BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Konsep Pengeluaran Pemerintah 2.1.1 Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Menurut Rostow dan Musgrave (dalam Mangkoesoebroto 1993:169), menyatakan hubungan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal terjadinya perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar karena pemerintah harus menyediakan fasilitas dan pelayanan seperti pendidikan, kesehatan, transportasi. Kemudian pada tahap menengah terjadinya pembangunan ekonomi, investasi pemerintah masih diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat semakin meningkat, tetapi pada tahap ini peranan investasi swasta semakin besar. Pada tingkat ekonomi selanjutnya, Rostow mengatakan bahwa aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat (Mangkoesoebroto, 1993:170).
2.1.2 Hukum Adolf Wagner Menurut Mangkoesoebroto (1993:171), Hukum Adolf Wagner menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dan kegiatan pemerintah semakin lama semakin meningkat. Wagner menyatakan apabila pendapatan perkapita meningkat maka,
15
secara relatif pengeluaran pemerintah akan meningkat sebab, pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya. Berkaitan dengan hukum Wagner, dapat dilihat beberapa penyebab semakin meningkatnya pengeluaran pemerintah, yakni meningkatnya fungsi pertahanan keamanan dan ketertiban, meningkatnya fungsi kesejahteraan, meningkatnyaa fungsi perbankan dan meningkatnya fungsi pembangunan.
2.1.3 Teori Peacock dan Wiseman Menurut Teori Peacock dan Wiseman (dalam Mangkoesoebroto 1993;173) mendasarkan pada suatu analisis penerimaan pengeluaran pemerintah. Meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah semakin meningkat. Meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar. Peacock dan Wiseman mendasarkan pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Menurut Teori Peacock dan Wiseman dalam Mangkoesoebroto, 1993;173), terdapat efek penggantian (displacement effect) yaitu, adanya gangguan sosial yang menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Pengentasan gangguan tidak hanya cukup dibiayai semata-mata dengan pajak sehingga pemerintah harus meminjam dana dari luar negeri. Setelah gangguan teratasi muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga. Aktivitas pemerintah yang baru kelihatan
16
setelah terjadinya perang dan ini disebut efek inspeksi (inspection effect). Adanya gangguan sosial akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ke tangan pemerintah yang sebelumnya dilaksanakan oleh swasta yang disebut sebagai efek konsentrasi (concentration effect). Ketiga efek tersebut menyebabkan bertambahnya aktivitas pemerintah sehingga setelah perang selesai tingkat pajak tidak menurun kembali pada tingkat sebelum terjadi perang.
2.2 Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya operasi dan pemeliharaan. Berdasarkan Kepmendagri No.29 Tahun 2002, belanja modal dibagi menjadi : 1) Belanja publik, yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat umum. Contoh belanja publik : pembangunan jembatan, jalan raya, pembelian alat transportasi masa dan pembelian mobil ambulans. 2) Belanja operator yaitu belanja yang manfaatnya tidak secara langsung oleh operator. Contoh belanja operator : pembelian kendaraan dinas, pembangunan gedung pemerintahaan dan pembangunan rumah dinas. Belanja Modal dikategorikan dalam 5 (lima) kategori utama yaitu: 1)
Belanja Modal Tanah Belanja modal tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk
17
pengadaan/pembeliaan/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai. 2)
Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan
untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan sampai peralatan mesin dalam kondisi siap pakai. 3)
Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan
untuk pengadaan/penambahan/penggantian,
dan
termasuk
pengeluaran
untuk
perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai. 4)
Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk semua pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan/pembangunan/pembuatan/perawatan dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai. 5)
Belanja Modal Fisik Lainnya
18
Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk semua pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah. Belanja hewan/ternak dan tanaman di sini dimaksudkan bukan untuk dihibahkan atau menjadi bantuan sosial kepada masyarakat atau pihak ketiga.
2.3 Pengertian Pariwisata Menurut etimologi kata “pariwisata” diidentikkan dengan kata “travel” dalam bahasa Inggris yang diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali–kali dari satu tempat ke tempat lain. Pariwisata dapat diartikan sebagai suatu perjalanan terencana yang dilakukan secara individu atau kelompok dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan (Sinaga, 2010). Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menjelaskan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarikwisata yang dikunjungi dalam waktu sementara. Menurut Gamal (2002:24), pariwisata didefinisikan sebagai suatu proses kepergian sementara dari seorang, lebih menuju ketempat lain diluar tempat
19
tinggalnya. Dorongan kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan baik karena kepentingan ekonomi, sosial, budaya, politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain. Menurut Cooper (1993:95), pariwisata adalah serangkaian kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh perorangan atau keluarga atau kelompok dari tempat tinggal asalnya ke berbagai tempat lain dengan tujuan melakukan kunjungan wisata. Pariwisata adalah suatu kegiatan suatu organisasi yang menyediakan barang maupun jasa yang diperuntukkan bagi pariwisata yang meliputi sarana dan prasarana penunjang, kekayaan alam, jasa perseorangan maupun pemerintah, perantara seperti perdagangan serta agen perjalanan, maka sektor pariwisata sering disebut industri pariwisata (Bull, 1991:103). Marpaung (2002:78), mengatakan bahwa sektor pariwisata adalah segala kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan dan obyek wisata. Fandeli (2001:37), pariwisata merupakan keseluruhan kegiatan, proses dan kaitan-kaitan yang berhubungan dengan perjalanan dan persinggahan dari orang-orang di luar tempat tinggalnya serta tidak dengan maksud mencari nafkah. Kepariwisataan merupakan keseluruhan kegiatan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat yang ditujukan untuk menata kebutuhan perjalanan dan persinggahan.
2.4 Pengertian Wisatawan Wisatawan berasal dari arti kata “wisatawan” yang berasal dari kata “wisata” yang berasal dari bahasa Sansekerta “wisata” yang berarti “perjalanan” yang sama atau dapat disamakan dengan kata “travel” dalam bahasa Inggris,
maka orang
melakukan perjalanan dalam pengertian ini, maka wisatawan sama artinya dengan
20
kata “traveler” karena dalam bahasa Indonesia sudah merupakan kelaziman memakai akhiran “wan” untuk menyatakan orang dengan profesinya, keahliannya, keadaannya jabatannya dan kedudukan seseorang (Irawan, 2010). Menurut Kusumaningrum (2009), wisatawan dibagi menjadi dua, yaitu : 1.
Wisatawan Nusantara (dalam negeri) Wisatawan dalam negeri adalah penduduk suatu negara yang melakukan
perjalanan ke suatu tempat di dalam wilayah negara tersebut, namun diluar lingkungan tempat tinggalnya sehari-hari untuk jangka waktu sekurang-kurangnya satu malam dan tidak lebih dari satu tahun dan tujuan perjalanannya bukan untuk mendapatkan penghasilan dari tempat yang dikunjungi tersebut. 2.
Wisatawan Mancanegara Wisatawan mancanegara adalah orang yang melakukan perjalanan diluar negara
tempat tinggal biasanya selama kurang dari 12 bulan dari negara yang dikunjunginya. Menurut Kusumaningrum (2009), wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah biasanya benar-benar ingin menghabiskan waktunya untuk bersantai, menyegarkan pikiran dan benar-benar ingin melepaskan diri dari rutinitas kehidupan sehari-hari.
2.5 Pengertian Pajak Hotel dan Restoran Definisi atau pengertian Pajak menurut Undang- Undang Nomor 16 tahun 2009, menyebutkan Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung. Menurut Siahaan, (2009:299-
21
300)
yang
dimaksud
dengan
hotel
adalah
fasilitas
penyedia
jasa
penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari sepuluh. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 20 dan 21, Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Pajak hotel adalah iuran wajib yang di pungut atas pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran. Sedangkan untuk pengertian Hotel adalah bangunan yang
khusus
disediakan bagi orang untuk dapat menginap istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimilki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada hotel. Sedangkan yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha hotel. Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pajak Restoran Pasal 1, pengusaha restoran adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan usaha restoran untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya. Pajak restoran adalah pungutan daerah atas pelayanan restoran. Objek pajak yaitu setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di restoran. Subjek pajak orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas
22
pelayanan restoran. Wajib pajak restoran yaitu pengusaha restoran dan tarif pajak di tetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).
2.6 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 Angka 18 bahwa “Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Pendapatan Asli Daerah adalah sumber penerimaan utama bagi suatu daerah. PAD yang diperoleh suatu daerah berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta lain-lain PAD yang sah. Adapun sumber-sumber pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang RI No.33 Tahun 2004 yaitu : 1) Hasil pajak daerah yaitu pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik. Pajak daerah sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah daerah yang hasilnya digunakan untuk pengeluaran umum yang balas jasanya tidak langsung diberikan sedang pelaksanaannya bisa dapat dipaksakan. 2) Hasil retribusi daerah yaitu pungutan yang telah secara sah menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah bersangkutan. Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat yaitu pelaksanaannya bersifat ekonomis,
23
ada imbalan langsung walau harus memenuhi persyaratan-persyaratan formil dan materiil, tetapi ada alternatif untuk mau tidak membayar, merupakan pungutan yang sifatnya tidak menonjol, dalam hal-hal tertentu retribusi daerah adalah pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat. 3) Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan, sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan daerah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah pendapatan daerah, memberi jasa, menyelenggarakan kemanfaatan umum, dan memperkembangkan perekonomian daerah. 4) Lain-lain pendapatan daerah yang sah ialah pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan dinasdinas. Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai sifat pembuka bagi pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi dalam kegiatan tersebut bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan suatu kebijakan daerah disuatu bidang tertentu. Menurut Koswara (2000), peningkatan PAD mutlak dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk mengurangi tingkat ketergantungan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat sehingga kemandirian daerah dapat terwujud. Pemerintah
24
Daerah memiliki kewenangan dan kemampuan untuk terus berupaya menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola, dan memanfaatkannya untukmembiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya
2.7 Hubungan Jumlah Kunjungan Wisatawan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Penelitian mengenai pengaruh dari variabel jumlah kunjungan wisatawan terhadap pendapatan asli daerah didukung oleh kajian empirik dari Lia (2013), yang menyatakan jumlah wisatawan berpengaruh positif terhadap pendapatan sektor pariwisata. Hal ini berarti tinggi rendahnya jumlah kunjungan wisatawan akan mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan sektor pariwisata. Penelitian Dewi (2015), menunjukkan bahwa jumlah kunjungan wisatawan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pendapatan sektor pariwisata di Kabupaten Buleleng. Artinya semakin meningkat jumlah kunjungan wisatawan maka semakin meningkat pendapatan sektor pariwisata di Kabupaten Buleleng.
2.8 Hubungan Pajak Hotel dan Restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Menurut Sadono (2002:181),
menyatakan aliran pembayaran pajak oleh
rumah tangga-rumah tangga dan perusahaan kepada pemerintah akan mempengaruhi pendapatan kepada pihak pemerintah dan merupakan sumber pendapatan yang utama. Hal ini berarti kontribusi dari pajak hotel dan restoran dapat mempengaruhi tinggi atau rendahnya PAD. Menurut Marteen, et all (2001) dan Robert (2002), menjelaskan
25
bahwa peranan sektor pajak daerah dan retribusi yang paling besar kontribusinya terhadap PAD, yang dimana pengelolaannya diserahkan kepada pemerintah daerah itu sendiri. Penelitian
Suartini (2013), meyatakan Pajak hotel dan restoran
berpengaruh signifikan terhadap PAD Gianyar.
2. 9 Hubungan Jumlah Kunjungan Wisatawan terhadap Belanja Modal Menurut Jaka (2010), semakin banyak wisatawan berkunjung, maka semakin banyak pendapatan daerah, yang nantinya dipergunakan untuk sumber pembiayaaan pemerintah daerah termasuk belanja modal, dalam menciptakan pelayanan publik yang semakin baik. Ferry (2012), meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan akan meningkatkan penerimaan daerah terutama retribusi obyek wisata dan mempengaruhi kegiatan perekonomian masyarakat sekitarnya, sehingga nantinya dapat membiayai penyelenggaraan pembangunan daerah. Sedana (2011), menyatakan jumlah kunjungan wisatawan tidak berpengaruh signifikan terhadap anggaran pembangunan daerah, yang didalamnya termasuk belanja modal. Sejumlah peneiltian empiris menujukkan bahwa ketersediaan insfraktruktur (jalan, air, pelabuhan dan bandara) menjadi determinan utama dalam menarik wisatawan (Seetanah and Sawkut 2011). Secara lebih spesifik, infrastruktur transportasi dapat menciptakan pertumbuhan sektor wisata suatu daerah, karena menciptakan konektivitas antara daerah asal dan tujuan wisata (Prideaux et.al, 2000).
2.10 Hubungan Pajak Hotel dan Restoran Terhadap Belanja Modal
26
Pajak hotel dan restoran merupakan bagian pajak daerah di dalam PAD. Pajak hotel dan restoran adalah pungutan pajak atas pelayanan hotel dan restoran. Menurut Sianturi (2010), terdapat keterkaitan antara pajak daerah dengan alokasi belanja modal. Semakin besar pajak yang diterima oleh Pemerintah Daerah, maka semakin besar PAD. Pemerintah daerah mempunyai wewenang untuk mengalokasikan pendapatannya dalam sektor belanja langsung ataupun untuk belanja modal. Penlitian – penelitian terdahulu, seperti Aziz et.al (2000); Doi (1998), menyatakan dalam hipotesis penelitiannya bahwa penerimaan daerah (terutama pajak) akan mempengaruhi anggaran belanja Pemerintah daerah. Pengeluaran pemerintah daerah akan disesuaikan dengan penerimaan pemerintah daerah atau perubahan pendapatan terjadi sebelum perubahan pengeluaran. McGowan (1983) yang menyatakan bahwa tinggi rendahnya penerimaan pajak oleh suatu pemerintah daerah berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh Dwi dan Elva (2012), yang menyatakan bahwa pajak daerah berpengaruh secara signifikan terhadap alokasi belanja daerah Kabupaten Madiun. Menurut Rudiansyah (2003), menyatakan bahwa kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap belanja daerah masih fluktuatif.
2.11 Hubungan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Menurut Gugus (2013), menyatakan PAD sebagai sumber pembiayaan bagi pemerintahan daerah dalam menciptakan infrastruktur daerah. PAD didapatkan dari
27
hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Untuk itu, dalam masa desentralisasi seperti ini, pemerintah daerah dituntut untuk bisa mengembangkan dan meningkatkan PADnya masing-masing dengan memaksimalkan sumberdaya yang dimiliki supaya bisa membiayai segala kegiatan penciptaan infrastruktur atau sarana prasarana daerah melalui alokasi belanja modal pada APBD. Semakin baik PAD suatu daerah maka semakin besar alokasi belanja modalnya (Ardhani 2011). Olatunji et al. (2009), mengatakan bahwa PAD menjadi tulang punggung yang digunakan untuk membiayai belanja modal. Penelitian Liliana et al. (2011), memperoleh hasil bahwa pendapatan pemerintah sangat kuat berkorelasi dengan pengeluaran pemerintah. Ogujiuba dan Abraham (2012), memperoleh hasil bahwa pendapatan dan pengeluaran sangat berkorelasi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Darwanto dan Yustikasari (2007) serta Tuasikal (2008), memperoleh hasil bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal. Penelitian Arwati dan Hadiati (2013), menunjukan bahwa secara parsial PAD yang berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. 2.12
Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah jawaban sementara atas pokok permasalahan yang akan diuji
kebenarannya. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
28
1) Jumlah kunjungan wisatawan berpengaruh langsung terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009-2013. 2) Pajak hotel dan restoran berpengaruh langsung terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009-2013. 3) Jumlah kunjungan wisatawan berpengaruh langsung terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009-2013. 4) Pajak hotel dan restoran berpengaruh langsung terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009-2013. 5) Pendapatan Asli Daerah berpengaruh langsung terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009-2013. 6) Jumlah kunjungan wisatawan berpengaruh tidak langsung terhadap belanja modal melalui Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009-2013. 7) Pajak hotel dan restoran berpengaruh tidak langsung terhadap belanja modal melalui Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 20092013.
29