BAB II
BAB II
1
LANDASAN TEORI
1.1 Sensor/Tranduser Sensor adalah elemen yang menghasilkan suatu sinyal yang tergantung pada
kuantitas yang diukur. Sedangkan tranduser adalah suatu piranti yang mengubah suatu sinyal ke bentuk sinyal lainnya. Jadi sensor merupakan tranduser.
Sensor terbagi beberapa jenis, diantaranya : a. Resistive, capasitive dan inductive sensor.
b. Sensor suhu
c. Sensor tekanan, dsb.
Sensor Berdasarkan Klasifikasi a. Self generating transduser (transduser pembangkit sendiri) Self generating transduser adalah transduser yang hanya memerlukan satu sumber energi. Contoh: piezo electric, termocouple, photovoltatic, termistor, dsb. Ciri transduser ini adalah dihasilkannya suatu energi listrik dari transduser secara langsung. Dalam hal ini transduser berperan sebagai sumber tegangan. b. External power transduser (transduser daya dari luar) External power transduser adalah transduser yang memerlukan sejumlah energi dari luar untuk menghasilkan suatu keluaran. Contoh: RTD (resistance thermal detector), Starin gauge, LVDT (linier variable differential transformer), Potensiometer, NTC, dsb. Sumber: (William D.C, 1993)
JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
5
6
BAB II
Tabel 2.1 menyajikan prinsip kerja serta pemakaian transduser berdasarkan sifat
kelistrikannya.
Tabel 1.1 Kelompok Transduser Parameter listrik transduser dan kelas
Prinsip kerja dan sifat alat Transduser Pasif
Pemakaian alat
Potensiometer
Strain gage
Perubahan nilai tahanan karena posisi
Tekanan,
kontak bergeser
pergeseran/posisi
Perubahan nilai tahanan akibat
Gaya, torsi, posisi
perubahan panjang kawat oleh tekanan dari luar
Transformator selisih
Tegangan selisih dua kumparan
Tekanan, gaya,
(LVDT)
primer akibat pergeseran inti trafo
pergeseran
Gage arus pusar
Perubahan induktansi kumparan
Pergeseran, ketebalan
akibat perubahan jarak plat Transduser Aktif Sel fotoemisif
Emisi elektron akibat radiasi yang
Cahaya dan radiasi
masuk pada permukaan fotemisif Photomultiplier
Termokopel
Emisi elektron sekunder akibat radiasi
Cahaya, radiasi dan relay
yang masuk ke katoda sensitif cahaya
sensitif cahaya
Pembangkitan ggl pada titik sambung
Temperatur, aliran panas,
dua logam yang berbeda akibat
radiasi
dipanasi Generator kumparan
Perputaran sebuah kumparan di dalam
putar
medan magnit yang membangkitkan
(tachogenerator)
tegangan
Piezoelektrik
Pembangkitan ggl bahan kristal piezo
Suara, getaran,
akibat gaya dari luar
percepatan, tekanan
Terbangkitnya tegangan pada sel foto
Cahaya matahari
Sel foto tegangan
Kecepatan, getaran
akibat rangsangan energi dari luar Termometer (RTD)
tahanan Perubahan nilai tahanan kawat akibat Temperatur, panas perubahan temperature
JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
7
BAB II
Tabel Lanjutan 2.1
Hygrometer tahanan
sebuah
strip
konduktif Kelembaban relatif
berubah terhadap kandungan uap air (NTC) Termistor
Tahanan
Mikropon kapasitor
Penurunan nilai tahanan logam akibat Temperatur kenaikan temperature Tekanan
suara
mengubah
nilai Suara, musik,derau
kapasitansi dua buah plat
Pengukuran reluktansi
Reluktansi rangkaian magnetik diubah Tekanan,
pergeseran,
dengan mengubah posisi inti besi getaran, posisi
sebuah kumparan
Sumber: William D.C, (1993)
Beberapa contoh dari sensor suhu yaitu RTD (Resistance Temparature Detector), Thermistor, Termocouple dan IC sensor. Pada Tabel 2.2 diperlihatkan perbandingan keempat sensor tersebut. Tabel 1.2 Perbandingan sensor suhu
JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
8
BAB II
Tabel lanjutan 2.2 Sumber: William D.C, (1993)
1.2 RTD RTD (resistancy-temperature detector) adalah sebuah transduser suhu yang didasarkan pada tahanan logam yang naik dengan kenaikan suhu. Logam yang dipakai adalah bervariasi mulai dari platinum yang mampu dipakai berulang-ulang, sangat sensitif, dan sangat mahal. Serta nikel yang tidak dapat dipakai berulang-ulang, lebih sensitif dan lebih murah. Perhitungan sensitivitas RTD dapat dicatat dari nilai tipical perubahan yang sangat kecil serta linier dalam tahanan dengan suhu. Untuk platinum, nilai ini secara tipical adalah berkisar 0.004/ 0C dan untuk nikel adalah 0.005/0C. Biasanya spesifikasi akan disediakan dalam bentuk informasi kalibrasi dan grafik tahanan versus suhu atau berbentuk tabel harga-harga dari mana sensitivitas dapat ditentukan. Untuk material yang sama tetapi nilainya relativ konstan karena merupakan fungsi dari tahanan. RTD mempunyai tanggapan waktu dari 0.5 sampai 5 datik atau lebih. Lambatnya respon disebabkan lambatnya konduktivitas panas yang membawa perangkat ke keseimbangan panas dengan lingkungannya. Umumya, kontanta waktu ditentukan oleh kondisi lingkungan. Dalam kasus perubahan, ada kontak panas yang respon lambat kurang baik, akhirnya kontak panas yang baik adalah respon cepat. Nilai ini memberikan range dari tanggapan waktu sampai yang diharapkan sesuai dengan aplikasi.
JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
9
BAB II
Sebuah konstruksi RTD, tentunya dengan mudah digambarkan sebagai sebuah
kawat yang resistansinya dimonitor sebagai fungsi suhu. Konstruksi ini serupa dengan gulungan kawat atau potongan kawat untuk mencapai ukuran kecil dan meningkatkan
konduktivitas panas untuk mengurangi tanggapan waktu. Dalam beberapa kasus, gulungan terlindungi dari lingkungan oleh lapisan atau kaleng pelindung yang meningkatkan
tanggapan waktu tetapi memerlukan perlawanan terhadap lingkungan. Dengan perubahan fraksional yang sangat kecil dari resistansi dengan suhu (0.4%), RTD pada umumnya digunakan pada rangkaian jembatan dengan semua kondisi yang dideteksi secara akurat. Baris kompensasi pada kaki R lengan yang sejajar dengan RTD jembatan diperlukan ketika panjang kabel adalah sangat panjang sehingga gradien panas
pada kaki RTD
menyebabkan perubahan pada baris resistansi. Perubahan ini akan
menyebabkan keterlambatan informasi kesalahan, sebagai akibat perubahan resistansi RTD. Dengan menggunakan garis kompensasi, perubahan resistansi yang sama juga muncul pada R yang selengan dengan RTD. Umpan balik dapat terjadi dalam beberapa bentuk, tergantung dari perubahan penyetingan R menuju sumber arus yang menyediakan arus nol sebagaimana pada rangkaian jembatan seimbang. Karena RTD adalah resistansi, maka ada daya terdissipasi I2R oleh peralatan itu sendiri yang menyebabkan sedikit efek panas, atau pemanasan sendiri. Hal ini juga dapat menyebabkan pembacaan yang salah. Jadi, arus yang menuju RTD harus dijaga cukup rendah dan konstan untuk menghindari pemanasan sendiri. Secara mendasar, konstanta dissipasi biasanya disediakan pada spesifikasi RTD. Angka ini berhubungan dengan kebutuhan daya untuk meningkatkan suhu RTD per satu derajat. Jadi, konstanta dissipasi 25mW/0C menunjukkan bahwa jika rugi daya I2R pada RTD sama dengan 25 mW, kemudian RTD akan terpanaskan dengan 10C. Konstanta dissipasi biasanya ditentukan oleh dua kondisi, udara bebas dan “well-stirred oil bath”. Hal ini disebabkan perbedaan dalam kapasitas media untuk membawa panas keluar dari perangkat. Kenaikan suhu pemanasan sendiri dapat ditemukan dari daya dissipasi oleh RTD dan konstanta dissipasi. Sumber : http://www.scribd.com/doc/Alat-Ukur-Temperatur
Dimana dapat di hitung dengan persamaan 2.1. 𝑷
∆𝑻 = 𝑷 --------------------------------------------------------------------------------------- (2.1) 𝑫
JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
10
BAB II
Dimana: ∆T P 𝑃 𝑃𝐷
= kenaikan suhu karena pemanasan sendiri dalam 0C = dissipasi daya pada RTD dalam W = konstanta dissipasi dari RTD dalam W/0C
Sumber : Jacob, J Mechael (1993)
Dengan konstruksi RTD yang dapat di lihat secara garis besar dimana diperlihatkan
sistematis perbagiannya. Maka dapat dilihat pada gambar 2.1. - Kumparan Kawat platina - Inti dari Quarts - Terminal sambungan
-
Kabel keluaran
Gambar 1.1 Konstruksi RTD Sumber: http://www.scribd.com/doc/Alat-Ukur-RTD
RTD memiliki berbagai bentuk, diantaranya bentuk wire, tube dan film, maka dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 1.2 Jenis RTD (a) Wire, (b) Ceramic Tube, (c), Thin Film Sumber: http://www.scribd.com/doc/Alat-Ukur-RTD
JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
11
BAB II
Konstruksi RTD bahan platinum dan konstruksi terpasang pada permukaan logam
dapat dilipat pada gambar 2.3. (a)
(b)
Gambar 1.3 (a) Konstruksi RTD bahan Platina, (b) RTD terpasang pada permukaan Logam Sumber: http://www.scribd.com/doc/Alat-Ukur-RTD
Hubungan antara resistansi dan suhu penghantar logam merupakan perbandingan linear. Resistansi bertambah sebanding dengan perubahan suhu padanya. Besar resistansinya dapat ditentukan berdasarkan persamaan 2.2. ∆𝐑
𝐑 = 𝛂∆𝐓 ---------------------------------------------------------------------------------- (2.2) Keterangan : R
= Resistansi Logam Murni
∆R = Perubahan Resistansi ∆T
= Perubahan Suhu
α
= Koefisien Resistansi terhadap Suhu Besar resistansi pada suhu tertentu dapat diketahui dengan 2.3. R2 = R1 (1+ α∆T) ----------------------------------------------------------------------- (2.3)
R1 = resistansi pada suhu awal R2 = resistansi pada suhu tertentu Sumber : Jacob, J Mechael (1993)
Untuk menghasilkan tegangan keluaran dapat diperoleh dengan mengalirkan arus konstan melalui RTD atau dengan memasangnya pada salah satu lengan jembatan wheatstone. Dapat dilihat pada gambar rangkaian wheatstone dengan RTD pada gambar 2.4.
JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
12
BAB II
Gambar 1.4 Rangkaian Jembatan Wheatstone dengan RTD Sumber : http://www.elektronika-dasar.com/teori-wheatstone
Pada rangkaian jembatan Wheatstone, gambar 2.4 maka di dapatkan persamaan 2.4. RRTD = R3 . (R2/R1)-------------------------------------------------------------------------------- (2.4)
Keterangan : resistansi RTD yang berubah sesuai perubahan suhu RRTD = Nilai
Sumber : Jacob, J Mechael (1993)
Prinsip kerja rangkaian: Bila RTD berada pada suhu kamar maka beda potensial jembatan adalah 0 Volt. Keadaan ini disebut keadaan setimbang. Bila suhu RTD berubah maka resistansinya juga berubah sehingga jembatan tidak dalam kondisi setimbang. Hal ini menyebabkan adanya beda potensial antara titik A dan B. Begitu juga yang berlaku pada keluaran penguat diferensial. Amplifier diferensial (penguat diferensial) menggunakan IC op-amp yang berfungsi untuk menguatkan tegangan keluaran dari rangkaian jembatan menjadi tegangan yang lebih besar. Jika rangkaian jembatan pada posisi setimbang maka pada titik A dan B mempunyai tegangan dan arus yang sama, dimana didapatkan persamaan pada persamaan 2.5. IR2 = IRTD IR1.R1 = IR2.R2
dan dan
IR1 = IR3 IR3.R3 = IRTD.RRTD ------------------------------- (2.5)
Sumber : Jacob, J Mechael (1993)
JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
13
BAB II
Didapatkan karekteristik resistansi terhadap kenaikan suhu sesuai dengan bahan
yang digunakan pada RTD tersebut, maka dapat dilihat pada gambar 2.5 dibawah ini.
Karakteristik RTD
Gambar 1.5 Karakteristik Resistansi vs Kenaikan Suhu Sumber: http://www.scribd.com/doc/Alat-Ukur-RTD
1.3
Linieritas Linieritas adalah kemampuan merespon karakteristik input secara simetris, dapat
dikan y= 𝑚𝑥 + 𝑐, dimana y output, x input, m kemiringan dan c titik potong. Kedekatan kurva kalibrasi dengan sebuah garis lurus adalah kelinieran transduser. Ketidak linieran mungkin disebabkan oleh sifat : bahan yang tidak linier pada komponen, penguat elektronika, histerisis mekanik, aliran kental atau merayap, bagian yang lewat elastis pada bahan mekanik. Linieritas dinyatakan sebagai prosentase penyimpangan dari harga linier, yaitu deviasi maksimum kurva output dari best-fit garis lurus selama kalibrasi. Linieritas absolut berhubungan dengan kesalahan maksimum pada tiap titik pada skala terhadap pengukuran absolut atau garis lurus teoritis. Nilainya diberikan sebagai x % dari skala penuh. Linieritas diklasifikasikan sebagai berikut : "Linieritas kemiringan teoritis" adalah garis lurus yang menghubungkan titik-titik ujung teoritis. Garis ini digambar tanpa harga-harga yang diukur. "Linieritas terminal" (terminal linearity) adalah linieritas kemiringan teoritis dalam hal spesial, yaitu dengan titik-titik ujung teoritis tepat pada output a% dan 100 % dari skala penuh. "Linieritas titik ujung" (end point linearity) adalah sebagai garis Iurus yang menghubungkan titik-titik ujung eksperimental. Sumber: Coughlin, Robert F. & Frederick F. Driscoll (1994)
JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
14
BAB II
Metoda yang digunakan untuk melinierisasikan rangkaian RTD dengan jembatan
wheatstone adalah menggunakan rangkaian parallel, yang dirangkai secara parallel dengan sensor RTD. Hal ini di lakukan untuk menghindari nilai saturasi dari sebuah rangkaian
jembatan. Maka dapat dilihat grafik linieritas pada gambar 2.6 dengan metoda yang berbeda.
(a)
(b)
(c)
Gambar 1.6 (a) Endpoint Linearity, (b) Linieritas Independed (c) Least-squares Linierity Sumber: Coughlin, Robert F. & Frederick F. Driscoll (1994)
1.4 Pengubah Span dan Zero Output suatu tranduser jarang yang sesuai dengan pengkondisi sinyal. Pengubah span dan zero dapat dibuat dengan menggunakan rangkaian penjumlah (inverting summer), seperti tampak pada gambar 2.7 dibawah ini. Harga R f dipilih relatif besar, sehingga perubahan sedikit pada Ri tidak akan membebani sensor, harga (nilai) Ri dapat dihitung, demikian pula nilai Ros dapat dihitung bila V dapat ditentukan. V e
out2
+ - V
e
e
Ros
in
Ri
out1
e
in-1
e
V in-2
Gambar 1.7 Inverting Summer
-(mx+b)
Rf
-
R
+V R
U1 +
eu1 -V
Rcomp
U2 + R/2
Gambar 1.8 Kurva Alih span and Zero Sumber : Jacob, J Mechael (1993)
JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
eu2 +(mx+b)
15
BAB II
Persamaan umum span and zero pada persamaan 2.6 untuk menentukan input dan
outputnya maka akan didapatkan kurva alih seperti pada gambar 2.8.
eout = m.ein + b --------------------------------------------------------------------------- (2.6)
m = span (penguatan)
b = zero (nilai output ketika input = 0)
𝑚=
𝑒𝑜𝑢𝑡2 − 𝑒𝑜𝑢𝑡1 𝑒𝑖𝑛1 − 𝑒𝑖𝑛2
𝑏 =
𝑒𝑜𝑢𝑡1. 𝑒𝑖𝑛2 − 𝑒𝑜𝑢𝑡2. 𝑒𝑖𝑛1 𝑒𝑖𝑛2 − 𝑒𝑖𝑛1
Sumber : Jacob, J Mechael (1993)
Pada rangkaian zero and span akan didapatkan persamaan 2.7 dengan output yang dihasilkan yaitu negaif. Dimana akan dibalikkan kembali sehingga menghasilkan nilai positif pada output kedua dengan persamaan 2.8. Serta untuk menentukan Rcomperator dapat menggunakan persamaan 2.9. 𝒆𝒖𝟏 = −
𝑹𝒇 𝑹𝒊
𝒆𝒖𝟐 = −𝒆𝒖𝟏 = 𝑚=
𝑅𝑓 𝑅𝑖
𝑏=𝑉
𝑹𝒇
. 𝒆𝒊𝒏 − 𝑹𝒇 𝑹𝒊
𝑹𝒐𝒔
𝒆𝒊𝒏 +
. 𝑽 ------------------------------------------------------- (2.7) 𝑹𝒇 𝑹𝒐𝒔
𝑽 = 𝒎. 𝒆𝒊𝒏 + 𝒃 ------------------------------ (2.8)
= 𝑠𝑝𝑎𝑛 𝑅𝑓 𝑅𝑜𝑠
Jika b+ gunakan V+ Jika b- gunakan VRcomp=Rf//Ri//Ros ------------------------------------------------------------------------- (2.9) Sumber : Jacob, J Mechael (1993)
1.5 Penguat Operasional Penguat operasional atau Op-Amp merupakan salah satu modul pengkondisi sinyal dasar yang paling sering digunakan. Op-Amp merupakan rangkaian elektronika yang dirancang dan dikemas secara khusus sehingga menambah komponen luar saja dapat dipakai untuk berbagai keperluan. Penguat operational memiliki dua masukan dan satu keluaran serta memiliki penguatan DC yang tinggi. Untuk dapat bekerja dengan baik penguat operational memerlukan tegangan catu yang simetris yaitu tegangan yang berharga
JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
16
BAB II
positif (+V) dan tegangan yang berharga negative (-V) terhadap pentanahan (gound).
Gambar 2.9 dibawah ini adalah simbol dari penguat operational. Gambar 1.9 Simbol Penguat Op-Amp
Sumber: www.elektronika-dasar.com/operasional-op-amp
Op-Amp adalah IC piranti solid-sate yang mampu mengindera dan memperkuat sinyal masukan, baik arus bolak-balik maupun arus searah, selain itu penguatan Op-Amp
sangat tinggi (10.000 atau lebih), impedansi yang tinggi (umumnya dalam megaohm), impedansi output yang rendah (kurang dari 100Ω), dan sebagainya. Sumber: http://www.scribd.com/doc/Pengenalan-instrumentasi
1.5.1
Inverting Inverting amplifier ini, input dengan outputnya berlawanan polaritas.
Rangkaian inverting amplifier dapat dilihat pada gambar 2.10. Jadi ada tanda minus pada
penguatannya. Penguatan inverting amplifier adalah bisa lebih kecil nilai
besaran dari 1, misalnya -0.2 , -0.5 , -0.7 , dst dan selalu negatif. Dengan persamaan 2.10 : 𝑹𝒇
𝑽𝒐 = − 𝑹𝒊 . 𝑽𝒊 ----------------------------------------------------------------------------- (2.10) Sumber : Jacob, J Mechael (1993)
Gambar 1.10 Rangkaian Inverting Amplifier Sumber: www.elektronika-dasar.com/operasional-op-amp
JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
17
BAB II
1.5.2
Non-Inverting Rangkaian non-inverting ini hampir sama dengan rangkaian inverting hanya
perbedaannya adalah terletak pada tegangan inputnya dari masukan non-inverting.
Seperti pada persamaan 2.11 atau dapat menggunakan persamaan 2.12 yang
sudah disederhanakan :
𝑽𝒐 =
𝑹𝒇+𝑹𝒊 𝑹𝒊
𝑽𝒊 ----------------------------------------------------------------------------- (2.11)
sehingga persamaan menjadi : 𝑽𝒐 =
𝑹𝒇 𝑹𝒊
+ 𝟏 . 𝑽𝒊 ------------------------------------------------------------------------ (2.12)
Sumber : Jacob, J Mechael (1993)
Hasil tegangan output non-inverting ini akan lebih dari satu dan selalu positif.
Rangkaian Non-inverting adalah seperti yang di sajikan pada gambar 2.11.
Gambar 1.11 Rangkaian Non-inverting Amplifier Sumber: www.elektronika-dasar.com/operasional-amplifier-op-amp
1.5.3
Buffer Rangkaian buffer adalah rangkaian yang menghasilkan tegangan outputnya
sama dengan tegangan inputnya. Dalam hal ini seperti rangkaian gambar 2.12 berpenguatan = 1. Fungsi dari rangkaian buffer pada peralatan eloektronika adalah sebagai penyangga, dimana prinsip dasarnya adalah penguatan arus tanpa terjadi penguatan tegangan. Rangkaian buffer yang di buat dari sebuat rangkaian Op-Amp dapat dibuat dengan sederhana karena tidak memerlukan komponen tambahan pada konfigurasi buffer non-inverting. Rangkaian seperti pada gambar berikut
Gambar 1.12 Rangkaian Buffer Sumber: www.elektronika-dasar.com/operasional-amplifier-op-amp
JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
18
BAB II
Dengan menghubungkan jalur input inverting ke jalur output Op-Amp maka
rangkaian buffer pada gambar 2.12 akan memberikan kemampuan mengalirkan arus
secara maksimal sesuai kemampuan maksimal Op-Amp mengalirkan arus output.
Dengan metoda hubung singkat antara jalur input inverting dan jalur output
Op-Amp maka didapatkan seperti berikut :
Vout ≈ Vin Sehingga didapat nilai penguat tegangan output seperti persamaan 2.13, 𝑽𝒐𝒖𝒕 =
𝑽𝒐𝒖𝒕 𝑽𝒊𝒏
= 𝟏 --------------------------------------------------------------------------- (2.13)
Sumber : Jacob, J Mechael (1993)
Dari persamaan 2.13 terlihat bahwa rangkaian Op-Amp tidak memiliki
faktor penguatan atau tidak terjadi penguatan tegangan. Rangkaian buffer disebut juga sebagai rangkaian pengikut (follower), suatu bentuk peningkatan dari penguatan emitor. Sehingga penguatan operasional dengan rangkaian diatas berfungsi sebagai buffer dengan penguatan = 1.
1.6 Konverter 1.6.1 Tegangan ke Arus ( V to I ) Rangkaian sederhana op-amp dapat digunakan sebagai penggerak arus dari sebuah beban yang di Grounded, dengan maksud untuk mengendalikan tegangan sinyal masukan dapat dibuat dalam kondisi mengambang. Umpan balik negatif akan memaksa masukan diferensial op-amp untuk berada pada potensial yang sama dengan menghasilkan tegangan jatuh pada resistor yang sama dengan masukan. Arus yang mengalir melalui resistor kecuali untuk arus prategangan yang kecil, akan mengalir melalui beban sehingga akan terjadi pembebanan yang sangat kecil terhadap sinyal masukan tegangan. Maka dapat di gambarkan kurva alih seperti gambar 2.13, yang menjelaskan bahwa inputan tegangan yang naik akan mendapatkan output arus yang naik juga, serta mendapatkan nilai yang linear.
JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
19
BAB II
Gambar 1.13 Kurva Alih V to I
Sumber : William D.C. (1993)
Untuk mendapatkan nilai output yang linear maka di dapatkan persamaan
2.12, sehingga dapat merancang nilai terendah dan tertingginya.
I = m.e+c ------------------------------------------------------------------------------------- (2.12) m = span (penguatan) c = zero (nilai outputketika input = 0) 𝐼𝐵−𝐼𝐴
m= c=
𝑒𝐵−𝑒𝐴 𝐼𝐴.𝑒𝐵−𝐼𝐴.𝑒𝐴 𝑒𝐵−𝑒𝐴
Sumber : Jacob, J Mechael (1993)
Pada konverten V to I ini memiliki hal yang harus diperhatikan agar tidak terjadi saturasi di antaranya jika R2.R3=R1(R4+Rs), maka didapatkan persamaan 2.14 : IL=
𝑹𝟑
. 𝒆𝟐 −
𝑹𝟏.𝑹𝒔
𝑹𝟑 𝑹𝟏.𝑹𝒔
. 𝒆𝟏 = m.e2 + c --------------------------------------------- (2.14)
𝑅3
𝑚 = 𝑅1.𝑅𝑠 = span 𝑐=−
𝑅3 . 𝑒1 = 𝑧𝑒𝑟𝑜 𝑅1. 𝑅𝑠
Sumber : Jacob, J Mechael (1993)
Gambar 1.14 Rangkaian V to I terhadap grounded Sumber : William D.C. (1993)
JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
20
BAB II
Untuk pengubah Tegangan ke Arus terhadap grounded ini memiliki
beberapa batasan linier. Sehingga tidak menimbulkan saturasi maka didapatkan
persamaan 2.15 dan 2.16:
Vsat - Vϒ> IL.max(RL+Rs) +𝑹𝒔
𝑰𝑳.𝒎𝒂𝒙.𝑹𝑳−𝒆𝟐.𝒎𝒂𝒙 𝑹𝟏+𝑹𝟐
[ 𝑽𝒔𝒂𝒕−𝑽ϒ−𝑰𝑳.𝒎𝒂𝒙𝑹𝒔 . 𝑹𝟏+𝑹𝟐 +𝒆𝟐.𝒎𝒂𝒙𝑹𝑺]
RL<<
[𝑰𝑳.𝐦𝐚𝐱 (𝑹𝒔+𝑹𝟏+𝑹𝟐)]
------------------------------------- (2.15)
------------------------------------------ (2.16)
Catatan :
e2.max = tegangan input yang mengakibatkan arus output (IL) berada pada nilai range maksimumnya (ILmax)
IL.max = sinyal instrumentasi umumnya 20mA
Vϒ = VBasis – Emiter
Jika R1 = R2 = Ri dan R3 = R4 = Rf, maka didapatkan persamaan 2.17: 𝑹𝑳𝒐𝒂𝒅
𝑰𝑳𝒐𝒂𝒅. 𝟏 +
𝑹𝒇
=
𝑹𝒊+𝑹𝒇
𝑹𝒊.𝑹𝒔
+
𝟏 𝑹𝒊+𝑹𝒇
. 𝒆𝟐 −
𝑹𝒇 𝑹𝒊.𝑹𝒔
. 𝒆𝟏 ----------------------- (2.17)
Agar ILoad tidak terlalu terpengaruh oleh perubahan R Load maka diperlukan persyaratan: (Ri + Rf)>> RLoad, sehingga didapat persamaan 2.18: 𝑹𝒇
𝑰𝑳𝒐𝒂𝒅 ≈ m=
𝑹𝒊.𝑹𝒔 𝑅𝑓
𝑅𝑖.𝑅𝑠
𝑅𝑖+𝑅𝑠
Jika (Ri+Rf) >>
m= c=−
𝑹𝒇 𝑹𝒊.𝑹𝒔 𝑅𝑓
𝑅𝑖.𝑅𝑠 𝑅𝑓 𝑅𝑖.𝑅𝑠
. 𝒆𝟐 −
𝑹𝒇 𝑹𝒊.𝑹𝒔
. 𝒆𝟏 = 𝒎. 𝒆𝟐 + 𝒄 ------------------------ (2.18)
= span
. 𝑒1 = zero
𝑅𝑖.𝑅𝑠
𝑰𝑳𝒐𝒂𝒅 ≈
𝟏 𝑹𝒊+𝑹𝒔
1
+
𝑅𝑓
c=−
+
𝑅𝑖 .𝑅𝑠 𝑅𝑓
. 𝒆𝟐 −
maka persamaan yang dipergunakan adalah 2.19: 𝑹𝒇 𝑹𝒊.𝑹𝒔
. 𝒆𝟏 = 𝒊𝒔 = 𝒎. 𝒆𝟐 + 𝒄 ------------------------------- (2.19)
= span . 𝑒1 = zero
Sumber : Jacob, J Mechael (1993)
1.6.2
Arus ke Tegangan ( I to V ) Sebuah op-amp ideal dapat berlaku sebagai konverter arus ke tegangan.
Pada rangkaian penguat ideal akan menjaga dari input pembaliknya agar selalu sama dengan potensial Grounded dan memaksa setiap arus masukan untuk mengalir
JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
21
BAB II
malalui feedback resistance. Impedansi masukan efektif rangkaian, yang di ukur
langsung pada terminal masukan pembalik adalah sama dengan nol. Untuk
pengiriman arus dalam bentuk grounded load, cara pengubahan ke tegangan dengan memasang RL, serta pengaturan Span and Zero di sediakan Ie, U2, dan U3 sebagai buffer serta mengisolaso RL dan Ri. Rangkaiannya dapat dilihat pada gambar 2.15.
Gambar 1.15 Rangkaian I to V (grounded load) Sumber : William D.C. (1993)
Dimana nilai Vout dapat dicari dengan persamaan 2.20, 𝒗𝒐𝒖𝒕 = 𝑚=
𝑹𝑳.𝑹𝒇 𝑹𝒊 𝑅𝐿.𝑅𝑓 𝑅𝑖
𝑏=
. 𝑰𝒊𝒏 +
𝑹𝒇 𝑹𝒐𝒔
. 𝑽 = 𝒎. 𝑰𝒊𝒏 + 𝒃 --------------------------------------- (2.20)
= 𝑠𝑝𝑎𝑛 𝑅𝑓 . 𝑉 = 𝑧𝑒𝑟𝑜 𝑅𝑜𝑠
Sumber : William D.C. (1993)
1.7 Power Supply Power Supply merupakan rangkaian yang penting dalam sistem elektronika. Rangkaian power supply memberikan supply tegangan pada alat pengendali. Terdapat beberapa macam power supply, yaitu power supply tegangan teteap dan power supply tegangan variabel. Power supply tegangan teteap adalah power supply yang tegangan keluarannya tetap dan tidak dapat diatur. Sedangkan power supply tegangan variabel adalah power supply yang tegangan keluarannya dapat diubah atau diatur. Terdapat dua sumber power supply, yaitu sumber AC dan sumber DC. Sumber tegangan AC tegangan berayun sewaktu-waktu pada kutub positif dan sewaktu-waktu pada kutub negatif, sedangkan untuk sumber DC selalu pada kutub positif saja ataupun pada kutub negatif saja. Dari sumber AC dapat disearahkan menjadi sumber DC dengan menggunakan rangkaian penyearah.
JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI POLITEKNIK NEGERI BANDUNG