6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Definisi Hipertensi pada Anak dan Remaja Definisi hipertensi pada anak dan remaja ditetapkan berdasarkan
distribusi normal tekanan darah (TD) pada anak sehat berdasarkan umur, jenis kelamin, dan tinggi badan. Berdasarkan The Fourth Report on The Diagnosis, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure in Children and Adolescent, tekanan darah normal didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD) kurang dari persentil ke-90 berdasarkan jenis kelamin, umur, dan persentil tinggi badan. Hipertensi didefinisikan sebagai ratarata TDS dan atau TDD lebih dari sama dengan persentil ke-95 berdasarkan jenis kelamin, umur, dan tinggi badan pada tiga atau lebih kesempatan pengukuran. Rata-rata TDS dan atau TDD yang kurang dari persentil ke 95 tetapi lebih dari sama dengan persentil ke-90 disebut tekanan darah high normal atau disebut juga prehipertensi (Falkner, dkk., 2005). Berdasarkan kesepakatan The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, pada dewasa tekanan darah lebih besar atau sama dengan 120/80 mmHg disebut prehipertensi, di mana pada kondisi ini seseorang akan memiliki risiko besar untuk menderita hipertensi (Chobanian, dkk., 2004). Sesuai dengan definisi prehiperensi pada dewasa tersebut, pada anak (terutama pada remaja) dengan tekanan darah rata-rata 120/80 mmHg atau lebih
7
tetapi kurang dari persentil ke-95 berdasarkan jenis kelamin, umur, dan tingginya dimasukkan ke dalam klasifikasi prehipertensi (Falkner, dkk., 2005). Suatu keadaan di mana seorang anak memiliki tekanan darah lebih dari sama dengan persentil ke-95 ketika dilakukan pengukuran di klinik atau tempat praktek dokter, tetapi anak tersebut memiliki rerata tekanan darah kurang dari persentil ke-90 di luar pemeriksaan di klinik atau praktek dokter disebut sebagai white-coat hypertension (Falkner, dkk., 2005). 2.2
Prevalensi Hipertensi pada Anak Sampai saat ini prevalensi hipertensi pada anak di seluruh dunia
belum diketahui secara pasti. Hal ini disebabkan oleh perbedaan definisi dari hipertensi itu sendiri pada masing-masing wilayah misalnya, di United States of America hipertensi pada anak didefinisikan sebagai rerata tekanan darah ≥ persentil ke-95, sedangkan di United Kingdom definisi hipertensi pada anak adalah rerata tekanan darah > persentil ke-98, negara-negara yang lain mungkin memiliki definisi hipertensi sendiri atau mengadaptasi dari standar United States of America atau United Kingdom (Falkner, 2010; Falkner, dkk., 2010). Berdasarkan definisi hipertensi, yaitu tekanan darah ≥ persentil ke 95 maka diperkirakan prevalensi hipertensi pada anak sebesar 3 sampai dengan 5% (Falkner, 2010; Falkner, dkk., 2010). Penelitian tentang hipertensi pada anak di Indonesia termasuk di Bali sangat sedikit dipublikasikan. Berdasarkan hasil Riskesdas 2007 didapatkan prevalensi hipertensi pada usia 15-17 tahun di Indonesia sebesar 8,4% (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008a) dan prevalensi hipertensi di Bali pada usia 15-24 tahun berdasarkan pengukuran
8
tekanan darah adalah sebesar 13% (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008b). Sedangkan untuk data prevalensi hipertensi di bawah umur 15 tahun baik di Indonesia maupun di Provinsi Bali belum tersedia. Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan di berbagai negara di dunia didapatkan prevalensi hipertensi pada anak dengan rentangan yang sangat bervariasi, seperti yang tampak pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Prevalensi hipertensi pada anak berdasarkan hasil dari beberapa penelitian di seluruh dunia Negara/ Daerah USA, Fort WorthTexas
Tahun Publikasi 2006
Jumlah Sampel 1066
Usia (tahun) 8-13
Prevalensi Hipertensi (TD ≥ persentil ke-95) 20,6% (Urrutia-Rojas, dkk., 2006)
USA, HoustonTexas
2004
5102
10,3-19,4
USA, Oklahoma
2009
1829
5-17
13,8% (Moore, dkk., 2009)
Italy, Foggia
2006
1563
3-16
Skrining I 35,1%, skrining II 33,8 %, skrining III 23,9% (pada laki-laki) Skrining I 41 %, skrining II 40,2 %, skrining III 31,2 % (pada perempuan) (Fuiano, dkk., 2006)
Sudan, Khartoum
2010
304
6-12
4,9% (Salman, dkk., 2010)
Mexico, Sabinas Hidalgo
2009
329
6-12
4,9% (Aregullin-Eligio dan AlcortaGarza, 2009)
Skrining I 19,4 %, skrining II 9,5%, skrining III 4,5% (Sorof, dkk., 2004)
9
India, Kerala
2007
20263
5-16
10,1% pada berat badan normal, 17,34% pada overweight, dan 18,32% pada obesitas. (Raj, dkk., 2007)
Greece
2007
606
7-15
Hipertensi sistolik (laki-laki: 12,3%, wanita: 15,1%) Hipertensi diastolik: laki-laki: 13,3%, wanita: 15,1%) (Papandreou, dkk., 2007)
Iran, Tehran
2011
425
7-11
24,2% (Mohkam, dkk., 2011)
Iran, Alvand City
2007
840
7-12
Hipertensi sistolik (laki-laki: 6.4%, wanita : 5.9%) Hipertensi diastolik: laki-laki: 4,3%, wanita: 2,5%) Hipertensi sistolik dan diastolik: laki-laki: 6.15%, wanita: 3.4% (Mahyar, dkk., 2007)
Italy
2006
3923
6-11
Laki-laki: 10%, wanita: 14% (Barba, dkk., 2006)
Switzerland, Canton of Vaud
2007
5207
Iraq, Baghdad
2006
1427
6-12
1,7% (Subhi, 2006)
India, Shimla
2010
1085
11-17
5,9% (Sharma, dkk., 2010)
Republic of Seychelles
2007
15612
5–16
Laki-laki:9,1%, wanita:10,1% (Chiolero, dkk., 2007b)
Asia Selatan
2005
5641
5–14
Laki-laki:15,8%, wanita:8.7% (Jafar, dkk., 2005)
10.1–14.9 Skrining I 11,4%, skrining II 3,8%, skrining III 2,2% (Chiolero, dkk., 2007a)
10
2.3
Diagnosis Hipertensi pada Anak dan Remaja Dalam menegakkan diagnosis hipertensi pada anak tetap harus
mengacu pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Namun, yang terpenting dari semua proses itu adalah pemeriksaan tekanan darah. Pada anak dengan hipertensi ringan-sedang umumnya tidak menimbulkan gejala. Gejala biasanya berasal dari penyakit yang mendasari hipertensi seperti glomerulonefritis akut, lupus eritematosus, sindrom Henoch Schonlein. Gejala hipertensi berat atau krisis hipertensi dapat berupa sakit kepala, kejang, muntah, nyeri perut, anoreksia, gelisah, keringat berlebihan, rasa berdebar-debar, perdarahan hidung, dan sebagainya (Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unud/RSUP Sanglah, 2011). Pada pemeriksaan fisik anak dengan hipertensi perlu dilakukan pengukuran tekanan darah pada keempat ekstremitas untuk mencari kemungkinan koartasio aorta. Pada pemeriksaan fisik dapat pula ditemukan kesadaran yang menurun sampai koma, denyut jantung meningkat, bunyi murmur dan bruit, tanda gagal jantung dan tanda ensefalopati hipertensi. Pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan kelainan retina berupa perdarahan eksudat, udem papil optikus atau penyempitan pembuluh darah arteriol retina. Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk mencari penyakit primer yang mendasari hipertensi. Pemeriksaan ini dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pemeriksaan tahap pertama untuk evaluasi diagnostik ke arah penyebab hipertensi sekunder, meliputi pemeriksaan darah lengkap, elektrolit serum, asam urat, uji fungsi ginjal, lemak darah, urinalisis, kultur, ultrasonografi (USG). Pemeriksaan tahap kedua dilakukan apabila pada pemerikaan tahap pertama didapatkan kelainan dan jenis
11
pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan kelainan yang didapatkan, pemeriksaan tahap kedua ini meliputi ekokardiografi, sidik nuklir, USG dopler pada arteri ginjal, T3,T4,TSH serum, katekolamin urin, aldosteron plasma, aktivitas renin plasma,dan arteriografi ginjal (Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unud/RSUP Sanglah, 2011). Sesuai dengan definisi hipertensi pada anak dan remaja berdasarkan The Fourth Report on The Diagnosis, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure in Children and Adolescent, diagnosis hipertensi pada anak dan remaja dibuat berdasarkan rata-rata pengukuran tekanan darah pada tiga kali atau lebih kesempatan. Rerata tekanan darah ini kemudian dibandingkan dengan tabel yang sudah disusun berdasarkan usia, jenis kelamin, dan persentil tinggi badan (Falkner, dkk., 2005). Pada hipertensi anak dan remaja juga ditetapkan stadium dari hipertensi, hal ini penting untuk penanganan dan evaluasi dari hipertensi tersebut. Hipertensi stadium 1 adalah rerata tekanan darah pada persentil ke-95 sampai dengan 5 mmHg di atas persentil ke-99, Hipertensi stadium 2 adalah rerata tekanan darah lebih dari 5 mmHg di atas persentil ke-99. Jika seorang anak didignosis dengan hipertensi stadium 1 maka diberikan waktu untuk evaluasi sebelum diberikan pengobatan kecuali jika dengan gejala. Pada hipertensi stadium 2 evaluasi dan pengobatan farmakologi harus dilakukan lebih cepat. Pasien dengan hipertensi stadium 2 disertai dengan gejala membutuhkan penanganan yang segera (Falkner, dkk., 2005).
12
2.4
Cara Mengukur Tekanan Darah Teknik pengukuran tekanan darah yang direkomendasikan menurut
The Fourth Report on The Diagnosis, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure in Children and Adolescent adalah dengan cara auskultasi oleh karena tabel tekanan darah yang ada dibuat berdasarkan pengukuran dengan teknik auskultasi (Falkner, dkk., 2005; Luma dan Spiotta, 2006). Sebaiknya anak yang akan diukur tekanan darahnya harus terbebas dari obat maupun makanan yang mempengaruhi tekanan darah, telah duduk dengan tenang selama 5 menit dengan posisi punggung yang ditopang (bersandar), kaki menyentuh lantai, tangan kanan ditopang (berada di atas meja) sehingga cubital fossa berada sejajar dengan jantung (Falkner, dkk., 2005). Pengukuran
tekanan
darah
dilakukan
dengan
menggunakan
sphygmomanometer standar, yaitu sphygmomanometer air raksa dan stetoskop. Stetoskop diletakkan di atas arteri brachial, proksimal dan medial dari cubital fossa (sekitar 2 cm di atas cubital fossa), dan di bawah cuff bladder. Lengan kanan lebih direkomendasikan untuk pengukuran yang berulang karena lebih konsisten saat dibandingan dengan standar tabel dan menghindari kemungkinan hasil pengukuran yang tidak konsisten (lebih rendah) pada pengukuran di lengan kiri karena ada kemungkinan coarctation of the aorta (Falkner, dkk., 2005; Luma dan Spiotta, 2006). Pemeriksaan tekanan darah yang benar pada anak memerlukan ukuran cuff bladder yang sesuai dengan ukuran lengan atas anak. Sesuai dengan kesepakatan bahwa lebar cuff bladder paling tidak menutupi 40% dari lingkar
13
lengan atas pada bagian tengah antara olecranon dan acromion (Gambar 2.1) dan panjang cuff bladder harus menutupi 80-100% dari lingkar lengan atas (Gambar 2.2), sehingga kurang lebih perbandingan antara lebar dan panjangnya adalah 1:2 (Falkner, dkk., 2005; Luma dan Spiotta, 2006). Ukuran cuff bladder ini sangatlah penting karena akan mempengaruhi hasil dari tekanan darah anak. Jika ukurannya terlalu besar, hasil pemeriksaan tekanan darah akan lebih rendah. Jika ukurannya terlalu kecil, hasil pengukuran tekanan darah akan lebih tinggi (Falkner, dkk., 2005; Luma dan Spiotta, 2006; Supartha, dkk., 2009). Berbagai ukuran cuff bladder (manset) yang tersedia di pasaran tampak pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Ukuran cuff bladder (manset) yang tersedia di pasaran (Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unud/RSUP Sanglah, 2011) Nama Manset
Lebar (cm)
Panjang (cm)
Neonatus
2,5-4,0
5,0-9,0
Bayi
4,0-6,0
11,5-18,0
Anak
7,5-9,0
17,0-19,0
Dewasa
11,5-13,0
22,0-26,0
Lengan besar
14,0-15,0
30,5-33,0
Paha
18,0-19,0
36,0-38,0
Setelah cuff bladder dipasang pada lengan kanan atas kemudian cuff bladder dipompa sampai denyut nadi arteri radialis tidak teraba kemudian terus dipompa sampai tekanan naik 20-30 mmHg lagi. Stetoskop diletakkan di atas denyut arteri brachial kemudian cuff blader dikosongkan perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3 mmHg perdetik. Pada saat penurunan air raksa ini akan terdengar bunyi-bunyi korotkoff. Tekanan darah sistolik ditetapkan pada saat bunyi korotkoff
14
I yaitu bunyi yang pertama kali terdengar berupa bunyi detak yang perlahan, sedangkan tekanan darah diastolik ditetapkan pada saat korotkoff V atau pada saat bunyi korotkoff menghilang. Pada beberapa anak bunyi korotkoff dapat terdengar sampai 0 mmHg, jika hal ini terjadi maka bunyi korotkoff IV yaitu bunyi yang tiba-tiba melemah ditetapkan sebagai tekanan darah diastolik (Supartha, dkk., 2009; Falkner, dkk., 2005).
Acromion
Pengukuran lingkar lengan atas pada bagian tengah
Olecranon Gambar 2.1 Pengukuran lingkar lengan atas dilakukan pada pertengahan antara olecranon dan acromion (Luma dan Spiotta, 2006) Panjang cuff bladder ( 80 s.d. 100% dari lingkar lengan atas) Lebar cuff bladder (sekitar 40% dari lingkar lengan atas)
Gambar 2.2 Perkiraan ukuran dari cuff bladder sesuai dengan lingkar lengan atas (Luma dan Spiotta, 2006)
15
Setelah dilakukan pengukuran tekanan darah maka dilakukan pengukuran tinggi badan. Penetapan persentil tinggi badan dilakukan dengan menggunakan kurva dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), kemudian hasil rerata TDS dan TDD dibandingkan dengan angka tekanan darah yang sudah ada dalam tabel berdasarkan usia, jenis kelamin, dan tinggi badan. Tekanan darah dikatakan normal jika berada di bawah persentil ke-90. Pada saat pemeriksaan jika ditemukan tekanan darah baik TDS maupun TDD lebih dari sama dengan persentil ke-90, harus dilakukan pengukuran tekanan darah ulang pada saat pemeriksaan tersebut untuk mencari adanya peningkatan tekanan darah. Jika hasil rerata pengukuran tekanan darah pada saat pemeriksaan tersebut berada pada persentil ke-90 atau lebih tetapi di bawah persentil ke-95 maka disebut prehipertensi. Demikian juga jika didapatkan rerata tekanan darah 120/80 mmHg atau lebih dan hasil ini di bawah persentil ke-95 juga disebut prehipertensi, hal ini biasanya terjadi pada anak berumur 12 sampai dengan 16 tahun. Jika hasil pengukuran rerata tekanan darah (baik sistolik maupun diastolik) pada saat pemeriksaan berada pada persentil ke-95 atau lebih, kemungkinan anak tersebut menderita hipertensi, sehingga pemeriksaan ulang harus dilakukan pada paling tidak dua kali kesempatan pengukuran lagi untuk menegakkan diagnosis hipertensi. Berikut adalah cara penggunaan tabel tekanan darah untuk anak dan remaja (Falkner, dkk., 2005; Supartha, dkk., 2009). 1. Pertama kali diukur tinggi badan anak, kemudian digunakan kurva standar CDC (lihat pada lampiran) untuk menentukan persentil dari tinggi badan anak tersebut berdasarkan usia dan jenis kelamin.
16
2. Diukur tekanan darah anak, kemudian ditentukan tekanan darah sistolik dan diastoliknya. 3. Digunakan tabel tekanan darah (lihat pada lampiran) yang sesuai berdasarkan jenis kelaminnya. 4. Pada tabel tekanan darah, akan ditemukan kolom secara berturut-turut sebagai berikut: kolom umur anak pada sisi paling kiri, kemudian diikuti dengan kolom persentil tekanan darah, kolom tekanan darah sistolik berdasarkan persentil tinggi badan, dan kolom tekanan darah diastolik berdasarkan persentil tinggi badan pada kolom yang paling kanan. 5. Dipilih kolom usia yang sesuai dengan usia anak. Dikuti baris dari kolom umur anak yang sesuai secara horisontal sampai menemukan perpotongan dengan kolom tekanan darah sistolik dan diastolik berdasarkan
persentil
tinggi
badan
yang
sesuai
berdaraskan
pengukuran kurva CDC, kemudian akan ditemukan persentil tekanan darah ke-50, ke-90, ke-95, dan ke-99 secara vertikal pada masingmasing persimpangan antara kolom umur dan kolom tekanan darah sistolik dan diastolik berdasarkan persentil umur yang sesuai. 6. Dibandingkan hasil pengukuran tekanan darah pada anak dengan persentil tekanan darah yang didapatkan dalam tabel (persentil tekanan darah tersebut sudah berdasarkan jenis kelamin, usia, dan persentil tinggi badan anak): a. Tekanan darah kurang dari persentil ke-90 disebut normal.
17
b. Tekanan darah lebih dari sama dengan persentil ke-90 dan kurang dari persentil ke-95, disebut prehipertensi. Pada remaja, tekanan darah lebih dari sama dengan 120/80 mmHg tetapi kurang dari persentil ke-95 disebut juga prehipertensi. c. Tekanan darah lebih dari persentil ke-95 kemungkinan hipertensi. 7. Jika pada pengukuran pertama tekanan darah lebih dari sama dengan persentil ke-90, pengukuran tekanan darah harus diulang dua kali lagi pada kesempatan yang sama, dan rerata tekanan darah dari tiga kali pengukuran tersebut yang dipergunakan untuk perbandingan dengan tabel tekanan darah. 8. Jika rerata tekanan darah didapatkan lebih dari sama dengan persentil ke-95, tekanan darah harus diklasifikasikan dalam stadium. Stadium 1 (tekanan darah lebih dari sama dengan persentil ke-95 sampai dengan 5 mmHg di atas persentil ke-99), pengukuran tekanan darah harus diulang pada dua kali kesempatan yang berbeda, dan jika setelah diulang didapatkan diagnosis hipertensi, harus segera dilakukan evaluasi. Jika termasuk dalam stadium 2 (tekanan darah lebih dari 5 mmHg di atas persentil ke-99), harus segera dilakukan evaluasi dan terapi. Jika pasien dengan gejala, harus segera diberikan terapi.
2.5
Patofisiologi Hipertensi Sampai saat ini masih banyak yang belum diketahui mengenai
patofisiologi dari hipertensi. Pada sebagian kasus hipertensi memang ditemukan
18
penyakit dasar yang menyebabkan terjadinya hipertensi tersebut di mana yang terbanyak adalah kelainan/penyakit ginjal. Namun, pada sebagian kasus tidak dapat diidentifikasi suatu penyebab dasar dari hipertensi dan diperkirakan hipertensi ini disebabkan oleh interaksi berbagai faktor dan berbagai mekanisme, pada kasus seperti ini disebut dengan hipertensi esensial (Beevers, dkk., 2001). Tekanan darah diatur oleh keseimbangan antara curah jantung dengan tahanan perifer pembuluh darah (Gambar 2.3) di mana beberapa faktor dan mekanisme berperanan dalam proses ini, di antaranya adalah sistem reninangiotensin, sistem saraf otonom, disfungsi endotelial, zat-zat vasoaktif, resistensi insulin, genetis, dan pengaruh intrauterine (masa kehamilan). Kelainan dalam faktor dan mekanisme ini akan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah (Beevers, dkk., 2001). Tahanan perifer ditentukan oleh arteri kecil (arterioles) yang dindingnya mengandung otot polos yang dapat berkontraksi. Kontraksi yang berkepanjangan dari otot polos yang kemungkinan diperantarai oleh angiotensin akan mengakibatkan perubahan tebal dari dinding pembuluh darah sehingga dapat mengakibatkan peningkatan tahanan perifer yang irreversible. Diperkirakan pada hipertensi dini peningkatan tekanan darah tidak disebabkan oleh peningkatan tahanan perifer, melainkan oleh peningkatan curah jantung yang dapat disebabkan oleh peningkatan aktivitas simpatis yang akan meningkatkan kontraktilitas jantung dan peningkatan volume darah yang mengakibatkan peningkatan preload jantung (Beevers, dkk., 2001; Sudoyo, dkk., 2006).
19
Gambar 2.3 Skema antara curah jantung, arteri, dan arteriol dalam keseimbangan tekanan darah (Beevers, dkk., 2001) Sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) merupakan suatu sistem hormonal enzimatik yang bersifat multikompleks dan berperanan dalam naiknya tekanan darah serta pengaturan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit. Renin dihasilkan oleh sel-sel jukstaglomerulus di ginjal, sekresi renin ini oleh ginjal dipengaruhi oleh mekanisme intrarenal (reseptor vaskular dan makula densa), mekanisme simpatoadrenergik, dan mekanisme humoral. Renin akan merubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, kemudian angiotensin I oleh pengaruh angiotensin converting enzyme (ACE) yang dihasilkan oleh paru, hati, dan ginjal diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II ini akan menyebabkan stimulasi simpatik, vasokontriksi, dan retensi garam dan air yang berperanan dalam peningkatan tekanan darah. Selain itu, angiotensin II juga memberikan pengaruh trofic effect yang dapat mengakibatkan vascular hypertrophy (Beevers, dkk., 2001; Sudoyo, dkk., 2006) seperti yang tampak pada Gambar 2.4. Selain sistem renin-angitensin yang dihasilkan oleh ginjal, terdapat pula sistem renin angiotensin yang bersifat lokal yang juga berperan penting dalam pengaturan
20
tekanan darah terutama dalam pengaturan aliran darah regional regional, sistem reninangiotensin lokal ini terdapat di ginjal, jantung, dan percabangan arteri (Beevers, dkk., 2001).
Gambar 2.4 Sistem renin-angiotensin-aldosteron (Sudoyo, dkk., 2006)
Aktivitas itas dari saraf otonom om berperanan penting dalam pengaturan tekanan
darah.
Peningkatan
dari
aktivitas
saraf
simpatis
akan
dapat
mengakibatkan konstriksi triksi dari pembuluh darah termasuk arteri kecil (arterioles) ( dan mengakibatkan peningkatan kontraktilitas kontraktili jantung yang akan berperan erperan dalam peningkatan tekanan darah. Selain itu, stimulasi saraf simpatis ini juga dapat
21
merangsang sistem renin-angiotensin yang akan meningkatkan tekanan darah. Peningkatan stimulasi saraf simpatis ini didapatkan pada keadaan stres dan olahraga fisik yang berlebih, serta pada obesitas (Beevers, dkk., 2001; Sudoyo, dkk., 2006; Kotchen, 2010). Beberapa zat vasoaktif dan mekanisme yang mengatur transpor natrium dan tonus pembuluh darah berperan dalam pengaturan tekanan darah. Sel endotelial pada dinding pembuluh darah berperan dalam regulasi kardiovaskuler dengan memproduksi zat-zat vasoaktif termasuk zat vasodilator, yaitu nitric oxide dan zat vasokonstriktor yang kuat, yaitu peptide endothelin yang akan meningkatkatkan tekanan darah dan juga mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal. Bradykinin adalah vasodilator kuat yang akan dilemahkan fungsinya oleh angiotensin converting enzyme (ACE), atrial natriuretic peptide adalah hormon yang dihasilkan oleh atrium yang merupakan respon dari peningkatan volume darah yang akan mengakibatkan peningkatan pengeluaran natrium dan air di ginjal sebagai diuretik natural. Kelainan pada sistem/zat ini dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi. Transpor natrium melewati otot polos dinding pembuluh darah juga berperan dalam pengaturan tekanan darah melalui hubungannya dengan transpor kalsium. Quabain merupakan steroid-like substance yang berinteraksi dengan transpor natrium dan kalsium sel yang dapat mengakibatkan vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah (Beevers, dkk., 2001). Mekanisme resistensi insulin dalam peningkatan tekanan darah dan kerusakan vaskuler masih banyak diperdebatkan. Beberapa mekanisme yang diperkirakan dalam peningkatan tekanan darah pada resistensi insulin atau
22
hiperinsulinemia adalah efek antinatriuretic dari insulin, peningkatan sistem saraf simpatis, peningkatan respon dari zat-zat vasokonstriktor, perubahan transpor kation pada membran pembuluh darah, kerusakan sistem vasodilator endotelium, dan efek stimulasi pertumbuhan otot polos pembuluh darah oleh insulin (Kotchen, 2010). Genetik juga berperan terhadap timbulnya hipertensi. Sampai saat ini beberapa gen dan faktor genetik secara terpisah sudah dapat diidentifikasi dalam pengaturan tekanan darah, diperkirakan timbulnya hipertensi esensial disebabkan oleh gabungan dari beberapa gen sehingga sangat sulit diidentifikasi secara akurat kontribusi dari masing-masing gen dalam timbulnya hipertensi. Walaupun demikian, hipertensi diperkirakan dua kali lebih banyak pada orang dengan riwayat hipertensi pada salah satu ataupun kedua orang tuanya, dan dari hasil penelitian epidemiologi diperkirakan faktor genetik berperan dalam 30% variasi tekanan darah dalam berbagai populasi. Peningkatan angiotensinogen dalam darah juga pernah dilaporkan pada anak dengan riwayat hipertensi pada orang tuanya (Beevers, dkk., 2001). Keadaan intrauterine (selama masa kehamilan) juga diperkirakan memiliki
pengaruh
terhadap
kejadian
hipertensi.
Beberapa
penelitian
mendapatkan anak yang dilahirkan dengan berat badan lahir rendah, intrauterine growth restriction (IUGR), dan kelahiran prematur lebih besar risikonya untuk terjadinya peningkatan tekanan darah pada masa anak/remaja dan menjadi hipertensi pada masa dewasa (Beevers, dkk., 2001). Permasalahan intrauterine ini berkaitan maturasi dari organ-organ termasuk organ kardiovaskuler dan ginjal.
23
Tidak optimalnya nutrisi selama kehamilan dapat mengakibatkan perubahan pada sistem metabolisme dan kardi kardiovaskular ovaskular atau fungsi dan struktur ginjal. Terganggunya perkembangan ginjal fetus selama masa kehamilan yang mengakibatkan pengurangan jumlah nephron dalam ginjal merupakan proses penting dalam terjadinya hipertensi pada anak yang lahir dengan IUGR (Chan, dkk., 2010; Keijzer-Veen, Veen, dkk., 2010 2010). Peranan faktor-faktor faktor yang berpengaruh pada pengendalian tekanan kanan darah dapat dilihat pada G Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Faktor-faktor faktor yang berpengaruh pada pengendalian tekanan darah (Sudoyo, dkk., 2006)
24
2.6
Faktor Risiko Hipertensi pada Anak Pada anak, hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh
adanya penyakit yang mendasari, lebih sering ditemukan daripada orang dewasa. Hipertensi sekunder pada anak biasanya lebih banyak ditemukan pada usia yang masih sangat muda dan biasanya terjadi peningkatan yang tinggi dari tekanan darah (Falkner, dkk., 2005; Falkner, dkk., 2010; Luma dan Spiotta, 2006). Oleh karena itu, setiap anak dengan hipertensi apalagi dengan umur yang sangat muda, menderita hipertensi stadium 2, ataupun hipertensi dengan gejala penyerta harus dilakukan evaluasi lebih mendalam terhadap kemungkinan suatu penyakit yang mendasari hipertensi tersebut dan memerlukan penanganan yang lebih cepat (Falkner, dkk., 2005). Hipertensi sekunder pada anak sering didasari oleh penyakit pada ginjal. Kelainan pada ginjal yang dapat menyebabkan hipertensi di antaranya adalah pada penyakit glomerulus akut dan kronis, pada penyakit renovaskular, pada gagal ginjal kronis (Sudoyo, dkk., 2006). Renal parenchymal disease ditemukan pada sekitar 75% kasus hipertensi sekunder pada anak, renovaskular disease ditemukan pada 10% kasus, dan penyebab yang lebih jarang seperti kelainan endokrin, penyakit cardiovascular (seperti coarctation of the aorta), sindrom Liddle, dan glucocorticoid remedial hypertension juga ditemukan pada hipertensi sekunder pada anak (Falkner, dkk., 2010). Hipertensi primer atau dikenal dengan hipertensi esensial, yaitu hipertensi yang tidak didasari suatu penyakit tertentu, lebih jarang ditemukan pada anak dibandingkan dengan pada dewasa, walaupun demikian kejadian hipertensi
25
primer pada anak ini cenderung meningkat (Falkner, dkk., 2005; Falkner, dkk., 2010; Luma dan Spiotta, 2006). Hipertensi primer atau hipertensi esensial ini merupakan penyakit yang bersifat multifaktorial yang timbul karena adanya interaksi dari faktor dan mekanisme tertentu. Hipertensi primer pada anak biasanya dikaitkan dengan hipertensi stadium 1 dan sering berhubungan dengan faktor risiko terjadinya hipertensi seperti overweight/obesitas, ras, stres, riwayat hipertensi pada keluarga (genetis), dan gaya hidup yang berisiko (Falkner, dkk., 2005; Falkner, dkk., 2010; Luma dan Spiotta, 2006). Gaya hidup berisiko ini adalah aktivitas yang lebih banyak diam (menonton televisi, bermain videogames, komputer), makanan cepat saji yang berkalori tinggi, makanan yang banyak mengandung lemak dan garam, minuman ringan dengan pemanis, serta ditambah lagi dengan berkurangnya konsumsi buah dan sayur (Falkner, dkk., 2010). Selain faktor-faktor risiko tersebut di atas terdapat pula faktor-faktor lain yang mempengaruhi kenaikan tekanan darah yaitu, sistem saraf simpatis (tonus simpatis dan variasi diurnal). Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokontriksi juga berperan di mana endotel pembuluh darah berperan utama. Remodeling dari endotel, otot polos, dan interstisium pembuluh darah juga memberikan kontribusi dalam peningkatan tekanan darah. Faktor yang lain adalah pengaruh sistem otokrin lokal yang berperanan pada sistem renin-angiotensin-aldosteron lokal (Sudoyo, dkk., 2006). Beberapa penelitian yang mencari hubungan antara overweight dan obesitas dengan hipertensi pada anak hampir semua menunjukkan hasil yang bermakna. Mekanisme peningkatan tekanan darah pada obesitas di antaranya
26
adalah dengan peningkatan stimulasi dari sistem saraf simpatis, melalui mekanisme renal dan adrenal di mana pada obesitas terjadi retensi natrium dalam ginjal dan terganggunya tekanan natriuresis yang akan mengakibatkan peningkatan volume darah. Obesitas juga akan mengaktifkan sistem reninangiotensin yang berasal dari ginjal yang akan meningkatkan tekanan darah. Selain itu obesitas juga dapat mengakibatkan disfungsi/kerusakan fungsi vasoaktif dari sel endotelial, di mana terjadi penurunan nitric oxide
yang merupakan
vasodilator dan peningkatan endhotelin yang merupakan vasokontriktor. Peningkatan kadar leptin yang merupakan salah satu adipocyte-derived substances juga berperan dalam peningkatan tekanan darah melaui peningkatan stimulasi saraf simpatis, di mana leptin mengaktivasi saraf simpatis secara sentral melalui efeknya pada hypothalamus dan secara perifer lokal. Selain itu pada obesitas juga terjadi resistensi insulin dan atau hiperinsulinemia yang dapat meningkatkan tekanan darah melalui beberapa mekanisme di antaranya adalah efek antinatriuretik dari insulin, peningkatan sistem saraf simpatis, peningkatan respon dari zat-zat vasokonstriktor, perubahan transpor kation pada membran pembuluh darah, kerusakan sistem vasodilator endotelium, dan efek stimulasi pertumbuhan otot polos pembuluh darah oleh insulin (Kotchen, 2010; Kotsis, dkk., 2010). Mekanisme patogenesis bagaimana obesitas menyebabkan hipertensi secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2.6.
27
Gambar 2.6 Mekanisme patogenesis obesitas menyebabkan hipertensi. PAI-1: plasminogen activator inhibitor-1, Tx-A2: thromboxane A2, IL-6: interleukin-6, IL-1b: interleukin-1b, TNFa: tumor necrosis factor-a, CRP: C-reactive protein, ROS: reactive oxygen species, FFAs: free-fatty acids, VCAM-1: vascular cell adhesion molecule-1, ICAM-1: inter-cellular adhesion molecule-1, NO: nitric oxide, ET-1: endothelin-1, RAS: renin–angiotensin system, SNS: sympathetic nervous system, AgRP: agouti-related peptide, NPY: neuropeptide Y, POMC: proopiomelanocortin, ARC: arcuate nucleus, a-MSH: a-melanocytestimulating Hormone, MC3R: melanocortin 3 receptor, MC4R: melanocortin 4 receptor (Kotsis, dkk., 2010) Pengaruh genetik dalam timbulnya hipertensi juga banyak diteliti. Diperkirakan timbulnya hipertensi esensial disebabkan oleh gabungan dari beberapa gen, dan sangat sulit diidentifikasi secara akurat kontribusi dari masing-
28
masing gen dalam timbulnya hipertensi, diperkirakan kejadian hipertensi dua kali lebih banyak pada orang dengan riwayat hipertensi pada salah satu ataupun kedua orang tuanya (Beevers, dkk., 2001). Beberapa mutasi gen yang spesifik juga dapat mengakibatkan hipertensi. Menurut Beevers, dkk. (2001) beberapa contoh mutasi genetik yang dimaksud adalah sebagai berikut. 1. Liddle's syndrome,
kelainan yang berhubungan dengan hipertensi
adalah rendahnya kadar plasma renin dan aldosterone, serta hipokalaemia. 2. Glucocorticoid-remediable aldosteronism, kelainan seperti Conn's syndrome, di mana terjadi perpaduan pada pembentukan gen pada bagian gen 11β-hydroxylase dan gen the aldosterone synthase. Defek ini akan mengakibatkan hyperaldosteronism, yang berespon dengan dexamethasone dan memiliki insiden stroke yang tinggi. 3. Congenital adrenal hyperplasia oleh karena
11 β-hydroxylase
deficiency, kelainan yang berhubungan dengan 10 mutasi yang berbeda dari gen CYP11B1 . 4. Syndrome of apparent mineralocorticoid excess, timbul dari mutasi pada gen yang mengkode enzim ginjal 11 β-hydroxysteroid dehydrogenase, di mana enzim yang rusak akan menyebabkan kadar cortisol normal mengaktivasi reseptor mineralocorticoid. 5. Congenital adrenal hyperplasia oleh karena 17 α-hydroxylase deficiency, kelainan dengan hyporeninaemia, hypoaldosteronism, tidak adanya karakteristik seksual sekunder, dan hypokalaemia.
29
6. Gordon's syndrome (pseudo-hypoaldosteronism): familial hipertensi dengan
hyperkalaemia, kemungkinan berkaitan dengan lengan
panjang kromosom 17. 7. Sporadic case reports of familial inheritance of phaeochromocytoma (multiple
endocrine
neoplasia,
MEN-II
syndrome),
Cushing's
syndrome, Conn's syndrome, renal artery stenosis oleh karena fibromuscular dysplasia. 8. Gen angiotensinogen kemungkinan berkaitan dengan hipertensi 9. Gen angiotensin converting enzyme kemungkinan berkaitan dengan hipertrofi ventrikel kiri atau nephropathy hipertensi. 10. Gen α-Adducin kemungkinan berkaitan dengan dengan salt sensitive hypertension. Selain itu, kejadian hipertensi pada anak juga sering dikaitkan dengan jenis kelamin, di mana dari beberapa penelitian mendapatkan prevalensi hipertensi lebih tinggi pada laki-laki dan sebagian lagi mendapatkan hasil yang sebaliknya. Sedangkan beberapa penelitian mengenai hubungan antara ras/etnik dan wilayah tempat tinggal dengan kejadian hipertensi pada anak juga mendapatkan hasil yang berbeda, sebagian penelitian tidak mendapatkan perbedaan dan sebagian penelitian mendapatkan adanya perbedaan yang bermakna. Beberapa penelitian tentang hipertensi pada anak dan faktor risikonya dapat dilihat pada Tabel 2.3.
30
Tabel 2.3 Hipertensi pada anak dan berbagai faktor risiko berdasarkan hasil dari beberapa penelitian di seluruh dunia Negara/ Daerah
Sampel Hubungan berbagai faktor risiko dengan hipertensi pada anak (TD ≥ persentil ke-95) (Usia dalam tahun)
USA, Fort WorthTexas
1066 (8-13)
overweight/obesitas (IMT ≥ persentil ke-85): Adjusted OR 3,05 (IK 95%: 2,11–4,41, p<0,001). jenis kelamin: Adjusted OR laki-laki=1, perempuan 1,3 (IK 95%: 0,93-1,81, p=0,120). Etnis: Adjusted OR Caucasian 1, African American 1,31 (IK 95%:0,74–2,33, p=0,355), Hispanic 0,77 (IK 95%: 0,48–1,26, p=0.297). (Urrutia-Rojas, dkk., 2006).
USA, HoustonTexas
5102 (10,319,4)
Skrining III: Overweight (IMT ≥ persentil ke-95): Adjusted RR 3,26 (IK 95%: 2,51–4,26). jenis kelamin: Adjusted RR perempuan=1, laki-laki 1,50 (IK 95%: 1,15-1,95). Etnis: Adjusted OR Asian 1, African American 1,11 (IK 95%: 0,77–1,61), Hispanic 1,1,2 (IK 95%: 0,82–1,53). (Sorof, dkk., 2004).
Sudan, Khartoum
304 (6-12)
Overweight (persentil ke-85 s.d. 95): adjusted RR 2,23 (IK 95%: 0,22–22,86), obesitas (> persentil ke-95): adjusted RR 14,69 (IK 95%:2,45–88,2). Jenis kelamin: hipertensi pada laki-laki 10,3%, perempuan 3,4%. Riwayat hipertensi pada keluarga: hipertensi pada riwayat keluarga (+) 9,4%, hipertensi pada riwayat keluarga (-) 3,7%. (Salman, dkk., 2010).
Mexico, Sabinas Hidalgo
329 (6-12)
overweight/obesitas (IMT ≥ persentil ke-85): Adjusted OR 7,43 (IK 95%: 1,75–31,5, p<0,001). jenis kelamin: Adjusted OR laki-laki=1, perempuan 1,84 (IK 95%: 0,54-6,28, p=0,314). (Aregullin-Eligio dan Alcorta-Garza, 2009).
31
Iran, Alvand City
840 (7-12)
jenis kelamin: hipertensi sistolik pada 6,4% lakilaki dan 5,9% perempuan, hipertensi diastolik pada 4,3% laki-laki dan 2,5% perempuan. (Mahyar, dkk., 2007).
Italy
3923 (6-11)
overweight: RR=2,33 (IK 95%: 1.76-3.08), obesitas: RR=3,69 (IK 95%: 2,78-4,90). (Barba, dkk., 2006).
Switzerland, Canton of Vaud
5207 (10.1– 14.9)
BB normal (IMT < persentil ke-85): adjusted OR 1, Overweight (IMT pada persentil ke-85-94): adjusted OR 2,7 (IK 95%: 1,5-5,0, p=0.001), obesitas (IMT ≥ persentil ke-95): 16,2 (IK 95%: 9,1–28,9, p<0.001). Tidak ada riwayat hipertensi pada orang tua adjusted OR 1, Riwayat pada ayah: adjusted OR 2,4 (IK 95%: 1,4–4,2, p-=0.001), Riwayat pada ibu: adjusted OR 1,7 (IK 95%: 0,9-3,4, p=0.13), riwayat pada ayah dan ibu: adjusted OR 2,3 (IK 95%: 0,8-7,1, p=0.14). (Chiolero,dkk., 2007a).
Iraq, Baghdad
1427 (6-12)
Hipertensi lebih tinggi pada 1,8 kali pada anak obesitas (4,7%) dibandingkan anak tidak obesitas (2,6%) (p<0,05). Jenis kelamin: prevalensi hipertensi 0,8% pada lakilaki dan 0,9% pada perempuan (perbedaan tidak bermakna). (Subhi, 2006).
India, Shimla
1085 (11-17)
Kejadian peningkatan tekanan darah berbeda bermakna antara anak dengan IMT tinggi (overweight and obesitas) dibandingakan dengan IMT normal (46,5% vs 17%, P<0.001) Kejadian hipertensi lebih tinggi pada daerah perkotaan (7%) dibandingkan dengan pedesaan (4,3%). (Sharma, dkk., 2010).
Republic of Seychelles
15612 (5–16)
TDS dan TDD berhubungan bermakna dengan IMT. Pada berat badan normal, overweight ,dan obesitas proporsi hipertensi sebesar 7,5%, 16,9%,
32
dan 25,2% (pada laki-laki), dan 7,5%, 16,1%, dan 33,2% (pada perempuan) Jenis kelamin: prevalensi hipertensi 9,1% pada laki-laki dan 10,1% pada perempuan. (Chiolero, dkk., 2007b). Asia Selatan
5641 (5–14)
Jenis kelamin : hipertensi pada laki-laki (15,8%) lebih besar dari wanita (8.7%). (Jafar, dkk., 2005).