BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia model berarti pola, contoh, acuan, ragam dari sesuatu yang akan dibuat atau hasilkan. 1 Sedangkan pembelajaran adalah terjemahan dari ”instruction”, yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini menempatkan anak sebagai pusat dari kegiatan. 2 Dengan kata lain, model pembelajaran adalah suatu acuan atau rencana yang digunakan dalam proses belajar mengajar yang melibatkan anak secara aktif. Sara Little mengatakan bahwa mengajar bagi seorang pengajar adalah juga berarti merancang sebuah rencana mengajar yang memungkinkan naradidik secara bertahap tertarik pada pokok bahasan lalu mendorong dirinya untuk memahami dan merelasikan arti yang ia temukan ke dalam hidupnya sendiri. 3 Untuk melakukan hal tersebut, pengajar memilih model yang tepat dengan keberadaan naradidik. Model tersebut diyakini akan melibatkan naradidik secara aktif dalam proses menemukan makna yang dicari. Berbicara mengenai model pembelajaran, berarti berbicara tidak hanya model pembelajaran dalam ranah pendidikan formal namun juga dalam pendidikan non formal (Pendidikan Agama). Pendidikan Agama merupakan tugas tanggung jawab dari komunitas iman atau agama. Salah satu tujuan dari Pendidikan Agama adalah agar manusia dapat memahami dan mengenal siapa Tuhan yang disembahnya dan bagaimana cara membangun hubungan dengan Tuhan dan sesama. Oleh karena itu, kehadiran PAK (Pendidikan Agama Kristen) diharapkan mampu menumbuhkan nilai-nilai Kristiani dalam diri orang-orang Kristen. PAK adalah suatu usaha pendidikan (yang sadar, sistematis, dan berkesinambungan)
1
Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta;Balai Pustaka,2002),751. H. Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2010),27. 3 Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan,(Jakarta:BPK GM,2003), 91. 2
1
yang khusus yakni untuk mewariskan, membangkitkan atau memperoleh baik pengetahuan, sikap-sikap maupun nilai-nilai dalam dimensi religius manusia yang menunjuk kepada persekutuan iman yang melakukan tugas pendidikan agamawi (persekutuan iman Kristen). 4 Gereja sebagai salah satu setting atau lembaga yang melaksanakan PAK, dalam menjalankan misinya mengadakan pelayan untuk setiap kategorial, salah satunya gereja mengadakan SM (Sekolah Minggu). Sekolah Minggu ( Sunday School) hadir sebagai wadah untuk memperoleh Pendidikan Agama Kristen (PAK) bagi anak. PAK di Sekolah Minggu dikhususkan untuk anak-anak dari balita sampai praremaja (usia 0-12 tahun). "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga (Mat.19:14).” Ayat ini sering kali dipakai sebagai dasar alkitabiah dalam pelaksanaan pendidikan anak. Dalam ayat ini tersiratkan bahwa sebagaimana Yesus menerima dan menghargai anak-anak, maka demikian pulalah Gereja harus dapat menerima dan menghargai mereka melalui pendidikan anak. Mengingat pendidikan sebagai suatu tugas transmisi atau pewarisan, maka Gereja selayaknya lebih memperhatikan kualitas pendidikannya, karena sama halnya masa depan bangsa yang terletak dalam tangan generasi muda, masa depan Gereja terletak pada pendidikan Sekolah Minggu (SM), karena SM merupakan fondasi awal bagi pertumbuhan dan perkembangan Gereja. Agar Sekolah Minggu dapat menjalankan fungsinya sebagai pondasi Gereja maka Sekolah Minggu membutuhkan model pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan anak yang dilayani. Seiring dengan kemajuan dibidang pendidikan, maka secara perlahan-lahan telah terjadi perubahan paradigma pendidikan, seperti perubahan paradigma dari teacher centered ke student centered. Perubahan paradigma tidak hanya berlaku untuk pendidikan formal, tetapi Sekolah Minggu juga perlu mengalami perubahan paradigma agar terjadi suatu
4
Daniel Nuhamara,Pembimbing PAK,(Bandung:Jurnal Info Media,2007), 25-26.
2
pertumbuhan baik secara kualitas maupun secara kuantitas. Melihat realita sekarang ini di mana dalam proses pembelajaran khususnya di SM, pengajar masih menggunakan paradigma pembelajaran lama dalam arti bahwa proses kebaktian yang di dalamnya terdapat unsur-unsur liturgi (pujian, doa, persembahan), jarang sekali anak dilibatkan untuk menyalurkan kemampuan mereka, misalnya memimpin pujian, doa dan lain sebagainya. Selain itu, komunikasi dalam pembelajaran cenderung berlangsung satu arah yaitu proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari pengajar ke anak. Pengajar memposisikan diri sebagai satusatunya sumber belajar yang bertugas menyampaikan informasi sehingga pengajar lebih mendominasi pembelajaran, sedangkan anak pasif sebagai penerima informasi, meskipun paradigma baru sudah mengarah pada student centered. Tidak heran jika proses pembelajaran cenderung monoton yang mengakibatkan peserta didik merasa jenuh atau bosan. Berdasarkan pengalaman penulis dalam mengamati sekaligus menjadi salah satu pengajar SM, penulis melihat pembelajaran PAK di Sekolah Minggu umumnya mengembangkan model pembelajaran yang berpusat pada pengajar/guru. Artinya, pembinaan untuk anak (anak Sekolah Minggu), kegiatan, dan acara Sekolah Minggu dimulai dari ”pemikiran menurut pengajar”. 5 Bahkan dalam penyampaian materi di dominasi metode ceramah yang berorientasi pada materi yang tercantum dalam kurikulum dan buku ajar, serta jarang mengkaitkan yang dibahas dengan masalah-masalah nyata yang ada dalam kehidupan Kristen dan pergumulan hidup sehari-hari. Proses pembelajaran cenderung kearah pembahasan tematik teoritik sehingga terkesan bahwa pengajaran PAK terdiri dari materi hafalan belaka. Padahal PAK berbeda dengan mata pelajaran lain karena implikasi PAK berisikan ajaran/doktrin Kristen, norma dan didikan yang bertujuan memampukan peserta didik memahami kasih dan karya Allah serta membantu peserta didik mentransformasikan nilai-nilai Kristiani dalam kehidupan sehari-hari.
5
Paulis Lie, Mereformasi Sekolah Minggu,(Yogyakarta:ANDI,2003),2-7.
3
Implikasi PAK yang berisikan doktrin atau ajaran Kristen di masing-masing gereja tentunya berbeda-beda. Hal ini terjadi karena adanya berbagai denominasi. Denominasi Gereja merupakan suatu kelompok dalam Kekristenan yang berdiri di bawah satu nama, struktur dan doktrin. Di Indonesia terdapat aliran Calvinis dan aliran Pentakostal/Pentakosta. Gereja aliran Calvinis ini dapat dilihat dari bentuk ibadah, kelembagaan maupun pemahaman iman yang nampak pada Gereja seperti GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat).6 Sedangkan kelompok/aliran Pentakostal merupakan kelanjutan dari Gerakan Kesucian berasal dari Amerika Utara. Menurut Charles W. Conn gerakan ini yang menekankan pertobatan dan kesempurnaan Kristen.7 Salah satu anggota Gereja dari aliran ini adalah Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA). Kehadiran Sekolah Minggu di sebuah Gereja merupakan pelayanan yang sangat penting, karena proses pembentukan awal dari identitas diri terjadi pada anak-anak. Pendidikan iman yang di dapat anak-anak akan menjadi dasar pertumbuhan dan perkembangan iman anak untuk mengenal Tuhan Allah lewat FirmanNya dalam Alkitab, memuji Tuhan serta mengasihi pekerjaanNya. Pada dasarnya, anak-anak jemaat adalah generasi jemaat masa depan Gereja. Dengan demikian Sekolah Minggu hadir untuk mengembangkan iman anak-anak sehingga hal ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pengajar/pendidik tetapi menjadi tanggung jawab Gereja secara umum. GPIB Tamansari dan GSJA Bukit Horeb memanfaatkan SM sebagai wadah untuk memberikan PAK kepada anakanak sesuai dengan tumbuh kembang anak. GSJA Bukit Horeb sebagai salah satu kelompok/aliran Pantekostal mengadakan SM setiap hari Minggu pukul 15.00. Segala perencanaan dalam pembelajaran disusun atau dirancang oleh masing-masing pengajar berdasarkan buku ajar yang diterbitkan oleh Gandum Mas. GSJA dikenal sebagai Gereja dengan bahan pelajaran SM terlengkap. Masing-masing 6 7
Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja,(Jakarta: BPK GM,2008),6. Steven H. Talumewo, Sejarah Gerakan Pentakosta,(Yoyakarta:ANDI,2008),4.
4
kelas dibagi sesuai usia anak mulai dari kanak-kanak (4-6 tahun), pratama (7-9 tahun), dan madya (10-12 tahun) memiliki buku panduan/ajar bagi pengajar yang diterbitkan oleh PT. Gandum Mas. Para pengajar pada umumnya merupakan pemuda atau jemaat yang memiliki kerinduan untuk melayani serta memiliki relasi yang baik dengan Allah. Anak-anak diajar untuk bernyanyi (nyanyi yang tidak hanya bernuansa anak-anak tetapi juga pujian-pujian penyembahan dengan gerakan-gerakan yang disesuaikan dengan lagu), mengerjakan aktivitas, mendengarkan cerita/Firman Tuhan serta menghafal ayat dalam Alkitab. Metode pembelajaran yang digunakan cukup bervariasi yaitu metode bercerita dengan menggunakan papan flanel, tanya jawab, perjamuan kasih, nonton bareng, ceramah dan bermain. Sedangkan GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) Tamansari mengadakan SM setiap hari Minggu pukul 08.00. Pengajar terdiri dari mahasiswa teologi dan warga jemaat. Sebelum seorang pengajar SM mengajar, mereka diwajibkan untuk mengikuti persiapan yang dilakukan setiap hari sabtu pukul 10.00. Persiapan ini dilakukan semata-mata untuk membekali pengajar agar dapat mempersiapkan model pembelajaran serta aktivitas yang berpatokan pada buku ajar (Sabda Bina Anak). SBA terdiri dari kelas inri (batita dan balita), kecil dan tanggung. Sekolah Minggu dimulai dengan mengabungkan anak dalam kelas besar dan dibagi ketika Firman akan dimulai. Anak-anak diajar menyanyi (pujian yang bernuansa anak-anak dengan gerakan-gerakan yang mengundang anak untuk memuji Tuhan tidak hanya dengan mulut tetapi dengan seluruh tubuh mereka), mendengarkan Firman Tuhan dan mengerjakan aktivitas. Metode pembelajaran yang digunakan berupa metode mendongeng, ceramah/bercerita, nonton bareng, dan lain sebagainya. Pada
kenyataannya,
setiap
gereja
memiliki
pendekatan,
strategi
(rencana
pembelajaran) serta metode tertentu dalam merangkai sebuah model pembelajaran di Sekolah Minggu masing-masing. Model pembelajaran yang diterapkan tergantung kreativitas para
5
pengajar dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan anak. Dengan kenyataan seperti ini, maka sudah saatnya bagi pengajar untuk mencoba mengembangkan model-model pembelajaran yang benar-benar mampu mengaktifkan dan menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Dua ahli pendidikan yang berasal dari Amerika yang meneliti model pembelajaran yaitu Joyce dan Weil menyatakan bahwa salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun model pembelajaran adalah model pembelajaran harus memberi tekanan yang seimbang dari sisi pengajar dan peserta didik. 8 Tekanan yang seimbang dalam hal ini mengarah kepada keaktifan baik pengajar maupun anak di dalam kelas. Dengan demikian anak akan merasakan makna belajar bagi hidupnya dan akhirnya dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Baik GPIB Tamansari maupun GSJA Bukit Horeb tentunya mengetahui pentingnya model pembelajaran yang diterapkan di Sekolah Minggu. Oleh sebab itu dengan mengingat peran penting Sekolah Minggu sebagai wadah mempersiapkan anak-anak sebagai generasi masa depan Gereja yang menjangkau keberadaan Gereja di masa depan baik dalam mempraktekkan iman berdasarkan visi maupun misi Gereja serta kelangsungannya sebagai lembaga yang menerangi dunia maka penulis penulis tertarik untuk meneliti secara empiris model pembelajaran di kedua Sekolah Minggu yang berasal dari dua denominasi berbeda apakah kedua model pembelajaran di kedua Sekolah Minggu tersebut sudah mengarah kepada paradigma pembelajaran dengan membuat skripsi yang berjudul : STUDI PERBANDINGAN TERHADAP MODEL PEMBELAJARAN SEKOLAH MINGGU DI GPIB TAMANSARI DENGAN GSJA BUKIT HOREB - SALATIGA
8
Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif & Menarik,(Yogyakarta:ANDI,2006),60-62.
6
1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana model pembelajaran Sekolah Minggu GPIB Tamansari dan GSJA Bukit Horeb Salatiga? 2. Bagaimana model pembelajaran Sekolah Minggu di GPIB Tamansari dan GSJA Bukit Horeb ditinjau dari perspektif paradigma pembelajaran?
1.3 TUJUAN PENELITIAN 1. Mendeskripsikan perbedaan dan persamaan model pembelajaran Sekolah Minggu di GPIB Tamansari dan GSJA Bukit Horeb Salatiga. 2. Membuat tinjauan kritis terhadap model pembelajaran Sekolah Minggu di GPIB Tamansari dengan GSJA Bukit Horeb Salatiga dari perspektif paradigma pembelajaran. 1.4 MANFAAT PENELITIAN 1. Setelah melakukan penelitian, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi sumbangan pemikiran secara objektif dalam memilih dan menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan dan kecerdasaan anak sehingga acara SM tidak monoton dan membosankan. 2. Memberikan sumbangan pemikiran kepada SM baik di GPIB Tamansari maupun di GSJA Bukit Horeb dalam upaya meningkatkan kapabilitas anak sehingga tujuan PAK dapat tercapai dengan baik.
7
1.5 METODOLOGI PENELITIAN 1. Metode Penelitian Deskriptif Deskriptif, yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Penelitian deskriptif dapat bersifat komparatif dengan membandingkan persamaan dan perbedaan fenomena tertentu. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktafakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. 9 Terutama dalam membandingkan model pembelajaran baik di GPIB maupun di GSJA. 2. Jenis Penelitian Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti (Taylor dan Bogdan, 1984:5).10 Penelitian Kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi dan tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti. 11 3. Teknik Pengumpulan Data a.
Wawancara (interview) Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono,2009:72).12 Menurut Esterberg (2002) Interview sebagai
9
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), 63. Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif dan Pendekatan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), 166. 11 Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 79. 12 Kaelan M.S, Metode Penelitian Agama Kualitatif interdisipliner,(Yogyakarta:Paradigma,2010), 97-98. 10
8
salah satu cara pengambilan data melalui komunikasi lisan terdiri dari tiga macam bentuk yaitu wawancara tidak terstruktur, terstruktur, dan semistruktur Wawancara yang tidak terstruktur merupakan bentuk wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang secara sistematis terstruktur dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Panduan serta pedoman wawancara hanya bersifat garis besar permasalahan yang ditanyakan dalam wawancara. Dalam wawancara terstruktur, peneliti mengajukan suatu pertanyaan yang terstruktur secara tertulis. Sedangkan dalam wawancara semiterstruktur, peneliti hanya berfokus pada pusat-pusat permasalahan tanpa diikat format-format tertentu.13
b. Pengamatan (observasi) Pengertian observasi secara terminologis dimaknai sebagai pengamatan atau peninjauan secara cermat. Observasi berbeda dengan interview, karena observasi cangkupannya lebih luas. Observasi adalah suatu pengamatan terhadap objek yang diteliti baik secara langsung maupun secara tidak langsung, untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam penelitian.
c. Studi Kepustakaan dan Dokumen-dokumen Terkait : mengumpulkan data melalui bahan-bahan tertulis dari buku-buku untuk mendapatkan teori-teori yang diperlukan, bahan ajar serta dokumen lain yang terkait.
13
Ibid,102-105.
9
d. Informan Informan adalah orang dalam, pada lokasi tempat penelitian diadakan. Informan yang akan menjadi sasaran wawancara adalah tiga pengajar dari masing-masing Gereja, Pengurus Sekolah Minggu, Pendeta jemaat, dan lima anak dari kelas kecil dan tanggung. Beberapa informan ini penulis anggap penting dan memiliki informasi yang berkaitan dengan penelitian yang akan penulis lakukan.
e. Waktu Penelitian Alokasi waktu penelitian adalah Bulan November-Desember 2011
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN Skripsi ini terdiri dari lima bab yaitu pendahuluan, teori, hasil penelitian, analisa penelitian dan kesimpulan. Bab satu berisi latarbelakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian serta sistematika penelitian. Pada bab dua akan berisi teori yang menjelaskan mengenai Gereja dan sejarah Sekolah Minggu, teori model pembelajaran, kecerdasan majemuk menurut Howard Gardner serta paradigma pembelajaran. Hasil penelitian akan dipaparkan pada bab tiga, dimana berisi mengenai model pembelajaran di GPIB Tamansari dengan GSJA Bukit Horeb. Pada bab empat penulis akan memaparkan analisa perbandingan baik persamaan dan perbedaan model pembelajaran SM di GPIB Tamansari dengan SM di GSJA Bukit Horeb Salatiga serta tinjauan kritis model pembelajaran dari perspektif paradigma pembelajaran. Sedangkan bab lima merupakan kesimpulan dari hasil penelitian, serta saran yang bersifat praktis dan teoritis.
10