7
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini, yakni penelitian yang dilakukan oleh Maimun Ladiku (2008) “Meningkatkan kemampuan mengidentifikasi unsur tokoh dan penokohan teks drama melalui strategi inquiri pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Botumoito tahun pelajaran 2007/2008”. Dengan permasalahan bagaimana meningkatkan kemampuan mengidentifikasi unsur tokoh dan penokohan teks drama peserta didik kelas VIII3 SMP Negeri 1 Botumoito? Dengan simpulan yang pertama; kemampuan siswa kelas VIII3 SMP Negeri 1 Botumoito mengidentifikasi unsur tokoh dan penokohan naskah drama belum maksimal. Hal ini disebabkan karena metode yang digunakan guru tidak sesuai dengan materi. Kedua; metode inquiri sangat baik digunakan untuk mengajarkan materi tentang mengidentifikasi unsur tokoh dan penokohan naskah drama. Hal ini disebabkan metode inquiri memiliki kelebihan yakni menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Mencermati kajian yang relevan sebelumnya yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya terletak pada objek penelitian yakni peserta didik kelas VIII dan masalah yang diteliti yakni kemampuan mengidentifikasi unsur intrinsik teks. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, terletak pada objek penelitian. Penelitian sebelumnya pada kelas VIII di SMP Negeri 1 Botumoito sedangkan penelitian ini pada kelas VIII di SMP Negeri 1 Lemito Kabupaten
Pohuwato.
Permasalahan
penelitian
sebelumnya,
bagaimana
8
meningkatkan kemampuan mengidentifikasi unsur tokoh dan penokohan teks drama peserta didik kelas VIII3 SMP Negeri 1 Botumoito? Sedangkan pada penelitian ini, selain kemampuan mengidentifikasi unsur intrinsik teks drama oleh peserta didik, juga melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan mengidentifikasi unsur intrinsik teks drama oleh peserta didik dan alternatif pemecahannya. Perbedaan lainnya terletak pada bentuk penelitian, penelitian sebelumnya berbentuk penelitian tindakan kelas, sedangkan penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Berdasarkan perbedaan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini layak untuk dilkaksanakan.
2.2 Landasan Teori Pada bagian ini dipaparkan beberapa hal yang berhubungan dengan judul penelitian ini, yakni (1) hakikat drama, (2) unsur-unsur intrinsik drama, (3) pembelajaran drama.
2.2.1 Hakikat Drama Secara etimologis, kata “drama” berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti ‘berbuat’, ‘bertindak’, ‘bereaksi’, dan sebagainya (Harymawan dalam Dewojati, 2010:7). Etimologi drama versi lain drama dalam bahasa Prancis disebut drame yang artinya lakon serius (Soemanto dalam Endraswara, 2011:11). Dikatakan serius, karena sebuah drama adalah lakon serius yang menggarap satu masalah yang punya arti penting. Meskipun mungkin berakhir dengan bahagia atau tidak bahagia, tapi tidak bertujuan menggunakan tragika. Bagaimanapun juga, dalam jagad modern, istilah drama sering diperluas hingga mencakup semua
9
lakon serius, termasuk di dalamnya tragedi dan lakon absurd (Soemanto dalam Dewojati, 2010:8). Waluyo (2003:3) menjelaskan dalam bahasa Indonesia terdapat istilah “sandiwara”. Istilah ini diambil dari bahasa Jawa “sandi” dan “wara”, yang berarti pelajaran yang diberikan secara diam-diam atau rahasia (sandi artinya rahasia, dan wara artinya pelajaran). Selain
itu,
dalam
Webster’s New
Collegiate
Dictionary, drama dikemukakan sebagai karangan berbentuk prosa atau puisi yang direncanakan bagi pertunjukan teater; suatu lakon (Tarigan, 1984:70). Meskipun terdapat bermacam-macam definisi drama, ada satu hal yang tetap dan menjadi ciri drama, yaitu penyampaiannya dilakukan dalam bentuk dialog atau action yang dilakukan para tokohnya (Dewojati, 2010:9). Kosasih (2012:132) menjelaskan drama adalah bentuk karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan menyampaikan pertikaian dan emosi melalui lakuan dan dialog. Sebagai suatu genre sastra, drama mempunyai kekhususuan dibanding genre puisi atau genre prosa. Kesan dan kesadaran terhadap drama lebih difokuskan kepada bentuk karya yang bereaksi secara langsung dan konkret. Maka, drama dapat diartikan sebagai jenis karya sastra yang menggambarkan kehidupan manusia melalui dialog dan lakon yang dipentaskan.
2.2.2
Unsur-unsur Intrinsik Drama Secara umum sebagaimana fiksi, di dalam drama juga terdapat unsur yang
membentuk dan membangun karya sastra dari dalam, yakni unsur-unsur intrinsik teks drama. Menurut Waluyo (2002:8-28) unsur-unsur intrinsik adalah sebagai berikut.
10
1) Plot atau Kerangka Cerita Plot merupakan jalinan cerita atau kerangka dari awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan. Konflik itu berkembang karena kontradiksi para pelaku. Sifat dua tokoh utama itu bertentangan, misalnya: kebaikan kontra kejahatan, tokoh sopan kontra tokoh brutal, tokoh pembela kebenaran kontra bandit, tokoh ksatria kontra penjahat, tokoh bermoral kontra tokoh tidak bermoral, dan sebagainya. Konflik itu semakin lama semakin meningkat untuk kemudian mencapai klimaks. Setelah klimaks lakon akan menuju penyelesaian (Waluyo, 2003:8).
2) Penokohan dan Perwatakan Penokohan erat hubungannya dengan perwatakan. Susunan tokoh (drama personae) adalah daftar tokoh-tokoh yang berperan dalam drama itu. Dalam susunan tokoh itu, yang terlebih dulu dijelaskan adalah nama, umur, jenis kelamin, tipe fisik, jabatan, dan keadaan kejiwaannya itu. Penulis lakon sudah menggambarkan perwatakan tokoh-tokohnya (Waluyo, 2003:14). Waluyo (2003:17) menjelaskan Watak para tokoh digambarkan dalam tiga dimensi (watak dimensional). Penggambaran itu berdasarkan keadaan fisik, psikis, dan sosial (fisiologi, psikologis, dan sosiologis). Keadaan fisik biasanya dilukiskan paling dulu, baru kemudian sosialnya. Pelukisan watak pemain dapat langsung pada dialog yang mewujudkan watak dan perkembangan lakon, tetapi banyak juga kita jumpai dalam catatan sampingan (catatan teknis). Waluyo (2010:16) mengklasifikasikan tokoh berdasarkan peranannya terhadap jalan cerita dan berdasarkan peranannya dalam lakon serta fungsinya, sebagai berikut.
11
a. Berdasarkan peranannya terhadap jalan cerita, terdapat tokoh-tokoh seperti dibawah ini. a) Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang mendukung cerita. Biasanya ada satu atau dua figur tokoh protagonis utama, yang dibantu oleh tokohtokoh lainnya yang ikut terlibat sebagai pendukung cerita. b) Tokoh antagonis, yaitu tokoh penentang cerita. Biasanya ada seorang tokoh utama yang menentang cerita, dan beberapa figur pembantu yang ikut menentang cerita. c) Tokoh tritagonis, yaitu tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun untuk tokoh antagonis. b. Berdasarkan peranannya dalam lakon serta fungsinya, maka terdapat tokoh-tokoh sebagai berikut. a) Tokoh sentral, yaitu tokoh-tokoh yang paling menentukan gerak lakon. Mereka merupakan proses perputaran lakon. Tokoh sentral merupakan biang keladi pertikaian. Dalam hal ini tokoh sentral adalah tokoh protagonis dan tokoh antagonis. b) Tokoh utama, yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral. Dapat juga sebagai medium atau perantara tokoh sentral. Dalam hal ini adalah tokoh tritagonis. c) Tokoh pembantu, yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata rangkai cerita. Kehadiran tokoh pembantu ini menurut kebutuhan cerita saja. Tidak semua lakon menampilkan kehadiran tokoh pembantu.
12
3) Dialog (percakapan) Ciri khas suatu drama adalah naskah itu berbentuk cakapan atau dialog. Dalam menyusun dialog ini pengarang harus benar-benar memperhatikan pembicaraan tokoh-tokoh dalam kehidupan sehari-hari. Pembicaraan yang ditulis oleh pengarang naskah drama adalah pembicaraan yang akan diucapkan dan harus pantas untuk diucapkan di atas panggung. Bayangan pentas di atas panggung merupakan mimetik (tiruan) dari kehidupan sehari-hari, maka dialog yang ditulis juga mencerminkan pembicaraan sehari-hari (Waluyo, 2003:20).
4) Setting/Landasan/Tempat Kejadian Setting atau tempat kejadian cerita sering pula disebut latar cerita. Penentuan ini harus secara cermat sebab drama naskah harus juga memberikan kemungkinan untuk dipentaskan. Setting biasanya meliputi tiga dimensi, yaitu: tempat, ruang dan waktu. Setting tempat tidak berdiri sendiri. Berhubungan dengan waktu dan ruang. Misalnya, tempat di Jawa, tahun berapa, di luar rumah atau di dalam rumah. Setting waktu juga berarti apakah lakon terjadi di waktu siang, pagi, sore, atau malam hari. Siang atau malam di desa dan di kota akan berbeda pula keadaannya (Waluyo, 2003:23).
5) Tema/Nada Dasar Cerita Tema merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema berhubungan dengan premis dari drama tersebut yang berhubungan pula dengan nada dasar dari sebuah drama dan sudut pandangan yang dikemukakan oleh pengarangnya. Sudut pandangan ini sering dihubungkan dengan aliran yang dianut oleh pengarangnya. Dalam drama tema akan dikembangakan melalui alur
13
dramatik dalam plot melalui tokoh-tokoh protagonis dan antagonis dengan perwatakan yang memungkinkan konflik dan diformulasikan dalam bentuk dialog. Dialog tersebut mengejawantahkan tema dari lakon/naskah. Semakin kuat, lengkap, dan mendalam pengalaman jiwa pengarangnya akan semakin kuat tema yang akan dikemukakan. Tema yang kuat, lengkap, dan mendalam biasanya lahir karena pengarang berada dalam pasion (suasana jiwa yang luar biasa) (Waluyo, 2003:24).
6) Amanat/Pesan Pengarang Amanat yang hendak disampaikan pengarang melalui dramanya harus dicari oleh pembaca atau penonton. Pembaca cukup teliti akan dapat menangkap apa yang tersirat di balik yang tersurat. Jika tema karya sastra berhubungan dengan arti (meaning) dari karya sastra itu, maka amanat berhubungan dengan makna (significance) dari karya itu. Tema bersifat sagat lugas, objektif, dan khusus; sedangkan amanat bersifat kias, subjektif, dan umum. Amanat itu biasanya memberikan manfaat dalam kehidupan secara praktis. Jika meminjam istilah Horace dulce et utile, maka amanat menyorot pada masalah utile atau manfaat yang dapat dipetik dari karya drama itu. Dalam keadaan demikian, karya yang jelek sekali pun akan memberikan manfaat kepada kita, jika kita mampu memetik manfaatnya (Waluyo, 2003:28). Adapun unsur-unsur intrinsik teks drama dijelaskan oleh kosasih (2012:135-137) sebagai berikut.
14
1) Plot Seperti juga bentuk-bentuk sastra lainnya, sebuah cerita drama pun harus bergerak dari suatu permulaan, melalui suatu bagian tengah, menuju suatu akhir. Dalam drama, bagian-bagian ini dikenal sebagai eksposisi, komplikasi, dan resolusi (denouement). a. Eksposisi sesuatu cerita menentukan aksi dalam waktu dan tempat; memperkenalkan
para
tokoh,
menyatakan
situasi
sesuatu
cerita,
mengajukan konflik yang akan dikembangkan dalam bagian utamacerita tersebut, dan adakalanya membayangkan resolusi yang akan dibuat dalam cerita tersebut. b. Komplikasi atau bagian tengah cerita, mengembangkan konflik. Sang pahlawan atau pelaku utama menemukan rintangan-rintangan antara dia dan tujuannya, dia mengalami aneka kesalahpahaman dalam perjuangan untuk
menanggulangi
rintangan-rintangan
ini.
Pengarang
dapat
mempergunakan teknik flash back atau sorot balik untuk memperkenlkan penonton dengan masa lalu sang pahlawan, menjelaskan suatu situasi, atau memberikan motivasi bagi aksi-aksinya. c. Resolusi atau denouement hendaklah muncul secara logis dari apa-apa yang telah mendahuluinya di dalam komplikasi. Titik batas yang memisahkan komplikasi dan resolusi, biasanya disebut klimaks (turning point). Pada klimaks itulah terjadi perubahan penting mengenai nasib sang tokoh. Kepuasan para penonton terhadap suatu cerita tergantung pada sesuai tidaknya perubahan itu dengan yang mereka harapkan.
15
2) Penokohan Tokoh-tokoh dalam drama diklasifikasikan sebagai berikut. a. Tokoh gagal atau tokoh badut (the foil). Tokoh ini mempunyai pendirian yang bertentangan dengan tokoh lain. Kehadiran tokoh ini berfungsi untuk menegaskan tokoh lain itu. b. Tokoh idaman (the type character). Tokoh ini berperan sebagai pahlawan dengan karakternya yang gagah, berkeadilan, atau terpuji. c. Tokoh stastis (the static character). Tokoh ini memiliki peran yang tetap sama, tanpa perubahan, mulai dari awal hingga akhir cerita. d. Tokoh yang berkembang. Tokoh ini mengalami perkembangan selama cerita itu berlangsung. Misalnya, tokoh macbeth yang pada awal cerita sangat setia, menjadi orang yang berkhianat pada akhir cerita.
3) Dialog Dalam drama, percakapan atau dialog haruslah memenuhi dua tuntutan. a. Dialog harus turut menunjang gerak laku tokohnya. Dialog haruslah dipergunakan untuk mencerminkan apa yang telah terjadi sebelum cerita itu, apa yang sedang terjadi di luar panggung selama cerita itu berlangsung; dan harus pula dapat mengungkapkan pikiran-pikiran serta perasaan-perasaan para tokoh yang turut berperan di atas pentas. b. Dialog yang diucapkan di atas pentas lebih tajam dan tertib daripada ujaran sehari-hari. Tidak ada kata yang harus terbuang yang harus terbuang begitu saja; para tokoh harus berbicara jelas dan tepat sasaran. Dialog itu disampaikan secara wajar dan alamiah.
16
4) Latar Latar adalah keterangan mengenai tempat, ruang, dan waktu di dalam naskah drama. a. Latar tempat, yaitu penggambaran tempat kejadian di dalam naskah drama, seperti di medan perang, di meja makan. b. Latar waktu, yaitu penggambaran waktu kejadian di dalam naskah drama, seperti pagi hari pada tanggal 17 Agustus 1945. c. Latar suasana/budaya, yaitu penggambaran suasana ataupun budaya yang melatarbelakangi terjadinya adegan atau peristiwa dalam drama misalnya dalam budaya masyarakat Betawi, Melayu, Sunda. Di samping unsur-unsur di atas, drama mengandung unsur konflik, tema, dan pesan. a. Konflik terjadi apabila pelaku utama menemukan rintangan-rintangan antara dia dan tujuannya, dia mengalami aneka kesalahpahaman dalam perjuangan untuk menanggulangi rintangan-rintangan ini. b. Tema adalah gagasan utama yang mejalin struktur isi drama. Tema dalam drama
menyangkut
segala
persoalan,
baik
itu
berupa
masalah
kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya. Untuk mengetahui tema drama, kita perlu mengapresiasi menyeluruh terhadap berbagai unsur karangan itu. Tema jarang dinyatakan secara tersirat. Untuk dapat merumuskan tema, kita harus memahami drama itu secara keseluruhan.
17
c. Pesan atau amanat merupakan ajaran moral didaktis yang disampaikan drama itu kepada pembaca/penonton. Amanat tersimpan rapi dan disembunyikan pengarangnya dalam keseluruhan isi drama. Kosasih (2012:143) menjelaskan bahwa untuk memahami sebuah teks drama, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut. a. Baca dulu drama itu, pengarang, serta para tokoh dan penjelasan karakterkarakternya. b. Baca petunjuk (kramagung) tentang latar dan gerak laku para tokohnya. Biasanya bagian ini menggunakan huruf miring (italic) atau ditulis dalam tanda kurung. c. Baca dialog-dialog para tokohnya dari awal hingga akhir. Dari dialog tersebut akan diperoleh gambaran tentang tema, alur, latar, dan karakter para tokohnya secara jelas.
2.2.3
Pembelajaran Drama Pembelajaran drama di sekolah salah satunya dengan cara membaca teks
drama, karena dengan membaca teks drama secara langsung peserta didik akan mampu mengapresiasi teks drama dengan cara mengidentifikasi unsur intrinsik teks drama. Endraswara (2011:146) menjelaskan bahwa bentuk pembelajaran mengapresiasi drama yang sebenanya harus bermula dengan pembelajaran membaca naskah tersebut. Salah satu rumusan tujuan untuk mengembangkan pembelajaran drama di jenjang pendidikan dasar dan menengah, yaitu mengembangkan kesenangan dan keterampilan membaca dan menafsirkan naskah drama. Berdasarkan rumusan tujuan tersebut, salah satu materi pelajaran apresiasi drama dapat berkisar pada cara membaca dan menafsirkan naskah drama serta
18
mencari segi-segi yang menyenangkan melalui analisis unsur-unsur dan strukturnya (Endraswara, 2011:147-148). Ardiana (dalam Endraswara 2011:149) menekankan bahwa berapresiasi drama, seharusnya tidak sekedar mendaftar judul-judul naskah drama dan pengarangnya
tanpa
tahu
warna dan
bentuk
bukunya
apalagi
isinya.
Mengapresiasi karya drama pun seharusnya dilakukan dengan mengakrabi, menggauli dengan sungguh-sungguh drama itu, agar memperoleh pengalaman hakiki. Mengakrabi drama mengandung makna bahwa peserta didik harus membaca, memahaminya, menghargainya dan mengenal secara mendalam terhadap pengalaman manusia yang indah dalam drama. Membaca merupakan awal dari mengapresiasi drama. Namun, agar lebih intensifnya kegiatan pembelajaran tentang drama, Endraswara (2011:150) menjelaskan bahwa pengajar tentu saja dapat memberikan tugas membuat laporan bacaan drama subjek didik pada buku tugas yang dimilikinya. Buku tugas semacam itu berisi identitas naskah drama itu yang menyangkut judul, pengarang, ukuran buku, tebal halaman, penerbit, harga dan lain-lain yang menyangkut segi fisik (hardware)-nya. Tentu saja untuk pengembangan selanjutnya, laporan itu dapat dilengkapi dengan analisis sederhana tentang drama itu yang menyangkut tema, pesan, alur, latar, tokoh, bahasa dan lain sebagainya.