalah yang akan dibuktikan atau diteliti. Dengan demikian suatu hipotesis dibangun secara deduktif atas dasar premis-premis dari pengetahuan ilmiah sebelumnya yang perlu ditindak lanjuti kebenarannya. Mengenai bagaimana seharusnya hipotesis dikemukakan tidaklah ada rujukan yanga baku, sehingga ia dapat dikemukakan dalam bentuk verbal (kata-kata), model matematika, model dinamika, diagram, dan sebagainya. Ketidak mampuan seorang ilmuwan dalam membangun hipotesis adalah awal dari kegagalan bahwa apa yang disampaikannya termasuk berbau ilmiah. Setelah formula ini dibentuk barulah kita dapat melangkah pada tahap berikutnya yakni apa yang disebut penelitian yang merupakan tindakan untuk menguji apakah hipotesis yang dibangun tadi benar adanya. Pada tahap ini si peneliti mencoba mengumpulkan faktafakta di lapangan yang relevan dengan hipotesis apakah mendukung atau tidak. Fakta-fakta tadi bisa saja dalam bentuk yang terukur oleh parameter tertentu sehingga bersifat objektif, disebut dengan data kuantitatif; atau sulit diukur sehingga bersifat subjektif maka disebut data kualitatif. Saat ini banyak orang mencoba melakukan penelitian dengan pendekatan kuantitatif agar didapat kesamaan persepsi tentang sesuatu masalah, meskipun dalam kenyataanya dalam bidang tertentu seperti humaniora sulit pengukurannya, seperti bagaimana mengukur taqwa menurut Tuhan dan taqwa menurut sumpah jabatan. Setelah fakta lapangan dikumpulkan ilmuwan tidak boleh berhenti, ia harus mencoba menarik kesimpulan untuk menilai apakah hipotesis yang diajukan tadi sesuai dengan kenyataan atau bahkan tertolak. Apabila hipotesis tersebut diterima atau sesuai dengan kenyataan melalui penelitian maka kesimpulan tadi merupakan bagian dari kebenaraan ilmiah yang harus diterima sepanjang belum ada pendapat lain yang menggugurkannya. Kebenaran ini dapat menjadi teori baru setelah diuji berulangulang menunjukan pola yang sama dan diterima sebagai teori ilmiah yang selanjutnya dapat menjadi dasar ilmiah baru pula bahkan berkembang menjadi ilmu baru. Dari berbagai pustaka dapat disepakati bahwa kebenaran ilmiah hanya dapat diakui apabila mengikuti alur sebagai mana terlihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Skema alur pikir atau metode ilmiah (Anonim, 1983). 4
Berdasarkan skema alur pikir pada Gambar 4.1. tersebut maka kebenaran ilmiah merupakan alur pikir yang “berputar” yakni ia akan senantiasi berubah sesuai dengan perubahan kerangka berfikir manusia, sehingga bersifat relatif. Itulah sebabnya bukan mustahil apa yang dikatakan benar hari ini, “esok” mungkin akan diperbarui oleh penemuan lain yang lebih mampu menyampaikan argumentasi ilmiah lebih maju. Selanjutnya dapat diikuti sedikit uraian mengenai langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mendapatkan kebenaran ilmiah tersebut (Meyer, 2008). 1) Perumusan masalah Betapa sulitnya seseorang untuk mencari kebenaran ilmiah apabila ia tak mampu menarik “benang merah” yang akan menjadi objek penelitiannya nanti, mengingat demikian banyaknya variabel (peubah) yang ikut andil dalam suatu kasus tertentu. Seseorang harus mampu menyederhanakan topik yang menjadi permasalahannya sedemikian rupa sehingga menjadi bagian-bagian yang mudah diamati atau diukur nantinya. Kita ambil teladan hal sebagai berikut: seorang guru matematika merasa frustasi mengapa nilai matematika anak didiknya di kelas adalah yang terburuk dibandingkan nilai mata ajaran lainnya yang mengakibatkan banyak siswanya yang tak lulus dalam ujian nasional. Hanya guru yang “tolollah” yang akan berbangga diri bahwa jangan main-main dengan matematika sehingga ia merasa berwibawa dan ditakuti murud-muridnya. Hal itu menunjukkan bahwa ia bukan seorang pendidik, namun lebih cocok sebagai “drakula” pendidikan. Sebagai seorang pendidik seharusnya ia sudah mampu memprediksi bahwa dengan standar harian yang dimiliki muridnya tentang matematika akan menyebabkan kegagalan mereka, lalu dicari jalan keluar bagaimana mendongkrak kemampuan murid sebelum peristiwa terjadi. Masih banyak jalan menuju Roma. Sang guru (pendidik) akan mempelajari hal ini dengan serius, maka dikumpulkanlah berbagai informasi yang berhubungan dengan bagaimana cara meningkatkan nilai matematika murid. Ia bertanya pada teman atau yang lebih senior, ia mengikuti pelatihan, ia membaca pustaka, ia membuat alat pembelajaran, bahkan sampai ia diskusi dengan anak didik dan orang tua serta lain sumber informasi. Tentu saja ia akan mendapatkan setumpuk informasi baik yang mendukung atau yang menyalahkan dirinya. Dari sekian informasi tersebut coba pilah dan pilih mana yang paling mendekati kenyataan sehingga menjadi bagian yang sederhana dan nantinya dapat diukur, buatlah menjadi beberapa kalimat yang pendek dan jelas, inilah yang disebut sebagai perumusan dari masalah. Dari teladan di atas maka dapatlah dirumuskan sebagai misal: 1) prestasi anak terhadap nilai matematika sangatlah ditentukan oleh kondisi psikologis anak didik yang bersangkutan, 2) peranan guru khususnya sikap dan cara membawakan pelajaran mempunyai andil yang besar dalam menaruh simpatik murid terhadap materi yang dibawakan, 3) pendekatan alamiah dengan out-bound dalam memberikan pelajaran matematika lebih dapat diterima murid dibandingkan monoton di dalam kelas. 2) Rumusan hipotesis Kita lihat bukan betapa sederhananya permasalahan tersebut karena “benangkusut”nya telah diuraikan dan diketahui mana benang merahnya. Apabila seseorang telah 5
mampu sampai langkah ini ia telah mempunyai bakat sebagai ilmuwan, sebaliknya bila tak mampu sebaiknya pindah dunia lain sebagai sastrawan atau lainnya. Mari kita teruskan! Apa yang dirumuskan tersebut sifatnya masih “mentah” artinya baru dugaan yang sulit mengukurnya baik dirinya apalagi orang lain, padahal ilmu yang ilmiah harus transparan. Maka rumusan tersebut harus dirubah jadi variabel-variabel (peubah-peubah) yang dapat diukur dan mana menentukan mana; atau dengan kata lain ia harus jadi sangkaan atau dugaan awal mana sih yang sebenarnya jadi “biang kerok”nya (Nasoetion, 1988). Dugaan ini dapat dalam bentuk verbal, rumus, model, atau pola; dugaan demikian disebut hipotesis (hypo = palsu, thesis = pendapat) (Honer dan Hunt dalam Suriasumantri, 1985). Memang benar hipotesis berarti pendapat yang masih palsu atau pendapat/dugaan sementara, dan dikenal tiga bentuk hipotesis yakni: 1) hipotesis deskriptif (Dosis pupuk NPK terhadap produksi tanaman padi sawah akan mencapai titik optimal tertentu, yang di atas itu produksinya akan menurun), 2) hipotesis komparatif (Ada perbedaan etos kerja antara pria suku Jawa dan Madura, dimana pria Madura lebih ulet dibangndingkan pria Jawa), 3) hipotesis asosiatif (Pendidikan berpengaruh nyata terhadap perilaku seseorang; semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin tinggi pula tanggung jawab dan kesadaran sosial seseorang. H0: ρ ≥ 0, H1: ρ < 0). Adapun mengenai penyusunan suatu hipotesis sangat bervariasi menurut bidang yang ditelitinya yang cara mengemukakannya juga tergantung tujuan penelitian itu sendiri. Beberapa contoh mengemukakan hipotesis untuk penelitian sebagai berikut: Mari kita simak rumusan di atas bagaimana ia bisa jadi sebuah hipotesis: (a) bahwa kondisi psikologis seorang anak sangatlah menentukan minat terhadap mata pelajaran yang memerlukan penggunaan pemikiran, hal ini diduga berhubungan dengan kondisi lingkungan sekolah dimana selalu membuat dirinya gelisah sehingga sangat sulit untuk diajak berfikir serius, (b) bahwa sikap simpatik guru dan penyampaian yang tidak langsung pada mata pelajaran matematika lebih disukai murid dibandingkan penyampaian yang bersifat formal dan disampaikan secara langsung (to the point), hal ini diduga disebabkan rasa takut murid akan sosok guru sehingga menimbulkan rasa benci terhadap mata pelajaran yang diasuhnya, (c) bahwa mempelajari matematika di alam bebas akan lebih membantu murid dalam memahami rumus-rumus dan perhitungan tertentu dibandingkan di kelas sekalipun dengan menggunakan alat peraga. Dari hipotesis tersebut terlihat bahwa pada masing-masing item telah ada variabel yang diukur dan mana menentukan mana. Variabel yang menentukan disebut sebagai independent variable (peubah atau variabel bebas atau yang mempengaruhi), sebaliknya variabel yang ditentukan disebut sebagai dependent variable (peubah atau variabel yang ditentukan), dalam matematika biasanya di rumuskan dalam bentuk fungsi misal: Y = a + b X atau lebih kompleks lagi (dimana Y = peubah tak bebas, X = peubah bebas). Dalam hipotesis di atas variabel-veriabel tersebut ditulis dengan huruf tebal yang bagi setiap peneliti tentu tidak sulit untuk melacak ukuran-ukuran (parameter) apa yang akan digunakan untuk 6
mendeteksi atau mewujudkan variabel tersebut agar mudah bagi siapa saja untuk menelusurinya. Cara yang demikian ditentukan dalam langkah berikutnya yang dikenal dengan istilah pengujian hipotesis. 3) Pengujian hipotesis Dimaksud dengan pengujian hipotesis disini adalah: bagaimana caranya hipotesis yang dikemukakan di atas akan dikaji pembuktiannya, apakah yang dikemukan tersebut benar atau salah. Istilah lain dikenal sebagai metodologi penelitian (research method), yakni mengandung berbagai aspek yang berhubungan dengan pengumpulan fakta di lapangan (fakta yang terkumpul disebut data) terhadap variabel yang sudah ditentukan sebagai penduga tadi. Didalamnya termasuk tentang: penentuan sampel, parameter yang digunakan, rancangan penelitian (design) yang tepat, cara pelaksanaan, bahan dan alat yang digunakan, ruang dan waktu yang dipilih, cara analisis data, uji validitas data dan signifikansi, serta kesimpulan yang didapat. Tidak dapat disangkal bahwa antara sains dan penelitian adalah laksana dua saudara kembar yang tak dapat dipisahkan; sains tak akan mempunyai nilai tanpa penelitian, demikian sebaliknya penelitian tidak akan terlaksana tanpa sains yang mendukungnya. Berdasarkan alur metode ilmiah, suatu penelitian baru bisa dilaksanakan setelah seorang peneliti mampu memformulasikan objek penelitiannya dalam bentuk hipotesis. Dengan demikian pada saat hipotesis diformulakan perlu dipikir masak-masak apakah pendekatan (metode) yang akan dilakukan nantinya sesuai. Lalu dengan cara atau rancangan yang bagaimana penelitian tersebut akan kita bangun. Dengan metode dan rancangan penelitian yang tepat akan mengurangi bias yang akan muncul. Memang cukup sulit untuk menentukan metode atau rancangan yang bersifat umum mengingat begitu luasnya objek yang kita dekati; apakah itu dalam bidang sejenis apalagi lain jenis. Sehubungan dengan itu dalam halaman lain dikemukakan berbagai rancangan penelitian yang sering didapat dalam berbagai penelitian. 4) Kesimpulan Setelah melakukan serangkaian percobaan untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang dibangun, akhirnya sampailah pada hal yang menentukan yakni suatu kesimpulan. Suatu kesimpulan hendaknya tidaklah lepas dari perumusan masalah, tujuan riset dilakukan, hipotesis, serta landasan teori yang membangunnya. Suatu kesimpulan yang hanya berpedoman pada angka-angka saja seringkali tidak informatif (kurang memberi makna) apabila dikembalikan pada kenyataan karena bertentangan dengan teori yang ada. Dari kasus di atas kesimpulan hendaknya dapat memberikan jawaban terhadap benar tidaknya hipotesis yang dibangun, apabila sesuai maka hipotesis diterima (H0) bila sebaliknya hipotesis tertolak (H1). Pada hipotesis yang diterima dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar keilmuan yang bila dikembangkan lebih jauh menjadi teknologi (teknologi keras atau lunak) yang sangat berguna bagi metode pembelajaran atau pendidikan atau sebagai khasanah (kumpulan) keilmuan yang dapat digunakan atau tidak (tanda awan). Akan tetapi manakala hasilnya tertolak, bukanlah berarti tidak berguna, namun masih harus diuji kembali dengan membangun kerangka berfikir yang benar agar mendekati kenyataan. Langkah-langkah yang disebutkan di atas disebut metode ilmiah atau cara ilmiah yang 7
menghasilkan karya ilmiah dengan tingkat kebenarannya pada tingkat kebenaran ilmiah (menggunakan signifikansi tertentu). Perlu ditambahkan disini bahwa untuk membuat suatu langkah-langkah penelitian seseorang harus menuangkannya dalam bentuk karya tulis yang disebut dengan proposal atau usulan penelitian, yang isinya umumnya mencakup: topik penelitian; pendahuluan yang didalamnya tercantum latar belakang, tujuan, rumusan masalah, hipotesis; tinjauan pustaka yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti; serta metodelogi bagaimana riset tersebut hendak dilaksanakan. Agar supaya dalam pelaksanaan nantinya segala hambatan dapat dikurangi (dieliminasi), maka sebaiknya proposal dikonsultasikan kepada sesama teman sejawat, seniornya, atau orang lain dalam bidang sejenis. Bentuknya dapat pendekatan pribadi, dikirim lewat pos, atau diseminarkan; yang terakhir ini paling banyak dilakukan karena lebih efisien dapat masukan dari banyak orang. Dengan demikian seminar merupakan saling tukar idea untuk kesempurnaan dan bukan “ladang pembantaian” idea, sehingga tak perlu ditakutkan. Langkah inipun merupakan ciri dari kebenaran ilmiah. Setelah penelitian dilakukan masih ada langkah lain yang umumnya harus dilakukan para peneliti, yakni bagaimana mengkontribusikan hasil penelitian tersebut kepada khalayak. Berbagai cara dapat ditempuh antara lain melalui: poster, demonstrasi, percontohan, tulisan ilmiah, serta bentuk dokumentasi lain. Kebanyakan peneliti di Indonesia lemah dalam cara penyampaian ini karena berbagai kendala seperti: dana, waktu, tak mau repot, kurang informasi, gagap teknologi (gaptek), kendala dalam penulisan dan sebagainya. Khusus masalah tulisan ilmiah bentuknyapun berbagai ragam dari yang popular ilmiah (majalah, koran), leaflet, jurnal, buku ajar sampai teksbook. Laporan penelitian itu sendiri yang tidak dipublikasikan pada dasarnya juga merupakan karya tulis ilmiah selama telah mengikuti kaedah-kaedah yang berlaku seperti: mengikuti format tertentu, ada topik, daftar isi, daftar gambar atau tabel, kata pengantar, pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian, kesimpulan, daftar pustaka yang dijadikan rujukan, dan lampiran-lampiran (sebagai bukti). E. Eksplorasi dan perumusan masalah penelitian 1. Belajar dari alam Seekor lumba-lumba yang telah dilatih bertahun-tahun oleh pawangnya “mengerti” apa yang harus diperbuatnya pada saat irama peluit tertentu dibunyikan, apakah ia harus menari, melompat lingkaran, mencium, jungkir balik, dan sebagainya di kolam piaraannya. Para penonton di tepi kolam bertepuk tangan memberi pujian seraya berceloteh “pinter” benar sang lumba-lumba itu. Pujian yang sama sering diberikan pada sang anak balita manakala mereka belajar merangkak, berdiri, berjalan, memanjat sekalipun jatuh “gedebuk” dan menangis; pujian tetap terucap “anak mama sudah pinter”. Sama-sama kata pinter diucapkan dalam dua kejadian ketrampilan yang berbeda sudah tentu mempunyai makna yang berbeda, baik bagi subjek pujian maupun makna yang terkandung didalamnya. Karena seekor lumba-lumba tak akan pinter sesungguhnya berapapun banyaknya ketrampilan yang dipunyai bahkan ia tak mengerti makna pujian; sebaliknya sang balita akan cepat merespon bahwa pujian tersebut adalah suatu reward (pahala) yang menyenangkan hatinya bahwa apa yang dilakukannya berada dalam kebenaran dan menambah cakrawala pengetahuan yang selama ini belum dipunyainya. Respon yang diberikan binatang terhadap stimulus yang dilatihkannya hanya merupakan respon biologis terhadap kebutuhan makan dan perlindungan 8
semata yang disebut instinc atau naluri. Sebaliknya pada manusia respon yang diberikannya merupakan rasa penasaran atau keingintahuannya tentang sesuatu dalam lingkungan hidupnya yang disebut analysis atau penalaran. Bentuk respon pertama tak akan berkembang lebih jauh selain apa yang telah dilatihnya saja untuk mendapatkan sekedar “upah” berupa makanan. Sedangkan respon yang kedua bisa terjadi lonjakan yang tak terduga oleh si ibu, hari ini merangkak, besok duduk, lusa berdiri, hari berikutnya berlari, tahu-tahu naik meja makan dan menjatuhkan segala sesuatu yang ada diatasnya, si ibu “geram” namun sayang karena harga gelas dan piring yang pecah tak sebanding dengan senangnya hati bahwa sang anak semakin pintar. Uraian di atas merupakan contoh sehari-hari yang dapat kita amati di sekitar kita dan menjadi batas yang amat tipis antara manusia dan binatang. Manakala manusia dalam pembelajaran dirinya hanya berhenti pada tingkatan naluri belaka maka ia tak akan pernah menjadi manusia atau dengan kata lain identik dengan binatang, sementara binatang sampai kapanpun tak akan pernah berkembang menjadi manusia karena pada dirinya tidak dilengkapi software intelektual tersebut di atas. Benar sindiran Taufik Ismail bahwa otak manusia tentu sama lezatnya dengan otak kerbau kalau digulai. Daya analisis atau nalar seseorang tidak akan mampu berkembang cepat kalau tidak dilatih dan dibimbing melalui metode yang disebut pembelajaran. Otak yang jenius akan tertinggal oleh otak yang sedang-sedang saja namun dituntun cara pembelajaran yang sistematis, runtut serta berkesinambungan. Hal ini menunjukan bahwa di samping perlu adanya potensi atau modal diri berupa otak yang cerdas maka pengarahan kemana otak tersebut hendak dibimbing dan untuk apa, perlu penanganan serius. Pendidikan dan pengajaran merupakan salah satu metode agar manusia mampu mengembangkan dirinya sehingga muncul “harga kemanusiaannya” yang mempunyai nilai tawar, baik bagi diri pribadi, keluarga maupun masyarakatnya. Mengingat demikian banyaknya objek yang harus dipelajari dan selalu terbarukan maka pembelajaran manusia melalui pendidikan tak akan pernah selesai sampai akhir hayat, karena pada dasarnya apa yang diketahuinya adalah merupakan awal dari ketidak-tahuannya. Ah! dasar bahlul diri ini tahi kucing koq serasa coklat, kata Kus Plus. Keingintahuan manusia akan sesuatu sebagai rasa penasarannya adalah suatu karunia yang harus diarahkan dan dikembangkan untuk mendapatkan apa yang disebut pengetahuan yang benar dengan itulah kemudian manusia mampu mengontrol lingkungan hidupnya. Penelusuran atau penjelajahan terhadap keingintahuannya tadi disebut sebagai eksplorasi, maka pengetahuan yang didapatnya disebut sebagai pengetahuan eksploratif. Ciri dari pengetahuan demikian bersifat deskriptif yang umumnya akan menjadi dasar penting bagi pengembangan pengetahuan berikutnya yang lebih detail atau spesifik. Dalam uraian berikutnya kita akan membahas bagaimana melakukan eksplorasi kemudian merumuskan sehingga menjadi pengetahuan yang berguna. 2. Mana pengetahuan dan mana sains Sebelum menjelajah lebih jauh pada dimensi penelitian maka seyogyanya kita letakan dahulu batasan-batasan penting yang sering rancu dalam pengertian saintifik. Manusia pada prinsipnya membangun jawaban dari keingintahuannya sebut saja pengetahuan tadi melalui beberapa jalur utama, yakni: a) Naluri 9
b) Ilmu (sains) c) Filsafat d) Religi Pengetahuan yang dikembangkan melalui jalur naluri dimuka sudah dikemukakan hanya akan berkembang kearah reproduktif (seksual), pertumbuhan (makan), dan pertahanan atau perlindungan hidup. Tanpa pembelajaran yang sistematispun manusia akan mudah mengerti siapa lawan jenisnya, mana makanan yang bisa dimakan, dan bagaimana berlindung dari rasa takut terhadap ancaman. Ilmu atau sains atau sering dikenal dengan istilah ilmu pengetahuan (artinya pengetahuan yang didapat melalui jalur ilmiah), pada prinsipnya juga untuk kebutuhan naluri biologis tersebut di atas namun didapat melalui penelitian atas dasar teori yang bersifat umum yang kemantapan dan keajegannya dapat diuji oleh siapapun dengan hasil serupa sebagai kebenaran ilmiah. Masalah ini akan kita bahas lebih jauh pada uraian berikutnya karena hal inilah yang menjadi topik kajian kita. Manakala kita mendapatkan kebenaran sebagai pengetahuan yang didapat melalui jalur sains maka timbulah pertanyaan apakah pengetahuan tersebut benar? Jawabannya tentu tidak bisa ditanyakan melalui sains itu sendiri karena ia tak akan mampu menjawab dirinya, untuk itu perlu alat lain untuk menjawabnya dan alat itu adalah filsafat. Filsafat meletakan dasar-dasar dari suatu pengetahuan tertentu, ia mencoba melompat jauh ke depan dari segala sesuatu di luar pengalaman manusia dengan analisis rasionya dan memberi makna tentang kehidupan ini. Sehingga seperti seorang pengkhayal yang baik, alam pikirnya jauh di seberang sedangkan pijakan kakinya tak berajak ditempat; dengan demikian pengetahuan yang didapat masih bersifat apriori dan ini pula yang menyebabkan terjadinya banyak aliran dalam filsafat. Pengetahuan terakhir adalah yang didapat melalui jalur religi atau wahyu atau nubuah yang bersifat mutlaq karena ia diturunkan langsung dari Sang Pencipta alam semesta; dan menjadi jawaban dari pertanyaan ilmu dan filsafat dimuka yang bersifat relatif. Pengetahuan yang diturunkan melalui jalur ini demikian luasnya baik yang menyangkut alam nyata (benda) maupun alam ghaib; dari kurun waktu yang lampau, saat ini dan akan datang. Sumber wahyu dalam agama Islam yakni Al-Qur’an memberikan informasi yang demikian luas pula tentang kebenaran yang dapat diruntut melalui jalur sains, sehingga ia bukan hanya berupa ajaran dogmatis dan ritus semata namun rasional dan berdimensi sosial. Dalam buku “Mencari cahaya iliahi yang hilang”, penulis telah mencoba memaparkan permasalah ini dengan bahasa hati, rasio dan aplikatif sehingga tak perlu diuraikan disini. Uraian di atas menerangkan mengenai bagaimana seseorang mendapatkan pengetahuannya melalui jalur ilmiah. Akan tetapi ada pula cara lain dalam mendapatkan pengetahuan yakni melalui jalur non ilmiah. Pengetahuan yang didapat melalui jalur ini umumnya bersifat spesifik, sulit ditularkan dan validitas sulit diuji, namun perlu diakui bahwa hal ini berkembang dalam masyarakat. Beberapa jenis pengetahuan dalam kelompok ini adalah: - Akal sehat (common sense) - Prasangka - Intuitif - Penemuan kebetulan dan coba-coba - Pendapat otoritas ilmiah dan pikiran kritis 10
3. Sumber-sumber ekplorasi ilmiah Sebelum sampai pada langkah ilmiah lebih jauh tentunya seseorang akan bertanyatanya dimanakah ekslorasi keilmuan itu didapat agar supaya tidak meraba-raba sehingga persoalan menjadi komplek dan tidak jelas. Dari pengamatan penulis banyak sumber yang dapat menjadi pijakan bagi seseorang untuk mencari inspirasi penelitian antara lain: a) Pengalaman seseorang yang dapat pribadi atau orang lain. Cerita klasik tentang buah apel yang jatuh ke kepala Issac Newton yang diteruskan dengan penelitiannya dari menara miring Pisa dengan menjatuhkan berbagai benda dan menghitung kecepatan jatuh sehingga didapatlah hukum gravitasi menjadi bukti pengalaman seorang jenius yang bermanfaat bagi orang banyak. Maka jangan biarkan pengalaman berlalu, jadikan dia guru untuk menemukan ilmu. Pantun Nasehat mengatakan: Intan dijalan diduga kaca; Banyak pejalan takan peduli; Orang yang arif dapat membaca; Orang yang bodoh sulit kenali (Ika Rochdjatun Sastrahidayat, Yokkaichi-1993). b) Melalui penelusuran pustaka. Buku atau pustaka sebagai bahan bacaan sehari-hari sangat membantu seseorang untuk mencari atau memilah-milah tentang objek riset bahkan mungkintidaknya prosedur riset dilakukan. Ketrampilan seseorang untuk menguasai berbagai bahasa tentu saja menjadi faktor pemicu sekaligus pemacu “betah” tidaknya berlama-lama membaca atau mempelajari suatu naskah. Referensi melalui kepustakaan dengan tahun terbit mutakhir memang diharapkan dalam rangka mendapatkan informasi baru, namun bukan berarti yang kuno sekalipun tidak mempunyai nilai guna yang tentu saja tergantung dari tujuan riset tersebut. Dengan tersedianya fasilitas elektronik saat ini hampir dapat dipastikan bahwa penelusuran pustaka bukanlah suatu kendala serius karena kita dapat keliling dunia melalui medium tersebut sekalipun berada dalam ruangan dan tak beranjak. Tentu saja dalam perpustakaan sebagai sumber pustaka kita dapat menemukan berbagai jenis informasi mulai dari yang benar-benar ilmiah, fiksi ilmiah, sihir jenis Hary Potter, sampai betaljemur bukunya orang percaya klenik. c) Melalui eksplorasi di lapangan atau alam. Cara ini biasanya sudah dipertimbangkan masak-masak mengenai suatu objek yang akan dijadikan bahan penelitian lebih mendalam melalui metode-metode riset tertentu sehingga dia merupakan pra survey untuk mendapatkan masukan bagi survey sesungguhnya. Kejelian seseorang untuk melihat indikator-indikator bahan penelitian sangatlah membantu dalam memunculkan ide atau perumusan yang akan dikumpulkan nantinya. Sering seseorang kurang memperhatikan (cuek) terhadap suatu indikator yang dianggapnya kurang menarik padahal justru itulah yang menjadi kunci keberhasilan terhadap langkah-langkah selanjutnya. Suatu contoh yang menarik dalam bidang biologi adalah komodo. Orang Indonesia khususnya akhli biologi hanya tertarik pada keunikan dari sisi “kadal raksasanya” sehingga perlu dilestarikan. Beda dengan ahli Rusia mereka tertarik pada air liur komodo yang ternyata merupakan senjata mematikan karena dengan gigitan kecil saja cukup melumpuhkan kerbau besar disebabkan sistem syarafnya terkontaminasi bakteri pelumpuh yang terkandung dalam liur tersebut. Mereka mengambil sampel air liur komodo terus diisolasi bakterinya, dikembangkan di laboratorium, jadilah senjata biologis yang mematikan. Orang Amerika tahu Rusia mengembangkan senjata biologis dari liur komodo, datanglah mereka ke pulau Komodo, bukan untuk cari air liurnya namun mencari orang yang pernah digigit komodo namun tak mati, diambilah darah orang itu, demikian pula dengan darah komodo karena bila terjadi perkelahian sesamanya mengapa 11
komodo tak lumpuh. Sampel darah tersebut kemudian dikembangkan dan diperbanyak di laboratorium dijadikan serum yang bersifat anti bakteri liur komodo; inilah yang disebut perang biologis. Dimana kita? Dasar goblog, hanya jadi objek wisata bahkan mungkin komodo disembah jadi dunia pedukunan. d) Melalui ilham atau intuisi. Sampai saat ini memang ilham belum banyak diteliti secara ilmiah gejala apakah itu sebenarnya, sehingga tentu saja jaranglah digunakan sebagai suatu sumber eksplorasi, bahkan cara atau metodenyapun sulit dikemukakan dengan pendekatan metode ilmiah. Namun kita tak dapat menafikan bahwa banyak penemuan ilmiah terkuak karena secara tidak sengaja muncul inspirasi yang tak terduga atau ilham tadi sehingga menjawab pertanyaan yang selama ini membebaninya. Contoh ilham yang spektakuler adalah dikala tuan Archimides mencari jawab tentang bagaimana orang bisa mengapung; secara tak sengaja disaat ini berendam dalam bak mandi, tiba-tiba ia melompat dari bak mandi dan keluar kamar mandi lari ke jalan sambil berteriak “I got it..I got it” (tentu saja ia telanjang bulat). Apa yang ia dapat tersebut saat ini telah menjadi dalil Archimedes yang dipelajari sejak bangku SMP oleh anak-anak kita. Dalam pengetahuan keagamaan lebih dahsyat lagi apa yang ditemukan oleh Sidarta Gautama yang karena terusiknya kesadaran dirinya akan ketidak adilan atau ketimpangan hidup, mengapa di negerinya ada yang sakit, ada yang melarat, ada yang teraniaya, ada yang cacat sementara kehidupannya sendiri berada dalam hedonisme penuh kenikmatan dan kelezatan. Isolasi dirinya di bawah pohon boldi tidaklah membuka takbir rahasia makna hidup yang sebenarnya, hingga sampailah pada suatu waktu ketika terdengar lamat-lamat olehnya seorang guru kecapi yang berperahu dengan muridnya berujar begini: “wahai muridku apabila engkau menginginkan irama kecapi yang merdu maka kencangkanlah talinya namun jangan kencang-kencang karena nanti putus”. Mendengar itu muncullah ilham dalam diri Sidarta karena tiba-tiba ia paham apa maksudnya, inilah yang merubah sejarah kebudayaan manusia karena muncullah tokoh besar yang kemudian disebut Budha dan diadopsi menjadi nama agama. Nah! Apakah anda punya kepekaan hati seperti Sidarta, atau intelektual seperti Archimedes? Kalau tidak jangan berharap jadi orang besar!!! e) Melalui Kitab Suci. Agak aneh memang bahwa kitab suci menjadi sumber penelusuran ilmiah, namun bagi mereka yang tartil Al-Qur’an dan melakukan analisis terhadap kandungan yang ada di dalamnya maka mata mereka akan terbeliak. Tenyata kitab suci yang satu ini nampaknya hanya bisa dipahami dengan benar oleh mereka yang mempunyai basic science tertentu, dengan kata lain ternyata selama ini umat Islam salah dalam mengimplementasikan isi kandungan kitab sucinya sehingga mereka tetap menjadi korban dari kebodohannya sendiri. F. Metode dan rancangan penelitian Tidak dapat disangkal bahwa antara sains dan penelitian adalah laksana dua sisi mata uang; sains tak akan mempunyai nilai tanpa penelitian, demikian sebaliknya penelitian tidak akan terlaksana tanpa sains yang mendukungnya. Berdasarkan alur metode ilmiah, suatu penelitian baru bisa dilaksanakan setelah seorang peneliti mampu memformulasikan objek penelitiannya dalam bentuk hipotesis (Vredenbregt, 1981). Dengan demikian pada saat hipotesis diformulakan perlu dipikir masakmasak apakah pendekatan (metode) yang akan dilakukan nantinya sesuai. Lalu dengan cara atau rancangan yang bagaimana penelitian tersebut akan kita bangun. Dengan metode dan 12
rancangan penelitian yang tepat akan mengurangi bias yang akan muncul. Memang cukup sulit untuk menentukan metode atau rancangan yang bersifat umum mengingat begitu luasnya objek yang kita dekati; apakah itu dalam bidang sejenis apalagi lain jenis. Sehubungan dengan itu di bawah ini dikemukakan berbagai rancangan penelitian yang sering didapat dalam berbagai penelitian. Sebelum seorang melakukan penelitian maka dalam pengujian hipotesisnya ia harus membuat apa yang disebut rancangan penelitian yang pada dasarnya memberikan ramburambu manakah yang paling sesuai untuk mendapatkan informasi yang paling valid dari sifat populasi yang diamati tersebut. Sampai saat ini terdapat beberapa rancangan penelitian yang menjadi standar dalam berbagai jenis penelitian yang hal tersebut dapat dijelaskan sebagaimana uraian berikut (De Vaus, 2006 dan USC Libraries, 2014): 1. Penelitian historis (historical research) Untuk merekronstruksi kembali kejadian masa lampau secara sistematis dan objektif dengan cara mengumpulkan data, mengevaluasi serta verifikasi dan melakukan analisis terhadap data-data agar supaya didapat kesimpulan yang benar. Penelitian jenis ini biasanya mengandalkan data primer dan sekunder, yakni dengan cara mengumpulkan langsung di lapangan atau menelusuri laporan yang telah ada. Langkah yang perlu dilakukan adalah: (a) Devinisikan permasalahan dengan mengajukan pertanyaan, misal: apakah cara pendekatan ini sesuai; data penting apakah yang perlu dicari; bergunakah hasil yang akan didapat nantinya. (b) Rumuskan tujuan dari penelitian tersebut dan kalau mungkin buatlah hipotesisnya. (c) Lakukan pengumpulan data dengan menjadikan data primer dan sekunder sesuatu yang berbeda. (d) Evaluasi data secara kritis baik faktor internal maupun eksternal yang terlibat di dalamnya. (e) Buatlah laporan Beberapa contoh adalah: Mempelajari sistem irigasi kerajaan Saba’ dimasa lampau yang katanya menyebabkan negeri itu makmur padahal di daerah yang dikenal sebagai padang pasir. Atau mempelajari sistem bawon (bagi hasil padi dikala panen antara pemilik dan pemetik) di Jawa yang merupakan sistem gotongroyong sosial di pedesaan. 2. Penelitian deskripsi (descriptive research) Merupakan pencandraan (perekaman kasat mata) mengenai fakta-fakta yang ada dalam suatu populasi, daerah, benda, dan sebagainya secara sistematis, akurat dan apa adanya (faktual). Penelitian jenis ini umumnya dilakukan untuk mempelajari kondisi faktual objek riset di lapangan tanpa memilah-milah sehingga sering juga disebut sebagai penelitian survey. Langkahnya adalah sebagai berikut: (a) Devinisikan secara jelas mengenai apa yang hendak dicapai dan fakta yang bagaimana yang mau dicari. (b) Rumuskan rancangan pendekatannya. Bagaimana data dikumpulkan; bagaimana penentuan sampel; peralatan apa yang akan digunakan serta 13
tekniknya observasinya bagaimana; apakah si pendata sudah terlatih; dan sebagainya. (c) Lakukan pengumpulan data. (d) Buat laporan Contoh: Jenis plasma nutfah apa sajakah yang dominan pada setiap kenaikan ketinggian gunung Semeru; Apakah perbedaan prilaku yang mencolok antara suku Madura yang berdomisili di pesisir pantai dan pedalaman; Apakah ciri-ciri atau perbedaan pokok dari salak Madura, Bali, Pondoh (Yogya), dan Suwaru (Malang); dan lain-lain. 3. Penelitian perkembangan (developmental research) Dimaksudkan untuk melihat suatu pola perkembangan atau pertumbuhan atau perubahan berdasarkan berjalannya waktu. Dalam penelitian jenis ini kita mempelajari variabel-variabel tertentu yang dianggap pokok bagi suatu perkembangan yang dijabarkan dalam ukuran waktu sepertu hari, bulan atau tahun. Dalam perkembangan tersebut kita dapat melihat pola yang terbentuk, kecepatan laju pertumbuhannya, serta bagaimana hubungannya dengan faktor lain. Langkah yang dilakukan sebagai berikut: (a) Devinisikan masalah dan tujuan (b) Telaah pustaka dalam rangka menentukan metode, peralatan, teknik pengumpulan data. (c) Rencanakan cara pendekatannya. (d) Kumpulkan data (e) Evaluasi data (f) Buat laporan Teladan: Apakah terdapat pola tertentu dari respon manusia terhadap rasa takut akan hantu pada kelompok umur yang berbeda (misal: tingkat SD, SLTP, SLTA, PT, di atas 50 tahun); Pengaruh umur tanaman terhadap kepekaan terhadap hama atau penyakit tertentu; dan lain-lain. 4. Studi kasus dan lapangan (case study and field research) Mempelajari secara intensif keadaan sesungguhnya saat ini serta interaksi unit sosial tertentu di masyarakat seperti: individu, struktur sosial, pemerintah, dan sebagainya. Agak berbeda dengan metode survey yang mempelajari variabel yang kecil dari unit sampel yang besar, maka disini mencoba mempelajari unit yang kecil tetapi dalam variabel atau kondisi yang besar. Umumnya digunakan untuk kasus-kasus sosial tertentu yang hasilnya merupakan gambaran yang lengkap dan terorganisir dengan baik. Hal ini sangat berguna dalam rangka perencanaan atau tindakan kebijakan lebih lanjut yang menyangkut faktor-faktor sosial sehingga sedapat mungkin harus objektif dan dideskripsikan dalam data statistik. Langkah pokoknya adalah: (a) Rumuskan apa tujuan yang hendak dicapai. (b) Rancangan dan pendekatannya. Unit apa yang akan dipilih, sumber data apa yang tersedia, dan sebagainya. (c) Pengumpulan data (d) Pengorganisasian data dan informasi yang ada menjadi konstruksi yang utuh. (e) Buat laporan dan diskusinya 14
Teladan: Studi kasus “peristiwa sampit” terhadap rasa traumatik masyarakat Madura; Studi masyarakat baduy di Jawa Barat; dan ssbagainya. 5. Korelasional (correlational research) Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat sejauhmana keterkaitan hubungan suatu faktor dengan faktor lain baik tunggal maupun majemuk yang bentuk keterkaitannya digambarkan dalam koefisien korelasi (r). Penelitian cara ini memungkinkan kita bermain dengan angka-angka koefisien korelasi tanpa dapat mengintervensi data yang sebenarnya terjadi sehingga mendekati kondisi realistiknya di lapangan. Cara ini dilakukan apabila rancangan lain tak dapat digunakan karena tidak sesuai seperti eksperimental. Langkah yang dilakukan meliputi: (a) Definisikan permasalahan (b) Runtut studi kepustakaan (c) Buat rancangan pendekatan terdiri dari: identifikasi variabel yang relevan, tentukan subjek, pilih peralatan yang cocok, pilih metode korelasional yang sesuai (korelasi sederhana, korelasi parsial dan berganda, path analysis, SEM, dan lainnya) (d) Kumpulkan data (e) Analisis data dan interpretasinya (f) Membuat laporan Teladan: Mencari pengaruh banyaknya ponpes terhadap tingkat kriminalitas di Bangkalan; Pengaruh pendirian industri kimia di bantalan sungai terhadap kualitas air; Pengaruh tingkat pendidikan suami-istri terhadap kenakalan remaja; Pengaruh hutan kota terhadap pencemaran udara; dan lainnya. 6. Kausal-komparatif (causal-comparative research) Untuk mempelajari hubungan timbal balik atau sebab akibat yang bentuk hubungannya biasanya dapat dilihat dalam pola tertentu dengan keeratannya digambarkan dalam koefisien determinatif (R2). Cara ini memungkinkan kita melakukan pengamatan dengan variabel yang luas yang dianggap punya hubungan terhadap faktor tertentu dengan demikian akan didapat berbagai model hubungan yang pilihannya ditentukan oleh besarnya nilai keeratan serta alasan-alasan lain yang rasional. Langkah yang perlu dilakukan adalah: (a) Definisikan masalah (b) Penelaahan pustaka (c) Rumuskan hipotesis (d) Rancang cara pendekatan (Regresi linier atau non linier) (e) Kumpulkan data dan analisis data (f) Laporan Teladan: Hubungan pertumbuhan tanaman terhadap pemupukan dan irigasi; Hubungan IPK mahasiswa Universitas Brawijaya dengan pengalaman dosen dalam mengajar; dan sebagainya. 7. Eksperimental-sungguhan Dimaksudkan untuk melihat pengaruh suatu perlakuan atau beberapa perlakuan terhadap variabel tertentu dengan membandingkannya pada perlakuan kontrol. Penelitian cara ini banyak dikembangkan dalam bidang eksakta karena 15
memungkinkan untuk melakukan pengontrolan terhadap faktor-faktor lain yang tidak dikehendaki. Langkah yang dilakukan: (a) Studi pustaka (b) Identifikasi dan definisi masalah (c) Buat hipotesis (d) Devinisikan variabel-variabel kunci (e) Susun rencana eksperimen: FRD, RBD, LSqD, SSPD, dan lainnya. (f) Lakukan penelitian (g) Atur data kasar (h) Uji signifikansi (i) Buat laporan dan interpretasi Teladan: Pengaruh unsur cuaca terhadap produksi melon di rumah kaca; Pengaruh gulma air dalam mengurangi polutan buangan pabrik dalam water treatment area; dan lainnya. 8. Eksperimental-semu Pada prinsipnya sama dengan eksperimental-sungguhan namun disini dilakukan apabila variabel tertentu tidak dapat dikontrol atau sulit dikontrol karena alasan tertentu. Langkah yang dilakukan sama dengan eksperimen sungguhan namun ada catatan terhadap keterbatasan dalam mengontrol faktor internal dan eksternalnya. Teladan: Masalah kenakalan usia sekolah dengan kebiasaan merokok, bertato, rambut gondrong; dan lainnya. 9. Penelitian tindakan (Riel, 2007). Dimaksudkan untuk mengembangkan ketrampilan atau inovasi baru dalam memecahkan masalah dengan penerapan atau contoh langsung di lapangan. Cara ini memang praktis serta nyata dan mampu merubah langsung perilaku atau kebiasaan masyarakat. Langkahnya adalah: (a) Definisikan masalah dan tujuan (b) Telaah pustaka (c) Buat hipotesis atau strategi pendekatan yang akan dilakukan (d) Bagaimana penempatan penelitiannya (e) Buat kretarium evaluasinya dan kumpulkan data (f) Analisis data (g) Buat laporan Teladan: Introduksi panca usaha tani dalam masyarakat tradisional; Contoh langsung pimpinan dalam tindakan kedisiplinan atas waktu kerja di kantor, dan sebagainya. Dengan pengelompokan rancangan di atas kita dengan mudah dapat melangkah lebih jauh untuk memilah-milah penyesuaian objek, dana, waktu, instrument, dan sebagainya. Disini tidak ada istilah jenis penelitian mana yang lebih tinggi kualitasnya atau kebenarannya, mengingat masing-masingnya mempunyai kelebihan dan kekurangan, yang penting disini adalah prosedur kaidah ilmiah telah dikemukakan dengan gamblang. Bisa saja hasil yang didapat saat ini dianggapnya benar dengan kaedah yang ada akan tetapi tertempis kemudian karena pendekatan atau rancangan yang salah. Dalam bidang sosial misalnya hampir mustahil 16
kita melakukan penelitian dengan menggunakan eksperimental sungguhan ataupun semu mengingat sulitnya mengontrol variabel yang berinteraksi di dalamnya, hal ini lebih tepat dalam bidang-bidang eksakta seperti kimia, fisika, atau biologi tertentu. Pendekatan yang dipaksakan justru akan menyebabkan interpretasi yang salah terhadap suatu masalah, sehingga pekerjaan penelitian menjadi sia-sia.
17