BAB II GITAIGO DALAM CERITA “BOKU NO OJISAN”
2.1 Onomatope Dalam Bahasa Jepang Onomatope seperti yang telah disebutkan sebelumnya merupakan kata dari tiruan bunyi, keadaan dan tindakan. Beberapa ahli bahasa meyakini bahwa onomatope ini merupakan salah satu asal usul bahasa. Kata onomatope ini mulai diteliti sejak abad ke-4 sebelum masehi oleh Socrates (469-390). Dia mengatakan sebagai berikut : “Tiruan bunyi (onomatope) sebagai bukti bahwa ada hubungan yang
normal/physei “alamiah” antara kata dan referensinya.”
(Gorys Keraf, 1985:85). Istilah onomatope itu sendiri mulai pada abad ke-19, ahli bahasa yang pertama kali mengemukakan adalah J.G Herder. Teori onomatope ini disebut juga teori ekoik atau teori bow-bow. J.G. Herder dalam (Gorys Keraf, 1990:3) mengatakan sebagai berikut : “Objek-objek diberi nama sesuai dengan bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh obyek-obyek itu sendiri. Obyek-obyek yang dimaksud adalah bunyi-bunyi binatang atau peristiwa alam.” Manusia berusaha meniru suara anjing, suara ayam, desis angin, debur ombak dan sebagainya. D. Whitney (1868) dalam (Gorys Keraf, 1980:3) mengatakan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
“Di dalam setiap tahap pertumbuhan bahasa, banyak kata baru yang timbul dengan cara ini. Kata-kata mulai timbul pada anakanak yang berusaha meniru bunyi kereta api, bunyi mobil, dan sebagainya.” Manusia meniru suara binatang atau meniru peristiwa alam, sama sekali bukan berarti bahwa manusia lebih rendah dari alam sekitarnya. Akan tetapi merupakan infestasi kedekatan manusia dengan alam sekitarnya dan ingin menggambarkan keadaan yang terjadi di alam sekitarnya dengan sebaik-baiknya. Stephen Ullman (Gorys Keraf, 1990) dalam penelitiannya tentang tipologi semantik mengemukakan istilah kata transparan dan kata non transparan. Adapun yang dimaksud dengan kata transparan adalah kata yang masih mencerminkan asal usulnya atau kata bermotivasi. Sedangkan kata non transparan adalah kata yang tidak mencerminkan asal usulnya atau kata yang tidak bermotivasi. Onomatope merupakan kosa kata yang berasal dari peniruan bunyi, suara, keadaan dan tindakan. Dalam masyarakat Indonesia kata-kata yang termasuk dalam onomatope ini jumlahnya tidak begitu banyak dan kadang-kadang hanya digunakan dalam bahasa percakapan, terutama bahasa percakapan anak-anak. Sehingga para ahli bahasa Indonesia merasa enggan menggali kata-kata yang termasuk dalam onomatope. Kosa kata onomatope ini banyak ditemukan dan digunakan dalam bahasa percakapan anak-anak maupun dalam bahasa percakapan orang dewasa. Kosa kata ini banyak juga ditemukan pada saat membaca komik,
Universitas Sumatera Utara
majalah, surat kabar dan karya-karya sastra. Selain itu, kamus onomatope dalam bahasa Jepang pun dapat diperoleh dengan mudahnya. Hiroko Fukuda dalam Sugeng P. (1995:7) mengatakan sebagai berikut : “Kata bahasa Jepang yang meniru bunyi ini merupakan bumbu bahasa, cita rasanya. Dengan kata-kata ini, bahasa Jepang lisan anda akan lebih wajar dan mengesankan. Tanpa itu semua jalan hidup ini akan terasa lurus dan menbosankan.” Berdasarkan pernyataan di atas, maka bagi orang yang mempelajari bahasa Jepang harus menguasai kosa kata onomatope ini, walaupun jumlahnya sangat banyak. Sebab, jika tidak menguasainya, maka bahasa Jepang yang digunakan terasa kaku dan tidak wajar. Onomatope adalah 擬音語 gion-go yang secara harfiah berarti “sebuah kata yang meniru bunyi,” dan mimesis adalah 擬態語 gitai-go, yang secara harfiah berarti “sebuah kata yang meniru tindakan atau keadaan.” (Hiroko Fukuda, (1997:ix). Menurut Hamzon Situmorang, onomatope termasuk fukushi joutai, ke dalamnya termasuk ; 1. Giseigo, bahasa yang merupakan peniruan bunyi binatang. Contoh : 犬はワンワンとほえる
=
anjing menggonggong wan-
猫はニヤニヤと鳴く
=
kucing berbunyi nya-nya.
鳥はチーチと鳴く
=
burung berbunyi chi-chi
馬はザブンと鳴く
=
kuda berbunyi zabun
wan.
Universitas Sumatera Utara
2. Gitaigo, bahasa yang merupakan ungkapan perasaan ketika melihat benda tersebut. Contoh : 雷はぴかりっと輝きました 窓はさっと開く
= petir berkilau dengan cahaya = jendela tiba-tiba terbuka
てきぱきボールをカチーした = dengan tangkas menangkap bola
3. Giongo, peniruan bunyi yang ditimbulkan suara alam. Contoh : 雨がぱらぱら
=
hujan turun berdebar
風がヒュヒュ
=
angin berhembus hyu-hyu
Fukushi ialah kata yang berdiri sendiri dan tidak mengalami perubahan, kebanyakan memberikan keterangan pada yougen (用言), walaupun demikian ada juga yang memberikan keterangan pada fukushi. Adapun yang dimaksud dengan yougen adalah kata-kata yang mengalami perubahan dan dapat menjadi predikat, terdiri dari (dôshi)
動詞,
(keiyôshi) 形容詞, (keiyôdôshi) 形容動詞. Adapun contoh kalimat yang menggunakan jenis kata fukushi yaitu : 1. ゆっくり話す Bicara perlahan-lahan 2. もっとゆっくり話して下さい Harap berbicara lebih perlahan-lahan Terdapat berbagai pendapat tentang jenis-jenis fukushi. Murakami Motojiro 1986 : 93 – 96) di dalam Shoho no Kokubunpou membagi
Universitas Sumatera Utara
fukushi menjadi tiga macam yaitu yaitu jootai no fukushi, teido no fukushi dan tokubetsuna iikata o yookyuu suru fukushi. Begitu juga Hirai Masao (1989 : 155 – 156) di dalam Shinkokugo Handobukku mengklasifikasikan fukushi menjadi 3 macam yaitu jootai fukushi, teido o arawasu fukushi dan nobekata o shuushoku suru fukushi (dalam Sudjianto dan Ahmad Dahidi 2004 : 166). Uehara Takeshi menyatakan bahwa fukushi adalah kata yang menerangkan yougen, termasuk jenis kata yang berdiri sendiri (jiritsugo) dan tidak mengenal konjugasi/deklinasi. Fukushi di dalam kalimat dengan sendirinya dapat menjadi bunsetsu (klausa) yang menerangkan kata lain (Takeshi dalam Sudjianto 2004 : 72). Menurut Hamzon Situmorang, fukushi terbagi atas tiga jenis, yaitu :
a. (状態の副詞) じょうたいのふくし= fukushi tentang keadaan いきな
= sekonyong-konyong, tiba-tiba
さっと
= mendadak, tiba-tiba
じきに
= secepatnya, segera
Jôtai no fukushi dapat dibagi tiga; yang menerangkan keadaan, yang menerangkan waktu, dan yang menerangkan michibiku (arahan) Jôtai no fukushi yang menerangkan keadaan , contoh; ずっと = terus-menerus ずっと休んでいる Jôtai no fukushi yang menerangkan wktu, contoh; しばらく= sudah lama しばくまちました Jôtai no fukushi yang menerangkan petunjuk, pengarahan, contoh;
Universitas Sumatera Utara
そう = begitu そういわれたのです Ke dalam Jôtai no fukushi ini termasuk juga peniruan bunyi-bunyi alam atau meniru bunyi binatang. Dalam bahasa Jepang disebut dengan giongo, giseigo, dan gitaigo (anomatope). b. 程度の副詞 (ていどのふくし = fukushi yang menerangkan limit/batas) Contoh; いくらぶん
= beberapa bagian
あんまり
= sangat
まったくない
= sama sekali tidak ada, dsb
c. (ちじゅつふくし) = fukushi berpasangan Contoh; しか。。。ない(Shika….V….nai) = hanya もし。。。たら (moshi…..V…..tara) = jikalau Secara lebih spesifik lagi giongo (kata tiruan bunyi dan suara) dan gitaigo (kata tiruan keadaan) termasuk ke dalam jôtai no fukushi yaitu terutama
memberikan
keterangan
pada
dôshi
(kata
kerja)
dan
memperlihatkan keadaan. Menurut Kindaichi Haruhiko onomatope dalam Giongo, Gitaigo Jiten (1990 : 8 – 9), bahasa Jepang terdiri dari : a. Giongo adalah kata yang menggambarkan bunyi yang keluar, terbagi atas : -
Giongo yaitu suatu kata yang menyatakan bunyi dari benda mati.
Universitas Sumatera Utara
-
Giseigo yaitu suatu kata yang menyatakan suara dari makhluk hidup.
b. Gitaigo adalah kata yang menyatakan sesuatu yang tidak berbunyi tetapi secara simbolis berbunyi, terdiri atas : -
Gitaigo yaitu suatu kata yang menyatakan keadaan dari benda mati.
-
Giyogo yaitu suatu kata yang menyatakan keadaan (keadaan tingkah laku) makhluk hidup.
-
Gijogo yaitu suatu kata yang seolah-olah menyatakan keadaan hati (perasaan) manusia.
Orang Jepang di dalam kehidupan sehari-hari maupun di dalam penulisan karya sastra selalu mempergunakan giongo dan gitaigo, ini bertujuan untuk dapat memberikan keadaan yang lebih jelas sehingga lawan bicara maupun pembicara benar-benar dapat membayangkan keadaan topik pembicaraannya. Adapun onomatope bahasa Jepang itu unik, bisa ditambahi dengan kata kerja suru. Seperti ふうふうする (meniup makanan yang panas). Menurut kamus GIONGO, GITAIGO terbitan Kadokawashoten, defenisi onomatope
diklasifikasikan
menjadi
4
bagian,
yaitu
:
1. 擬音語 (GIONGO) adalah bahasa yang meniru/mengambarkan bunyibunyi dari luar. Misalnya : かちゃかちゃ (bunyi sendok alat makan beradu, disket berputar), ざーざー (bunyi hujan deras), ちりんちりん (bunyi lonceng angin/風鈴), ぴたぴた (bunyi ketatnya celana, gesekan).
Universitas Sumatera Utara
2. 擬声語 (GISEIGO) adalah bahasa yang meniru suara binatang atau manusia. Misalnya: あーん(mulut yang manganga mau makan), うふふ (rasa suka/senang kegirangan), おいおい (seruan atau panggilan, paham), かーかー
(suara
burung
gagak).
3. 擬態語 (GITAIGO) adalah bahasa yang mengungkapkan bunyi dari sesuatu yang tidak mengeluarkan bunyi. Misalnya: うとうと (kondisi saat terkantuk-kantuk)、じろじろ sini)、ぴょんぴょん
(mata
(lompat/loncat
yang
sibuk
langkah
katak
lihat atau
sanakelinci),
ゆっくり(pelan-pelan, perlahan-lahan). Contoh: ごゆっくりどうぞ!(silahkan selamat beristirahat!) もっとゆっくり話してください (bicaralah lebih pelan/perlahan-lahan) 4. 擬情語 (GIJOUGO) adalah bahasa yang mengungkapkan kondisi hati manusia. Misalnya: うきうき(perasaan senang), うっとり(terpesona), そわそわ (kondisi cemas, tidak tenang, lalu lalang), わくわく(penuh harap akan dating sesuatu yang mennggembirakan/surprise). Gitaigo dalam bahasa Jepang ternyata tidak selamanya selalu mengalami pengulangan seperti : peko-peko, doki-doki, dan lain-lain, melainkan ada juga yang tidak mengalami pengulangan. Contohnya : hakkiri, shikkari, dan lain-lain. Gitaigo adalah kata – kata yang mengungkapkan aktifitas, keadaan dan sebagainya. Contoh: Kata ‘shitoshito’ ‘rintik – rintik’ pada kalimat :
Universitas Sumatera Utara
Ame ga shitoshito furu, yang menyatakan keadaan hujan yang sedang turun. ぺらぺら (mahir bicara)、べらべら (sangat mahir)
Ciri-ciri dari onomatope Jepang adalah : 1. Makin keras, besar, atau berat, maka konsonannya berubah. ぽたぽた→ぼたぼた 2. Ada pengulangan dan variasi selang-seling. 元気溌剌(はつらつ),とっかえひっかえ 3. Pengambilan dari nama benda, kata kerja.
2.2 Gitaigo Dalam Cerita “Boku No Ojisan” Gitaigo yang terdapat dalam cerita “Boku No Ojisan” ada 12 macam, yaitu : 1. ぞくぞく(Zokuzoku) yaitu menggigil karena dingin, atau karena punya harapan/dugaan atau karena senang, gugup, takut, dan lainlain. 2. ごろごろ (Gorogoro) yaitu (1) suara atau fakta akan adanya benda, hewan, atau orang yang besar sekali dan (jatuh) bergulingguling. Gorogoro juga dapat menunjukkan banyak benda yang berserakan. (2) bertopang dagu, membuang-buang waktu tanpa melakukan apapun, termasuk untuk melukiskan orang yang bermalas-malasan dengan posisi telentang.
Universitas Sumatera Utara
3. いらいら (Iraira) yaitu menjadi jengkel, terganggu, atau tidak tenang karena segalanya tidak berjalan seperti yang diharapkan. Juga dapat menunjukkan raut muka, tindakan, atau cara berbicara seseorang. Kata ini berasal dari kata kuno ira (“duri”). Selama perang Iran-Irak tahun 1980-an, para penulis tajuk rencana secara pandai
menyebutnya
イライラ戦争
iraira
sensô,
dengan
menyingkat nama kedua Negara itu untuk mengungkapkan gangguan tentang konflik internasional tersebut.) 4. ぺこぺこ (Pekopeko) yaitu menganggukkan kepala berulangulang dengan cara merendahkan diri, seperti anjing yang mengibasngibaskan ekor di depan tuannnya. 5. どんどん (Dondon) yaitu kata ini melukiskan tindakan yang terus berlanjut dan kuat dari satu langkah ke langkah berikutnya, tanpa ditunda-tunda atau tanpa ragu-ragu. 6. にこにこ (Nikoniko) yaitu tertawa, (tersenyum simpul). 7. べらべら (Berabera) yaitu sangat mahir. 8. そわそわ (Sowasowa) yaitu bingung, gugup, tidak dapat tinggal diam. 9. ぶつぶつ(Butsubutsu) yaitu menggerutu. 10. はっきり(Hakkiri) yaitu terang, jelas, tidak samar-samar, tidak salah, tidak keliru. 11. しっかり(Shikkari)
yaitu
(1)
memiliki
fondasi,
struktur,
hubungan yang kuat, dan lain-lain. (2) dapat dipercaya, dapat
Universitas Sumatera Utara
diandalkan, kokoh. Sering kali digunakan untuk melukiskan badan, jiwa, kepribadian, inteligensi, ide, dan lain-lain dari seseorang. Dapat juga melukiskan perusahaan, sumber informasi, atau banyak hal lainnya. Shikkari kadang-kadang secara tajam menyindir orang yang licik dan kikir. (3) menunjukkan perbuatan dan tingkah laku; sehat, baik, cukup, kuat, rajin. (4) jumlah yang banyak. 12. もじもじ(Mojimoji) yaitu ragu, termangu-mangu, tertegun-tegun, gugup bergerak-gerik.
2.3 Konsep Makna
2.3.1 Pengertian Makna Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Mansoer Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa
istilah
makna
merupakan
kata-kata
dan
istilah
yang
membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Mansoer Pateda, 2001:82) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian. Dalam hal ini Ferdinand de Saussure ( dalam Abdul Chaer, 1994:286) mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.
Secara umum semantik lazim diartikan sebagai kajian mengeni makna bahasa. Karena selain makna bahasa, dalam kehidupan kita banyak
Universitas Sumatera Utara
makna-makna yang tidak berkaitan dengan bahasa., melainkan dengan tanda-tanda dan lambing-lambang lain, seperti tanda-tanda lalu lintas , tanda-tanda kejadian alam, lambing-lambang Negara, simbol-simbol budaya, simbol-simbol keagamaan dan lambang atau simbol lainnya.
Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi : 1. Maksud pembicara; 2. Pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia; 3. Hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya,dan 4. Cara menggunakan lambang-lambang bahasa ( Harimurti Kridalaksana, 2001: 132). Bloomfied (dalam Abdul Wahab, 1995:40) mengemukakan bahwa makna adalah suatu bentuk kebahasaan yang harus dianalisis dalam batasbatas unsur-unsur penting situasi di mana penutur mengujarnya. Terkait dengan hal tersebut, Aminuddin (1998:50) mengemukakan bahwa makna merupakan hubungan antara bahasa dengan bahasa luar yang disepakati bersama oleh pemakai bahsa sehingga dapat saling dimengerti.
Dari pengertian para ahli bahsa di atas, dapat dikatakan bahwa batasan tentang pengertian makna sangat sulit ditentukan karena setiap
Universitas Sumatera Utara
pemakai bahasa memiliki kemampuan dan cara pandang yang berbeda dalam memaknai sebuah ujaran atau kata.
2.3.2 Aspek-aspek Makna Aspek-aspek makna dalam semantik menurut Mansoer Pateda ada empat hal, yaitu :
1. Pengertian (sense) Pengertian disebut juga dengan tema. Pengertian ini dapat dicapai apabila pembicara dengan lawan bicaranya atau antara penulis dengan pembaca mempunyai kesamaan bahasa yang digunakan atau disepakati bersama. Lyons (dalam Mansoer Pateda, 2001:92) mengatakan bahwa pengertian adalah sistem hubungan-hubungan yang berbeda dengan kata lain di dalam kosakata.
2. Nilai rasa (feeling) Aspek makna yang berhubungan dengan nilai rasa berkaitan dengan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan.dengan kata lain, nilai rasa yang berkaitan dengan makna adalah kata0kata yang berhubungan dengan perasaan, baik yang berhubungan dengan dorongan maupun penilaian. Jadi, setiapkata mempunyai makna yang berhubungan dengan nilai rasa dan setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan perasaan.
3. Nada (tone)
Universitas Sumatera Utara
Aspek makna nada menurut Shipley adalah sikap pembicara terhadap kawan bicara ( dalam Mansoer Pateda, 2001:94). Aspek nada berhubungan pula dengan aspek makna yang bernilai rasa. Dengan kata lain, hubungan antara pembicara dengan pendengar akan menentukan sikap yang tercermin dalam kata-kata yang digunakan.
4. Maksud (intention) Aspek maksud menurut Shipley (dalam Mansoer Pateda, 2001: 95) merupakan maksud senang atau tidak senang, efek usaha keras yang dilaksanakan. Maksud yang diinginkan dapat bersifat deklarasi, imperatif, narasi, pedagogis, persuasi, rekreasi atau politik.
Aspek-aspek makna tersebut tentunya mempunyai pengaruh terhadap jenis-jenis makna yang ada dalam semantik. Di bawah ini akan dijelaskan seperti apa keterkaitan aspek-aspek makna dalam semantik dengan jenis-jenis makna dalam semantik.
Agar dapat mengerti makna yang terkandung dalam suatu cerita yang ditulis dalam bahasa yang berbeda dengan bahasa sendiri, tentulah harus
menerjemahkan
bahasa
tersebut
terlebih
dahulu.
Menurut
Simatupang (1999 : 2), menerjemahkan adalah mengalihkan makna yang terdapat dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan bentuk – bentuk yang sewajar mungkin menurut aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa sasaran.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Makna Leksikal dan Makna Gramatikal Makna leksikal ialah makna kata secara lepas, tanpa kaitan dengan kata yang lainnya dalam sebuah struktur (frase klausa atau kalimat). Contoh: rumah adalah bangunan untuk tempat tinggal manusia Makna leksikal kata-kata tersebut dimuat dalam kamus. Makna gramatikal (struktur) ialah makna baru yang timbul akibat terjadinya proses gramatikal (pengimbuhan, pengulangan, pemajemukan). Contoh : berumah : mempunyai rumah.
2.3.4 Defenisi Semantik Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris : semantics) berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti tanda atau lambang.yang dimaksud dengan tanda atau lambang di sini sebagai padanan kata dari sema itu adalah tanda linguistik. Ferdinand De Saussure dalam Chaer (1994 : 29) seorang bapak linguistik modern menyebutkan bahwa setiap tanda linguistik terdiri atas dua unsur, yiatu : (1) yang diartikan (Perancis : signifie’, Inggris : signified) dan (2) yang mengartikan (Perancis : signifiant, Inggris : signifier). Yang diartikan (signifie’, signified) sebenarnya tidak lain daripada konsep atau makna suatu tanda bunyi. Sedangkan yang mengartikan (signifiant, signifier) itu adalah tidak lain daripada bunyi-bunyi itu yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa
Universitas Sumatera Utara
yang bersangkutan. Jadi, dengan kata lain setiap tanda linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kata semantik itu kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik ysng mempelajari hubungan tandatanda linguistik dengan hal-hal yang menandainya. Atau dengan kata lain bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau arti. Semantik memegang peranan penting dalam berkomunikasi. Karena bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi adalah tak lain untuk menyampaikan suatu makna (Sutedi : 2003 : 103). Misalnya seseorang menyampaikan ide dan fikiran kepada lawan bicara, lalu lawan bicara bisa memahami apa yang disampaikan. Hal ini disebabkan karena ia bisa menyerap makna yang disampaikan dengan baik. Adapun makna yang akan dibahas dalam semantik adalah makna kata-kata yang berhubungan dengan benda kongkret, seperti batu, hujan, rumah, mobil, dan sebagainya. Selain itu semantik juga membahas tentang makna kata-kata seperti dalam bahasa Indonesia yaitu, dan, pada, ke, dan dalam bahasa Inggris seperti to, at of, yamh maknanya tidak jelas kalau tidak dirangkaikan dengan kata-kata lain. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semantik tidak hanya membahas kata-kata yang bermakna leksikal saja, tetapi juga membahas makna kata-kata yang tidak bermakna bila tidak dirangkaikan dengan kata
Universitas Sumatera Utara