Tinjauan Pustaka
Hipertensi Pulmonal pada Anak
I Nyoman Budi Hartawan, I.B. Agung Winaya Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ Rumah Sakit Sanglah Denpasar
Abstrak: Hipertensi pulmonal (HP) adalah tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg saat beristirahat dan lebih dari 30 mmHg saat beraktivitas. HP dibedakan menjadi primer dan sekunder. HP primer tidak diketahui penyebabnya dan HP sekunder jelas diketahui penyebabnya seperti penyakit jantung bawaan sianotik maupun nonsianotik. HP sekunder juga dapat disebabkan oleh penyakit paru maupun tromboemboli. Patofisiologi HP disebabkan peningkatan aliran darah lewat arteri pulmonalis maupun peningkatan resistensi arteri pulmonalis. Gejala yang timbul tidak spesifik dan sering sulit dibedakan dengan penyakit paru ataupun penyakit kardiovaskuler. Gejala klinis yang timbul adalah sesak napas, sinkop, nyeri dada. Pemeriksaan fisik yang paling penting dan konsisten ditemukan adalah peningkatan komponen pulmonal pada suara jantung dua. Foto torak mengindikasikan adanya HP, elektrokardiografi menunjukkan pembesaran ventrikel kanan dan ekokardiografi adalah pencitraan yang paling berguna untuk mendeteksi HP. Terapi HP yang berkembang dalam dua dekade terakhir memberikan kemajuan signifikan. Kata kunci: hipertensi pulmonal, penyakit jantung bawaan
86
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 3, Maret 2008
Hipertensi Pulmonal pada Anak
Pulmonary Hypertension in Pediatrics I Nyoman Budi Hartawan, I.B. Agung Winaya Department of Child Health Medical School, Udayana University Sanglah Hospital, Denpasar-Bali Indonesia
Abstract: Pulmonary hypertension (PH) is defined as mean pulmonary artery pressure of more than 25 mmHg at rest or more than 30 mmHg during exercise. PH is classified as primary and secondary. Primary PH is idiopathic and secondary PH is caused by cyanotic and noncyanotic congenital heart diseases. Secondary PH also can also be caused by pulmonary diseases and thromboembolism. Pathophysiology of PH is caused by increased flow or resistance of pulmonary artery. The symptoms of PH are nonspecific and are often difficult to differentiate from those of other pulmonary or cardiovascular diseases. The presenting symptoms are dyspnoea, exertional dyspnoea, syncope, chest pain. The most consistent finding in patients with PH is increased pulmonic component of the second heart sound. Chest radiography may indicate the presence of PH, electrocardiography can frequently reveal evidence of right atrial or ventricular enlargement in patients with PH and echocardiography is the most useful imaging modality for detecting PH. Therapeutic advances over the past two decades have resulted in significant improvements. Keywords: pulmonary hypertension, congenital heart diseases
Pendahuluan Hipertensi pulmonal (HP) adalah tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mm Hg saat beristirahat dan lebih dari 30 mm Hg saat beraktivitas. HP dibagi menjadi 2 yaitu idiopatik atau primer yang tidak diketahui penyebabnya dan HP sekunder yang penyebabnya dapat diidentifikasi.1,2 Angka kejadian HP belum jelas. Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian mendekati 0,2% dari seluruh anak yang menderita kelainan jantung, sementara laporan lain memperkirakan 1,6%. Penelitian di Amerika memperkirakan 1-2 kasus baru tiap 1 juta populasi dengan rasio jenis kelamin laki-laki : perempuan 1,8:1.3 Saat ini patofisiologi HP sedikit terkuak, sehingga pengobatan lebih menjanjikan. Modalitas terapi seperti obatobatan yang berkembang pesat dan tindakan pembedahan dapat meningkatkan kualitas hidup dan prognosis penderita.1,3 Etiologi Beberapa penyakit yang tergolong HP primer seperti pulmonary arteriopathy, pulmonary veno-occlusive disease, pulmonary capillary hemangiomatosis dan alveoler capillary dysplasia.4 Penyebab HP sekunder adalah penyakit jantung bawaan (PJB), kor pulmonale ataupun kelainan rongga dada seperti kifoskoliosis. 5 PJB menyebabkan peningkatan aliran darah ke arteri pulmonalis.6
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 3, Maret 2008
Lesi pada Jantung yang Menyebabkan HP 1. Pirau dari kiri ke kanan: Defek Septum Ventrikel (DSV), Duktus Anteriosus Persisten (DAP), Defek Septum Atrioventrikularis (DSAV), defek septum atrium (DSA), aorta pulmonary window 2. Peningkatan tekanan pada vena pulmonalis: Kardiomiopati, koartasio aorta, hypoplastic left heart syndrome, shone complex, stenosis mitral, supravalvular mitral ring, cor triatrium, stenosis vena pulmonalis, anomali total drainase vena pulmonalis 3. Penyakit jantung sianotik: Transposisi arteri besar, trunkus arte riosus 4. Anomali dari arteri atau vena pulmonalis 5. Operasi shunting paliatif: Potts anastomosis, Waterston anasto mosis, Blalock-Taussig anastomosis HP juga terjadi pada penyakit paru yang menyebabkan hipoksia seperti penyakit parenkim paru, obstruksi saluran napas bagian atas, berkurangnya ventilasi dan hipoksia (misalnya karena ketinggian).1,2 Tromboemboli juga dilaporkan sebagai penyebab HP, seperti tromboemboli pulmoner, hemoglobinopati (penyakit sickle cell), fibrosis dan tumor mediastinum, emboli ova, emboli tumor, benda asing, ventriculovenous shunt untuk hidrocephalus, sepsis dan dehidrasi. HP juga disebabkan penyakit collagen vascular dan penyakit granulomatosa seperti skleroderma, lupus eritematosus sistemik, artritis rematoid dan sarkoidosis.1,6
87
Hipertensi Pulmonal pada Anak Penyebab lain seperti agen anoreksia, obat psikotropik seperti kokain, hipertensi portal, penyakit hati dan infeksi HIV.1 Pada tahun 1998 WHO membuat klasifikasi baru HP dan direvisi kembali pada tahun 2003.1,6-8 Klasifikasi HP oleh WHO 1. Hipertensi arteri pulmonalis • HP idiopatik • Familial • Berhubungan dengan penyakit kolagen vaskuler, hipertensi portal, infeksi HIV, obat-obatan atau toksin, gangguan pada tiroid seperti penyakit gaucher dan hemoglobinopati. • HP persisten pada neonatus • Oklusi vena pulmonalis 2. HP dengan penyakit pada jantung kanan • Penyakit pada atrium dan ventrikel kanan • Penyakit katup pada ventrikel kiri 3. HP yang berhubungan dengan gangguan pada sistem pernapasan dan atau hipoksemia • Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) • Penyakit paru interstitiel· Gangguan bernapas s aat tidur • Alveolar hipoventilation disorder • Paparan kronis dari tempat ketinggian • Penyakit paru pada neonatus • Alveolar capillary displasia 4. HP yang disebabkan trombosis kronis dan atau penyakit emboli • Obstruksi tromboemboli proksimal arteri pulmonalis • Obstruksi distal dari arteri pulmonalis 5. Lain-lain seperti sarkoidosis Perkembangan Arteri Pulmonalis Dengan bertambahnya umur, arteri pulmonalis akan berkembang baik jumlah maupun ukurannya. Walaupun alveoli juga mengalami proliferasi namun rasio diameter alveoli dengan arteri pulmonalis menurun. Pada masa neonatus rasio diameter alveoli berbanding arteri pulmonalis adalah 20:1. Saat memasuki usia 2 tahun rasionya menurun menjadi 12:1, dan saat dewasa rasionya menurun menjadi 6:1. Rasio diameter tersebut pada penderita pirau dari kiri ke kanan seperti DSV pada anak usia 2 tahun adalah 20:1. Pada analisis posmortem tampak arteri pulmonalis bagian aksial mengalami dilatasi di hilus kemudian menyempit di perifer.9 Patofisiologi HP disebabkan oleh peningkatan aliran darah atau peningkatan resistensi arteri pulmonalis. Tabel 1 menunjukkan peningkatan tekanan pada arteri pulmonalis disebabkan oleh peningkatan aliran darah pulmonal (F) yang disebut dengan hiperkinetik, atau peningkatan resistensi
88
arteri pulmonalis (R). Meskipun terjadi peningkatan aliran darah, namun secara fisiologis resistensi arteri pulmonalis juga meningkat yang merupakan usaha untuk mencegah gagal jantung kanan.1,2 Penyebab terjadinya tipe hiperkinetik dan peningkatan resistensi pulmonal dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Pulmonal Tipe
Klasifikasi
Hiperkinetik Obstruksi vaskuler paru atau hipertensi vena pulmonalis
P=rxF P=Rxf
P: peningkatan tekanan arteri pulmonalis; F: tingginya aliran darah pulmoner; r: nilai resistensi total pulmoner; f: aliran darah pulmoner yang normal; R: total resistensi pulmoner.
Tabel 2. Penyebab Hipertensi Pulmonal Tipe
Penyebab
Reversibel • Hiperkinetik DSV atau DAP • Hipertensi vena pulmonalis Stenosis mitral, obstruksi vena pulmonalis, atau kegagalan ventrikel kiri Ireversibel • Obstruksi vena pulmonalis Hipertensi pulmonal primer, sindrom Eisenmenger
Patofisiologi yang paling dipahami adalah HP hiperkinetik yang terjadi karena PJB yang menyebabkan pirau dari kiri ke kanan, seperti DSV, DSAV atau DAP. HP juga dapat terjadi pada penderita DSA, namun dalam waktu lebih lama. Peningkatan volume darah yang menuju ke arteri pulmonalis menyebabkan perubahan pada dinding arteri pulmonalis. Di samping akibat peningkatan aliran darah, juga terjadinya kompensasi vasokonstriksi arteri pulmonalis. HP hiperkinetik merupakan respon kompensasi akibat peningkatan aliran darah dari kiri ke kanan dan biasanya reversibel jika penyebabnya dikoreksi sebelum terjadi perubahan permanen pada arteri pulmonalis. Sindrom Eisenmenger terjadi jika HP berat dan akan timbul sianosis akibat aliran darah berbalik dari kanan ke kiri yang menandakan perubahan ireversibel pada arteri pulmonalis, atau telah terjadi pulmonary vascular obstructive disease (PVOD). Onset timbulnya HP hiperkinetik bervariasi dari masa bayi sampai dewasa, namun paling sering terjadi pada awal masa adolesen. Secara umum anak dengan DSV atau DAP belum berkembang menjadi PVOD dalam tahun pertama kehidupannya, namun jika sejak awal lesi jantung disertai penyakit paru kronis akan mempercepat perkembangan menuju ke PVOD. Anak DSAV akan menderita PVOD lebih awal dari lesi jantung dengan pirau dari kiri ke kanan yang lain. Sindrom Down dengan pirau dari kiri ke kanan yang Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 3, Maret 2008
Hipertensi Pulmonal pada Anak besar akan menderita PVOD lebih awal dari anak yang tidak menderita sindrom Down dengan kelainan yang sama.1-3,6 Hipoksemia yang terjadi pada PJB sianotik seperti transposisi arteri besar dan trunkus arteriosus dengan peningkatan pirau adalah stimulus yang sangat poten untuk terjadinya HP. Kebanyakan pasien dengan transposisi arteri besar berkembang menjadi PVOD dalam tahun pertama kehidupan.6 Lesi pada arteri pulmonalis dimulai dari hipertrofi tunika media, kemudian diikuti tunika intima dan fibrosis. Proses selanjutnya menyebabkan dilatasi arteri, pembentukan nekrosis fibrinoid dan lesi fleksiform yang menyebabkan perkembangan penyakit menuju sindrom Eisenmenger. Peningkatan aliran darah menyebabkan peningkatan tekanan pada arteri pulmonalis. Sebagai respon terhadap peningkatan afterload, ventrikel kanan mengalami hipertrofi. Pada awalnya ventrikel kanan dapat menjaga aliran darah yang cukup selama keadaan istirahat, namun ventrikel kanan tidak mampu meningkatkan cardiac output (CO) saat beraktivitas. Dengan berkembangnya HP maka ventrikel kanan gagal untuk mempertahankan CO dan pada akhirnya CO akan menurun dan terjadi kegagalan jantung kanan. Perubahan gambaran histopatologi pembuluh darah yang terjadi pada HP sekunder akibat penyakit jantung kongenital, juga terjadi pada HP primer.1,2,6 Pada hipertensi vena pulmonalis terjadi peningkatan tekanan pada vena pulmonalis mengakibatkan refleks vasokonstriksi pada arteri pulmonalis dan selanjutnya menimbulkan hipertensi arteri pulmonalis. Hipoksia alveolar yang terjadi akibat udem pulmonal juga berkontribusi terhadap terjadinya HP. Walaupun arteri pulmonalis menunjukkan hipertrofi tunika media berat yang disertai fibrosis, proses primer sebenarnya terjadi pada vena pulmonalis berupa penebalan tunika media.1,2 HP dapat terjadi akibat penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) pada daerah kapiler alveolus (alveolar hypoxia), bukan penurunan PO2 pada darah sistemik atau PO2 pada arteri pulmonalis. Alveolar hipoxia terjadi pada penyakit parenkim paru, PPOK, penyakit paru interstitiel, tidak adekuatnya pengaturan ventilasi (penyakit pada sistem saraf pusat), penyakit pada otot dinding dada, gangguan bernapas saat tidur, alveolar hipoventilation disorder, paparan kronis dari tempat ketinggian, penyakit paru pada neonatus serta hipoplasia paru. Gangguan bernapas saat tidur sering terjadi pada pasien dengan obstruksi saluran napas bagian atas seperti hipertrofi tonsil, adenoid, laringotrakeomalasia dan tumor laring. Penurunan PO2 memacu vasokonstriksi arteri pulmonalis yang sangat kuat yang diperkuat oleh asidosis. Vasokonstriksi menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah. Mekanisme pasti penyebab HP pada alveolar hypoxia belum sepenuhnya dipahami. Vasokonstriksi mungkin disebabkan efek langsung penurunan PO2 pada arteriol Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 3, Maret 2008
pulmoner yang menyebabkan peningkatan permeabilitas membran terhadap kalsium, tapi mungkin juga disebabkan pelepasan agen humoral lokal yang terdapat atau diaktifasi di paru. Paru-paru dapat mengaktifkan hormon vasoaktif seperti angiostensin I dan menginaktivasi hormon lainnya seperti bradikinin, serotonin serta beberapa prostaglandin. Agen vasoaktif yang dilepaskan karena alveolar hypoxia adalah prostaglandin F, tromboksan, endoproksida, angiostensin, ketekolamin, dan slow reacting substances of anaphylaxis (SRSA). Akhir-akhir ini ditemukan penurunan sintesis dari nitric oxide (NO) suatu endothelium derived relaxing factor yang diakibatkan oleh efek metabolik yang timbul karena hipoksia lama atau transien.2,8,9 HP primer/idiopatik terjadi akibat hipereaktifitas pembuluh darah paru yang mendapat rangsangan beraneka ragam, menyebabkan vasokonstriksi dan berkembang menjadi lesi vaskuler yang sama dengan HP sekunder.2 Kromosom 2q32-33 adalah lokasi gena yang bertanggung jawab terhadap peningkatan suseptibilitas terhadap HP dan sering ditemukan pada anak dengan HLA DR3, HLA DR52, dan HLA DQ2.10,11 HP primer menunjukkan ketidakseimbangan produksi mediator vasoaktif berupa peningkatan rasio metabolit dari tromboksan dengan prostasiklin. Pada urin penderita HP ditemukan penurunan kadar metabolit prostasiklin (6-ketoprostasiklin F2) dan peningkatan metabolit tromboksan (tromboksan B2). Tromboksan adalah vasokonstriktor poten yang menyebabkan agregasi platelet dan bersifat mitogen. Prostasiklin adalah vasodilator poten, menghambat aktivasi platelet dan efek anti proliveratif. Faktor lain yang terlibat adalah serotonin, NO, endothelin-1 dan adrenomedulin. Serotonin adalah vasokonstriktor dan menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia otot polos arteri pulmonalis. Peningkatan kadar serotonin dalam plasma dan penurunan kadarnya dalam platelet ditemukan pada penderita HP.6-8 NO (diproduksi oleh enzim nitric oxide synthase yang terdapat di endotel vaskuler) adalah vasodilator poten yang menghambat aktivitas platelet dan proliferasi sel otot polos. Penurunan kadar NO ditemukan terutama HP primer. Endothelin-1 adalah vasokonstriktor poten yang dapat menstimulasi proliperasi otot polos arteri pulmonalis. Kadar endothelin-1 dalam plasma meningkat pada HP dan kadarnya berbanding lurus dengan peningkatan aliran darah pulmonal dan CO. Hal tersebut menandakan adanya pengaruh hemodinamik terhadap efektor pembuluh darah.7,8 Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan vasokonstriksi pulmonal maupun trombosis lokal. Kerusakan endotel terjadi karena pelepasan agen kemotaksis yang menyebabkan migrasi dari sel otot polos ke dinding pembuluh darah. Sebagai tambahan, kerusakan endotel bersama dengan pelepasan mediator inflamasi lokal menyebabkan kondisi prokoagulan yang selanjutnya menimbulkan obstruksi pembuluh darah dan remodelling pembuluh darah.1 Persistent pulmonary hipertension of the newborn (PPHN) memiliki 3 patofisiologi yaitu perkembangan paru dan 89
Hipertensi Pulmonal pada Anak pembuluh darah paru yang terlambat, maladaptasi arteri pulmonalis terhadap kehidupan ekstra uterin serta perkembangan menyimpang dari arteri pulmonalis sejak dalam kandungan.9 PPHN bisanya terjadi pada neonatus aterm dengan penyakit dasar seperti aspirasi mekoneum, respiratory distress syndrome, sepsis dan hipoplasia paru.12,13 Perkembangan paru dan pembuluh darah paru yang telambat dihubungkan dengan hernia diafragmatika kongenital dan paru hipoplastik. Peningkatan resistensi pulmoner menyebabkan berkurangnya pertukaran gas sehingga terjadi hipoksia dan hiperkarbia. Maladaptasi arteri pulmonalis terjadi karena stres perinatal seperti hipoglikemia, perdarahan, aspirasi mekoneum, respiratory distress syndrome atau asfiksia yang selanjutnya menyebabkan kegagalan dilatasi arteri pulmonalis yang menyebabkan resistensi pulmonal meningkat.9 Tromboemboli sering terjadi pada hydrocephalus dengan ventriculoatrial shunts, karena terjadi bekuan atau endapan pada ujung kateter serta reaksi fibrinolisis yang abnormal cairan serebrospinal dalam paru. Emboli lemak sering dihubungkan dengan penyakit kolagen vaskuler atau akibat trauma, sedangkan emboli ova terjadi pada schistosomiasis. Emboli tumor dapat membawa metastase dari tumor di ginjal atau organ abdomen yang selanjutnya menyebabkan infiltrasi tumor ganas dalam paru. Endokarditis pada sisi kanan jantung dan atrial myxoma juga merupakan sumber emboli paru.9 Infeksi HIV sering dihubungkan dengan timbulnya HP. Penderita HIV/AIDS yang menderita HP diperkirakan sebesar 0,5% dengan risiko 6-12 kali lebih tinggi dari populasi umum. Terjadinya HP tidak tergantung pada kadar CD4 dalam darah, namun berhubungan dengan lama menderita infeksi HIV. Karena virus ini tidak menginfeksi sel endotel arteri pulmonalis maka mekanisme pasti timbulnya HP tidak diketahui. Hipertensi portal juga mempunyai risiko menderita HP. Perjalanan dari hipertensi porta sampai timbulnya HP diperkirakan sekitar 4-7 tahun. Mekanisme terjadinya HP pada hipertensi porta belum jelas. Risiko thalasemia beta menderita HP berkisar 8-30%. NO yang dirusak oleh hemoglobin bebas merupakan mekanisme yang diyakini sebagai penyebab.8 Menurut Heath6 dan Edwards gambaran histopatologis HP dibedakan menjadi 6 tingkat. Tingkat I terjadi hipertrofi muskuler tunika media arteri pulmonalis, tingkat II proliferasi sel tunika intima arteri pulmonalis, tingkat III terjadi fibrosis tunika intima arteri pulmonalis, tingkat IV dilatasi dan menipisnya dinding arteri pulmonalis, tingkat V terjadi lesi fleksiform arteri pulmonalis dan tingkat VI nekrosis fibrinoid arteri pulmonalis. Tingkat I-III dianggap masih reversibel, tapi tingkat IV-VI merupakan kelainan yang ireversibel.9,14 Manifestasi Klinik Gejala klinik pada bayi dan anak mungkin berbeda dengan dewasa. Bayi menunjukkan gejala akibat penurunan CO, seperti nafsu makan menurun, gagal tumbuh, letargi, 90
diaporesis, takipneu, takikardi, mual muntah dan iritabel. Bayi atau anak mungkin sianosis saat beraktivitas atau saat beristirahat akibat aliran darah dari kanan ke kiri. Pada anak, sesak napas adalah gejala yang paling sering, terutama saat latihan fisik akibat kegagalan meningkatkan CO saat kebutuhan oksigen jaringan meningkat. Episode sinkop lebih sering dijumpai pada anak-anak daripada dewasa karena terbatasnya CO yang timbul baik saat latihan maupun saat di luar latihan akibat berkurangnya aliran darah ke otak. Dilatasi pembuluh darah perifer saat latihan juga memperberat sinkop. Saat menginjak awal masa kanak-kanak gejala HP akhirnya mirip dengan dewasa, berupa sesak napas saat beraktivitas dan nyeri dada akibat iskemia otot jantung kanan. Gejala gagal jantung kanan seperti udem perifer dan hepatomegali jarang ditemukan pada usia kurang dari 10 tahun. 3,5 Hemoptisis sangat jarang terjadi, menandakan pecahnya pembuluh darah yang distensi atau akibat infark paru dengan trombosis arteri yang terjadi sekunder.3,15 Pemeriksaan fisik sering ditemukan adanya distorsi dinding dada akibat hipertrofi ventrikel kanan yang berat. Temuan dari pemeriksaan fisik yang paling penting dan konsisten adalah peningkatan komponen pulmonal pada auskultasi.16 Bunyi jantung 2 terdengar keras dengan splitting yang tidak lebar pada pirau interventrikuler dan aorta pulmonal, namun splitting terdengar lebar apabila pirau terdapat pada tingkat interatrial. Klik ejeksi dan murmur ejeksi sistolik dapat didengar di sela iga 2-3 parasternal kiri, kadangkadang disertai murmur awal diastolik dari insufisiensi pulmonal dan murmur pansistolik dari regurtisasi trikuspid. Tanda-tanda adanya kegagalan jantung kanan seperti hepatomegali, udem perifer, akrosianosis jarang ditemukan pada anak kecil. Jari tabuh bukan gejala tipikal dari HP, namun pada beberapa pasien yang menderita penyakit dalam waktu lama jari tabuh dapat ditemukan. Keberadaan jari tabuh menandakan adanya hipoksemia kronis sekunder akibat adanya pirau dari kanan ke kiri.3,15,16 Rekaman elektrokardiografi menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan dan hipertrofi atrium kanan karena beban tekanan berlebih sedangkan ventrikel kiri dan atrium kiri berada dalam batas-batas normal, kecuali apabila terdapat kelainan jantung lainnya. Makin tinggi tekanan dalam arteri pulmonalis makin sensitif pemeriksaan EKG dalam mendiagnosis HP.14,15 Gambaran foto torak yang khas berupa konus pulmonalis yang sangat membonjol, hilus yang lebar, vaskularisasi paru yang meningkat sekitar hilus namun berkurang di perifer. Gambaran ini disebut pruning. Keadaan pembuluh darah di daerah hilus harus diperhatikan dengan baik. Hilus kiri biasanya sulit dinilai karena tertutup oleh bagian arteri pulmonalis. Cabang-cabang arteri pulmonalis tampak seperti gambaran pohon. Sulit untuk menentukan perubahan minimal vaskularisasi paru. Yang dapat ditentukan hanyalah adanya penambahan atau pengurangan pembuluh darah. Hal ini banyak manfaatnya bila digabung dengan pemeriksaan Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 3, Maret 2008
Hipertensi Pulmonal pada Anak klinis dan penunjang lainnya.17 Gambaran ekokardiografi berupa hipertrofi ventrikel kanan dan atrium kanan, sementara ventrikel kiri dan atrium kiri tampak normal. Gerakan septum biasanya normal, kecuali bila terdapat pirau interatrial dari kiri ke kanan atau regurtisasi trikuspid dan regurtisasi pulmonal, maka gerakan septum tampak paradok karena beban volume berlebih yang dihadapi ventrikel kanan. Katup pulmonal tampak hipertensif, dengan gelombang “a” yang hilang pada saat diastol dan timbulnya midsystolic notch pada saat sistol. Dengan ekokardiagrafi Doppler, pada posisi aksis lintang parasternal kiri, dapat direkam dan diketahui besarnya tekanan rerata arteri pulmonalis. Rekaman aliran darah pulmonal tampak terjal ke bawah menjauhi tranduser. Rekaman aliran darah pulmonal yang normal menyerupai bentuk peluru, dengan waktu akselerasi lebih dari 120 msec dan tekanan rata-rata arteri pulmonalis kurang dari 20 mmHg. Hendaknya dicari pula kelainan yang mendasari timbulnya HP.9,14 Kateterisasi jantung harus dikerjakan terutama pada HP yang tidak diketahui penyebabnya dan merupakan baku emas penegakan diagnosis HP. Kateterisasi juga berguna untuk menentukan adanya pirau yang tidak terdeteksi, penyakit jantung kongenital dan stenosis arteri pulmonalis bagian distal.15 Diagnosis Anamnesis adanya sesak napas, fatique dan sinkop yang timbul saat melakukan aktivitas. Riwayat PJB, sakit kepala, nyeri dada (seperti angina) dan muntah darah. Riwayat keluarga sangat penting, seperti riwayat HP, penyakit jaringan ikat, penyakit jantung kongenital, keganasan dan adanya riwayat kematian dini. Riwayat kelahiran dan neonatal, pemakaian obat-obatan seperti psikotropika, terpapar di daerah tinggi, atau bahan-bahan toksik dan riwayat penyakit saluran napas berulang. Penyakit yang berhubungan dengan pembekuan darah sebaiknya juga ditelusuri. Penelusuran ini mengarah pada kemungkinan pencetus HP.2,3 Pemeriksaan non invasif seperti EKG dan ekokardiagrafi sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya HP dan akurat untuk menentukan beratnya HP. Kateterisasi jantung menggambarkan adanya HP dan derajat beratnya HP. Untuk menentukan peningkatan tekanan arteri pulmonalis akibat vasokonstriksi atau perubahan permanen dari arteri dapat digunakan tolazolin selama kateterisasi, vasodilator lain, atau oksigenasi selama tindakan.3 Terapi Kebanyakan kasus HP sulit untuk diterapi dan sulit kembali seperti normal, walaupun penyebabnya dapat dieliminasi. Satu-satunya jalan adalah melakukan pencegahan dan eliminasi penyebab sedini mungkin. Sekali PVOD terjadi tidak dapat diharapkan terjadi perbaikan. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan adalah mengeliminasi penyebab, seperti
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 3, Maret 2008
tindakan pembedahan yang tepat waktu terhadap PJB dengan pirau kiri ke kanan yang besar (DSV, DAP, DSAV), tonsilektomi dan adenoektomi jika penyebab HP adalah sumbatan jalan napas bagian atas serta pengobatan penyakit yang mendasari seperti asma.6,15 Tindakan yang dapat dilakukan seperti menghindari latihan fisik yang terlalu berat dan bepergian ke daerah tinggi. Berpergian dengan pesawat udara diperbolehkan. Suplementasi oksigen diberikan jika diperlukan, diuretika untuk mengurangi udem paru. Gagal jantung kronis diterapi dengan pemberian digoksin dan diuretika. Digoksin dapat meningkatkan kontraktilitas ventrikel kanan melawan peningkatan afterload serta berguna untuk memperbaiki disfungsi ventrikel kiri, namun penggunaan digoksin untuk gagal jantung kanan masih kontroversi. Digoksin memberikan hasil yang baik jika terjadi gagal jantung kiri yang menyertai HP. Digoksin juga bermanfaat jika HP disertai atrial fibrilasi.7,15 Pengobatan untuk menurunkan resistensi pulmonal secara aktif berupa perbaikan oksigenasi dengan dukungan intubasi dan ventilasi. Hiperventilasi akan menginduksi alkalosis respiratorik dan menimbulkan vasodilatasi pulmoner. Oksigen aliran rendah (low flow) dapat mengurangi tekanan dalam arteri pulmonalis pada penderita HP akibat penyakit paru namun tidak banyak bermanfaat pada HP primer. Anak dengan gagal jantung kanan berat sebaiknya diberikan oksigen secara kontinyu. Pemberian oksigen pada sindrom Eisenmenger saat tidur dapat mengurangi polisitemia. Obat inotropik seperti digoksin dan dopamin dapat membantu menurunkan tekanan dalam arteri pulmonalis, namun bukti tentang manfaat digitalis masih diragukan mengingat sedikit bukti ilmiah yang mendukung penggunaannya serta bahaya peningkatan efek toksik digitalis pada penderita hipoksemia. Penggunaan diuretika harus hati-hati terhadap bahaya hipokalemia dan dapat mengurangi CO serta mengurangi efek obat lain seperti vasodilator. Pemantauan serum elektrolit sangat penting pada penggunaan diuretika. Penggunaan vasodilator didasari adanya vasokonstriksi pulmonal dalam berbagai tingkatan. Tujuan utama penggunaan vasodilator adalah mengurangi resistensi arteri pulmonalis dan meningkatkan CO tanpa menyebabkan hipotensi sistemik yang simtomatik. Konsep ini didasari gambaran patologis berupa hipertrofi otot polos arteri pulmonalis serta berdasarkan teori yang menyatakan vasokonstriksi mengakibatkan obstruksi aliran darah. Vasodilator juga mengurangi overload pada ventrikel kanan sehingga dapat meningkatkan CO ventrikel kanan. Calcium-channel-blocker (nifedipine/diltiazem) sebaiknya diberikan pada penderita yang berespon dengan test vasodilator (NO/prostasiklin). Jika memungkinkan respon terhadap vasodilator ditentukan dengan melakukan kateterisasi. Penelitian RCT membuktikan obat ini memperpanjang harapan hidup penderita. Penggunaan calcium-channelblocker harus berhati-hati karena menyebabkan penurunan CO.6,7
91
Hipertensi Pulmonal pada Anak Prostasiklin merupakan salah satu pilihan jika calcium channel blocker tidak memberikan perbaikan klinis. Prostasiklin digunakan pada HP primer maupun HP sekunder akibat PJB. Prostasiklin intravena jangka panjang dapat memperpanjang harapan hidup, anak dapat kembali bersekolah, meningkatkan kapasitas latihan serta kualitas hidup. Beberapa kasus menunjukkan perubahan yang dramatis berupa berkurangnya HP. Penelitian penggunaan protasiklin jangka panjang memberikan harapan perubahan pada HP telah ireversibel dengan adanya bukti remodeling dari pembuluh darah pulmonal. Untuk mengurangi efek samping saat pemberian prostasiklin seperti gangguan pembekuan, mual muntah, selulitis, sepsis, saat ini telah dikembangkan analog sintetis prostasiklin yaitu epoprostenol dan trepostinil. Epoprostenol dapat diberikan intravena menggunakan infusion pump dan untuk penggunaan jangka panjang dapat digunakan portable infusion pump. Mengingat cara pemberian yang sulit (intravena) dikembangkan obat yang dapat diberikan subkutan yaitu trepostinil. Trepostinil terbukti efektif dan aman serta dapat menggantikan epoprostenol yang telah digunakan sebelumnya.6,7 Beraprost adalah analog protasiklin yang diberikan per oral. Beraprost digunakan untuk HP ringan.18 Kegunaan lain prostasiklin adalah jembatan bagi anak yang menunggu dilakukannya transplantasi paru.11 Bosentan adalah antagonis reseptor endotelin. Dalam penelitian RCT bosentan dapat mengurangi tekanan dalam arteri pulmonalis dan perbaikan kondisi klinis secara bermakna.6,7 Jika tidak berespon terhadap vasodilator, ada perubahan ireversibel dalam arteri pulmonalis dan telah terjadi gagal jantung kanan. Pada keadaan ini sebaiknya dipilih modalitas terapi lain. Jika tidak dapat dibuktikan adanya gagal jantung kanan dapat dipilih vasodilator seperti bosentan, trepostinil, prostasiklin, sildenafil.6 Penggunaan obat vasodilator seperti tolazolin, captopril, nitroprusid, hidralazin memberikan efek yang menguntungkan bagi penderita.2 NO, sildenafil, selective serotonin reuptake inhibitors dan terapi kombinasi sedang diteliti. Inhalasi NO efektif untuk menurunkan tekanan pada arteri pulmonalis pada HP primer dan HP pada neonatus. NO hanya dapat diberikan secara inhalasi karena dapat diinaktivasi oleh hemoglobin.7 Saat ini Sildenafil sedang diteliti penggunaannya untuk HP. Sildenafil merupakan penghambat fosfodiesterase tipe 5 yang tebukti menurunkan resistensi pulmonal pada percobaan binatang dan dewasa. Sildenafil bekerja dengan meningkatkan cyclic guanosine monophosphate dengan menghambat degradasinya. Penelitian RCT dengan jumlah pasien kecil dan beberapa laporan kasus menunjukkan efektifitas sildenafil.13,19 Terapi kombinasi beberapa vasodilator saat ini dikembangkan untuk penderita dengan penyakit berat, namun diperlukan penelitian dengan power statisitik yang adekuat.7 Penggunaan antikoagulan jangka panjang pada anak belum diteliti secara luas, namun sering direkomendasikan. 92
Antikoagulan berguna untuk mencegah terbentuknya trombi akibat melambatnya aliran darah karena penurunan CO.6 Septostomi atrial diindikasikan pada pada HP primer yang tidak berrespon dengan vasodilator jangka panjang. Septostomi atrial memberikan harapan hidup yang lebih lama dibandingkan dengan HP primer yang tidak dilakukan septostomi atrial. Dilaporkan adanya perbaikan kualitas hidup pada anak dengan penyakit pembuluh darah paru yang lanjut. Risiko septostomi berupa perburukan hipoksemia dengan akibat iskemik ventrikel kanan, peningkatan tekanan pada ventrikel kiri dan udem paru harus selalu dipantau.1,6 Transplantasi jantung paru atau transplantasi paru telah berhasil dikerjakan pada pusat pelayanan yang telah maju dan mampu untuk merawat penderita setelah operasi. Masalah yang dihadapi adalah keterbatasan donor, kecocokan donor dengan resopien, bronkiolitis obliteran dan infeksi oportunistik.1 Prognosis Pada kasus serial dengan 35 pasien yang terdiagnosis HP tahun 1965 di Amerika Serikat, tidak ada yang melewati usia 7 tahun dan 22 meninggal sebelum menginjak usia 1 tahun. Tahun-tahun berikutnya prognosis HP masih buruk. Berdasarkan data Primary Pulmonary Hypertension National Institutes of Health Registry tahun 1991, median survival anak yang menderita HP kurang dari satu tahun.3 PPHN memiliki prognosis yang lebih buruk dengan angka kematian mencapai 11-48%.20 Dua penyebab kematian utama adalah kegagalan ventrikel kanan yang progresif dan kematian mendadak. Adanya kegagalan ventrikel kanan menyebabkan hipoksemia, sesak napas dan penurunan progresif CO. Pneumonia biasanya fatal karena hipoksia alveoler menyebabkan vasokonstrisi pulmoner dan ketidakmampuan menjaga CO yang adekuat berakibat syok kardiogenik dan kematian. Jika hipoksemia dan asidosis timbul, aritmia yang mengancam jiwa akan terjadi. Diperkirakan akan terjadi kematian mendadak karena emboli paru akut, perdarahan pulmoner yang masif dan iskemik ventrikel kanan yang terjadi mendadak. 3 Dengan berkembangnya diagnosis dini dan terapi, prognosis HP makin membaik. Pemakaian prostasiklin jangka panjang memberikan harapan untuk kesembuhan dan meningkatan kualitas hidup penderita.1 Kesimpulan HP adalah peningkatan tekanan pada arteri pulmonalis dengan etiologi yang sangat beragam dan prognosis yang buruk. Penanganan dan pengenalan dini HP pada anak akan memperbaiki prognosis penyakit, harapan dan kualitas hidup penderita. Terapi yang ada saat ini telah memberikan harapan untuk kesembuhan penderita. Transplantasi jantung paru dan penelitian beberapa obat adalah terapi masa depan yang menjanjikan kesembuhan jangka panjang bagi penderita HP. Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 3, Maret 2008
Hipertensi Pulmonal pada Anak Daftar Pustaka 1.
Barst RJ. Recent advances in the treatment of pediatric pulmonary artery hypertension. Dalam: Berger S, Davis C, penyunting. The pediatrics clinics. Edisi ke-2. Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1999. h. 331-46. 2. Park MK, Troxler RG. Pediatric cardiology for practitioners. Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby, 2002. h. 417-26. 3. Walditz A, Barst RJ. Pulmonary arterial hypertension in children. Eur Respir J 2003;21:155-76. 4. Oudiz RJ. Pulmonary hypertension, primary. [diakses 12 Maret 2007]. Diunduh dari: URL: www.emedicine.com/med/ topic1962.htm. 5. Sharma S. Pulmonary hypertension, secondary. [diakses 12 Maret 2007]. Diunduh dari: URL: www.emedicine.com/med/ topic2946.htm. 6. Rhasid A, Ivy D. Severe pediatrics pulmonary hypertension: a new management strategies. Arch Dis Child 2005;90:92-8. 7. Humbert M, Sitbon O, Simonneau G. Treatment of pulmonary arterial hypertension. N Engl J Med 2004;351:1425-34. 8. Farber HW, Loscaizo J. Pulmonary arterial hypertension. N Engl J Med 2004;351:1655-63. 9. Rabinovitch M. Pathophysiology of pulmonary hypertension. Dalam: Allen HD, Clarck EB, Gutgesell HP, Driscoll DJ, penyunting. Heart disease in infant, children, and adolescents including the fetus and young adult. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins, 2001.h.1311-46. 10. Tuder RM, Yeager ME, Geraci M, Golpon HA, Voelkel NF. Severe pulmonary hypertension after the discovery of the familial primary pulmonary hypertension gene. Eur Respr J 2001; 17:1065-9.
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 3, Maret 2008
11. Haworth SG. Pulmonary hypertension in childhood. Arch Dis Child 1998;79:452-5. 12. Davidson D, Barefield ES, Kattwinkel J. Inhaled nitric oxide for early treatment of persistent pulmonary hypertension of the newborn: a randomized, double-masked, placebo-controlled, dose response, multicentre study. Pediatrics 1998;101:325-34. 13. Buquero H, Soliz A, Neira F, Venegas M, Sola A. Oral sildenafil in infant with persistent pulmonary hypertension of the newborn: a pilot randomized blinded study. Pediatrtics 2006;117:1077-83. 14. Nauser TD, Stites SW. Diagnosis and treatment of pulmonary hypertension. [diakses 12 Maret 2007]. Diunduh dari: URL: www.aafp.org/afp/20010501/1789.html. 15. Budev M, Arroliga AC, Jennings C. Diagnosis and evaluation of pulmonary hypertension. Cleveland Clin J of Med 2003;70:917. 16. Baraas F. Penyakit jantung pada anak. Edisi ke-1. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995.h.2305. 17. Sumarna N, Djalil T. Radiologi. Dalam: Sastroasmoro S, Madiyono B, penyunting. Buku ajar kardiologi anak. Edisi ke-1. Jakarta: Binarupa Aksara, 1994.h.87-102. 18. Walsh-Sukys MC, Tyson JE, Wright LL. Persistent pulmonary hypertension of the newborn in the era before nitric oxide: practice variation and outcomes. Pediatrtics 2000;105:14-20. 19. Peacock AJ. Treatment of pulmonary hypertension. BMJ 2003; 326:835-36. 20. Caroll WD, Dhillon R. Sildenafil as a treatment for pulmonary hypertension. Arch Dis Child 2003;88:827-8. HQ
93