BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk. 203:588). Sesuai dengan topik dalam tulisan ini digunakan beberapa konsep yaitu konsep prinsip kooperatif dan wacana humor.
2.1.1 Pelanggaran Pelanggaran adalah perbuatan (perkara) melanggar (Alwi,dkk 2003:634). Pelanggaran bisa terjadi karena seseorang melanggar kaidah-kaidah atau aturan yang berlaku, sama halnya dalam pelanggaran prinsip kooperatif dalam wacana humor di internet dapat terjadi karena melanggar prinsip kooperatif dan empat maksim percakapan.
2.1.2 Prinsip Kooperatif Kata prinsip diartikan sebagai asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya) dasar. Kooperatif adalah bersifat kerja sama; bersedia membantu. Jadi prinsip kooperatif adalah kerja sama yang taat dalam asas (Alwi,dkk 2003:896). Dalam kajian pragmatik ada suatu prinsip kerja sama yang harus dipatuhi penutur dan lawan tutur agar proses komunikasi berjalan dengan lancar. Grice mengemukakan bahwa di dalam rangka melaksanakan prinsip kerja sama itu
7
Universitas Sumatera Utara
setiap penutur harus mematuhi empat maksim percakapan (conversational maxim) yaitu : 1. maksim kuantitas (maxim of cuantity) 2. maksim kualitas (maxim of quality) 3. maksim relevansi ( maxim of relevance) 4. maksim pelaksanaan (maxim of manner).
2.1.3 Wacana Humor Wacana adalah kesatuan tutur yang merupakan suatu kesatuan; satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh, seperti novel, buku, artikel, pidato atau kotbah (Alwi,dkk 2003:1265). Wacana merupakan penggunaan bahasa dalam komunikasi baik lisan maupun tulisan (Yule 1996:143). Wacana yang dimaksudkan adalah satu kesatuan semantik dan bukan kesatuan gramatikal. Kesatuannya dilihat dari kesatuan maknanya bukan dari bentuknya (morfem, klausa, kata atau kalimat). Analisis wacana percakapan merupakan suatu kajian pragmatik. Dalam Kamus Linguistik Kridalaksana (2008 :198) disebutkan bahwa pragmatik adalah syarat-syarat yang mengakibatkan serasi tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi. Pragmatik merupakan ilmu yang menyelidiki pertuturan, konteksnya, dan maknanya. Defenisi di atas memberikan gambaran bahwa pragmatik sebagai bidang linguistik, berusaha mengungkapkan kaidah-kaidah yang ada dalam pertuturan, serta hubungan antara tuturan dengan konteksnya. Makna dari sebuah ujaran tidak
8
Universitas Sumatera Utara
hanya diterangkan oleh kata-kata yang mendukung ujaran itu, tetapi juga ditentukan oleh situasi. Humor berasal dari bahasa latin ‘humour’ secara etimologi ‘cairan’ atau ‘kelembaban’. Humor adalah sesuatu yang lucu; keadaan yang menggelikan hati, kejenakaan,kelucuan (Alwi,dkk 2003 : 412). Di dalam sejumlah ensiklopedia, kamus, dan tesaurus pada umumnya terdapat penjelasan tentang istilah yang berkaitan dengan humor, yaitu comedian,comic,wit,dll. Humor itu berupa sesuatu yang lucu dan menggelikan yang dapat membuat orang tersenyum, tertawa, meringis bahkan menangis. Menurut (Wijana 1995 :4) tersenyum dan tertawa merupakan indikator yang paling jelas bagi terjadinya penikmatan humor.
2.1.4 Internet Internet berasal dari kata interconection networkings yang mempunyai arti hubungan komputer dengan berbagai tipe yang membentuk sistem jaringan yang mencakup seluruh dunia (jaringan komputer global) dengan melalui jalur telekomunikasi seperti telepon, radio link, satelit dan lainnya. Pemakai internet dapat berkomunikasi dan berbagi informasi di mana pun mereka berada melalui komunikasi di dunia maya (cyberspace), dengan syarat komputer harus terkoneksi melalui modem yang terhubung dengan saluran telepon (http://tagally.com)
9
Universitas Sumatera Utara
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Implikatur Percakapan Grice (dalam Yule 1996:69) mengatakan, implikatur adalah suatu hal yang sangat penting diperhatikan agar percakapan dapat berlangsung dengan lancar. Percakapan dapat berlangsung berkat adanya kesepakatan bersama. Kesepakatan bersama itu antara lain berupa kontrak tidak tetulis bahwa ihwal yang dibicarakan itu harus saling berhubungan atau berkaitan. Hubungan atau keterikatan itu sendiri tidak terdapat pada masing-masing kalimat secara lepas, maksudnya makna keterikatan itu tidak terungkap secara literal pada kalimat itu sendiri yang disebut dengan implikatur percakapan. Istilah implikatur dipakai untuk menerangkan apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur, yang berbeda dengan apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur Grice (dalam Yule, 1996 :173). Secara umum dapat dikatakan bahwa
semantik berhubungan dengan
makna yang didefinisikan semata-mata sebagai ciri-ciri ungkapan-ungkapan dalam suatu bahasa tertentu, terpisah dari situasi, penutur dan petuturnya dan pragmatik berhubungan dengan makna yang didefinisikan dengan hubungannya dengan penutur atau pemakai bahasa (Leech, 1983:8). Biasanya, kalau kita mengatakan sesuatu, terutama dalam percakapan, apa yang kita katakan mempunyai makna lebih dari makna literal kalimat itu. (Soemarmo 1988:170) memberikan contoh seperti berikut : A : Kamu masih di sini. B : Bis ke Muntilan baru saja lewat.
10
Universitas Sumatera Utara
Jika diamati kedua kalimat percakapan tersebut, makna kalimat A terasa agak aneh. Mengapa A menyatakan sesuatu yang kebenarannya amat terang ? (maksudnya jelas bahwa A melihat B berada di tempat itu, tentu hal ini tidak perlu dipertanyakan). Begitu juga halnya dengan si B menyebutkan tentang bis yang tidak dipertanyakan oleh si A. Dalam hal ini tentu ada kaidah yang memungkinkan kita menentukan makna apa yang ada di balik apa yang diucapkan dalam percakapan itu. Agar pesan (message) dapat sampai dengan baik kepada peserta penutur, komunikasi yang terjadi itu perlu mempertimbangkan kaidah-kaidah yang harus ditaati oleh pembicara agar percakapan dapat berjalan dengan lancar. Kaidahkaidah ini dalam kajian pragmatik, dikenal sebagai prinsip kerja sama.
Grice (dalam Leech 1993:119) mengungkapkan bahwa di dalam prinsip kerja sama, seorang pembicara harus mematuhi empat maksim. Maksim adalah prinsip yang harus ditaati oleh peserta pertuturan dalam berinteraksi, baik secara tekstual maupun interpersonal dalam upaya melancarkan jalannya proses komunikasi. Kaidah percakapan yang dikemukakan oleh Grice sebagai berikut : a. Cooperative principle (prinsip kooperatif). Di dalam percakapan, sumbangkanlah apa yang diperlukan, pada saat terjadinya percakapan itu dengan memegang tujuan dari percakapan itu. b. Empat maxim of conversation ( empat maksim percakapan ) : 1. Maksim kualitas (maxim of quality) ; dalam percakapan, berusahalah menyatakan sesuatu yang benar.
11
Universitas Sumatera Utara
2. Maksim kuantitas (maxim of quantity) ; berilah keterangan secukupnya dan jangan mengatakan sesuatu yang tidak diperlukan. 3. Maksim relevan (maxim of relevance) ; katakanlah hanya apa yang berguna atau relevan. 4. Maksim cara berbicara (maxim of manner) ; jangan mengatakan sesuatu yang tidak jelas, jangan mengatakan sesuatu yang ambigu, berbicaralah dengan singkat dan secara khusus. Salah satu pegangan atau kaidah percakapan ialah bahwa pendengarnya menganggap bahwa pembicaranya mengikuti dasar-dasar atau maksim di atas. Jika terdapat tanda-tanda bahwa satu maksim dilanggar, maka kita harus memutuskan bahwa ada sesuatu di balik apa yang dikatakan. (Yule 1996:70) menyimpulkan bahwa, penuturlah yang menyampaikan makna lewat implikatur, dan pendengarlah yang mengenali makna-makna yang disampaikan lewat infensi itu. Selanjutnya, Mikhail Bakhtin dalam bukunya yang berjudul “The Dialogic Imagination” (Wijana 1985 :30 ) menyatakan wacana humor adalah suatu bentuk representasi yang lebih menonjolkan aspek distorsi dan plesetan makna. Maksudnya adalah,wacana humor merupakan wujud atau bentuk percakapan yang hanya bersifat imajinasi (bukan realita) dan banyak menyiratkan pergeseran dari makna yang sebenarnya untuk menghasilkan sesuatu apa yang dikatakan lelucon. Pelanggaran terhadap maksim percakapan akan menimbulkan kesan yang janggal. Kejanggalan itu dapat terjadi jika informasi yang diberikan berlebihan,
12
Universitas Sumatera Utara
tidak benar, tidak relevan, atau berbelit-belit. Kejanggalan inilah yang biasanya dimanfaatkan di dalam humor.
2.2.2 Pertuturan atau Tindak Bahasa Dalam kamus linguistik (Kridalaksana 2008:191) disebutkan bahwa pertuturan adalah : “(1) perbuatan berbahasa yang dimungkinkan oleh dan diwujudkan sesuai dengan kaidah-kaidah pemakaian unsur-unsur bahasa; (2) Perbuatan menghasilkan bunyi bahasa secara berurutan sehingga menghasilkan ujaran bermakna; (3) Seluruh komponen linguistik dan nonlinguistik yang meliputui suatu perbuatan bahasa yang utuh, yang menyangkut partisipan, bentuk penyampaian amanat, topik, dan konteks amanat itu; (4) Pengujaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara diketahui pendengar.”
Austin (dalam Siregar 19938) berpendapat bahwa mengucapkan sesuatu adalah melakukan sesuatu. Bahasa dapat digunakan untuk membuat sesuatu kejadian. Oleh karena itu, kebanyakan ucapan memiliki daya ilokusi. Austin juga memberikan perbedaan antara perbuatan lokusi, ilokusi, dan perlokusi sebagai berikut : a. Lokusi dari suatu ucapan ialah makna dasar dengan referensi dari ucapan itu. b. Ilokusi dari suatu ucapan ialah daya yang ditimbulkan oleh pemakainya sebagai suatu perintah, ejekan, keluhan, pujian dan sebagainya.
13
Universitas Sumatera Utara
c. Perlokusi dari suatu ucapan adalah hasil dari apa yang diucapkan pada pendengarnya. Untuk memahami tindak lokusi,ilokusi, perlokusi kita ikuti contoh yang dikemukakan (Siregar 1997: 39) : “misalnya ada ujaran, “bajumu cantik sekali” dari sudut lokusi kalimat ini menyatakan ‘penggambaran keadaan baju pendengar dalam keadaan cantik sekali, dipandang dari sudut ilokusinya ucapan itu merupakan pujian bila memang benar
baju pendengar cantik sekali, tetapi bila
sebaliknya (bajunya jelek) maka ucapan itu menjadi ejekan atau pernyataan yang ironis. Perlokusi dari ucapan tersebut membuat pendengarnya gembira( untuk pujian yang mungkin diikuti dengan “ucapan terima kasih”) atau membuat pendengarnya sedih ( untuk ejekan yang mungkin diikuti ucapan “ya begitulah”).
Ucapan-ucapan dalam pertuturan dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Ucapan yang mengandung kata yang menggambarkan daya ilokusinya disebut ucapan atau pertuturan langsung. Pengetahuan untuk menentukan makna disebut kaidah pertuturan. Searle (dalam Ismari 1995: 7) mengklasifikasikan tindak tutur berdasarkan pada maksud penutur ketika berbicara ke dalam 5 kelompok besar, yaitu : a. Representatif : Tindak tutur ini mempunyai fungsi memberi tahu orang-orang mengenai sesuatu. Tindak tutur ini mencakup mempertahankan,,
meminta,
mengatakan,
menyatakan
dan
melaporkan.
14
Universitas Sumatera Utara
b. Komisif : Tindak tutur ini menyatakan bahwa penutur akan melakukan sesuatu misalnya, janji dan ancaman. c. Direktif : Tindak tutur ini berfungsi untuk membuat penutur melakukan sesuatu seperti saran, permintaan, dan perintah. d. Ekspresif : Tindak tutur ini berfungsi mengekspresikan perasaan dan sikap mengenai keadaan hubungan, misalnya permintaan maaf, penyesalan dan ungkapan terimakasih. e. Deklaratif : Tindak tutur ini menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan misalnya ketika kita mengundurkan diri dengan mengatakan ‘Anda dipecat’, atau menikahi seseorang dengan mengatakan ‘Saya bersedia’.
2.2.3 Konteks situasi Konteks situasi merupakan interaksi linguistik dalam suatu ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yakni penutur dan lawan tutur dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu (Chaer dan Leonie, 2004 :47). Suatu konteks harus memenuhi delapan komponen yang diakronimkan sebagai S-P-E-A-K-I-N-G Hymes (dalam Chaer dan Leonie, 2004 : 48). Komponen tersebut adalah : 1. S (setting dan scene), setting berkenaan dengan tempat dan waktu tuturan berlangsung, sedangkan scene adalah situasi tempat dan waktu. 2. P (participant), pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan. 3. E (ends), merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan.
15
Universitas Sumatera Utara
4. A (act squence), mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. 5. K (keys), mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan disampaikan dengan senang hati, serius, mengejek, bergurau. 6. I (instrumentalities), mengacu pada jalur bahasa yang digunakan. 7. N (norm of interaction and interpretation), mengacu pada tingkah laku yang khas dan sikap yang berkaitan dengan peristiwa tutur. 8. G (genre), mengacu pada jenis penyampaian.
2.3 Tinjauan Pustaka Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, maka ada sejumlah sumber yang relevan untuk dikaji dalam penelitian ini, adapun sumber tersebut adalah sebagai berikut : Wijana
(2001)
meneliti
implikatur
dalam
wacana
pojok.
Dia
menyimpulkan tentang fakta bahwa sebuah tuturan khususnya tuturan yang yang diutarakan untuk maksud mengkritik, mengecam, memberikan cara-cara dengan sopan, seperti halnya wacana pojok dikreasikan sedemikian rupa dengan tuturantuturan yang berimplikatur. Dalam hal ini kajian pragmatik harus memberikan kepastian konteks agar semakin sempit atau terbatas kemungkinan implikatur yang dapat ditimbulkan oleh sebuah tuturan. Dewana (2001), dalam skipsinya Pasangan Bersesuaian dalam Wacana Persidangan (Analisis Implikatur Percakapan). Dia menyimpulkan tentang penerapan prinsip kerja sama serta empat maksim percakapan pasangan bersesuaian dalam wacana persidangan dan pola-pola pasangan bersesuaian yang terdapat pada analisis implikatur percakapan dalam wacana persidangan adalah
16
Universitas Sumatera Utara
pola panggilan-jawaban,
pola permintaan pemersilahan-penerimaan,
pola
permintaan informasi-pemberian, pola penawaran-penerimaan, pola penawaranpenolakan. Anina (2006) meneliti tentang implikatur percakapan dalam wacana humor berbahasa indonesia. Dia menyimpulkan bahwa wacana humor berbahasa indonesia memiliki karakteristik wujud lingual implikatur percakapan seperti kalimat deklaratif, interogatif, imperatif selain itu implikasi pragmatis implikatur percakapan dalam wacana humor berbahasa indonesia memiliki fungsi menghibur, menyindir, memerintah dan mengejek. Dari uraian di atas, penelitian terhadap pelanggaran prinsip kooperatif dengan menggunakan teori Grice yaitu prinsip kooperatif dan empat maksim prinsip kerja sama masih sedikit. Oleh karena itu pada kesempatan ini akan diteliti bagaimana pelanggaran-pelanggaran prinsip kooperatif dalam wacana humor di internet dan faktor-faktor yang mempengaruhi pelanggaran prinsip kooperatif dalam wacana humor di internet tersebut.
17
Universitas Sumatera Utara