BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Kata pembelajaran adalah terjemahan dari “instruction”, yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Menurut Gagne (1992) dalam (Sanjaya, 2009:213) menyatakan bahwa “Instruction is a set of event that effect learners in such a way that learning is facilitated” artinya bahwa mengajar (teaching) merupakan bagian dari pembelajaran (instruction), dimana peran guru lebih ditekankan kepada bagaimana merancang atau mengaransemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu. Pembelajaran menurut Dimyati dan Mujiono (1999:297) adalah “Kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan kepada sumber belajar.” Dalam pembelajaran peranan guru bukan semata-mata memberikan informasi melainkan juga mengarahkan dan memberi fasilitas belajar (directing and facilitating the learning) agar proses belajar lebih memadai (Sagala 2003:61). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa dimana lingkungan seseorang dikelola secara sengaja untuk menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, dan tugas gurulah yang mengarahkan dan memberi fasilitas belajar agar proses pembelajaran lebih memadai. Cucu Lisnawati, 2011 Pengaruh Model ARCS … Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
12
UU No 20 Tahun 2003 mengemukakan bahwa pembelajaran adalah “Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan
berfikir
siswa,
serta
dapat
meningkatkan
kemampuan
mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran”. Menurut Sagala (2003:63) bahwa pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu (1) dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mencatat, mendengar, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berfikir. (2) dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri. Sejalan dengan pendapat di atas Sanjaya (2009:219) mengemukakan bahwa “Pembelajaran adalah proses berfikir. Dengan asumsi yang mendasari pembelajaran berfikir adalah bahwa pengetahuan itu tidak datang dari luar, akan tetapi dibentuk atau dikonstruk oleh individu itu sendiri dalam struktur kognitif yang dimilikinya.” Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran diarahkan untuk membangun kemampuan berfikir dan kemampuan menguasai
13
materi pelajaran, dimana pengetahuan itu sumbernya tidak datang dari luar diri siswa, tetapi dikonstruksi dalam diri individu siswa. Pengetahuan tidak diperoleh dengan cara ditransfer dari orang lain tapi dikonstruksi oleh siswa itu sendiri, sehingga siswa mampu mengembangkan intelektualnya. Menurut Reigeluth dan Merill (1983) dalam (Wena 2010 : 3) bahwa terdapat tiga variable dalam pembelajaran yaitu (1) kondisi (conditions) pembelajaran, (2) strategi (methodes) pembelajaran, dan (3) hasil (outcomes) pembelajaran. Menurut Dunkin dan Biddle dalam (Sagala, 2003:63) mengatakan bahwa proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik jika pendidik mempunyai dua kompetensi utama yaitu (1) kompetensi substansi materi pembelajaran atau penguasaan materi pelajaran, dan (2) kompentensi metodologi pembelajaran. Seperti yang dikemukakan oleh Sanjaya (2009 : 147) bahwa metode pembelajaran memegang peranan yang sangat penting. Keberhasilan implementasi strategi pembelajaran sangat tergantung pada cara guru menggunakan metode pembelajaran. Selanjutnya Piaget dalam (Sagala, 2003:65) mengemukakan bahwa proses belajar seseorang mengikuti pola dan tahapan-tahapan yang bersifat hierarkis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya. Ada sembilan langkah yang ditempuh dalam pembelajaran Nine step of Instruction, diantaranya adalah : 1) 2) 3) 4)
Gain attention Inform learners of Objectives Stimulate recall of priorknowledge Present the content
14
5) Provide ‘Learning guidance’ 6) Elicit performance (practice) 7) Provide feedback 8) Asses performance 9) Enhance retention and transfer to the job Gagne dalam (Weyer, 2006 :53) Tahap pertama Gaining attention (menarik perhatian), kegiatan ini merupakan proses guru dalam memberikan stimulus kepada siswa dengan cara meyakinkan siswa bahwa mempelajari materi tersebut penting. Tahap kedua Menjelaskan
tujuan
dari
pembelajaran,
dalam
hal
ini
guru
harus
mengupayakan untuk memberitahu siswa akan tujuan pembelajaran. Sehingga siswa mengetahui tujuan dari materi pembelajaran yang dipelajarinya. Tahap ke tiga, Menstimulasi untuk mengundang kembali prior knowledge yang telah dimiliki, tahap ini guru berupaya merangsang atau mengingat kembali konsep/prinsip yang telah dipelajari siswa, yaitu dengan mengulang materi yang telah dipelajari dengan menggunakan tanya jawab dan memberikan penguatan kepada jawaban yang tepat. Tahap ke empat menyajikan stimulus bisa dilakukan dengan cara guru menyajikan materi pembelajaran secara menarik dan menantang sehingga siswa merasa tertarik untuk mengikuti pembelajaran yang sedang berlangsung. Tahap kelima, Memberikan arahan belajar atau menjelaskan, meluruskan pemahaman
sehingga siswa dapat
terarah dalam pembelajarnnya. Tahap ke enam, dalam hal ini siswa diberi kesempatan untuk mempraktekan pengetahuan yang baru mereka terima melalui tugas mandiri maupun simulasi. Tahap ke tujuh, dalam hal ini guru memberikan feedback atas jawaban yang diberikan, umpan balik yang diberikan harus bersifat positif sehingga dapat menguatkan rasa percaya diri
15
siswa. Tahap ke delapan, kegiatan yang dilakukan guru pada tahap ini adalah melakukan evaluasi hasil belajar siswa yang berfungsi untuk memperoleh informasi tingkat ketercapaian siswa terhadap materi yang telah dipelajarinya. Dan tahap ke sembilan, maksud dari tahap yang terakhir adalah memperkuat retensi dan transfer, dimana dapat dilakukan dengan cara memberikan refleksi, menarik kesimpulan, memberikan pengalaman untuk menerapkan materi yang telah dipelajari siswa dalam bentuk latihan dan tugas (Weyer, 2006 :53).
2. Model ARCS (Attention,Relevance, Confidence, and Satisfaction) Model ARCS merupakan suatu bentuk pendekatan pemecahan masalah untuk merancang aspek motivasi serta lingkungan belajar dalam mendorong dan mempertahankan motivasi siswa untuk belajar, Keller dalam (Humaraon, 2010). Model pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan teori nilai harapan (expectancy value theory) yang mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan dicapai dan harapan (expectancy) agar berhasil mencapai tujuan itu. Dari dua komponen tersebut oleh Keller dikembangkan menjadi empat komponen. Keempat komponen model pembelajaran itu adalah Attention, Relevance, Confidence dan Satisfaction dengan akronim ARCS, Keller dalam (Sopah 1998). Ke empat komponen ARCS Gambar skema 2.1.
tersebut dapat digambarkan dalam
16
Attention
Membangkitkan dan mempertahankan perhatian
Relevance Menciptakan relevansi terhadap pembelajaran
ARCS Confidence Menumbuhkan keyakinan diri pada siswa Satisfaction
Menumbuhkan rasa puas pada siswa terhadap pembelajaran
Gambar 2.1 Model ARCS. Sumber : (Wena, 2010 :36) a. Attention (Membangkitkan dan mempertahankan perhatian siswa selama pembelajaran) Menurut Keller (dalam Sopah, 1998) menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran minat dan perhatian tidak hanya harus dibangkitkan melainkan juga harus dipelihara selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu guru harus memperhatikan berbagai bentuk dan memfokuskan pada minat/perhatian dalam kegiatan pembelajaran. Wena (2010:36) mengungkapkan ada tiga jenis strategi untuk membangkitkan perhatian siswa selama pembelajaran, yaitu. 1) Membangkitkan daya persepsi siswa Membangkitkan daya persepsi dapat merangsang rasa ingin tahu. Guna meningkatkan daya persepsi siswa dan mempertahankan perhatian dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan sesuatu hal yang baru, mengherankan, tidak pantas atau peristiwa-peristiwa pembelajaran yang tidak menentu.
17
2) Menumbuhkan hasrat ingin meneliti Menumbuhkan hasrat menyelidik pada siswa dapat dilakukan dengan jalan merangsang perilaku yang selalu ingin mencari informasi dengan mengajukan pertanyaan atau masalah yang memerlukan
pemecahan oleh
siswa sendiri. Dengan adanya pertanyaan atau masalah yang ditujukan pada siswa, diharapkan perhatian siswa akan lebih terpokus pada proses pembelajaran. Secara operasional guna merangsang perilaku agar tumbuh hasrat ingin mencari informasi atau meneliti dengan mengajukan pertanyaan atau masalah yang memerlukan pemecahan
dapat dilakukan dengan cara
berikut : (1) aktif merespon, yaitu merangsang minat siswa dengan menggunakan
interaksi
pertanyaan
mempersyaratkan berfikir aktif.
respon-umpan
balik,
yang
(2) menciptakan masalah, yaitu memberi
kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah. (3) menciptakan misteri, yaitu menciptakan situasi pemecahan masalah dalam konteks yang membutuhkan eksplorasi dan daya pengungkapan rahasia pengetahuan. 3) Menggunakan elemen pembelajaran secara variatif Mempertahankan perhatian siswa terhadap pembelajaran dilakukan dengan jalan menggunakan elemen atau unsur-unsur pembelajaran yang beraneka
ragam.
Oleh
karena
itu
memvariasikan
elemen-elemen
pembelajaran dianggap salah satu strategi dalam meningkatkan motivasi siswa.
18
b. Relevance (Mengaitkan pembelajaran dengan kebutuhan siswa) Pembelajaran berhubungan dengan kehidupan siswa baik berupa pengalaman sekarang atau yang telah dimiliki maupun yang berhubungan dengan kebutuhan karir sekarang atau yang akan datang Keller (1987). Siswa merasa kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti memiliki nilai, bermanfaat dan berguna bagi kehidupan mereka. Siswa akan terdorong mempelajari sesuatu kalau apa yang akan dipelajari ada relevansinya dengan kehidupan mereka, dan memiliki tujuan yang jelas (Uno, 2010:28) Wena (2010:39) mengungkapkan ada tiga jenis strategi guna meningkatkan relevansi isi pembelajaran dengan kebutuhan siswa, yaitu. 1) Menumbuhkan keakraban dan kebiasaan yang baik Menumbuhkan keakraban pada diri siswa terhadap pembelajaran dapat dilakukan dengan cara menggunakan atau pemakaian bahasa yang konkrit, contoh dan konsep yang berkaitan atau berhubungan dengan pengalaman dan nilai kehidupan siswa. Sejalan dengan Gagne dalam (Wena 2010 : 39) yang mengungkapkan jika dalam kegiatan pembelajaran, isi pembelajaran dikaitkan dengan sesuatu yang telah dikenal atau dipelajari sebelumnya, maka siswa akan termotivasi dalam belajarnya. Dengan strategi yang demikian, siswa akan merasakan relevansi pembelajaran yang dihadapinya dengan pengalaman kehidupannya. Secara operasioanl penggunaan bahasa yang konkret dan penggunaan contoh dan konsep yang berkaitan dengan pengalaman dan nilai kehidupan siswa dapat dilakukan dengan cara berikut : (1) menggunakan bahasa dan
19
gambar yang menarik, yaitu dengan menggunakan ungkapan-ungkapan yang biasa dikenal siswa, dan menggunakan ilustrasi-ilustrasi yang sesuai, (2) menggunakan ilustrasi untuk mengkonkritkan, yaitu dengan menggunakan ilustrasi gambar untuk mengkongkritkan sesuatu konsep yang abstrak atau yang tidak biasa bagi siswa, (3) menggunakan contoh dan konteks yang familiar pada isi pembelajaran dan lingkungan sekitar yang sudah dikenal siswa. 2) Menyajikan isi pembelajaran yang berorientasi pada tujuan Meningkatkan relevansi pembelajaran adalah dengan jalan menyajikan pernyataan atau contoh-contoh yang sesuai dengan tujuan dan kegunaan pembelajaran. Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar erat kaitannya dengan kebermaknaan belajar. Anak akan tertarik untuk belajar sesuatu jika yang dipelajari itu sedikitnya sudah dapat diketahui manfaatnya (Uno, 2010:28). Hakikat
dari
pemberitahuan
tujuan
pembelajaran
adalah
menginformasikan apa yang harus dicapai siswa pada akhir pembelajaran. Dengan demikian, setiap kegiatan pembelajaran selalu dapat diarahkan pada tujuan yang telah ditetapkan. Sudah seharusnya pada awal pembelajaran guru perlu mengatakan dengan jelas apa yang harus dicapai oleh siswa. 3) Menggunakan strategi pembelajaran yang sesuai Menciptakan
relevansi
terhadap
pembelajaran
dilakukan
dengan
menggunakan strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa Guru harus memahami karakteristik siswa, seperti tingkat perkembangan siswa, gaya kognitifnya, kebiasaan belajarnya, dan sebagainya. Dengan diketahuinya
20
hal tersebut guru akan lebih mudah menyesuaikan strategi pembelajaran yang sesuai tersebut, siswa akan merasa senang dalam mengikuti pembelajaran (Keller, 1987) dalam Wena (2010, 2010:41). Pada sisi lain Good dan Brophy dalam (Sopah, 1998) mengungkapkan, strategi pembelajaran bukan saja harus sesuai dengan karakteristik siswa, tetapi juga harus sesuai dengan karakteristik isi pembelajaran. Dengan demikian, siswa tentu akan lebih cepat memahami isi pembelajaran yang disampaikan. c.
Confidence (Menumbuhkan rasa yakin pada diri siswa) Rasa yakin pada siswa yaitu sikap percaya, yakin akan berhasil atau yang
berhubungan dengan harapan untuk berhasil Keller (1987). Sikap percaya diri, yakin akan berhasil ini perlu ditanamkan kepada siswa untuk mendorong mereka agar berusaha dengan maksimal guna mencapai keberhasilan yang optimal. Dengan sikap yakin, penuh percaya diri dan merasa mampu dapat melakukan sesuatu dengan berhasil, siswa terdorong untuk melakukan sesuatu kegiatan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai hasil yang lebih baik dari sebelumnya atau dapat melebihi orang lain Prayitno dalam (Sopah 1998:42). Wena (2010:42) mengungkapkan tiga jenis strategi untuk menumbuhkan keyakinan pada diri siswa, yaitu. 1) Menyajikan prasyarat belajar Guna menumbuhkan keyakinan pada diri siswa dapat dilakukan dengan membantu siswa memperkirakan
atau mengukur kemampuannya untuk
mencapai kesuksesan, dengan jalan menyajikan prasyarat unjuk kerja dan kriteria evaluasi
21
Secara
operasional
membantu
siswa
memperkirakan/mengukur
kemungkinan suksesnya, menyajikan prasyarat unjuk kerja, dan kriteria evaluasi dapat dilakukan dengan cara : (1) merancang secara jelas dan mudah difahami struktur isi dan tujuan pembelajaran, (2) menjelaskan kriteria evaluatif dan memberikan kesempatan untuk latihan dengan umpan balik,(3) menjelaskan prasyarat-prasyarat pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat membantu dalam mengerjakan tugas, (4) menjelaskan pada siswa berapa jumlah item dan berapa waktu yang diperlukan dalam tipe tes. 2) Memberikan kesempatan untuk sukses Menurut Keller (1987) dalam (Wena, 2010:42) bahwa menumbuhkan harapan siswa untuk sukses merupakan salah satu syarat dalam membangkitkan keyakinan pada diri siswa terhadap tugas-tugas pembelajaran. Hal ini dilakukan dengan menyajikan tingkat tantangan yang memungkinkan siswa mendapat pengalaman sukses yang bermakna di bawah kondisi belajar dan unjuk kerja tertentu. Agar siswa merasa yakin tentang apa yang dikerjakannya. Katakan padanya bahwa ia pasti akan sukses melakukannya. Dengan demikian pada diri siswa akan tumbuh harapan untuk sukses. Secara operasional penyajian tingkat tantangan yang memungkinkan siswa mendapat pengalaman sukses yang bermakna di bawah kondisi belajar dan unjuk kerja dapat dilakukan dengan cara berikut : (1) membuat isi pembelajaran dari yang bersifat mudah ke sukar, dan memberikan rencana umpan balik yang teratur, (2) membuat pembelajaran yang sesuai dengan pengetahuan dan
22
keterampilan siswa, guna menjaga tingkat tantangan/ kebosanan yang berlebihan. 3) Memberikan kesempatan melakukan kontrol pribadi Menumbuhkan keyakinan diri pada siswa dilakukan dengan menyajikan umpan balik dan kesempatan untuk mengendalikan atau mengatur kemampuan atribusi internal akan kesuksesannya. Berikan umpan balik atau penguatan yang dapat mendorong usaha dan kemampuan siswa guna mencapai kesuksesan. Secara operasional menyajikan umpan balik dan kesempatan untuk mengendalikan/mengatur kemampuan atribusi internal akan kesuksesannya dapat dilakukan dengan menggunakan kata-kata atau frase yang dapat membantu kemampuan dan usaha untuk melakukan atribusi atas kesuksesan yang telah dilakukannya (Wena, 2010 :45). d.
Satisfaction
(Membangkitkan
rasa
puas
siswa
terhadap
pembelajaran) Satisfaction berhubungan dengan rasa puas atas hasil yang dicapai. Dalam teori belajar satisfaction adalah reinforcement (penguatan). Siswa yang telah berhasil mengerjakan atau mencapai sesuatu merasa bangga/puas atas keberhasilan tersebut. Siswa akan merasa puas dalam belajar manakala memiliki harapan yang jelas untuk masa depannya (Sanjaya, 2009:258). Sebagaimana di ungkapkan oleh Bloom (2010:186) bahwa pemberian harapan kepada siswa dapat menggugah minat dan motivasi belajar asalkan siswa yakin bahwa harapannya dapat terpenuhi.
23
Rasa puas ini juga dapat timbul karena pengaruh dari luar individu, yaitu dari orang lain atau lingkungan yang disebut kebanggaan ekstrinsik (Keller, 1987). Seseorang merasa puas karena apa yang dikerjakan dan dihasilkan mendapat penghargaan baik bersifat verbal maupun nonverbal dari orang lain atau lingkungan. Untuk itu, rasa bangga dan puas perlu ditanamkan dan dijaga dalam diri siswa. Wena (2010:44) mengungkapkan tiga jenis strategi untuk menumbuhkan keyakinan pada diri siswa, yaitu. 1)
Menyajikan latar belajar yang alami Pelaksanaan strategi ini dilakukan dengan menyajikan kesempatan
menggunakan pengetahuan
atau keterampilan yang baru dikuasainya dalam
situasi nyata yang menantang. Dengan demikian siswa akan merasa puas karena mampu menerapkan keterampilan-keterampilan yang baru yang
telah
dipelajarinya. 2) Memberikan penguatan yang positif Menumbuhkan kepuasan dilakukan dengan memberi umpan balik dan penguatan yang akan mempertahankan perilaku yang diinginkan. Menurut Gagne (1985) dalam (Wena, 2010:45) mengungkapkan bahwa umpan balik sebagai fase terakhir dalam proses belajar mengajar merupakan suatu proses penguatan, dan ini sangat penting artinya dalam kehidupan manusia, khususnya dalam kaitan yang berhubungan dalam pembelajaran. Hal ini menunjukan betapa pentingnya arti suatu umpan balik dalam proses pembelajaran guna meningkatkan motivasi belajar siswa.
24
Secara operasional pemberian umpan balik dan penguatan yang akan mempertahankan perilaku yang diinginkan dilakukan dengan cara berikut : (1) menggunakan umpan balik motivasional yang positif atau ganjaran lain atau kesuksesan siswa, sesudah setiap respons yang mereka berikan secara tepat, (2) menghindari pemberian penguatan yang dapat mengurangi motivasi, misalnya memberikan pujian yang berlebihan pada sesuatu yang sederhana, (3) menggunakan ganjaran ekstrinsik atas resposn yang benar dan jangan memberikan ganjaran dengan respon yang salah, (4) menggunakan ganjaran ekstrinsik secara bijak sehingga ganjaran tidak lebih menarik dari pemeelajaran itu sendiri. 3)
Mempertahankan standar pembelajaran secara wajar Hal ini dilakukan dengan jalan mempertahankan standar dan konsekuensi
secara konsisten pada setiap penyelesaian tugas pembelajaran. Dengan demikian, siswa akan merasa puas dan terus termotivasi dalam setiap melakukan atau menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran. Hal ini disebabkan setiap tugas pembelajaran yang dihadapi, sesuai dengan kemampuannya sehingga siswa tidak merasa kesulitan dalam menyelesaikannya (Wena, 2010:44).
25
e.
Langkah – Langkah Model Pembelajaran ARCS Adapun langkah –langkah yang digunakan dalam model pembelajaran
ARCS adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Langkah-langkah model pembelajaran ARCS Peristiwa pembelajarn ARCS
Kegiatan Guru
1) Menimbulkan dan - Guru menarik perhatian siswa dengan cara Memusatkan perhatian siswa mengulang kembali pelajaran atau materi yang (A) telah dipelajari siswa dan mengaitkan materi tersebut dengan materi pelajaran yang akan disajikan. Dengan menggunakan tanya jawab dan memberikan penguatan pada jawaban yang tepat - Guru bercerita tentang pentingnya materi yang akan dipelajari. Dengan cara ini siswa akan merasa tertarik serta termotivasi untuk memperoleh pengetahuan yang baru yaitu materi pelajaran yang akan disajikan. 2) Menyampaikan tujuan dan manfaat pembelajaran (R)
Guru mendeskripsikan tujuan dan manfaat pembelajaran , serta dapat mengetahui hubungan atau keterkaitan antara materi pembelajaran yang disajikan dengan pengalaman belajar siswa tersebut.
3) Menyampaikan materi Pelajaran (R
Guru menyampaikan materi pembelajaran secara jelas dan terperinci. Penyampaian materi ini dilakukan dengan cara yang dapat menarik sehingga dapat menumbuhkan atau menjaga perhatian siswa. Guru dapat menyampaikan materi pelajaran melalui proses interaktif, seperti menggunakan pendekatan problem solving, belajar kooperatif atau diskusi kelas dan lain sebagainya.
4) Menggunakan Contoh- Guru memberikan contoh-contoh yang nyata serta contoh yang konkrit (A dan ada hubungannya dengan kehidupan sehari-hari R) siswa sehingga siswa merasa tertarik untuk mengikuti pembelajaran. 5) Memberi Bimbingan Belajar Guru memotivasi dan mengarahkan siswa agar (R) lebih mudah dalam memahami materi pembelajaran yang disajikan. Bimbingan yang diberikan bukan memberikan jawaban kepada siswa tetapi bantuan yang
26
diberikan melalui pertanyaan-pertanyaan yang terarah agar siswa dapat menemukan jawabannya sendiri 6) Memberi kesempatan kepada Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk siswa untuk berpartisipasi bertanya, menanggapi, ataupun mengerjakan soal dalam pembelajaran (C dan mengenai materi pelajaran. S) 7) Memberi Umpan balik (S)
Guru memberikan suatu umpan balik yang tentunya dapat merangsang pola berfikir siswa. Setelah umpan balik ini siswa secara aktif feedback dari guru tersebut. Umpan balik positif dapat menguatkan rasa percaya diri siswa karena menghasilkan pemikiran yang benar
8) Menyimpulkan setiap materi Pada langkah ini, guru menyimpulkan materi yang telah disampaikan di pembelajaran yang baru saja disajikan dengan jelas akhir pembelajaran (S) dan terperinci. Langkah ini dapat dilakukan dengan bebagai macam cara diantaranya memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk membuat kesimpulan tentang materi yang baru mereka pelajari dengan menggunakan bahasa mereka sendiri. Secara tidak langsung langkah ini dapat menciptakan rasa puas dalam diri siswa. Serta memberikan pengalaman untuk menerapkan materi yang dipelajari dalam bentuk latihan dan tugastugas.
Sumber ( Hamoraon,2010:7) 3.
Metode Pemecahan Masalah Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan
kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi baru. Pemecahan masalah tidak sekadar bentuk kemampuan menerapkan aturan-aturan yang telah dikuasai melalui kegiatan belajar terdahulu, melainkan lebih dari itu, merupakan proses untuk mendapatkan seperangkat aturan pada tingkat yang lebih tinggi. Apabila seseorang telah mendapatkan suatu kombinasi seperangkat aturan yang terbukti dapat dioperasikan sesuai dengan situasi yang
27
sedang dihadapi maka ia tidak saja dapat memecahkan suatu masalah, melainkan juga telah berhasil menemukan sesuatu yang baru. Sesuatu yang dimaksud adalah seperangkat prosedur atau strategi yang memungkinkan seseorang dapat meningkatkan kemandirian dalam berfikir. Gagne (1985) dalam (Wena, 2010 :52) Duch
dalam
(Al
Muchtar,
2007:187)
mengemukakan
bahwa
pembelajaran berbasis masalah pada dasarnya adalah metode instruksional yang memiliki ciri utama yaitu menjadikan masalah-masalah aktual dan atau nyata sebagai konteks untuk peserta didik belajar agar peserta didik dapat mengembangkan
kemampuan
memecahkan
masalah,
dan
memperoleh
pengetahuan yang mendalam. Pemecahan masalah merupakan tipe pembelajaran yang kompleks, karena di dalamnya terkait tipe-tipe belajar yang lain terutama aturan-aturan yang ada disertai proses analisis dan penyimpulan. Pada pembelajaran ini siswa belajar memecahkan masalah untuk mendapatkan pemahaman sendiri, sehingga siswa belajar melalui pengalamannya (Sagala, 2007). Pengalaman belajar dengan metode pemecahan masalah membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikirnya. Pemecahan masalah sebagai sebuah pendekatan belajar melibatkan lingkungan belajar dimana masalah adalah kunci untuk menuju proses belajar, yaitu selama peserta didik belajar sejumlah pengetahuan, terlebih dahulu mereka diberikan masalah. Duch dalam (Al-Muchtar : 2007). Duch juga menjelaskan
28
bahwa belajar berbasis masalah sebagai metode instruksional menantang peserta didik untuk belajar bagaimana belajar (Learn how to learn). John Dewey dalam Sanjaya (2009 : 217) mengemukakan tahap-tahap strategi operasional dalam pemecahan masalah sebagai berikut. a.
Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.
b.
Menganalisis masalah , yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang
c.
Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
d.
Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
e.
Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
f.
Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan Sejalan dengan pendapat di atas, Sudjana (2005 : 86 ) menjelaskan
tentang metode problem solving untuk tujuan proses pembelajaran harus menempuh langkah-langkah sebagai berikut. a. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan, masalah tersebut harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.
29
b. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut, misalnya dengan membaca buku-buku, meneliti, bertanya, berdiskusi dan lain-lain. c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dengan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua diatas. d. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut, dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban ini tentu saja diperlukan metode-metode lainnya seperti demonstrasi, tugas, diskusi dan lain-lain. e. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada simpulan akhir tentang jawaban dari masalah tadi. 4.
Motivasi Belajar Istilah motivasi menunjuk kepada semua gejala yang terkandung dalam
stimulasi tindakan kearah tujuan tertentu dimana sebelumnya tidak ada gerakan kearah tujuan tersebut (Hamalik, 2009 : 173). Selanjutnya Oemar hamalik mengemukakan bahwa “sebagai suatu masalah didalam kelas, motivasi adalah proses membangkitkan mempertahankan, dan mengontrol minat-minat”. Menurut Uno (2010 : 5) bahwa “motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan. Kekuatan kekuatan ini pada dasarnya dirangsang oleh adanya berbagai macam kebutuhan, seperti (1) keinginan yang hendak dipenuhinya; (2) tingkah laku;(3) tujuan;(4) umpan balik. Proses motivasi ini disebut sebagai motivasi dasar ( basic motivation
30
process)”. Hal ini sebagaimana teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow, sebagai tokoh motivasi Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan manusia secara hierarkis semuanya laten dalam diri manusia. Kebutuhan tersebut mencakup kebutuhan fisiolgis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan dihargai dan di hormati dan kebutuhan aktualisasi diri. Teori ini dikenal dengan teori kebutuhan dasar (Uno 2010: 7). Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan dorongan yang timbul oleh adanya rangsangan – rangsangan dari dalam maupun dari luar sehingga seseorang berkeinginan untuk mengadakan perubahan tingkah laku/ aktivitas tertentu lebih baik dari keadaan sebelumnya. Graham & Golan, (1991) dalam Kusumah (2010 :2) menyatakan bahwa : “Motivasi penting dalam menetukan seberapa banyak siswa akan belajar dari suatu kegiatan pembelajaran atau seberapa banyak menyerap informasi yang disajikan kepada mereka. Siswa yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih baik”. “Motivasi belajar siswa merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan belajarnya. Kadar motivasi ini banyak ditentukan oleh kadar kebermaknaan bahan pelajaran dan kegiatan pembelajaranyang dimiliki oleh sisya yang bersangkutan ”(Djamarah S.B, dkk, 1995:70). Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah proses internal yang merupakan salah satu faktor utama yang menentukan
31
tingkat keberhasilan belajar siswa. Ada dua macam yaitu motivasi yang datang dari dalam diri anak, disebut motivasi intrinsik, dan motivasi yang diakibatkan dari luar, disebut motivasi ekstrinsik ” Hamalik (2009 :173). Pentingnya peranan motivasi dalam proses pembelajaran perlu dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik diakibatkan faktor dari dalam maupun luar siswa, untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi / memuaskan suatu kebutuhan. Dalam konteks pembelajaran maka kebutuhan tersebut berhubungan dengan kebutuhan untuk pelajaran. Keller (1987) dalam (Wena , 2010:24) mendefinisikan motivasi sebagai “intensitas dan arah suatu perilaku serta berkaitan dengan pilihan yang dibuat seseorang untuk mengerjakan atau menghindari suatu tugas serta menunjukan tingkat usaha yang dilakukannya”. Menginggat usaha merupakan indikator langsung dari motivasi belajar maka secara operasional motivasi belajar ditentukan oleh indikator-indikator sebagai berikut : a. tingkat perhatian siswa terhadap pembelajaran b. tingkat relevansi pembelajaran dengan kebutuhan siswa c. tingkat keyakinan siswa terhadap kemampuannya dalam mengerjakan tugas-tugas pembelajaran. d. tingkat kepuasan siswa terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara
32
potensial terjadi sebagai hasil dari praktek atau pengetahuan (reinforced practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan kegiatan belajar di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. (Sadirman, 2004:75). Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Hal itu mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar Uno (2010:31). Kemudian Uno mengklasifikasikan indikator motivasi belajar sebagai berikut: a. adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil b. adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar c. adanya harapan dan cita-cita masa depan d. adanya penghargaan dalam belajar e. adanya kegiatan yang menarik dalam belajarAdanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan siswa dapat belajar dengan baik. Oleh karena itu dalam hubungannya dengan kegiatan belajar, yang penting bagaimana
menciptakan
kondisi
atau
suatu
proses
pembelajaran
yang
mengarahkan siswa itu untuk melakukan aktivitas belajar. Dalam hal ini sudah barang tentu peran guru sangat penting. Bagaimana guru melakukan usaha-usaha
33
untuk dapat menumbuhkan dan memberikan motivasi agar anak didiknya melakukan aktivitas dengan baik, dengan demikian maka siswa akan memperoleh hasil belajar yang baik pula. Motivasi pada dasarnya dapat membantu dalam memahami dan menjelaskan perilaku individu, termasuk perilkau individu yang sedang belajar. Ada beberapa peranan penting dari motivasi dalam belajar dan pembelajaran antara lain dalam (1) menentukan hal-hal yang dapat dijadikan penguat belajar, (2) memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai, (3)menentukan ragam kendali terhadap rangsangan belajar, (4) menentukan ketekunan belajar. (Uno , 2010:23). Fungsi motivasi menurut Hamalik (2009:176) adalah sebagai berikut : a. mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan tanpa motivasi tidak akan timbul perbuatan seperti belajar b. sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan kepada pencapaian tujuan yang diinginkan c. sebagai penggerak, ia berfungsi sebagai mesin bagi mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan. 5.
Hasil Belajar Menurut Gagne (1985) dalam Uno (2010 : 17) mengemukakan bahwa
“hasil belajar merupakan pengalaman-pengalaman belajar yang diperoleh siswa dalam bentuk kemampuan-kemampuan tertentu”. Hasil belajar dibagi menjadi tiga macam
yaitu: (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan
pengertian, (c) sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi
34
dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah, (Sudjana, 2009:22). Selanjutnya Sudjana mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil belajar yaitu. 1. Faktor Internal (dari dalam individu yang belajar). Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain yaitu : motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya. 2. Faktor Eksternal (dari luar individu yang belajar). Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap. Hasil belajar siswa menandakan mutu pendidikan yang telah diperolehnya, dengan indikator mutu hasil belajar siswa, yang merupakan gambaran dari tingkat ketercapaian tujuan dan penguasaan siswa atas isi dari apa yang dipelajari. Oleh karena itu hasil belajar yang berkualitas bukan sekedar ketercapaian menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan target kurikulum, tetapi dapat diukur dari perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang terjadi pada siswa (Tarmidzi, 2008:2). Hasil belajar merupakan prestasi belajar peserta didik secara keseluruhan yang menjadi indikator kompetensi dan derajat perubahan perilaku. Menurut Bloom (2010:167) jenis hasil belajar adalah.
35
1)
Ranah kognitif, jenis hasil belajar adalah ingatan, pemecahan, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
2)
Ranah afektif, jenis hasil belajar adalah penerimaan, sambutan, penghargaan
(apresiasi),
pendalaman
(internalisasi),
penghayatan
(karakterisasi) 3)
Ranah psikomotorik , jenis hasil belajarnya adalah keterampilan bergerak, atau bertindak, keterampilan ekspresi verbal dan non verbal.
6.
Pembelajaran IPS Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang
diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB, bahkan sampai pada jenjang SMK. Fokus kajian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab, berpartisipasi, serta warga dunia yang cinta damai (Depdiknas , 2008). Ilmu Pengetahuan sosial (Sosial studies) menurut NCSS, Tahun 1992 adalah sebagai berikut : “Sosial studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Whitin the social program, social studies provide coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archeology, economic, geografhy, history, law, philosophy, political science, psychology, religion and sociology, as well as appropriate content from the humanities. Mathemathic and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world (NCSS, 1992)
36
Tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan sosial berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi dimasyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi dan melatih keterampilan untuk mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa diri sendiri atau masyarakat. Depdiknas dalam (Maryani, 2011:12) Tujuan Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. a.
Memahami konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya
b.
Berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial
c. Berkomitmen terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan d. Berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global. Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat (Sofyan Sauri:2009). Gross (1978) dalam Al-Muchtar ( 2004 :12) menyebutkan tujuan IPS untuk “ to prepare student to be well-functioning citizens in democratic society”.
37
Konsekuensinya para pelajar harus dilibatkan dalam lingkungan kehidupan sekolah dan masyarakatnya. Tujuan lain yang mencerminkan pendekatan rasionalitas dalam pembelajaran IPS antara lain mengembangkan kemampuan menggunakan penalaran dan pengambilan keputusan setiap persoalan yang dihadapinya. B. Penelitian Terdahulu Penelitian Wena (1997) tentang strategi pengelolaan motivasional ARCS dalam meningkatkan Motivasi belajar siswa menyimpulkan bahwa strategi pengelolaan motivasional ARCS lebih unggul dibandingkan dengan strategi pengelolaan motivasional konvensional. Hasil penelitian Syifa (2010) yaitu melalui penerapan Startegi pembelajaran Attention, Relevance, Confidence and Satisfaction (ARCS) memberikan pengaruh yang positif terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi. Melalui strategi ini siswa merasa senang dalam mengikuti kegiatan pembelajaran serta motivasi belajar siswa dapat terjaga selama kegiatan pembelajaran berlangsung dan sehingga dapat tercapai tujuan pembelajaran dan hasil belajar siswa. Hasil peneltian Asep Dikidik (2007) menunjukan bahwa setelah menerapkan model pembelajaran ARCS dapat menumbuhkan kepercayaan diri siswa serta meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, guru mampu menggali potensi-potensi yang dimiliki peserta didik seperti keterampilan mengemukakan pendapat/berkomunikasi, mengolah informasi, berfikir logis dan sistematis dan mampu menarik kesimpulan.
38
Hasil penelitian Sa’adah (2010) mengenai pembelajaran model ARIAS yang merupakan modifikasi dari Model pembelajaran ARCS. Berdasarkan analisis pada keseluruhan tahap penelitian menunjukan bahwa hasil belajar siswa dan peningkatan hasil belajar siswa pada siswa yang menggunakan ARIAS lebih baik di bandingkan dengan metode Konvensional. Hasil penelitian Sopah (1998) bahwa model pembelajaran ARIAS dikembangkan sebagai salah satu alternatif yang dapat digunakan oleh guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik. Model pembelajaran ARIAS merupakan model yang dikembangkan berdasarkann modifikasi dari Model ARCS yang berisi Assurance, Relevance, Interest, Assesment dan Satisfaction. hasil penelitian dilapangan menunjukan bahwa model pembelajaran ARIAS memberi pengaruh yang positif terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian tersebut model ini dapat digunakan oleh guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam usaha meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa. C. Kerangka Pemikiran Motivasi sangat penting dalam belajar karena motivasi dapat mendorong siswa mempersepsi informasi dalam bahan ajar. Sebagus apa pun rancangan bahan ajar, jika siswa tidak termotivasi maka tidak akan terjadi peristiwa belajar karena siswa tidak akan mempersepsi informasi dalam bahan ajar tersebut Keberhasilan belajar siswa dapat ditentukan oleh motivasi yang dimilikinya.
“Siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi cenderung
prestasinya pun akan tinggi pula, sebaliknya siswa yang motivasinya rendah akan
39
rendah pula prestasinya belajarnya” (Sanjaya 2009: 249). Tinggi rendahnya motivasi dapat menentukan tinggi rendahnya usaha atau semangat seseorang untuk beraktivitas, dan tentu saja tinggi rendahnya semangat akan menentukan hasil belajar yang diperoleh. Motivasi adalah aspek yang sangat penting untuk membelajarkan siswa. Tanpa adanya motivasi tidak mungkin siswa memiliki kemauan untuk belajar. Oleh karena itu, membangkitkan motivasi merupakan salah satu peran dan tugas guru dalam setiap proses pembelajaran. Berbagai alternatif jawaban atau solusi pemecahan untuk menghindari pembelajaran IPS yang tidak efektif, dan mampu meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa secara menyeluruh adalah dengan melakukan konstruksi penerapan model pembelajaran. Penerapan model pembelajaran yang mampu melibatkan siswa serta memotivasi siswa pembelajaran
dalam belajar baik secara fisik maupun mental adalah
dengan
model
ARCS
(Attention,Relevance,Confidence,
Satisfaction). 1.
Attention (perhatian) yaitu minat dan perhatian tidak hanya harus dibangkitkan melainkan juga harus dipelihara selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu guru harus memperhatikan berbagai bentuk dan memfokuskan pada minat/perhatian dalam kegiatan pembelajaran
2.
Relevance (Relevansi) siswa merasa kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti memiliki nilai, bermanfaat dan berguna bagi kehidupan mereka. Siswa akan terdorong mempelajari sesuatu kalau apa yang akan dipelajari ada relevansinya dengan kehidupan mereka, dan memiliki tujuan yang jelas.
40
3.
Confidence (percaya diri) sikap percaya diri, yakin akan berhasil ini perlu ditanamkan kepada siswa untuk mendorong mereka agar berusaha dengan maksimal guna mencapai keberhasilan yang optimal. Dengan sikap yakin, penuh percaya diri dan merasa mampu dapat melakukan sesuatu dengan berhasil, siswa terdorong untuk melakukan sesuatu kegiatan dengan sebaikbaiknya sehingga dapat mencapai hasil belajar yang lebih baik dari sebelumnya.
4.
Satisfaction (rasa puas) siswa yang telah berhasil mengerjakan atau mencapai sesuatu merasa bangga/puas atas keberhasilan tersebut. Keberhasilan dan kebanggaan itu menjadi penguat bagi siswa tersebut untuk mencapai keberhasilan berikutnya Gagne dan Driscoll (1988) dalam (Wena ,2010). Metode dalam penyampaian materi pembelajaran yang dianggap relevan
dengan model ARCS ini adalah melalui metode pemecahan masalah. Hal ini karena sejak dini siswa perlu belajar memecahkan masalah sesuai dengan tingkat berpikirnya. Untuk memecahkan masalah memang dituntut kemampuan untuk berpikir rasional, berpikir kreatif, berpikir alternatif, berpikir sistem, berpikir lateral dan sebagainya. Oleh karena itu, pola berpikir tersebut perlu dikembangkan di sekolah dan kemudian diaplikasikan dalam bentuk pemecahan masalah. Penggunaan model ARCS melalui metode pemecahan masalah ini diharapkan dapat mengembangkan aktivitas belajar siswa, menggunakan sumber bahan ajar yang luas dan beragam, mengembangkan seluruh potensi siswa, mengembangkan keterampilan intelektual, peduli terhadap realitas kehidupan masyarakat, dan berorientasi pada tindakan. Semua tujuan dan harapan berkaitan
41
erat dengan keinginan adanya perkembangan yang seimbang antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan adanya motivasi yang kuat dalam diri siswa maka harapannya siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, siswa biasa berfikir kritis, analitik, menarik kesimpulan dan
mampu
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Berikut digambarkan melalui bagan kerangka pemikiran.
-
-
-
Input : Kurang memiliki perhatian Kesulitan dalam merespon materi pelajaran Kurang percaya diri Jenuh dan bosan Kurang termotivasi untuk belajar Hasil belajar rendah
Proses : Penggunaan model ARCS melalui metode Pemecahan masalah
-
-
-
-
Out come : Peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa
Gambar Bagan 2.2 Kerangka Pemikiran
Out put : memiliki perhatian merasakan adanya relevansi memiliki rasa percaya diri dalam belajar merasa puas terhadap hasil belajar potensi belajar siswa lebih berkembang
42
D. Hipotesis penelitian Hipotesis adalah pernyataan sementara yang merupakan dugaan mengenai apa saja yang sedang kita amati dalam usaha untuk memahaminya ,adapun yang menjadi hoptesis dalam penelitian ini adalah : 1.
Terdapat perbedaan motivasi dan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah perlakuan di kelas yang mendapatkan perlakuan Model ARCS melalui Metode Pemecahan Masalah.
2.
Terdapat perbedaan motivasi dan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah perlakuan pada kelas yang tidak mendapatkan perlakuan model ARCS melalui metode pemecahan masalah.
3.
Terdapat perbedaan motivasi dan hasil belajar siswa sesudah perlakuan dimana kelas yang mendapat perlakuan model ARCS melalui metode pemecahan masalah lebih besar peningkatannya dibanding dengan kelas yang tidak mendapat perlakuan.