14
BAB II LANDASAN TEORI A. KERANGKA TEORITIK 1) BPRS Sebagai Lembaga Keuangan Syariah Secara umum, lembaga keuangan berperan sebagai lembaga intermediasi keuangan. Intermediasi keuangan merupakan proses penyerapan dana dari unit surplus ekonomi, baik sektor usaha, lembaga pemerintahan maupun individu (rumah tangga) untuk penyediaan dana bagi unit ekonomi lain. Intermediasi keuangan merupakan kegiatan pengalihan dana dari unit ekonomi surplus ke unit ekonomi defisit, lembaga intermediasi denominasi, intermediasi risiko, intermediasi jatuh tempo, intermediasi informasi, intermediasi lokasi, dan intermediasi mata uang. Gambar 2.1 : Metode Intermediasi Keuangan
Sumber : Andri Soemitra, M.A., Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Dalam proses intermediasi di atas, tanda garis putus-putus menunjukkan arus dana yang mengalir pada lembaga keuangan sedangkan garis bersambung menunjukkan instrument yang digunakan untuk menarik dana tersebut, dalam proses intermediasi keuangan unit yang berlebihan dana
14
15
dimediasi oleh lembaga keuangan. Pada proses intermediasi keuangan unit yang kelebihan dana akan menyimpan dananya berdasarkan kebutuhan likuiditas, keamanan, kenyamanan, kemudahan akses, dan operasional lembaga keuangan apakah berdasarkan syariah atau konvensional. Sedangkan bagi pengguna dana didasarkan pada kebutuhan jangka waktu, jumlah dan prinsip operasional yang digunakan.1 Prinsip utama yang dianut oleh Lembaga Keuangan Syariah dalam menjalankan kegiatan usahanya adalah bebas “MAGHRIB”, yaitu : a. Maysir (spekulasi) : secara bahasa maknanya berarti judi, secara umum mengundi nasib dan setiap kegiatan yang sifatnya untunguntungan (spekulasi), secara ekonomi perjudian merupakan bentuk investasi yang tidak produktif karena tidak terkait langsung dengan sektor riil, dan tidak memberikan dampak peningkatan penawaran barang dan jasa. b. Gharar : sesuatu yang memperdayakan manusia di dalam bentuk harta, kemegahan, jabatan, syahwat (keinginan). Dimana gharar berarti menjalankan suatu usaha secara buta tanpa memiliki pengetahuan yang cukup, atau menjalankan suatu transaksi yang risikonya berlebihan tanpa mengetahui dengan pasti apa akibatnya atau memasuki risiko tanpa memikirkan konsekuensinya, gharar dapat terjadi pada transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki,
tidak
diketahui
keberadaanya,
atau
tidak
dapat
1 Andri Soemitra, M.A., Bank & Lembaga Keuangan Syariah ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008), Cet.2 hlm. 29-30.
16
dieserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah, secara ekonomi pelarangan gharar akan mengedepankan transparansi dalam bertransaksi dan kegiatan operasional lainnya dan menghindari ketidakjelasan dalam berbisnis. c. Haram : secara bahasa berarti larangan dan penegasan, dalam aktivitas ekonomi setiap orang diharapkan untuk menghindari semua yang haram, baik haram zatnya maupun haram selain zatnya. Secara ekonomi, pelarangan yang haram akan menjamin investasi hanya dilakukan dengan cara dan produk yang menjamin kemaslahatan manusia. d. Riba : penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau sama dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ ah). Secara ekonomi, pelarangan riba membuat arus investasi lancer dan tidak terbatas oleh tingkat suku bunga yang menghambat arus investasi ke sektor produkstif e. Batil : secara bahasa berarti batal atau tidak sah, dalam aktivitas ekonomi tidak boleh dilakukan dengan jalan yang batil seperti mengurangi timbangan, mencampurkan barang rusak diantara barang yang baik untuk mendapatkan keuntungan lebih banyak,
17
menimbun barang, menipu atau memaksa. Secara ekonomi, pelarangan batil akan semakin mendorongnya berkurangnya moral hazard dalam berekonomi.2 BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah) merupakan lembaga yang memberikan jasa keuangan yang lengkap, dimana usaha keuangan yang dilakukan di samping menyalurkan dana atau memberikan pembiayaan juga melakukan usaha penghimpunan dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan. BPRS memiliki fungsi sebagai pelaksana sebagian fungsi bank umum, dalam tingkat regional dengan berlandaskan prinsip-prinsip Syariah, BPRS juga merupakan bank yang khusus melayani masyarakat kecil dalam lingkup kecamatan maupun pedesaan, dengan jenis produk yang ditawarkan relatif sempit jika dibandingkan dengan bank umum, bahkan terdapat beberapa jenis jasa bank yang tidak boleh diselenggarakan oleh BPRS, seperti pembukaan rekening giro serta ikut dalam kliring.3 Bentuk hukum BPRS perseroan terbatas hanya boleh dimiliki oleh WNI (Warga Negara Indonesia) dan / atau badan hukum Indonesia, pemerintah daerah, atau kemitraan antara WNI atau badan hukum Indonesia dengan pemerintah daerah.4
2 Andri Soemitra, M.A., Bank & Lembaga Keuangan Syariah ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008), Cet.2 hlm. 36-38. 3 Andri Soemitra, M.A., Bank & Lembaga Keuangan Syariah ...hlm. 45-46. 4 Andri Soemitra, M.A., Bank & Lembaga Keuangan Syariah..., hlm. 62.
18
a) Sejarah dan Perkembangan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia. Berdirinya BPRS di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari BPR-BPR pada umumnya. BPR yang status hukumnya disahkan melalui Paket Kebijakan Keuangan Moneter dan Perbankan (PAKTO tanggal 27 Oktober 1998 pada hakikatnya merupakan modifikasi (model baru) dari Lumbung Desa dan Bank Desa yang ada sejak 1980-an.5 Lumbung desa sebagai sistem perkreditan rakyat zaman dahulu, dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat tani di pedesaan, karena pada waktu itu peredaran uang belum menjangkau masyarakat tani di pedesaan sehingga pinjaman dalam bentuk padi lebih menguntungkan dan lebih praktis daripada pinjaman dalam bentuk uang. Selain itu pinjaman padi tidak mengganggu kestabilan harga padi yang menjadi penghasilan utama masyarakat desa.6 Karena struktur ekonomi, sosial dan administrasi masyarakat desa sudah banyak mengalami perubahan sebagai akibat dari proses pembangunan, maka keberadaan BPR tidak lagi persis sama seperti lumbung desa zaman dahulu. Namun demikian, paling tidak keberadaan BPR pada masa sekarang dan yang akan datang diharapkan mampu menjadi alternatif pengganti yang terbaik bagi fungsi dan peranan lumbung desa dan Bank Desa dalam
5 M. Ma’ruf Abdullah, Hukum Perbankan dan Perkembangan Bank Syariah di Indonesia, (Banjarmasin: Antasari Press, 2006), hlm. 88. 6 Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam & Lembaga-lembaga Terkait, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 125.
19
melindungi petani dari gejolak harga padi dan resiko kegagalan dalam produksi serta ketergantungan petani terhadap para rentenir.7 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang merubah Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan nampak lebih jelas dan tegas mengenai status Perbankan Syariah, sebagaimana disebutkan dalam pasal 13 huruf C yang berbunyi sebagai berikut; “menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”.8 Seiring dengan bergulirnya sistem ekonomi Islam sebagai sistem alternatif dalam mengelola perekonomian, maka kehadiran BPRS juga sangat diharapkan.9 Keberadaan BPRS secara khusus dijabarkan dalam bentuk Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/Kep/Dir, tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah, dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/Kep/Dir, tertanggal 12 Mei 1999 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 32/4/KPPB tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan Prinsip Syariah.10 Jumlah bank dan jumlah kantor BPRS dari tahun 2010 hingga Desember 2015 adalah sebagai berikut:11
7 Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam & Lembaga-lembaga Terkait, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004)hlm 126. 8 Ahmad Rodoni, Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Ekonosia, 2008), hlm. 40. 9 M. Ma’ruf Abdullah, Hukum Perbankan dan Perkembangan Bank Syariah di Indonesia, (Banjarmasin: Antasari Press, 2006), hlm.89 10 Ahmad Rodoni, Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Ekonosia, 2008), hlm. 43. 11 http://www.bi.go.id.html. Diakses pada hari sabtu 26 oktober 2015, pukul 11.00.
20
Tabel 2.1 Jumlah Bank dan Kantor BPRS TAHUN
JUMLAH BANK
JUMLAH KANTOR
2010
150
286
2011
155
364
2012
158
401
2013
163
402
2014
163
439
2015
161
433
Sumber: Statistik Perbankan Syariah. Dari tahun 2010 hingga 2014, jumlah kantor BPRS terus bertambah. Akan tetapi, pada juni 2015 jumlah kantor BPRS mengalami kemunduran dari 439 di tahun 2014 menjadi 433 di tahun 2015. Dari januari 2015 hingga Desember 2015 jumlah kantor BPRS mengalami pasang surut. Hal itu disebabkan karena adanya BPRS yang bermasalah akibat tidak dikelola dengan prinsip tata kelola yang baik dan terpaksa harus ditutup.12 Untuk jaringan kantor individual Perbankan Syariah, BPRS tidak mempunyai kantor cabang, kantor cabang pembantu dan kantor kas. Adapun jumlah pekerja di Perbankan Syariah khususnya BPRS dari tahun 2010 hingga desember 2015 terus meningkat, dari 3.172 sampai 4.808 pekerja.13
12 http://koran.republika.co.id/koran/17.html. Diakses pada Rabu 16/10/2015, pukul 18.56. 13 http://www.bi.go.id.html.
21
b) Asas BPRS dan Sasaran BPRS 1) Asas BPRS Dalam melaksanakan usahanya BPRS berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Demokrasi ekonomi adalah sistem ekonomi Indonesia yang dijalankan sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 yang memiliki 8 ciri positif sebagai pendukung dan 3 ciri negatif yang harus dihindari (free fight liberalism, etatisme, dan monopoli). 2) Sasaran BPRS Melayani
kebutuhan
petani,
peternak,
nelayan,
pedagang,
pengusaha kecil, pegawai, dan pensiunan karena sasaran ini belum dapat terjangkau oleh bank umum dan untuk lebih mewujudkan pemerataan layanan perbankan, pemerataan kesempatan berusaha, pemerataan pendapatan, dan agar mereka tidak jatuh ke tangan para pelepas uang (rentenir dan pengijon). c) Tujuan dan strategi BPRS. 1) Tujuan operasionalisasi BPRS adalah:14 a. Meningkatkan
kesejahteraan
ekonomi
umat
Islam
terutama
kelompok masyarakat ekonomi lemah yang pada umumnya berada di daerah pedesaan. b. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi. 14 Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam & Lembaga-lembaga Terkait, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 129.
22
c. Membina ukhuwah islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatanpendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang memadai. d. Diarahkan untuk memenuhi kebutuhan jasa pelayanan perbankan bagi masyarakat pedesaan. e. Menunjang pertumbuhan dan modernisasi ekonomi pedesaan. f. Melayani kebutuhan modal dengan prosedur pemberian kredit yang mudah dan sederhana. g. Menampung dan menghimpun tabungan masyarakat. Dengan demikian BPRS dapat turut memobilisasi modal untuk keperluan pembangunan dan turut mendidik rakyat dalam berhemat dan menabung; dengan menyediakan tempat yang dekat, aman dan mudah untuk menyimpan uang bagi penabung kecil. 2. Untuk mencapai tujuan operasionalisasi BPRS tersebut, maka diperlukan beberapa strategi operasional sebagai berikut:15 a. BPRS tidak bersifat menunggu (pasif)
terhadap datangnya
permintaan fasilitas, melainkan bersifat aktif dengan
melakukan
penelitian kepada usaha-usaha yang berskala kecil yang perlu dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek bisnis yang baik. b. BPRS memiliki jenis usaha yang waktu perputaran uangnya jangka pendek dengan mengutamakan usaha skala menengah dan kecil. 15 Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam & Lembaga-lembaga Terkait, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm 130.
23
c. BPRS mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk yang akan diberi pembiayaan. d) Usaha Penyaluran Dana BPRS Terhadap UKM di Indonesia. Hasil penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015, UKM (kurang lebih 52 juta unit) mendominasi lebih dari 90% total unit usaha dan menyerap angkatan kerja dengan presentase yang hampir sama. Data BPS juga memperkirakan 55,6% Product Domestic Bruto (PDB) bersumber dari unit usaha ini dan menyumbang hampir 17% dari ekspor barang Indonesia. Ditinjau dari reputasi kreditnya, UKM juga mempunyai prestasi yang cukup membanggakan dengan tingkat kemacetan kredit yang relatif kecil. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa pemberian pembiayaan ke UKM merupakan salah satu upaya dalam rangka penyebaran risiko perbankan, sementara suku bunga kredit UKM sesuai dengan tingkat bunga pasar sehingga bank akan mempunyai margin yang cukup. Sektor ini mempunyai ketahanan yang relatif lebih baik dibandingkan dengan usaha besar karena kurangnya ketergantungan pada bahan baku impor dan potensi pasar yang tinggi mengingat harga produk yang dihasilkan relatif rendah sehingga terjangkau oleh golongan ekonomi lemah. Namun demikian,UKM juga mempunyai karakteristik pembiayaan yang unik, yakni diperlukannya ketersediaan dana pada saat ini, jumlah dan sasaran yang tepat, prosedur yang relatif sederhana, adanya kemudahan akses ke sumber pembiayaan serta perlunya program pendampingan (technical assistance).
24
Salah satu jalan yang dipakai untuk melaksanakan sistem ekonomi Islam adalah dengan diberikannya kesempatan bagi pengelola bank dan masyarakat. Untuk melaksanakan sistem perbankan yang berdasatkan syariat Islam, yaitu sistem Perbankan Syariah. Sistem Perbankan Syariah merupakan solusi bagi umat Islam dalam menghadapi perbankan konvensional yang dijalankan selama ini.Ummat Islam merupakan umat mayoritas yang ada di Indonesia. Sistem perbankan yang ada selama ini dianggap kurang “Islami” karena masih mengandung unsur riba bagi sebagian umat Islam. Sementara riba dianggap hal yang haram dan dilarang oleh Allah SWT. Dalam memenuhi kebutuhannya, seseorang kadang kala tidak memiliki uang atau dana yang cukup. Untuk itu salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengajukan permohonan kredit. Namun secara konvensional, bank telah menetapkan sejumlah tertentu yang harus dibayar oleh kreditur secara berkala, misalnya 5% perbulan. Hal ini telah lama berlaku di Indonesia hingga timbulnya UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang memberikan kesempatan kepada umat Islam untuk melakukan kegiatan perbankan dengan sistem syariah.16 BPR Syariah adalah salah satu jenis bank yang diizinkan beroperasi dengan sistem syariah di Indonesia. Dalam sistem perbankan nasional, BPR (Bank Pembiayaan Rakyat) Syariah adalah bank yang didirikan untuk melayani usaha mikro, kecil dan menengah (UKM). Sektor UKM ini yang menjadikan BPR Syariah berbeda pangsa pasarnya dengan Bank Umum atau Bank Umum Syariah.Perkembangan industry
16 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta:UPP AMP,2005), hlm. 75.
25
BPRS dari tahun ke tahun menunjukkan hal yang cukup baik. Hampir seluruh indikator keuangan menunjukan pertumbuhan positif walaupun petumbuhan di tahun 2015 mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKM) sebagai sektor yang lekat dengan Perbankan Syariah tetap menjadi prioritas penyaluran dana Perbankan Syariah, hal ini tercermin pada alokasi pembiayaan baik modal kerja maupun investasi ke sektor tersebut yang mencapai Rp.47,17 triliun dengan porsi 77,37% dari total PYD bank umum dan Unit Usaha Syariah. Dominasi pembiayaan kepada sektor UKM ini tidak mengherankan mengingat bank syariah yang dekat ke UKM dan potensi pasar sektor tersebut terbesar dan tersebar diseluruh pelosok tanah air. Peningkatan laju pertumbuhan pembiayaan sektor UKM sejalan dengan program pemerintah yang semakin memberikan kemudahan pada sektor UKM untuk semakin berkembang. Penyaluran pembiayaan kepada nasabah UKM dapat dilakukan secara langsung mau cara bermitra (linkage program) dengan lembaga keuangan lain seperti BPRS dan koperasi. Linkage program ini bisa dilakukan melalui skema channeling, executing, atau joint financing. Disamping itu Bank Syariah juga menjadi agen pemerintah untuk kredit program bagi nasabah UKM seperti Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Usaha Tani (KUT), dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dengan demikian diharapkan potensi nasabah UKM dapat tergarap merata. Selain itu, dukungan BPRS dalam menyalurkan pembiayaan UKM semakin kuat seiring dengan peningkatan jumlah BPRS yang beroperasi di
26
sebagian wilayah nusantara. Desember 2015 jumlah BPRS telah mencapai 433 BPRS. Total pembiayaan yang disalurkan BPRS bertumbuh 24,76% dengan nilai nominal sebesar Rp.1,98 trilyun dimana 56% diantaranya merupakan pembiayaan kepada UKM. Sedangkan perkembangan lain yang cukup menggembirakan adalah meningkatnya volume usaha BPRS sebesar 18,84% sehingga total assetnya Desember 2015 mencapai Rp. 7.739.270 milyar dengan intermediasi yang berfungsi baik tercermin dari rasio Financing to Deposit (FDR) sampai dengan Desember 2015 telah mencapai 135,68%. Selain itu kualitas pembiayaan BPRS cenderung naik dimana rasio NPF sebesar 9,25%, atau lebih tinggi dibandingkan pada periode tahun 2014 sebesar 7,89%. Tabel 2.2 Profil Keuangan BPRS Keterangan
2012
2013
2014
2015
Jumlah kantor
401
402
439
433
Total asset (milyar)
4.698.952
5.833.488
6.573.331
7.739.270
Total DPK
2.937.802
3.666.174
4.028.415
4.099.039
CAR
25,16%
22,08%
22,77%
21,73%
FDR
120,96%
120,93%
124,24%
135,68%
NPF
6,15%
6,50%
7,89%
9,25%
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Dengan adanya produk-produk Perbankan Syariah ini maka dapat memberikan
kesempatan
bagi
umat
Islam
untuk
meningkatkan
27
perekonomian serta menjalankan sistem perekonomian Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. 2) Pembiayaan a) Analisis Pembiayaan Pembiayaan merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.17 Menurut Undang-Undang nomor 21 Tahun 2008 Pembiayaan adalah: Penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: 1. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah. 2. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bitamlik. 3.
Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna.
4. Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qardh, dan 5. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa. Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau
17 Kasmir, Manajemen Pemasaran Bank, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 67.
28
diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan tijrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.18 Dalam menyalurkan dananya kepada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan Bank Syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu: 1. Pembiayaan dengan prinsip jual beli “Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan barang atau benda (transfer of property)”.19 Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Pembiayaan ini dibedakan menjadi pembiayaan murabahah, salam, dan istishna. 2. Pembiayaan dengan prinsip sewa Sewa (ijarah) didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang atau jasa dengan membayar imbalan tertentu Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional ijarah adalah “akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri”.20 Dengan demikian dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.
18 Undang-Undang No. 21 tahun 2008. 19 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), hlm.98. 20 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2005) , hlm.147-148.
29
3. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil Produk pembiayaan Syariah yang didasarkan pada prinsip bagi hasil adalah pembiayaan musyarakah dan pembiayaan mudharabah. Pembiayaan musyarakah adalah perjanjian di antara para pemilik dana/modal untuk mencampurkan dana/modal mereka pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan di antara pemilik dana/modal berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Sedangkan pembiayaan mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.21 4. Pembiayaan dengan akad pelengkap Pembiayaan dengan akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tapi ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan.
Namun
demikian
dalam
akad
pelengkap
ini
diperbolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad. “Adapun akad yang termasuk akad pelengkap adalah hiwalah (alih utang-piutang), rahn (gadai), qardh, wakalah (perwakilan), dan kafalah (garansi bank)”.22
21 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2005), hlm. 22. 22 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah... hlm. 24.
30
3) Usaha Kecil Dan Menengah a) Peran UKM Dalam Perekonomian Indonesia Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini.Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Adapun kriterianya sebagai berikut:
31
Tabel 2.3 Kriteria UMKM KRITERIA No.
URAIAN ASSET
OMZET
1
USAHA MIKRO
Maks. 50 Juta
Maks. 300 Juta
2
USAHA KECIL
> 50 Juta - 500 Juta
> 300 Juta - 2,5 Miliar
3
USAHA
> 500 Juta - 10
> 2,5 Miliar - 50
Miliar
Miliar
MENENGAH Sumber:www.depkop.go.id
Dalam perekonomian Indonesia Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Selain itu Kelompok ini terbukti tahan terhadap berbagai macam goncangan krisi ekonomi. Maka sudah menjadi keharusan penguatan kelompok usaha mikro, kecil dan menengah yang melibatkan banyak kelompok. Kriteria usaha yang termasuk dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah telah diatur dalam payung hukum berdasarkan undang-undang. Selain berdasar Undang-undang tersebut,dari sudut pandang perkembangannya Usaha Kecil Dan Menengah dapat dikelompokkan dalam beberapa kriteria Usaha Kecil Dan Menengah yaitu:
Livelihood Activities, merupakan Usaha Kecil Menengah yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima.
32
Micro Enterprise, merupakan Usaha Kecil Menengah yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan.
Small Dynamic Enterprise, merupakan Usaha Kecil Menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor.
Fast Moving Enterprise, merupakam Usaha Kecil Menengah yang telah
memiliki
jiwa
kewirausahaan
dan
akan
melakukan
transformasi menjadi Usaha Besar (UB). Salah satu peranan UKM yang paling krusial dalam pertumbuhan ekonomi
adalah menstimulus dinamisasi ekonomi. Karakternya yang
fleksibel dan cakap membuat UKM dapat direkayasa untuk mengganti lingkungan bisnis yang lebih baik daripada perusahaan-perusahaan besar. Sejak krisis moneter yang diawali tahun 1997, hampir 80% usaha besar mengalami
kebangkrutan
dan
melakukan
PHK
massal
terhadap
karyawannya. Berbeda dengan UKM yang tetap bertahan di dalam krisis dengan segala keterbatasannya. UKM berperan besar dalam mengurangi angka pengangguran, bahkan fenomena PHK menjadikan para pekerja yang menjadi korban dipaksa untuk berfikir lebih jauh dan banyak yang beralih melirik sektor UKM ini.23
23 Soeharto Prawirokuso, Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil, (Yogyakarta: BPFE, 2010) , hlm. 257.
33
b) Kondisi UKM di Indonesia dan Prospek Kedepan Presentase sektor usaha kecil dan sektor informal di sebagian kotakota besar di Indonesia adalah Jakarta sebesar 50 %, Bandung sebesar 65 %, Semarang sebesar 40 %, Yogyakarta sebesar 35 %, Surabaya sebesar 45 %. Presentase tersebut sebagian besar berusaha dalam usaha perdagangan. Bidang perdagangan merupakan bidang yang lebih memungkinkan, karena memiliki syarat usaha yang tidak seperti usaha besar yaitu keahlian khusus dan modal permulaan yang besar. Hubungan bisnis yang saling menunjang pasti dibutuhkan oleh perusahaan besar atau perusahaan perdagangan yang besar untuk memacu penggunaan keterampilan dan nilai ekonomis dari usaha kecil. Perusahaan-perusahaan
besar
harus
membeli
bahan
baku
dan
mengangkutnya ke pabrik, subkontrak pembuatan komponen, membangun jaringan distribusi, penjualan dalam jumlah besar maupun eceran, serta jaringan jasa pelayanan dan perbaikan. Aktivitas saling tunjang ini dapat dilaksanakan oleh usaha kecil, karena perusahaan besar umumnya hanya menangani pekerjaan dalam skala besar yang lebih vital.24 Perusahaan besar menyadari pentingnya peran perusahaan kecil, tentunya akan mengadakan hubungan dan melaksanakan pembinaan, pelatihan serta pengembangan usaha kecil yang berlokasi dekat dengan perusahaannya. Wirausaha yang dinamis dan ulet mampu melihat peluang dan seringkali menjadi agen-agen utama dari perusahaan besar dan mampu 24 Soeharto Prawirokuso, Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil, (Yogyakarta: BPFE, 2010) hlm. 195.
34
berkembang menjadi penyalur atau pedagang besar juga pada akhirnya, agen jasa (misalnya: catering dan lainnya) atau perbengkelan yang besar. Dengan adanya share atau bagian pekerjaan yang terbuka sedemikian karena terciptanya suatu sistem produksi, maka sebenarnya selalu ada peluang dengan pola hubungan keterkaitan antara perusahaan besar dan perusahaan kecil dengan berbagai model keterkaitan kerjasama yang menguntungkan. Pola hubungan yang ideal tersebut dapat dirumuskan menjadi seperti pada Tabel 2. berikut: Tabel 2.4 Pola Hubungan Kerjasama Perusahaan Besar-Menengah-Kecil Perusahaan Besar
Perusahaan Menengah
Perusahaan Kecil
Perdagangan
Grosir
Agen dan pengecer
Industri
Supplier bahan baku
Reparasi,jasa,transportasi
Perusahaan Ekspor
Pengumpul barang
Industri kecil ( produsen )
kerajinan Sumber: Soeharto Prawikurso, Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil.
Usaha besar, menengah dan kecil sudah seharusnya melaksanakan sinergisitas dalam perekonomian. Penyerapan tenaga kerja pengurangan pengangguran akan dapat terlaksana jika ketiga skala usaha ini dapat bekerjasama saling melengkapai dan berkaitan. Pemerintah dengan kebijakannya diharapkan mampu untuk menciptakan keamanan yang dapat mengakomodasi dan melancarkan proses pola hubungan tersebut.
35
c) Pembiayaan UKM Berdasarkan Prinsip Syariah. Financial
inclusion
merupakan
koreksi
terhadap
financial
exclution yang dalam penjelasannya adalah sebuah kondisi financial yang hanya menguntungkan segelintir pihak saja. Definisi lain dari financial inclusion menurut World Bank, 2008 dan European Commision 2008 adalah sebagai suatu kegiatan menyeluruh yang bertujuan untuk menghilangkan segala bentuk hambatan entah dalam bentuk harga ataupun non harga terhadap akses masyarakat dalam menggunakan atau memanfaatkan layanan jasa keuangan. Jadi tujuan dari financial inclusion di Indonesia adalah untuk dapat menyelamatkan kemiskinan yang ada di Indonesia, seperti penyelamatan usaha lokal dan usaha mandiri agar tercapainya koherenitas terhadap perkembangan zaman. Dalam perencanaan ini sebagai mana mestinya masyarakat
miskin
bisa
mendapatkan
kemudahan
akses
untuk
mengembangkan kegiatan ekonomi mereka, serta mendapatkan layanan yang pro rakyat. Perbankan Syariah dapat berperan strategis dalam proses financial inclusion ini. Perkembangan sektor Perbankan Syariah yang semakin pesat diharapkan dapat lebih membantu perkembangan UKM. Melalui pembiayaan yang diberikan oleh Bank Syariah dengan karakteristik yang berbeda dengan kredit dari Bank Konvensional, maka akses pembiayaan bagi UKM akan semakin terbuka. Kehadiran Perbankan Syariah diharapkan
mampu
memberikan
35
dampak
yang
signifikan
bagi
36
perkembangan sektor riil dikarenakan produk inti dari bank syariah, yaitu skim pembiayaan musyarakah dan mudharabah. Islam memandang bahwa sektor riil harus menjadi prioritas dalam aktivitas ekonomi dikarenakan sektor riil merupakan sektor yang terkait langsung dengan kesejahteraan masyarakat. Sehingga perbankan syariah harus mampu memberikan kontribusi dalam pertumbuhan sektor riil,25 hal ini dapat dicapai dengan membantu mengembangkan sektor UKM. program keberpihakan UKM oleh Bank Syariah ditunjukkan melalui: (1) inovasi strategi pembiayaan; (2) Program Linkage; (3) Pilot project; (4) Pemanfaatan dana sosial; (5) kerjasama technical assistance.26 Setiap Bank Syariah mempunyai berbagai strategi pembiayaan yang berbeda, misalnya bank syariah mendirikan pusat-pusat pelayanan pembiayaan mikro seperti gerai UKM atau sentra UKM. Di samping itu dikembangkan pula konsep linkage, dimana bank syariah yang lebih besar menyalurkan pembiayaan UKM-nya melalui Lembaga Keuangan Syariah yang lebih kecil, seperti BPRS dan BMT. Hal ini dikarenakan bank syariah besar belum menjangkau sentra masyarakat usaha mikro dan kecil, akan tetapi Lembaga Keuangan Syariah yang kecil lebih menyentuh langsung dengan pelaku usaha UKM. Selain itu, Perbankan Syariah dapat bekerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan atau pengelola dana 25 Muhammad, Bank Syariah Analisis Kekuatan, Peluang, Kelemahan dan Ancaman, (Yogyakarta: Ekonisia, 2002), hlm 117. 26 Fajar Wahyudi,”Kelebihan dan Kelemahan Pembiayaan kepada BPR dengan Pola Executing”,Makalah pada Workshop/Knowledge Sharing Linkage Program Kepada Pejabat Bank Pembangunan Daerah, diselenggarakan Oleh Tim Arsitektur Perbankan Indonesia, Bank Indonesia, Bali,26-28 Maret 2008,hlm 3
37
sosial dalam upaya meningkatkan budaya kerja, kemampuan manajemen UKM dan penguasaan teknologi.27 Secara kuantitatif, peran perbankan syariah terhadap UKM dapat ditunjukkan melalui seberapa besar dana yang dialokasikan untuk pembiayaan UKM. Berdasarkan data Bank Indonesia (2015), pembiayaan Perbankan Syariah (12 BUS, 22 UUS dan 163 BPRS) pada sektor UKM jika dibandingkan antara tahun 2010 dengan tahun 2015 memang mengalami peningkatan dari Rp 52,570 triliun menjadi Rp 153,968 triliun namun dari sisi porsi (share) dari keseluruhan pembiayaan perbankan syariah selama 1 tahun terakhir justru mengalami penurunan dari 76,35% menjadi 59,71% pada tahun 2014.28 Penyebab cukup besarnya persentase pembiaayaan Bank Syariah terhadap UKM dikarenakan Bank Syariah lebih mengutamakan kelayakan usaha (proyek) daripada nilai agunan, sementara faktor agunan untuk sebagian besar merupakan penghambat UKM dalam akses terhadap perbankan konvesional, bukan karena UKM tidak memiliki aset, melainkan karena aset nya yang dinilai tidak bankable. Meskipun demikian alokasi pembiayaan Perbankan Syariah terkait dengan produk inti dari Bank Syariah yaitu skim pembiayaan musyarakah dan mudharabah masih kecil dibandingkan dengan skim murabahah. Pada tahun 2015, alokasi dana murabahah sebesar 60,05% sedangkan mudharabah dan musyarakah masing-masing hanya 7,40% dan 21,66%. 27 Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Press,2009), hlm 311. 28 Statistik Perbankan Syariah tahun 2010-2015.
38
Hal ini menunjukkan alokasi pada sektor riil masih lebih rendah dibandingkan alokasi untuk skim jual beli yang sebenarnya merupakan alokasi pada sektor konsumsi masyarakat. 4) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan UKM. a) Dana Pihak Ketiga (DPK) Dana ini merupakan simpanan sukarela atau tabungan dari para nasabah. Jumlah dan sumber dana ini sangat luas dan tidak terbatas. Dilihat dari cara pengembaliannya sumber dana ini dapat dibagi menjadi dua, yakni simpanan lancar (tabungan) dan simpanan tidak lancar (deposito). Dana pihak ketiga merupakan sumber dana yang berasal dari masyarakat yang terhimpun melalui produk giro wadiah, tabungan wadiah,tabungan mudharabah dan depositi mudharabah. Dana pihak ketiga yang dimiliki akan disalurkan ke berbagai jenis pembiayaan. Secara teknis yang dimaksud simpanan adalah seluruh dana yang dihasilkan dari produk penghimpunan dana dari masyarakat pada lembaga keuangan syariah, seperti: giro wadiah, tabungan wadiah, tabungan mudharabah, deposito mudharabah. Salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk pembiayaan adalah simpanan, sehingga semakin meningkat sumber dana yang ada maka bank akan dapat menyalurkan pembiayaan semakin meningkat pula.29 Pembiayaan merupakan salah satu aktiva produktif
yang
merupakan lawan dari dana pihak ketiga. Karenanya permintaan dan
29 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP, 2005), hlm 272.
39
penawaran terhadap pembiayaan juga haruslah mempertimbangkan faktor likuiditas dalam penghimpunan dana pihak ketiga karena denga semakin meningkatnya dana pihak ketiga yang dikumpulkan semakin meningkat pula pembiayaan atau penyaluran dana yang akan diberikan bank kepada masyarakat. b) Capital Adequecy Ratio (CAR) Modal merupakan salah satu faktor penting dalam rangka pengembangan usaha bisnis dan menampung resiko kerugian, semakin tinggi CAR maka semakin kuat kemampuan bank tersebut menanggung resiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi( sesuai ketentuan BI 8 %) berarti bank tersebut mampu membiayai operasi bank, keadaan yang meguntungkan bank tersebut akan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas.30 Dengan Keuntungan yang sangat besar itu akan memberikan kontribusi bagi pembiyaan sehinggan pembiayaan semakin meningkat. Dalam menelaah CAR bank syariah, terlebih dahulu harus mempertimbangkan, bahwa aktiva Bank Syariah dapat dibagi atas: 1) Aktiva yang di danai oleh modal sendiri/kewajiban atau hutang ( wadiah atau qard dan sejenisnya). 2) Aktiva yang didanai oleh rekening bagi hasil.
30 Mudrajat Kuncoro,dkk, Manajemen Perbankan: teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: BPFE: 2002), hlm. 573.
40
Rumus CAR:31 CAR= Berdasarkan rumus diats dapat kita simpulakan secara teoritis, bahwa pencapaian sasaran CAR 8% dapat dikelola: a) Pada sisi pembilang, atau b) Pada sisi penyebutnya saja, atau c) Skaligus kedua sisi. Untuk menjelaskan kesimpulan teoritis diatas, apabila kemampuan meningkatkan modal cukup, maka yang dikelola adalah sisi pembilang, yaitu peningkatan aktiva dapat dilakukan sesuai dengan peningkatan modalnya.
Pembanginya
melalui
penurunan.
Sebaliknya
apabila
kemampuan meningkatkan modal kurang atau kecil, maka yang dikelola adalah pembaginya melalui penurunan ATMR atau tetap mempertahankan ATMR yang telah ada.32 c) Financing To Deposit Ratio (FDR) Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah rasio antara besarnya seluruh volume pembiayaan yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber. Pengertian lainnya Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah rasio keuangan perusahaan perbankan yang berhubungan dengan aspek likuiditas.
31 Ratna Sahara dan Nunung Nurul Hidayah, “Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Muamalat Periode 1992-1998 dan 1999-2006”, Penelitian Universitas Al Azhar Indonesia,2007, hlm 6. 32 Herman Darmawi. Manajemen Perbankan, (Jakarta : Bumi Aksara , 2011), hlm. 98.
41
Financing to Deposit Ratio (FDR) menggambarkan kemampuan bank membayar kembali penarikan yang dilakukan nasabah deposan dengan mengandalkan pembiayaan yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendah kemampuan likuiditas bank. Hal ini dikarenakan penyaluran pembiayaan merupakan salah satu tujuan dari penghimpunan dana bank, yang sekaligus memberikan kontribusi pendapatan terbesar bagi bank. Semakin banyak pembiayaan yang disalurkan, maka semakin illiquid suatu bank, karena seluruh dana yang berhasil dihimpun telah disalurkan dalam bentuk pembiayaan, sehingga tidak terdapat kelebihan dana untuk dipinjamkan lagi atau untuk diinvestasikan. Tingginya rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) ini, di satu sisi menunjukkan pendapatan bank yang semakin besar, tetapi menyebabkan suatu
bank
menjadi
tidak
likuid
dan
memberikan
konsekuensi
meningkatnya risiko yang harus ditanggung oleh bank, berupa meningkatnya jumlah Non Performing Financing atau Credit Risk, yang mengakibatkan bank mengalami kesulitan untuk mengembalikan dana yang telah dititipklan oleh nasabah, karena pembiayaan yang disalurkan mengalami kegagalan atau bermasalah. d) Non Performing Financing (NPF) NPF merupakan rasio yang menghitung banyaknya nilai kewajiban atas pembiayaan yang belum dibayar oleh nasabah kepada lembaga keuangan syariah. Atau dengan kata lain NPF adalah persentase
42
pembiayaan bermasalah. Bank Indonesia mengkategorikan NPF dalam beberapa level yaitu pembiayaan kurang lancar, pembiayaan diragukan, dan pembiayaan macet. Banyaknya penyaluran dana yang tidak melakukan pembayaran angsuran akan akan membawa dampak pendapatan yang diikuti aliran masuk (cash basis) sedikit maka pendapatan yang dibagi antara bank syariah dan shahibul maal juga sedikit yang akhirnya membawa dampak kecilnya pendapatan yang diterima oleh pemilik dana( shahibul maal). Begitu sebalikanya, penyaluran dana yang tidak besar namun dilakukan dengan efektif dan efisien, produktif serta kualitas penyaluran dana yang baik akan menyebabkan banyak debitur akan melakukan pembayaran angsuran dan akan berpengaruh terhadap pendapatan yang akan dibagi antara bank syariah dan pemilik dana juga besar yang mengakibatkan pendapatan yang diterimah cukup besar.33 NPF
yang
terus
meningkat
akan
menyebabkan
turunya
profitabilitas serta kepercayaan nasabah kepada Bank Syariah yang pada akhirnya nasabah enggan untuk menaruh dananya dibank syariah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peningkatan pembiayaan bermasalah( Non Performing Finance) akan meyebabkan turunya jumlah pembiayaan yang akan disalurkan. Sebaliknya penurunan non performing finance akan meningkatkan pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syaraiah. Sejalan dengan konsep dan teori diatas penelitian terdahulu. 33 Wiroso, Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah ( Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005), hlm.5.
43
e) Inflasi Inflasi merupakan salah satu masalah dalam perekonomian yang selalu dihadapi setiap negara. Dalam banyak literatur disebutkan bahwa inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga umum secara terus menerus dari suatu perekonomian. Pengertian lain dari inflasi yaitu kenaikan dalam harga barang dan jasa yang terjadi karena permintaan pasar bertambah besar dibandingkan dengan penawaran barang dipasar.34 Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulakan bahwa inflasi merupakan kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus atau dengan kata lain jumlah uang yang beredar lebih banyak dibandingkan dengan jumlah barang dan jasa. Inflasi Memiliki beberapa dampak buruk terhadap individu dan masyarakat, yaitu:35 1) Menurunya tingkat kesejahteraan masyarakat Inflasi menyebabkan daya beli masyarakat menjadi berkurang atau malah semakin rendah, apalagi bagi orang-orang yang berpendapatan tetap. Kenaikan upah tidak secepat kenaikan hargaharga, maka inflasi ini akan menurunkan upah riil setiap individu yang berpendapatan tetap, seperti pegawai negeri sipilataupun karyawan. 2) Memperburuk distribusi pendapatan. 34 Sadono Sukirno, Makro Ekonomi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2002), hlm. 333. 35 Nur Rianto Al Arif, Teori Makro Ekonomi Islam, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 9293.
44
Bagi
masyarakat
yang
berpendapatan
tetap
akan
menghadapi kemerosotan nilai riil dari pendapatanya dan pemilik kekayaan akan mengalami penurunan juga. Akan tetapi kekayaan tetap seperti tanah atau bangunan dapat mempertahankan atau justru menambah nilai riil kekayaan. Dengan demikian inflasi akan menyebabkan pembagian pendapatan diantara golongan yang berpendapatan tetap dengan para pemilik kekayaan tetap akan semakin tidak merata. 3) Terganggunya Stabilitas Ekonomi Inlasi menganggu stabilitas ekonomi dengan merusak perkiraan atas kondisi di masa depan (ekspetasi) para pelaku ekonomi. Sehingga hal ini akan mengacaukan stabilitas dalam perekonomian suatu negara, karena akan memunculkan perilaku spekulasi dari masyarakat. Selain dampak diatas, dampak lainnya dirasakan pula oleh para penabung, oleh kreditur atau debitur, dan oleh produsen. Dampak inflasi bagi para penabung ini menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang yang ditabung semakin rendah.36 Selain itu, menurut para ekonom islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi perekonomian karena menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, teruama fungsi tabungan (nilai simpanan), fungsi dari pembayaran dimuka, dan fungsi dari unit perhitungan. Orang harus melepaskan diri dari uang dan asset keuangan akibat dari beban inflasi tersebut. Inflasi juga mengarahkan investasi pada hal-hal non produktif yaitu penumpukan 36 Nur Rianto Al Arif, Teori Makro Ekonomi Islam, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 107.
45
kekayaan ( hoarding) seperti: tanah, logam mulia, mata uang asing dengan mengorbankan investasi kearah produktif seperti pertanian, industrial, perdagangan, transportasi, dan lainya.37 Untuk mengukur laju kenaikan tingkat harga-harga umum atau inflasi, dapat digunakan rumus umum sebagai berikut:38 It Dimana: It: Tingkat inflasi pada periode (atau tahun) Hut :Harga umum aktual pada periode t Hu t-1 : Harga umum aktual pada periode t-1. B. Tinjauan Pustaka Hayati (2006) dalam penelitiannya mengetahui pengaruh suku bunga kredit bank umum terhadap permintaan kredit usaha kecil di kota manado.39 Pada penelitian ini suku bunga sebagai variabel independen dan Permintaan kredit ukm sebagai
variabel
dependennya.
Hasil
penelitiannya
menunjukan
bahwa
perhitungan koefisien korelaso r² = - 0,8206 atau 82,06% hal ini menunjukan hubungan yang erat dan negatif antara suku bunga kredit bank umum dengan permintaan kredit ukm. Dari hasil analisis regresi sederhana diperoleh Dc = 10,364-1,315i, hal ini berarti apabila suku bunga bank umum naik sebesar 10% maka permintaan kredit ukm akan berkurang sebesar 1,315 (juta ruiah) citeris paribus.
37 Adwarman A. karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.139.
38 Luluk Chorida, “Pengaruh Jumlah Dana Pihak Ketiga, Inflasi, dan Tingkat Margin Terhadap Alokasi Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah”, (Malang:UIN Maulana Malik Ibrahim,2010), hlm 93. 39 Hayati ,“Analisis pengaruh suku bunga kredit bank umum terhadap permintaan kredit usaha kecil di kota manado”, skripsi Universitas Sam Ratulangi Manado,2006.
46
Pram Purnama Alam (2008) penelitiannya menguji Faktor- Faktor yang menyebabkan Peningkatan Non Performing Loan (NPL) dan dampaknya Terhadap penyaluran Kredit di Sektor UMKM (Studi Kasus di Bank BRI)40. Variabel independen yang digunakan dalan penelitian ini adalah NPL, LDR dan SBR. Penelitian ini dilakasanakan dengan menganalisis dua model ekonometrika. Model pertama adalah hubungan antara nilai LDR (Loan to Deposit Ratio), tingkat bunga riil BRI, dan kebijakan BI terhadap NPL. Sedangkan model kedua adalah hubungan antara NPL dan trend terhadap jumlah kredit yang disalurkan BRI di sektor UMKM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari uji statistika model pertama terdapat satu variabel bebas (KBI) yang berpengaruh secara tidak signifikan. Koefisien LDR bertanda negative menunjukkan hubungan antara NPL dan LDR yang berlawanan. Hal ini bearti bahwa semakin tinggi nilai LDR maka nilai NPL akan cenderung turun. Kondisi ini dapat dijelaskan oleh kebijakan perbankan yang justru melakukan peningkatan jumlah pinjaman terhadap dana pihakketiga yang berhasil dihimpun oleh bank koefisien LDR bernilai -0,061 yang bearti kenaikan nilai LDR 1 persen akan menyebabkan penurunan nilai NPL sebesar 0,061 persen. Luh Gede Meydianawathi (2006) dalam penelitiannya mengetahui pengaruh beberapa variabel terhadap penawaran kredit investasi dan modal kerja bank umum secara parsial dan serempak kepada sektor UMKM di Indonesia. Variabel independen yang digunakan ialah DPK, ROA, NPL, CAR sedangkan variabel dependen ialah kredit investasi dan kredit modal kerja. Metode analisis 40 Pram Purnama Alam (2008) , “ Ananlisis Faktor- Faktor yang menyebabkan Peningkatan Non Performing Loan (NPL) dan Dampaknya TerhadapPenyaluran Kredit di Sektor UMKM (Studi Kasus di bank BRI ),Skripsi Institut Pertanian Bogor,2008.
47
yang digunakan adalah ordinary least square, dilanjutkan dengan uji signifikansi secara parsial dan serempak melalui uji t dan uji F. Hasil penelitian pertama, secara serempak variabel-variabel DPK, ROA, CAR, dan NPL berpengaruh nyata dan signifikan terhadap penawaran kredit investasi dan kredit modal kerja bank umum kepada sektor UMKM di Indonesia. Kedua, secara parsial variabel DPK, ROA, dan CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap penawaran kredit investasi dan modal kerja bank umum kepada sektor UMKM di Indonesia. Ketiga, NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penawaran kredit investasi dan modal kerja bank umum kepada sektor ini.41 Cokro Wahyu Sujati (2004) dalam penelitiannya menguji Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alokasi KUK Pada Bank- Bank Umum di Indonesia (Pada tahun 2004- 2007). Variabel yang digunakan ialah variabel independen berupa Jumlah Dana Pihak Ketiga, Inflasi, Suku BungaRiil Pinjaman, sedangkan Variabel dependen berupa Kredit Usaha Kecil.metode Analisis yang digunakan adalah analasisi regresi liniear berganda. Hasil dari penelitian ini, Jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun bank berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen alokasi KUK. Pada tingkat suku bunga deposito ternyata variabel inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume alokasi kredit usaha kecil ( KUK ). Dan Tingkat laju Inflasi di Indonesia ternyata berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume alokasi kredit usaha kecil ( KUK ).42
41 Luh Gede Meydianawathi ,“Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan Kepada Sektor UMKM di Indonesia (2002-2006), Skripsi universitas Udayarna Denpasar Bali,2006. 42 Cokro Wahyu Sujati (2004) ,“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alokasi KUK Pada Bank- Bank Umum di Indonesia (Pada tahun 2004- 2007)”, skripsi UIIS Yogyakarta, 2007.
48
Luluk chorida (2010) penelitiannya mengetahui pengaruh jumlah dana, inflasi, dan margin terhadap pembiayaan UKM (studi pada Bank-bank syariah di indonesia). Variabel penelitiannya ialah Variabel independen berupa Jumlah dana pihak ketiga, inflasi, dan tingkat margin pinjaman dan Variabel dependen berupa Pembiayaan usaha kecil dan menengah (UKM). Metode analisis yang digunakan adalah Analisis kuantitatif deskriptif. Haasil penelitian menunjukan bahwa Secara simultan terdapat pengaruh signifikansi dana pihak ketiga, inflasi, dan tingkat margin terhadap alokasi oembiayaan UKM pada bank-bank syariah di indonesia.Dari ketiga
variabel
independen
(jumlah dana pihak
ketiga,
nflasi,tingkat margin) yang mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen (pembiayaan UKM) adalah alokasi dana pihak ketiga dengan nilai statistik t hitung sebesar 16,619.43 Khodijah hidayatul maula (2008) penelitiannya menguji Pengaruh simpanan (DPK),modal sendiri,marjin keuntungan dan NPF terhadap pembiayaan murabahah pada bank syariah mandiri. Variabel yang digunakan adalah Variabel independen berupaSimpanan (DPK), modal sendiri,marjin keuntungan dan NPF, sedangkan Variabel dependennya berupa pembiayaan murabahah. Metode analisis yang digunakan ialahAnalisi uji linear berganda. Hasil penelitiannya bahwa Variabel simpanan (DPK) berpengaruh negatif terhadap pembiayaan murabahah. Untuk modal sendiri dan marjin keuntungan berpengaruh positif dan signifikan
43 Luluk Chorida, “Pengaruh Jumlah Dana Dihak Ketiga, Inflasi, Dan Tingkat Margin Terhadap Alokasi Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (studi pada bank-bank syariah di indonesia)”, Skripsi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2010.
49
terhadap pembiayaan murabahah. NPF berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap pembiayaan murabahah.44 Hery Hardiyanto (2010) dalam penelitiannya mengetahui pengaruh dana pihak ketiga (DPK) dan non performing financing (NPF) terhadap pembiayaan yang disalurkan serta implikasinya pada return o assets (ROA) di Bank Muamalat Indonesia. Variabel yang digunakan adalah Variabel independen berupa dana pihak ketiga (DPK) dan non performing financing (NPF) , sedangkan variabel dependen berupa pembiayaan. Metode analisis yag digunakan adalah Analisis regresi berganda. Hasil penelitiannya bahwa Varibel dana pihak ketiga (DPK) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pembiayaan yang disalurkan, sedangkan NPF memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap pembiayaan yang disalurkan.45 Alinda Agustina (2012) penelitiannya menguji Pengaruh CAR, ROA, dan NPL terhadap penyaluran kredit UKM di Indonesia. Variabel penelitiannya adalah Variabel independen berupa CAR, ROA, dan NPL, sedangkan variabel dependen berupa penyaluran kredit. Metode analisis yang digunakan Analisis regresi liniear berganda.Hasil penelitiannya menyatakan CAR berpengaruh negatif signifikan
44 Khodijah Hadiyatul maula, “Pengaruh Simpanan (Dana Pihak Ketiga), Modal Sendiri, Marjin Keuntungan dan NPF (Non Performing Financing) Terhadap Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah Mandiri”, Skripsi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008. 45 Hery Hardiyanto, “Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Non Performing Financing (NPF) Terhadap Pembiayaan Yang Disalurkan Serta Implikasinya Pada Return On Assets (ROA) di Bank Muamalat Indonesia”, Skripsi IAIN Syekh Nurjati Cirebon,2010.
50
terhadap penyaluran kredit, ROA berpengaruh positif signifikan terhadap penyaluran kredit, NPL tidak berpengaruh sigifikan terhadap penyaluran kredit.46 Tito Aditya Galih (2011) penelitiannya menguji Pengaruh dana pihak ketiga, capital adequacy ratio, non performing loan, return on assets, dan loan to deposit ratio terhadap jumlah penyaluran kredit pada bank di indonesia. Variabel yang digunakan adalah Variabel independen berupa Dana Pihak Ketiga, CAR, NPL, ROA, dan LDR, sedangkan Variabel dependen berupa Penyaluran kredit. Metode analisis yang digunakan Analisis regresi berganda. Hasil penelitiannya bahwa Dana Pihak Ketiga, ROA, LDR berpengaruh positif signifikan, CAR dan NPL tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah penyaluran kredit.47
46 Alinda Agustina, “Pengaruh CAR, ROA, dan NPL Terhadap Penyaluran Kredit UKM di Indonesia”, Skripsi Universitas Negeri Medan,2012.
47 Tito Aditya Galih, “Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, Return On Assets, dan Loan To Deposit Ratio Terhadap Jumlah Penyaluran Kredit Pada Bank di Indonesia”, Skripsi Universitas Diponegoro Semarang, 2011.
51
Tabel 2.5 Penelitian terdahulu no Peneliti
Judul
1
Analisis
Cokro Wahyu Sujati (2004)
variabel
metode
Faktor- Variabel
Faktor
Analisis
Yang independen:
Mempengaruhi
Jumlah Dana
Alokasi KUK
Pihak
Hasil regresi Variabel
liniear berganda
independen Jumlah dana yang dihimpun
Ketiga,
bank
berpengaruh
Pada Bank- Bank Inflasi, Suku Bunga
positif
Umum di Indonesia Riil Pinjaman.
signifikan terhadap
(Pada tahun 2004- Variabel dependen:
variabel
2007)
alokasi KUK.
Kredit Usaha Kecil
dan
dependen
Pada tingkat suku
52
bunga
deposito
ternyata
variabel
inflasi berpengaruh negatif
dan
signifikan terhadap volume
alokasi
kredit usaha kecil ( KUK ) 2
Hayati (2006)
Analisis pengaruh
Variabel
Analisis regresi
Dari hasil analisis
suku bunga kredit
independen:
sederhana
regresi sederhana
bank umum
suku bunga kredit
terhadap permintaan
diperoleh Dc = 10,364-1,315i, hal
kredit usaha kecil di
Variabel dependen:
ini berarti apabila
kota manado
permintaan kredit
suku bunga bank
53
usaha kecil
umum naik sebesar 10% maka permintaan kredit ukm akan berkurang sebesar 1,315 (juta ruiah)
3
Luh Gede Meydianawathi (2006)
Analisis Perilaku
Variabel
Ordinary Least
hasil penelitian
Penawaran Kredit
independen:
Square
tersebut diperoleh
Perbankan Kepada
DPK,CAR,ROA dan
hasil bahwa DPK
Sektor UMKM di
NPL
berpengaruh nyata
Indonesia (20022006)”
dan positif terhadap Variabel dependen:
penyaluran kredit,
Penawaran kredit
begitu juga terhadap variabel CAR dan
54
ROA. Sedangkan untuk variabel NPL negative dan signifikan terhadap penawaran kredit perbankan kepada sektor UMKM. 4
Pram Purnama Alam (2008)
Ananlisis Faktor-
Variabel
Analisis dua model
Hasil penelitian
Faktor yang
independen:
ekonometrika.
menunjukkan
menyebabkan
NPL, LDR dan SBR
Peningkatan Non
bahwa dari uji statistika model
Performing Loan
Variabel dependen:
pertama terdapat
(NPL) dan
penyaluran Kredit di
satu variabel bebas
dampaknya
Sektor UMKM
(KBI) yang
55
Terhadap
berpengaruh secara
penyaluran Kredit
tidak signifikan.
di Sektor UMKM
Koefisien LDR
(Studi Kasus di
bertanda negative
bank BRI )
menunjukkan hubungan antara NPL dan LDR yang berlawanan. Hal ini bearti bahwa semakin tinggi nilai LDR maka nilai NPL akan cenderung turun. Kondisi ini dapat
56
dijelaskan oleh kebijakan perbankan yang justru melakukan peningkatan jumlah pinjaman terhadap dana pihakketiga yang berhasil dihimpun oleh bank 5
Khodijah hidayatul maula (2008)
Pengaruh simpanan
Variabel
Analisi uji linear
Variabel simpanan
(DPK),modal
independen:
berganda
(DPK) berpengaruh
sendiri,marjin
Simpanan (DPK),
negatif terhadap
keuntungan dan
modal sendiri,marjin
pembiayaan
NPF terhadap
keuntungan dan NPF
murabahah. Untuk
57
pembiayaan
modal sendiri dan
murabahah pada
Variabel dependen:
marjin keuntungan
bank syariah
pembiayaan
berpengaruh positif
mandiri
murabahah
dan signifikan terhadap pembiayaan murabahah. NPF berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap pembiayaan murabahah
6
Luluk chorida (2010)
Pengaruh jumlah
Variabel
Analisis kuantitatif
Secara simultan
dana, inflasi, dan
independen:
deskriptif
terdapat pengaruh
58
margin terhadap
Jumlah dana pihak
signifikansi dana
pembiayaan UKM
ketiga, inflasi, dan
pihak ketiga, inflasi,
(studi pada Bank-
tingkat margin
dan tingkat margin
bank syariah di
pinjaman
terhadap alokasi
indonesia)
oembiayaan UKM Variabel dependen:
pada bank-bank
Pembiayaan usaha
syariah di indonesia.
kecil dan menengah
Dari ketiga variabel
(UKM)
independen (jumlah dana pihak ketiga, inflasi,tingkat margin) yang mempunyai pengaruh terhadap
59
variabel dependen (pembiayaan UKM) adalah alokasi dana pihak ketiga dengan nilai statistik t hitung sebesar 16,619. 7
Hery Hardiyanto (2010)
Analisis pengaruh
Variabel
Analisis regresi
Varibel dana pihak
dana pihak ketiga
independen:
berganda
ketiga (DPK)
(DPK) dan non
dana pihak ketiga
memiliki pengaruh
performing
(DPK) dan non
positif dan
financing (NPF)
performing
signifikan terhadap
terhadap
financing (NPF)
pembiayaan yang
pembiayaan yang
disalurkan,
60
8
Tito Aditya Galih (2011)
disalurkan serta
variabel dependen:
sedangkan NPF
implikasinya pada
pembiayaan
memiliki pengaruh
return o assets
yang negatif dan
(ROA) di Bank
signifikan terhadap
Muamalat
pembiayaan yang
Indonesia.
disalurkan.
Pengaruh
dana Variabel
pihak ketiga, capital independen:
Analisis regresi
Dana Pihak Ketiga,
berganda
ROA,
LDR
adequacy ratio, non Dana Pihak Ketiga,
berpengaruh positif
performing
signifikan, CAR dan
return
on
loan, CAR, NPL, ROA, assets, LDR
NPL
tidak
dan loan to deposit Variabel dependen:
berpengaruh
ratio
signifikan terhadap
jumlah
terhadap Penyaluran kredit penyaluran
jumlah
penyaluran
61
kredit pada bank di
kredit
indonesia 9
Alinda Agustina (2012)
Pengaruh CAR,
Variabel
Analisis regresi
Hasil penelitiannya
ROA, dan NPL
independen:
liniear berganda
menyatakan CAR
terhadap penyaluran
CAR, ROA, dan
berpengaruh negatif
kredit UKM di
NPL
signifikan terhadap
Indonesia.
penyaluran kredit, variabel dependen:
ROA berpengaruh
penyaluran kredit
positif signifikan terhadap penyaluran kredit, NPL tidak berpengaruh sigifikan terhadap penyaluran kredit
62
C. Kerangka Berpikir Berdasarkan pada telaah pustaka dan landasan teori yang telah diuraikan diatas, maka posisi kerangka berpikir dari penelitian ini adalah: Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
DPK (X.1)
CAR (X.2) PEMBIAYAAN UKM OLEH BPRS (Y) FDR (X.3)
NPF (X.4)
error
INFLASI (X.6)
D. Hipotesis Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hipotesis dari penelitian ini adalah : Ha1.1:
DPK berpengaruh secara parsial terhadap penyaluran pembiayaan UKM pada BPRS di Indonesia.
Ha1.2:
CAR berpengaruh secara parsial terhadap penyaluran pembiayaan UKM pada BPRS di Indonesia.
63
Ha1.3:
FDR berpengaruh secara parsial terhadap penyaluran pembiayaan UKM pada BPRS di Indonesia.
Ha1.4:
NPF berpengaruh secara parsial terhadap penyaluran pembiayaan UKM pada BPRS di Indonesia.
Ha1.5:
Inflasi berpengaruh secara parsial terhadap penyaluran pembiayaan UKM pada BPRS di Indonesia.
Ha2 :
DPK, CAR, FDR, NPF,
dan Inflasi berpengaruh secara simultan
terhadap penyaluran pembiayaan UKM pada BPRS di Indonesia.