BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Roti Definisi roti menurut Standar Industri Indonesia (SII) No 0031-74, yaitu roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti dan dipanggang dan di dalam adonan boleh ditambah dengan garam, gula, susu atau bubuk susu, lemak, dan bahan-bahan pelezat, seperti coklat, kismis, sukade, dan sebagainya. Berdasarkan definisi tersebut, roti merupakan salah satu 14 bahan makanan praktis dengan bahan baku tepung terigu, ragi (yeast), dan air, sedangkan bahan penolong lainnya yang digunakan adalah gula, garam, lemak, susu, coklat, kismis, dan sukade merupakan bahan pelezat. Sebagai salah satu makanan praktis, roti dapat dibuat berbagai macam bentuk dan rasa sesuai dengan keinginan pembuatnya dan keinginan konsumen. Untuk menghasilkan mutu roti yang baik diperlukan penanganan seoptimal mungkin dari pembuatan adonan sampai dengan pengemasan. 2.1.1.1 Bahan penyusun Pada prinsipnya roti dapat dibuat dari berbagai jenis tepung seperti terigu, jagung, beras, garut, singkong, dan lain-lain. Namun dalam prakteknya terigu merupakan bahan baku dalam pembuatan roti. Pada umumya roti dibuat dari tepung terigu. Karena tepung mampu menyerap air dalam jumlah besar dapat mencapai konsistensi adonan yang tepat, memiliki elastisitas yang baik (Mudjajanto dalam Indrianty, 2010:22).
10
11
2.1.1.2 Jenis-jenis Roti Sebagai pangan alternatif, roti memiliki banyak keunggulan dibandingkan yang lain. Selain karena rasanya yang dapat dibuat dalam berbagai variasi, roti juga sangat praktis untuk dikonsumsi, mengenyangkan dan memiliki nilai gizi yang lengkap. Variasi roti pada dasarnya terbagi menjadi lima jenis roti antara lain: 1) Bakery, ialah jenis roti manis yang berbahan dasar tepung terigu, mentega, telur, susu, air dan ragi yang di dalamnya dapat diisi dengan keju, coklat, pisang, selai, sarikaya, kelapa, fla, daging ayam, sosis, atau yang lainnya. Bentuknya bisa bulat, keong, bajul (buaya), gelung dan lonjong. 2) Roti tawar ialah salah satu jenis roti yang berbahan dasar tepung terigu, mentega, telur, susu, dan air. Roti ini biasanya tanpa diisi dengan bahan tambahan lain serta memiliki bentuk kotak, panjang, dan tabung. 3) Cake, ialah jenis roti yang berasa (manis) dengan tambahan rasa (sense) rum, jeruk atau coklat dengan bahan dasar tepung terigu, mentega dan telur tanpa menggunakan isi. Jenis cake ini dibagi menjadi : spiku, rool tart coklat, pandan, jeruk, mocca, cake zebra, cake fruit, brownies, muffin, tart mini hias, tart resepsi (pernikahan,ulang tahun), blackforest, cake siram coklat dan caramel (sarang semut). 4) Pastry, ialah jenis roti kering yang bisa berupa sus dan croisant. Pastry ini bisa ada isinya, antara lain kacang, keju, fla, daging, sosis dan ada yang tidak berisi.
12
5) Donut, ialah jenis roti tawar atau manis yang digoreng dan berlubang di tengahnya. Ada beberapa jenis donut antara lain : donut siram coklat, donut keju, donut mesis, donut kacang atau donut isi (Maurisal, dalam Kusumastuti, R 2006). 2.1.1.3 Proses Pembuatan Roti Jenis dan cara pembuatan roti sangat beragam, demikian pula nama yang diberikan untuk jenis roti tersebut juga berbeda-beda. Roti yang di kehendaki oleh konsumen umumnya memiliki ukuran yang besar (mengembang), pori-pori udara yang beragam dan tidak terlalu besar, warna kulitnya (crumb) yang tidak terlalu coklat, serta memiliki tekstur yang empuk. Dalam proses pembuatan roti, ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk menghasilakan roti yang baik. Syarat pertama adalah terbentuknya jaringan gluten, kedua adanya aerasi terhadap adonan, dan ketiga terjadinya koagulasi bahan akibat pemenasan dalam oven sehingga gas yang terbentukakan tertahan dan struktur roti yang menjadi stabil (Kent, 1975 dalam Muchtadi 2009:34). Berkaitan dengan syarat-syarat tersebut, maka dalam pembuatan roti terdapat tiga tahap pekerjaan yang perlu dilakukan, yaitu pembuatan dan pengembangan adonan, aerasi adonan, dan pemanggangan adonan dalam oven. Prosedur pembuatan roti ternyata juga sangat beragam. Metode standar dari American Association dan sponge and dough method. Dari sekian banyak metode pembuatan roti, apabila di amati secara garis besar mempunyai kesamaan.Dapat dilihat dalam skema di bawah ini
13
Bahan-bahan utama: tepung terigu, garam, ragi dan air Pembuatan Adonan Bahan-bahan lain: gula, malt, susu, “shortening”
Fermentasi
Pembentukan dan pengembangan
Pencetakan
Pemanggangan
Roti
Sumber: Muchtadi 2009 Gambar 2.1 Metode Pembuatan Roti 2.1.1.4 Penyimpanan Penyimpanan makanan merupakan hal yang utama dalam menentukan keamanan dan mutu dari aspek mikrobiologi, salah satunya adalah penyimpanan roti. Kondisi penyimpanan roti dapat menyebabkan penyusutan zat gizi dalam roti tersebut, selain itu juga mempengaruhi spesies mikroorganisme yang berkembang dan menyebabkan kerusakan. Kondisi penyimpanan mempengaruhi aktivitas air dan potensial redoks. Aktivitas air dari makanan dapat naik oleh keadaan penyimpanan yang lembab. Permukaan makanan yang berhubungan dengan udara
14
akan memungkinkan perkembangan jenis-jenis mikroorganisme oksidatif, sedangkan pengemasan secara vakum akan memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme anaerob atau fakultatif anaerob (Tahudi, 2011:22) Prinsip penyimpanan makanan terutama ditujukan untuk: 1) Mencegah pertumbuhan dan perkembangan bakteri 2) Mengawetkan makanan dan mengurangi pembusukan 3) Mencegah timbulnya sarang hama (Indrianty, 2009: 19) 1) Waktu Penyimpanan Penyimpanan makanan merupakan akhir dari proses produksi, setelah roti matang lalu didinginkan beberapa jam. Roti termasuk makanan yang mudah busuk dengan masa simpan 3-4 hari. Pembusukan roti disebabkan oleh rusaknya protein dan pati, secara langsung pembusukan roti disebabkan oleh mikroorganisme pembusuk (Mudjajanto dalam Indrianty, 2009: 19) Pada saat penyimpanan, roti akan mengalami beberapa kerusakan jika disimpan terlalu lama dan tidak disimpan ditempat yang tepat. Kerusakan roti meliputi kerusakan fisik roti misalnya mengerasnya tekstur, tumbuhnya kapang, dan ketengikan (US Wheat Association, 1981). Kapang yang paling sering ditemukan dalam roti adalah Rhizopus stolonifer, Penicillium expansum, P. Stoloniferum, Aspergillus niger, Neurosporasitophila, Mucor sp dan Geothricum sp. Menurut Frazier dan Westhoff (1978), pertumbuhan kapang ini berasal dari udara selama pendinginan roti, penanganan, pembungkusan atau dari alat pemotong (Octarina, 2006: 20).
15
Kerusakan roti selama penyimpanan adalah kebusukan dan ketengikan. Roti yang busuk ditandai dengan bau dan rasa yang tidak enak, remah makin gelap dan lengket, kulit roti kemerah-merahan atau merah tua. Ketengikan pada roti disebabkan oleh kerusakan lemak atau minyak sehingga menghasilkan rasa dan bau tidak enak (Octarina, 2006: 21). Besarnya kerusakan yang terjadi tergantung pada lama atau waktu suatu bahan pangan disimpan. Waktu yang lebih lama akan menyebabkan kerusakan yang lebih besar, kecuali yang terjadi pada keju, minuman anggur, wiski dan lainnya yang tidak rusak selama “ageing” (Negari, 2011: 3).
2)
Suhu Penyimpanan Suhu
adalah
mempengaruhi
salah
kehidupan
satu dan
faktor
lingkungan
pertumbuhan
terpenting
organisme.
Suhu
yang dapat
mempengaruhi mikroorganisme dalam dua cara berlawanan. a) Apabila suhu naik, kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan dipercepat. Sebaliknya apabila suhu turun, kecepatan metabolisme juga turun dan pertumbuhan diperlambat. b) Apabila suhu naik atau turun, tingkat pertumbuhan mungkin terhenti, komponen sel menjadi tidak aktif dan sel-sel dapat mati. Berdasarkan hal diatas, beberapa hal sehubungan dengan suhu bagi setiap organisme dapat digolongkan sebagai berikut : a) Suhu minimum, dibawah suhu ini pertumbuhan mikroorganisme tidak terjadi lagi. b) Suhu optimum, adalah suhu dimana pertumbuhan paling cepat.
16
c) Suhu maksimum, di atas suhu ini pertumbuhan mikroorganisme tidak mungkin terjadi.
2.2.1 Kapang Menurut SNI 7388-2009, kapang adalah mikroba yang terdiri dari lebih dari satu sel berupa benang – benang halus yang disebut hifa, kumpulan hifa disebut miselium, berkembang biak dengan spora atau membelah diri. Sedangkan menurut Gandahusada, Srisasi 2006 kapang adalah mikroba yang terdiri dari sel – sel memanjang dan bercabang yang disebut hifa. Kapang membentuk koloni yang menyerupai kapas atau padat. 2.2.1.1 Sumber Kapang berlawanan dengan bakteri dan khamir, seringkali dapat dilihat dengan mata. Sifat pertumbuhan yang khas adalah berbentuk kapas dan biasanya terlihat pada kertas-kertas koran yang basah, kulit-kulit yang sudah usang. Dinding basah, buah-buahan yang membusuk dan bahan pangan lain seperti keju dan selai. Pertumbuhannya dapat berwarna hitam, putih atau berbagai macam warna. Secara biokimia kapang bersifat aktif karena terutama merupakan organisme saprofitik. Organisme ini dapat memecah bahan-bahan organik kompleks menjadi yang lebih sederhana termasuk pembusukan daun-daun dan bahan lain dalam tanah. Kegiatan yang sama dapat mengakibatkan pembusukan pangan yang banyak terjadi dimana-mana. Tetapi dalam beberapa hal pertumbuhan kapang dalam bahan pangan memang diharapkan seperti dalam pemeraman keju Requefort dan Camembert
dan dalam produksi pangan
terfermentasi seperti kecap dan tempe. Aplikasi lebih lanjut dari kegiatan biokimia
17
kapang
adalah
kemampuan
beberapa
kapang
memproduksi
antibiotika
diantarangya adalah golongan kapang Penicillium. Beberapa kapang dapat langsung bersifat patogenik dan menyebabkan penyakit tanaman dan manusia. Beberapa kapang merupakan penyebab beberapa infeksi pernapasan dan kulit pada manusia. Beberapa jenis lain selama proses pembusukan pangan atau pertumbuhannya dalam bahan pangan dapat memproduksi racun yang dikenal sebagai mikotoksin. Sebagai suatu kelompok zat, mikotoksin dapat menyebabkan gangguan hati, ginjal dan susunan syaraf pusat dari manusia maupun hewan. 2.2.1.2 Bentuk (morfologi) Berbeda dengan bakteri dan khamir, kapang adalah multiseluler, terdiri dari banyak sel yang bergabung jadi satu. Dibawah mikroskop dapat dilihat bahwa kapang terdiri dari benang yang disebut hifa, kumpulan hifa ini dikenal sebagai miselium. Kapang tumbuh dengan cara memperpanjang hifa pada ujungnya. Dikenal sebagai pertumbuhan apikal atau pada bagian tengah hifa disebut pertumbuhan interkalar. Hifa pada beberapa kapang mempunyai penyekat melintang atau septa dan adanya septa ini di pergunakan untuk identifikasi. Hifa tersebut memanjang di atas atau tembus melalui medium dimana kapang itu tumbuh. Beberapa bagian hifa terlibat dalam pembentukan spora baik secara aseksual atau proses seksual, dengan perkawinan. Satu hifa dapat menghasilkan beribu-ribu spora aseksual yang tahan terhadap perubahan cuaca yang berlawanan dibandingkan dengan hifa itu sendiri, tetapi tidak setahan endospora bakteri terhadap berbagi tekanan
18
lingkungan. Spora-spora ini dapat terbawa oleh angin, hewan atau air ke tempattempat dan subtrat baru dimana spora ini akan bergerminasi menjadi miselium baru. Taksonomi kapang merupakan cabang ilmu mikrobiologi yang khusus dan lebih banyak tergantung pada sifat-sifat morfologis dariproduksi spora secara aseksual dan seksual. 2.2.1.3 Sifat Fisiologi Kapang 1) Kebutuhan Air Kebanyakan
kapang
membutuhkan
air
(aw)
minimal
untuk
pertumbuhannya dibandingkan khamir dan bakteri. 2) Suhu Pertumbuhan Kebanyakan kapang bersifat mesofilik, yaitu mampu tumbuh baik pada suhu kamar. Suhu optimum pertumbuhan untuk kebanyakan kapang adalah sekitar 25 sampai 30oC, tetapi beberapa dapat tumbuh pada
suhu
35 sampai 37oC atau lebih, misal Aspergillus. Beberapa
kapang bersifat psiokrotrofik yakni dapat tumbuh baik pada suhu lemari es, dan beberapa bahkan masih dapat masih dapat tumbuh lambat pada suhu dibawah suhu pembekuan, misal -5 sampai -10oC. Selain itu beberapa kapang bersifat termofilik yakni mampu tumbuh pada suhu tinggi.
19
3) Kebutuhan Oksigen dan pH Semua kapang bersifat aerobik, yakni membutuhkan oksigen dalam pertumbuhannya. Kebanyakan kapang dapat tumbuh baik pada pH yang luas, yakni: 2,0-8,5 tetapi biasanya pertumbuhannya akan baik bila pada kondisi asam atau pH rendah. 4) Nutrisi Pada umumnya kapang dapat menggunakan berbagai komponen makanan, dari yang sederhana hingga kompleks. Kebanyakan kapang memproduksi enzim hidrolitik, misal amylase, pektinase, proteinase dan lipase, oleh karena itu dapat tumbuh pada makanan-makanan yang mengandung pati, pektin, protein atau lipid. 5) Komponen Penghambat Beberapa kapang mengeluarkan komponen yang dapat menghambat organisme lainnya. Komponen itu disebut antibiotik, misalnya penisilin yang diproduksi oleh Penicillium chrysogenum dan clavasin yang diproduksi oleh Aspergillus clavatus. Pertumbuhan kapang biasanya berjalan lambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan khamir dan bakteri. Oleh karena itu jika kondisi pertumbuhan memungkinkan semua mikroorganisme untuk tumbuh, kapang biasanya kalah dalam kompetisi dengan khamir dan bakteri. Tetapi sekali kapang dapat mulai tumbuh, pertumbuhan yang ditandai dengan pembentukan miselium dapat berlangsung dengan cepat.
20
2.2.1.4 Beberapa Jenis Kapang Yang Penting Dalam Mikrobiologi Pangan 1) Rhizopus Rhizopus sering disebut kapang roti karena sering tumbuh dan menyebabkan kerusakan pada roti. Selain itu kapang ini juga sering tumbuh pada sayuran dan buah-buahan. Spesies Rhizopus yang sering tumbuh pada roti adalah R. stolonifer dan R.nigricans. selain merusak makanan, beberapa spesies Rhizopus juga digunakan dalam pembuatan beberapa makanan fermentasi tradisional, misal R. oligosporus dan R. oryzae yang digunakan dalam fermentasi berbagai macam tempe dan oncom hitam. 2) Aspergillus Kapang ini tumbuh baik pada substrat dengan konsentrasi gula dan garam tinggi, oleh karena itu dapat tumbuh pada makanan dengan kadar air rendah. Grup ini mempunyai konidia berwarna hijau, dan membentuk askospora yang terdapat didalam aski perithesia berwarna kuning sampai merah. Grup A. niger mempunyai kepala pembawa konidia yang besar yang dipak secara padat, bulat dan berwarna hitam, coklat hitam atau ungu coklat. Konidianya kasar dan mengandung pigmen. Grup A. flavus-oryzae termasuk spesies yang penting dalam fermentasi beberapa makanan tradisional dan untuk memproduksi enzim, tetapi kapang dalam grup ini sering menyebabkan kerusakan makanan. A. oryzae digunakan dalam fermentasi tahap pertama dalam pembuatan kecap dan tauco.
21
Konidia dalam grup ini berwarna kuning sampai hijau, dan mungkin membentuk sklerotia. 3) Penicillium Kapang ini sering menyababkan kerusakan pada sayuran, buahbuahan dan serealia. Penicillium juga digunakan oleh dalam industri untuk memproduksi antibiotik. 4) Neurospora (Monila) Neurospora (Monila) sitophila dan N. crassa merupakan spesies yang umum dijumpai pada makanan dan disebut kapang roti merah atau kapang nasi merah karena pertumbuhannya yang cepat pada roti atau nasi dengan membentuk warna merah-oranye. N. sitophila juga digunakan dalam pembuatan oncom merah. Pembentukan askospora yang terdapat didalam perithesia jarang terlihat pada kapang ini. di bawah ini merupakan ringkasan dari beberapa jenis kapang yang sering merusak bahan pangan yaitu: Tabel 2.1 Beberapa Jenis Kapang Yang Sering Merusak Bahan Pangan Jenis Kapang Aspergillus Penicillium Rhizopus
Warna
Hitam, hijau Biru hijau Hitam di atas , hifa berwarna putih Neurospora merah-oranye Sumber : Waluyo, L (2007)
Spora Pangan Yang Dirusak Roti, serealia, kacang-kacangan Buah-buahan, keju Roti, sayuran, buah-buahan Roti , nasi
22
2.2.1.2 Faktor yang mempengaruhi keberadaan kapang pada roti Pada umumnya, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada pangan ada 4 macam, yaitu : 1) Faktor intrinsik Faktor intrinsik bahan makanan merupakan semua faktor yang mempengaruhi populasi mikroba yang berasal dari bahan makanan. Faktor ini dapat meliputi sifat kimia atau komposisi, sifat fisik dan struktur makanan. Diantara faktor-fator tersebut misalnya nilai aw (aktivitas air), komposisi nutrien, pH, potensial redoks, adanya bahan pengawet alami atau tambahan dan lain sebagainya. a) Aktivitas air Aktivitas air (aw) adalah banyaknya air yang tersedia dalam bahan makanan yang menentukan proses-proses kerusakan bahan makanan seperti proses kimiawi, enzimatis, mikrobiologis atau entomologis. Dengan kata lain aw ditentukan oleh banyaknya air bebas dalam bahan makanan, sedangkan air dalam bentuk lainnya tidak membantu terjadinya proses kerusakan tersebut. Oleh karenanya kadar air bukan merupakan parameter absolut dalam menentukan kecepatan terjadinya kerusakan bahan makanan. Pangan dengan kadar air tinggi (nilai aw : 0,95 – 0,99) umumnya dapat di tumbuhi oleh semua jenis mikroorganisme. Roti pada umumnya mempunyai aw yang tinggi ± 0.9 sehingga umur simpannya pendek
23
b) pH Pada umumnya nilai pH bahan pangan berkisar antara 3,0 sampai 8,0. Karena kebanyakan mikroorganisme tumbuh pada pH sekitar 5,0-8,0 maka hanya jenis-jenis tertentu saja yang di temukan pada bahan pangan yang mempunyai pH rendah. Bakteri paling baik tumbuh pada pH netral, beberapa suka suasana asam, sedikit asam atau basa. Kapang tumbuh pada pH 2– 8,5, biasanya lebih suka pada suasana asam. Sedangkan khamir tumbuh pada pH4–4,5 dan tidak tumbuh pada suasana basa. c) Potensial Redoks Potensial Redoks dari suatu sistim biologis adalah suatu indeks dari tingkat oksidasinya. Potensial reduksi ini berhubungan dengan: a. Komposisi kimiawi dari bahan pangan (konsentrasi dari zat-zat pereduksi seperti kelompok sulhidril dalam protein, asam askorbat, gula pereduksi, oksidator, tingkatan kation dan sebagainya. b. Tekanan parsial oksigen yang terjadi selama penyimpangan kapasitas bufer dari redoks juga sangat penting. Kapasitas bufer membatasi pengaruh perubahan dari tekanan parsial oksigen diluar. Bahan pangan dengan potensial redoks yang tinggi akan membantu pertumbuhan dari jenis-jenis mikroorganisme yang lebih bersifat aerobik.
24
2) Faktor ekstrinsik Faktor ekstrinsik yaitu kondisi lingkungan dari penanganan dan penyimpanan misalnya suhu, kelembaban relatif (RH) lingkungan dan komposisi gas seperti CO2 dan O2. a) Suhu penyimpanan Mikroba mampu tumbuh pada kisaran suhu yang sangat lebar. Semua proses pertumbuhan mikroba tergantung pada reaksi kimiawi dan reaksi enzimatis selama proses metabolisme. Kecepatan reaksi tersebut dipengaruhi oleh suhu, sehingga pola pertumbuhan mikroba dapat dipengaruhi oleh suhu. Suhu juga mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan jumlah total mikroba. Selain itu keragaman suhu dapat mengubah proses-proses metabolisme dan morfologi sel. Suhu inkubasi yang memungkinkan pertumbuhan tercepat selama periode waktu yang singkat (12 sampai dengan 24 jam) disebut suhu pertumbuhan optimum. Suhu terendah pertumbuhan mikroba adalah -34°C dan suhu tertinggi lebih dari 90°C. Jamur merupakan mikroba yang dapat tumbuh pada kisaran suhu yang lebih lebar dari pada bakteri dan yeast. Selain itu jamur juga dapat tumbuh dengan baik pada kisaran pH, tekanan osmotik, dan kandungan nutrisi yang lebih lebar dari pada mikroba lain. Beberapa jamur dapat tumbuh pada suhu refrigerator seperti Aspergillus, Cladosporium dan Thamnidium yang menyebabkan kerusakan pada telur, bagian luar daging dan buah-buahan. Yeast dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu psikrofil dan mesofil, sedangkan pada suhu tinggi yeast tidak dapat tumbuh.
25
Tabel 2.2 Suhu Pertumbuhan Mikroba Golongan mikroba Psikorofil/ psikrotrof
Kisaran Suhu Suhu Optimum Contoh mikroba pertumbuhan pertumbuhan < 20oC 20-30oC Bakteri:Alcaligenes Steptococcus Corynebacteriu m Lactobacillus Flavobacterium Micrococcus Streptomyces Jamur: Aspergillus Cladosporium Thamnidium Mesofil 20-45oC 30-40oC Sebagian besar mikroba (bakteri, jamur dan yeast) Termofil > 45oC 55-65oC Bacillus dan clostridium Sumber:Nani, R (2010) Suhu penyimpanan bahan pangan dapat mempengaruhi mutu bahan
pangan tersebut. Suhu penyimpanan yang tepat dapat menghambat kerusakan bahan pangan secara mikrobiologis dan enzimatis. Penyimpanan bahan pangan pada suhu refrigerator atau di bawahnya tidak selalu merupakan cara terbaik untuk menghindari proses kerusakan bahan pangan. Sebagai contoh, buah pisang lebih baik disimpan pada suhu 13-17°C dari pada suhu 5-7°C. Sebagian besar sayuran sebaiknya disimpan pada suhu sekitar 10°C seperti kentang, seledri, kubis, dan lain-lain. Keberhasilan suhu penyimpanan bahan pangan sangat dipengaruhi oleh kelembaban relatif (RH) lingkungan dan komposisi gas seperti CO2 dan O2. b) Kelembaban relatif (RH = Relative Humidity) lingkungan Kelembaban
relatif
lingkungan
penyimpanan
bahan
pangan
merupakan hal yang sangat penting dari segi aw bahan pangan dan pertumbuhan mikrobia pada permukaan bahan pangan.
26
Bila bahan pangan dengan aw rendah disimpan pada lingkungan dengan RH tinggi, maka bahan pangan tersebut akan menyerap uap air yang terdapat pada lingkungan sehingga tercapai kesetimbangan. Demikian juga bila bahan pangan dengan aw tinggi disimpan pada lingkungan dengan RH rendah. Ada hubungan antara RH dan suhu, yaitu semakin tinggi suhu, maka RH semakin rendah, dan sebaliknya, semakin rendah suhu, RH semakin tinggi. Bahan pangan yang disimpan pada RH rendah dapat mengalami kerusakan pada permukaannya karena jamur, yeast dan bakteri tertentu. Misalnya daging utuh yang tidak dikemas dengan rapat dan disimpan di refrigerator dapat mengalami kerusakan pada permukaan karena RH refrigerator yang tinggi dan mikrobia aerob. Hal ini dapat dicegah dengan cara pengemasan yang tepat dan mengatur komposisi gas tanpa harus menurunkan RH lingkungan. c) Komposisi gas Udara mengandung beberapa jenis gas seperti O2, CO2, N2, H2, O3 dan lain-lain. Keberadaan dan konsentrasi gas di udara dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikrobia.
Mikrobia
yang
membutuhkan
O2
untuk
pertumbuhannya disebut aerob, sedangkan mikrobia yang tidak membutuhkan O2 untuk pertumbuhannya dan dapat menggunakan CO2 disebut obligat anaerob. Ada juga mikrobia yang hanya sedikit membutuhkan O2 untuk pertumbuhannya, yang disebut fakultatif anaerob. Prinsip ini mendasari pada pengemasan bahan pangan dengan cara atmosfer terkendali (controlled atmosphere) dan modifikasi atmosfer (modified atmosphere).
27
Gas-gas utama yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri adalah oksigen dan karbondioksida. Bakteri memperlihatkan keragaman yang luas dalam hal respons terhadap oksigen bebas, sehingga dapat dikelompokkan menjadi aerob (tumbuh bila ada oksigen bebas), fakultatif anaerob (tumbuh pada keadaan aerob dan anaerob), anaerob (tumbuh tanpa oksigen molekuler) dan mikroaerofil (tumbuh terbaik bila ada sedikit oksigen bebas). Penyimpanan bahan pangan pada udara yang mengandung CO2 sampai sekitar 10 % disebut atmosfer terkendali (controlled atmosphere = CA storage). Cara ini dapat menghambat pertumbuhan fungi. Mekanisme pengawetan dengan atmosfer terkendali belum diketahui dengan pasti, kemungkinan CO2 berperan sebagai competitive inhibitor etilen. Etilen merupakan faktor senescence pada buah-buahan dan penghambatan etilen dapat mempertahankan buah-buahan pada kondisi yang lebih baik dan tidak mudah diserang fungi. Ozon (O3) merupakan gas yang bersifat antimikrobia dan sangat efektif terhadap berbagai mikrobia karena bersifat oxidizing agent yang kuat. Namun sebaiknya ozon tidak digunakan pada bahan pangan dengan kandungan lipid tinggi karena dapat meningkatkan reaksi ketengikan. Secara umum penggunaan ozon pada konsentrasi 0,15 sampai dengan 5,00 ppm dapat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri dan yeast perusak. Penggunaan ozon pada bahan pangan sudah diizinkan di Australia, Prancis, Jepang dan GRAS (Generally Recorded As Safe). Selain sebagai pengawet, ozon juga digunakan sebagai bahan sanitizer.
28
3) Faktor pengolahan Faktor pengolahan bahan pangan seperti pengirisan, pencucian, pengemasan, iradiasi dan perlakuan suhu tinggi seperti pasteurisasi, sterilisasi, maupun
suhu
rendah
seperti
pendinginan
dan
pembekuan,
dapat
mempengaruhi pertumbuhan mikrobia pada pangan. Pengirisan bahan pangan dapat merusak struktur biologis yang bersifat antimikrobia dan meningkatkan ketersediaan nutrient dan potensial redoks, sedangkan pencucian, perlakuan suhu tinggi dan radiasi dapat menghilangkan sebagian besar mikrobia. 4) Faktor implisit Faktor implisit merupakan karakteristik dan interaksi mikroba yang ada pada bahan pangan, misalnya kecepatan pertumbuhan dan simbiosis antar mikroba baik mutualisme, antagonisme maupun komensalisme. 2.2.1.3 Dampak keberadaan kapang pada makanan Menurut SNI 7388-2009, kapang dapat menyebabkan kerusakan pada bahan pangan dan beberapa dapat menyebabkan reaksi alergi dan infeksi terutama pada populasi yang kekebalan kurang, seperti manula, individu terinfeksi HIV dan orang – orang yang menjalani kemoterapi atau pengobatan antibiotika. Batas cemaran kapang pada roti yaitu 1x104 Koloni/g untuk roti tawar, dan 2x102 Koloni/g untuk roti manis.
29
Sejak lama manusia telah memperolah keuntungan dari penggunaan kapang. Kapang tidak hanya mensintesa antibiotika, tetapi juga menghasilkan beberapa bahan pangan. Bahan pangan yang difermentasi seperti keju, kecap, miso, tempe dan beberapa bahan pangan asia lainnya, semua dipersiapkan dengan bantuan kapang. Kapang dapat juga menyebabkan pembusukan bahan pangan, tetapi pembusukan ini biasanya dianggap tidak baik dari segi estetis dan bukannya berbahaya untuk kesehatan konsumen. Sejak penelitian perintis yang dilakukan di Inggris sekitar tahun 1960 pada produksi zat-zat racun yang dihasilkan berbagai jenis kapang, sekarang yang tumbuh pada bahan pangan dapat diduga memberi ancaman bahaya bagi kesehatan masyarakat. Pada kenyataannya sekarang telah ditemukan bahwa beberapa kapang yang mencemari dan tumbuh pada produk bahan pangan yang menghasilkan zat-zat racun yang dikenal sebagai mikotoksin. Mikotoksin didefinisikan sebagai zat yang diproduksi oleh kapang dalam bahan pangan yang dapat menyebabkan penyakit atau kematian bila termakan oleh manusia atau hewan (Buckle dalam Abdullah 2012:24).
30
2.2 Kerangka Berpikir 2.2.1 Kerangka teori
Roti
Faktor-faktor yang mempengaruhi kapang Pada roti
Intrinsik
Pengolahan
Implisit
Ekstrinsik
Suhu
Suhu kamar
Suhu Refrigerator
Lama Penyimpanan 4, 5 dan 6 hari Jumlah Kapang
SNI 7388-2009
Gambar 2.2 Kerangka Teori
31
2.2.2 Kerangka Konsep
Suhu Jumlah kapang pada roti Lama penyimpanan
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
Keterangan :
: Variabel Independen (Variabel bebas)
: Variabel Dependen (Variabel terikat)
2.3
Hipotesis
2.3.1 Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Ada pengaruh Suhu penyimpanan terhadap jumlah kapang pada roti. 2. Ada pengaruh Lama penyimpanan terhadap jumlah kapang pada roti. 3. Ada interaksi antara suhu dan lama penyimpanan terhadap jumlah kapang pada roti.
32
2.3.2 Hipotesis Statistik Hipotesis statistik adalah: 1. Pengaruh faktor A (Suhu Penyimpanan) H0 : α1 = α2 =…..= αa (Tidak ada pengaruh faktor suhu penyimpanan terhadap jumlah kapang pada roti) Ha : Paling sedikit ada satu b dimana αb ≠ 0 (Ada pengaruh faktor suhu penyimpanan terhadap jumlah kapang pada roti) 2. Pengaruh faktor B (Waktu Penyimpanan) H0 : β1 = β2 = ….. = βb (Tidak ada pengaruh faktor lama penyimpanan terhadap jumlah kapang pada roti) Ha : Paling sedikit ada satu j dimana βj ≠ 0 (Ada pengaruh faktor lama penyimpanan terhadap jumlah kapang pada roti)
33
3. Pengaruh interaksi faktor AB (suhu dan waktu penyimpanan) H0 : αβ11 = αβ12 = ….. = αβab (Tidak ada interaksi antara suhu dan lama penyimpanan terhadap jumlah kapang pada roti) Ha : Paling sedikit ada satu bj dimana αβbj ≠ 0 (Ada interaksi antara suhu dan lama penyimpanan terhadap jumlah kapang pada roti)