BAB II DESKRIPSI DAN LOKASI HASIL PENELITIAN
2.1.Sejarah Singkat Kota Batam Sebelum menjadi daerah otonom, Kotamadya Batam merupakan Kotamadya ke 2 (dua) di Provinsi Riau yang pertama Kotamadya Batam pada mulanya merupakan suatu Wilayah Kecamatan, yaitu Kecamatan Batam yang termasuk dalam Wilayah Administrasi Kabupaten Tingkat II Kepulauan Riau. Batam adalah nama sebuah pulau terbesar di daerah ini, tetapi tidak jelas diketahui dari mana literatur sejarah masa lampau diwaktu Johor dan Riau masih merupakan Kerajaan Melayu. Batam merupakan salah satu pulau yang berada di antara perairan Selat Malaka dan Selat Singapura. Tidak ada literatur yang dapat menjadi rujukan dan mana nama Batam itu diambil, yang jelas Pulau Batam merupakan sebuah pulau besar dan 329 pulau yang ada di wilayah Kota Batam. Satu-satunya sumber yang dengan jelas menyebutkan nama Batam dan masih dapat dijumpai sampai saat mi adalah Traktat London (1824). Penduduk asli Kota Batam diperkirakan adalah orang-orang Melayu yang dikenal dengan sebutan Orang Selat atau Orang Laut. Penduduk ini paling tidak telah menempati wilayah itu sejak zaman kerajaan Tumasik (sekarang Singapura) dipenghujung tahun 1300 atau awal abad ke-14. Malahan dan catatan lainnya, kemungkinan Pulau Batam telah didiami oleh orang laut sejak tahun 231 M yang di zaman Singapura disebut Pulau Ujung. Pada masa jayanya Kerajaan Malaka, Pulau Batam berada di bawah kekuasaan Laksamana Hang Tuah. Setelah Malaka jatuh, kekuasaan atas kawasan Pulau Batam dipegang oleh Laksamana Hang Nadim yang berkedudukan di Bentan (sekarang P. Bintan). Ketika Hang Nadim menemui ajalnya, pulau ini berada di bawah kekuasaan Sultan Johor sampai pada pertengahan abad ke.18. Dengan hadirnya kerajaan di Riau Lingga dan terbentuknya jabatan Yang Dipertuan Muda Riau, maka Pulau Batam beserta pulau-pulau lainnya berada di bawah kekuasaan Yang Dipertuan Muda Riau, sampai berakhirnya keraj aan Melayu Riau pada tahun 1911.
Universitas Sumatera Utara
Di abad ke-18, persaingan antara Inggris dan Belanda amatlah tajam dalam upaya menguasai perdagangan di perairan Selat Melaka. Bandar Singapura yang maju dengan pesat, menyebabkan Belanda berusaha dengan berbagai cara menguasai perdagangan melayu dan perdagangan lainnya yang lewat di sana. Hal ini mengakibatkan banyak pedagang yang secara sembunyi-sembunyi menyusup ke Singapura. Pulau Batam yang berdekatan dengan Singapura, amat bermanfaat bagi pedagang-pedagang untuk berlindung dan gangguan patroli Belanda. Pada abad ke-18, Lord Minto dan Raffles dan kerajaan Inggris melakukan Barter dengan pemerintah Hindia Belanda sehingga Pulau Batam yang merupakan pulau kembar dengan Singapura diserahkan kepada pemerintah Belanda. 39 Kota Batam adalah salah satu kotamadya di Provinsi Kepulauan Riau. Pusat kotanya terkenal dengan istilah Batam Center. Kota ini terdiri atas 12 kecamatan. Ketika dibangun pada tahun 1970-an awal kota ini hanya dihuni sekitar 6.000 penduduk, namun kini telah berpenduduk 713.960 jiwa. Kota Batam merupakan sebuah pulau yang terletak sangat strategis di sebelah utara Indonesia dan terletak di jalur pelayaran internasional. 40 Batam mulai dikembangkan sejak awal tahun 1970-an sebagai basis logistic dan operasional untuk industri minyak dan gas bumi oleh Pertamina. Kemudian berdasarkan Kepres No. 41 tahun 1973, pembangunan Batam dipercayakan kepada lembaga pemerintah yang bernama Otorita Pengembangan Industri Pulau Batam atau lebih dikenal dengan Otorita Batam. Secara geogarfis Pulau batam yang dikenal sebagai wilayah Kota Batam mempunyai letak yang sangat strategis yaitu jalur pelayanan internasional dengan jarak 12,5 mil laut dari Negara Singapura. Wilayah Pulau Batam terdapat lebih dari 400 (empat ratus) pulau dan 329 (tiga ratus dua puluh sembilan) pulau diantaranya telah diberi nama, termasuk di dalamnya pulau-pulau terluar di wilayah perbatasan negara, yang berbatasan dengan: Sebelah Utara
: Negara Singapura
39
http://batamkota.go.id/pemerintahan_baru.php?sub_module=46&klp_jenis=89 http://unser1589.multiply.com/journal/item/38/Sejarah_dan_Profil_kota_Batam, diakses tanggal 25 Desember 2013. 40
Universitas Sumatera Utara
Sebelah Timur
: Kabupaten Bintan dan Tanjung Pinang
Sebelah Selatan
: Kabupaten Lingga
Sebelah Barat
: Kabupaten Karimun
Sesuai Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973, Pulau Batam ditetapkan sebagai lingkungan kerja daerah industri dengan didukung oleh Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atau lebih dikenal dengan Badan Otorita Batam (BOB) sebagai penggerak pembangunan Batam. Seiring pesatnya perkembangan Pulau Batam, pada dekade 1980-an, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1983, wilayah kecamatan Batam yang merupakan bagian dari kabupaten Kepulauan Riau, ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Batam yang memiliki tugas dalam menjalankan administrasi pemerintahan dan kemasyarakatan serta mendudukung pembangunan yang dilakukan BP. Batam. 41 Penetapan status Pulau Batam sebagai zona industri lewat Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam tidak saja membuat perubahan dalam pola kebijakan di bidang industri, akan tetapi juga di bidang pertanahan. Dengan perubahan status tersebut, kebijakan pertanahan menjadi kewenangan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam, yang disebut Otorita Batam, dan sekarang berubah menjadi daerah Perdagangan Bebas atau Free Trade Zone (FTZ) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2009, dengan pemberian hak pengelolaan. Program ini terjadi pada tahun 1970-an tepatnya dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973. Hal ini karena Kota Batam merupakan kota yang menempati posisi strategis. Berada di ujung pulau Indonesia serta berdekatan dengan Malaysia dan negara maju Singapura membuatnya menjadi salah satu kawasan yang terhubung dalam jalur pelayaran internasional. Dalam catatan sejarah, pengembangan pulau Batam melewati 3 periode, yaitu sebagai berikut. 42
1. 41 42
Periode Masa Lampau
http://skpd.batamkota.go.id/tatakota/files/diakses tanggal 1 Maret 2014 http://esraromasi.blogspot.com/2013/11/ketidakpastian-hukum-di-batam.html
Universitas Sumatera Utara
Sejarah Pulau Batam bisa ditelusuri sewaktu pertama kalinya Bangsa Mongolia dan Indo Aryan pindah menetap di kerajaan Melayu, yaitu sekitar tahun 1000 M sebelum kerajaan Islam Malaka dan Bintan berdiri. Waktu itu kolonial Belanda, Inggris, dan Portugis belum menginjakkan kaki di Pulau Batam. Pada 1513 M, Pulau Batam telah menjadi bagian dari kerajaan Johor. Penduduk Pulau Batam diisi oleh orang-orang Melayu yang dijuluki sebagai orang Selat atau orang Laut. Dalam versi lain, sejarah tentang Pulau Batam ini diceritakan telah dihuni oleh orang Selat pada abad 14 atau berkisar pada tahun 1300 M. Orang-orang Selat ini menghuni pulau ini sejak kerajaan Tumasik masih berdiri. Kerajaan Tumasik sekarang bernama Singapura, sebuah negara kecil tapi sangat maju yang ada di Asia. Pada saat itu, kekuasaan berpusat di Bentang yang hari ini dikenal sebagai Pulau Bintan serta dipimpin oleh Lakamana Hang Nadim. Pada saat itu, Laksamana Hang Nadim aktif mengusir penjajah. Setelah kepemimpinan Laksamana Hang Nadim estafet selanjutnya dipegang oleh Sultan Johor hingga sampai pertengahan abad 18. Pada masa itu, Kerajaan Malaka sedang dalam masa jaya-jayanya.
2.
Periode Pendudukan kolonial Keberadaan Selat Malaka pada abad ke 18 ternyata begitu menggoda
kaum penjajah untuk menguasainya. Keberadaan selat ini sendiri memunculkan rivalitas di antara Inggris dan Belanda untuk dapat menguasainya. Pada saat itu, Bandara Singapura berkembang sangat pesat sehingga Belanda melakukan berbagai strategi agar keinginannya untuk menguasai perdagangan Melayu bisa berhasil. Hal ini menyebabkan banyak para saudagar – saudagar datang dengan sembunyi-sembunyi ke Singapura. Sedangkan Pulau Batam yang berbatasan dengan Singapura menjadi tempat bersembunyi bagi para pedagang dari gangguan patroli tentara Belanda. Pada abad ke 18, Lord Minto dan Raffles dan kerajaan Inggris melakukan transaksi barter dengan pemerintah kolonial Hindia belanda yang berakibat kepada penyerahan Pulau Batam yang disebut kembarannya Singapura jatuh ke tangan Belanda.
Universitas Sumatera Utara
Orang yang menjadi penguasa Batam untuk pertama kalinya adalah Nong Isa atau Raja Isa bin Raja Ali. Beliau diperintah oleh Sultan Riau dan Yang Dipertuan Muda Riau untuk memerintah kawasan Nongsa dan daerah sekitarnya. Kawasan Nongsa dan daerah sekitarnya inilah yang sekarang kita kenal dengan nama Pulau Batam. Surat perintah dari Sultan Riau dan Yang Dipertuan Muda Riau tertanggal 22 Jumadil Akhir 1245 atau bertepatan dengan kalender Masehi, yakni tanggal 18 Desember 1829. Tanggal ini yang kemudian dijadikan sebagai tanggal Hari Jadi Kota Batam. Dahulu Kota Batam bernama Pulau Batang. Sejarah tentang asal usul nama ini tertulis pada sebuah peta yang digunakan VOC pada tahun 1675. Peta ini tersimpan rapi di Universitas Leiden Belanda.
3.
Periode Globalisasi Pada tahun 1960-an, Batam ditunjuk dan ditetapkan menjadi basis logistik
untuk minyak bumi yang bersumber di Pulau Sambu, kota yang berumur sangat tua. Jauh lebih tua 1 (satu) abad dari Kota Batam yang sekarang dijadikan tempat tujuan berinvestasi, melakukan kegiatan ekonomi, perdagangan, alih kapal serta jasa
2.1.2. Sejarah Pemerintah Kota Batam Batam merupakan salah satu pulau yang berada antara perairan Selat Malaka dan Selat Singapura. Tidak ada literatur yang dapat menjadi rujukan dari mana nama Batam diambil, yang jelas Pulau Batam merupakan sebuah pulau, 329 pulau yang ada di wilayah Kota Batam. Satu-satunya sumber yang dengan jelas menyebutkan nama Batam dan masih dapat dijumpai sampai saat ini adalah Trektat London tahun 1894. Penduduk asli Kota Batam diperkirakan adalah orang-orang melayu yang dikenal dengan sebutan orang selat atau orang laut. Penduduk ini paling tidak telah menempati wilayah ini sejak Kerajaan Tumasik (sekarang Singapura) dipenghujung tahun 1300 atau awal abad ke 14. Malahan dari catatan lainnya, kemungkinan Pulau Batam telah didiami oleh orang laut sejak tahun 231 M yang di jaman Singapura disebut Pulau Ujung. Untuk
Universitas Sumatera Utara
mengetahui sejarah pembentukan Kota Batam sebagai daerah otonom, dapat dilihat melalui beberapa periode pengembangan sebagai berikut: 43
1. Tahun 1969-1975 Periode Persiapan / Permulaan Pengembangan a. Merupakan periode awal, dimana pada mulanya Pulau Batam ditetapkan sebagai basis logistic untuk menunjang kegiatan eksplorasi minyak lepas pantai yang dikoordinasikan oleh Pertamina. b. Pada periode ini Pulau Batam kemudian ditetapkan sebagai Daerah Industri melalui Keppres No. 41 tahun 1973 dan penetapan Sekupang, Kabil, Batu Ampar sebagai kawasan berikat (Bonded Ware House)
2. Tahun 1975-1983 Periode Konsolidasi dan Pemantapan Rencana lanjutan Pengembangan. a. Mengingat
adanya
resesi
di
tubuh
Pertamina,
tanggung
jawab
Pembangunan Daerah Industri Pulau Batam, dengan kewenangan yang dilimpahkan antara lain tentang hak pengelolahan tanah, pemggusuran dan perijinan penanaman modal dan penetapan seluruh wilayah Pulau Batam sebagai kawasan Berikat (Bonded Ware House) b. Pada tahun 1976-1983 Batam sudah memasuki periode pengembangan ekonomi dunia, untuk kelancaran pembangunan dikeluarkanlah Keppres No.144/78 tanggal 29 Agustus 1978 tentang pengangkatan Prof, DR. Ing.B.J Habibie sebagai Ketua Otorita Batam.
3. Periode 1983 s/d sekarang Periode Penanaman modal dan industri serta pengembangannya. a. Periode ini Batam dipasarkan secara luas dan secara nyata menunjukan perkembangan dan hasilnya. Pada tahun 1984 wilayah kerja otorita Batam diperluas dan ditambah dengan gugusan Pulau Janda berhias Tanjung Sauh, Ngenang, Kasem dan Moi-moi.
43
Sumber: Dokumen Pemerintah Kota Batam 2013
Universitas Sumatera Utara
b. Mengingat semakin berkembangnya tuntutan pelayanan aspek Pemerintah dan kemasyarakatan, maka pada periode ini dibentuk Kotamadya Batam melalui PP. 34 tahun 1983 yang ditindaklanjuti dengan kepres Nomor : 7 tahun 1984 yang mengatur hubungan kerja antara Kotamadya Batam dan Otorita Batam. c. Dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor : 53 tahun 1999 tentang pembentukan
Kabupaten/Kota
baru
di
Provinsi
Riau
sebagai
pengejawantahan Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Kota Batam yang semula sebagai Kota administrative Batam statusnya berubah menjadi Kota Batam. Untuk itu dalam struktur pemerintahan dan penataan wilayahnya juga mengalami perubahan dimana semula terdiri dari 3 kecamatan, maka setelah otonomi menjadi 8 kecamatan, disamping terjadinya penambahan dinas teknis dan perubahan status beberapa lembaga instansi vertikal menjadi instansi otonom. Hal ini dimaksudkan agar Pemerintah Kota Batam dapat memberikan pelayanan kemasyarakatan dengan lebih baik. d. Kota Batam sekarang merupakan Kota dalam arti sebagai suatu daerah otonom yang baru bersama 7 Kabupaten di Provinsi Riau berdasarkan UU No. 53 tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Palalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, kabupaten Karimun, Kabupaten Kuantan Sengingi dan Kota Batam. 4. Sebelum menjadi Kota, Batam pada awalnya hanya merupakan suatu Kecamatan yaitu Kecamatan Batam yang termasuk dalam wilayah Administrasi Kabupaten tingkat II Kepulauan Riau. Kemudian dengan berkembangnya Batam menjadi daerah industri, perdagangan, dan alih kapal, maka berdasar PP No.34 tahun 1983 Batam dikembangkan menjadi Kotamadya yang bersifat administrative dan kedudukannya setingkat dengan Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II lainnya.
2.1.3. Struktur Organisasi Pemerintah Kota Batam Otonomi Daerah pada beberapa tahun terakhir, telah membawa perubahan yang signifikan terhadap penyelenggara pemerintahan di Indonesia. Nuansa ini
Universitas Sumatera Utara
tidak saja dirasakan oleh Pemerintah Pusat, Namun juga pada level Pemerintahan Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota, Beralihnya sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi yang ditandai dengan perubahan UU Nomor : 5 tahun 1974 ke Nomor : 22 tahun 1999 dan Nomor : 32 tahun 2004 tentang pemerintahan Pusat menjadi lokal demokratis pada level Pemerintahan Daerah. Bertambahnya kewenangan penyelenggaraan pemerintahan yang diterima Pemerintah Daerah pada satu sisi merupakan suatu bentuk pemberdaya Pemerintah Daerah, disisi lain juga menuntut kesiapan dari Pemerintah daerah dalam menerima kewenangan tersebut. Konsekuensi inipun harus diterima secara bersama-sama sebagai bentuk kemandirian daerah, bukan saja kewenangan tapi juga tanggung jawab pengelolanya. Dalam kondisi yang demikian, maka Pemerintah Daerah dituntut untuk mampu melaksanakan fungsi-fungsi manajemen personil secara mandiri melalui penyusunan organisasi perangkat daerah yang sesuai dengan kebutuhan dan penyiapan SDM yang prima. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 06 Tahun 2001 tentang pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Kota Batam, peraturan Kota Batam Nomor 7 Taghun 2001 tentang pembentukan Organisasi dan Tata kerja Badan dan kantor Daerah Kota Batam, sudah dinyatakan tidak berlaku lagi namun khusus untuk struktur di Kantor Camat dan Kantor Satpol PP masih mengacu pada Perda tersebut karena belum adanya Perda baru yang mengatur. Pada tahun 2003 Pemerintah Kota Batam membuat Peraturan Daerah yang baru mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2003 yaitu: 1. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor: 4 tentang pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Kota Batam. 2. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor: 5 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Batam. 3. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor: 6 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Batam.
2.2. Sejarah Badan Pengusahaan Batam
Universitas Sumatera Utara
Otorita Batam atau Otorita Daerah Industri Pulau Batam adalah suatu lembaga Pemerintah yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan pembangunan Pulau Batam. Otorita Batam dibentuk pada era Presiden Suharto berdasarkan Keputusan Presiden yakni Keppres No.41/1973, yang menetapkan bahwa seluruh Pulau Batam sebagai daerah industri dan membentuk Otorita Daerah Industri Pulau Batam (Otorita Batam). Keputusan Presiden ini dianggap sebagai pondasi awal terbentuknya Otorita Batam 44 Pengembangan di Pulau Batam dimulai pada awal tahun 1970-an yang didasari oleh Keppres No.65/1970 ketika Ibnu Sutowo selaku dirut Pertamina diperintahkan untuk mendirikan basis operasi dan logistik Pertamina di Batam. Pengembangan Pulau Batam terbagi dalam beberapa periode, Periode Persiapan (1971-1976) dipimpin oleh Dr.Ibnu Sutowo, Periode Konsolidasi (1976-1978) dipimpin oleh Prof.Dr.JB.Sumarlin. Otorita Batam merupakan cikal bakal dari Badan Pengusahaan Batam (BP Batam). Pada PP 46 disebutkan bahwa Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam berubah menjadi Badan Pengusahaan Kawasan Batam dengan keberadaannya selama 70 tahun sejak PP 46 ditandatangani. Hal ini memberikan kepastian hukum kepada para investor baik lokal maupun asing selama itu untuk berinvestasi di Batam. BP Batam mempunyai Visi dan Misi yang jelas untuk mengembangkan Batam kedepan. 45 Keberadaan BP. Batam tidak terlepas dari kebijakan pemerintah pusat untuk memberlakukan Pulau Batam secara khusus demi memicu iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional dengan memanfaatkan potensi dan letak strategis Pulau Batam. Berkaitan dengan hal ini, pemerintah menerbitkan sejumlah keputusan yang menjadi dasar hukum bagi keberadaan Otorita Batam. Keputusan tersebut antara lain: Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1970 tentang Proyek Pengembangan Pulau Batam sebagai Dasar Logistik Lepas Pantai Untuk Kegiatan Pengeboran Oleh Pertamina; Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 1971 tentang Pembangunan Pulau Batam; Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang 44 45
http://www.batamsafari.com/badan-otorita-batam.html, diakses tanggal 17 November 2013 http://www.bpbatam.go.id/ini/aboutBida/bida_history.jsp, diakses tanggal 17 November 2013
Universitas Sumatera Utara
Daerah Industri Pulau Batam yang telah lima kali diubah yaitu dengan Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 1978, Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 1989, Keputusan Presiden Nomor 94 Tahun 1998, Keputusan Presiden Nomor 113 Tahun 2000, Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2005; Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1974 tentang Penunjukan Beberapa Lokasi di Sekupang, Batu Ampar, dan Kabil sebagai Kawasan Bonded Ware House dan PT Persero Batam sebagai Penguasa Bonded Ware House; Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah Di Daerah Industri Pulau Batam; Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1978 tentang Penetapan Seluruh Pulau Batam Sebagai Kawasan Berikat (Bonded Zone); Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1984 tentang Hubungan Kerja Antara Pemerintah Kotamadya Batam dengan Otorita Batam; Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1984 tentang Perluasan Wilayah Kerja Otorita Batam meliputi lima puluh pulau kecil di sekitar Pulau Batam, Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 1992 tentang Penambahan Wilayah Lingkungan Kerja Otorita Batam meliputi Pulau Rempang, Galang Baru, dan beberapa pualu kecil di sekitarnya dan Penetapan sebagai wilayah Usaha Kawasan Berikat (Bonded Zone). Dengan melihat sejarah peranan Kota Batam sebagai Kontributor dalam kemajuan ekonomi nasional yang diharapkan akan terus meningkat pada masa yang akan datang, maka sudah menjadi kewajiban Pemerintah Pusat untuk mengantisipasi
potensi permasalahan
yang
merupakan
tantangan
dalam
perkembangan Kota Batam. Salah satu tantangan yang saat ini dihadapi oleh Kota Batam adalah adanya dualisme pemerintahan dalam pengelolaan kotanya. Dualisme pemerintahan ini telah dimulai pada tahun 1983 ketika Batam ditetapkan sebagai kota administratif dan kemudian sepenuhnya menjadi kota otonom pada tahun 1999. Hal inilah yang akan kita bahas lebih lanjut dalam tulisan ini. 46 Pada PP 46 disebutkan bahwa Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam berubah menjadi Badan Pengusahaan Kawasan Batam dengan keberadaannya selama 70 tahun sejak PP 46 ditandatangani
46
mendapatkan
http://www.pu.go.id/isustrategis/view/7, diakses tanggal 17 November 2013
Universitas Sumatera Utara
kewenangan dari pemerintah pusat khususnya yang menjadi kewenangan Departemen Perdagangan untuk mengeluarkan perijinan lalu lintas keluar masuk barang. Perijinan tersebut diantaranya Perijinan IP Plastik dan Scrap Plastik, Perijinan IT-PT, Perijinan IT Cakram, Perijinan IT Alat Pertanian, Perijinan IT Garam Perizinan, Mesin Fotocopy dan printer berwarna, Perijinan Pemasukan Barang Modal Bukan Baru, Perijinan Bongkar Muat, Pelabuhan Khusus, Perijinan Pelepasan Kapal Laut. Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam berubah menjadi Badan Pengusahaan Kawasan Batam dengan keberadaannya selama 70 tahun sejak PP 46 ditandatangani. Hal ini memberikan kepastian hukum kepada para investor baik lokal maupun asing selama itu untuk berinvestasi di Batam. BP Batam mempunyai Visi dan Misi yang jelas untuk mengembangkan Batam kedepan. Saat ini BP Batam mendapatkan kewenangan dari pemerintah pusat khususnya
yang
menjadi
kewenangan
Departemen
Perdagangan
untuk
mengeluarkan perijinan lalu lintas keluar masuk barang. Perijinan tersebut diantaranya Perijinan IP Plastik dan Scrap Plastik, Perijinan IT-PT, Perijinan IT Cakram, Perijinan IT Alat Pertanian, Perijinan IT Garam Perijinan, Mesin Fotocopy dan printer berwarna, Perijinan Pemasukan Barang Modal Bukan Baru, Perijinan Bongkar Muat, Pelabuhan Khusus, Perijinan Pelepasan Kapal Laut. Adapun perijinan yang sebelumnya berada di Otorita Batam diantaranya Perijinan Fatwa Planologi, Perijinan Cut and Field, Perijinan Alokasi Lahan, Perijinan titik titik lokasi iklan, SK BKPM tentang registrasi perusahaan di Indonesia, Angka Pengenal Import Terbatas (APIT), serta Izin Usaha Tetap (IUT). 47
2.2.1. Visi dan Misi Visi Menjadi Pengelola Kawasan Tujuan Investasi Terbaik di Asia Pasifik Misi
47
http://www.bpbatam.go.id/ini/aboutBida/bida_history.jsp, diakses tanggal 28 Desember 2013
Universitas Sumatera Utara
1. Menyediakan Jasa Kepelabuhan Kelas Dunia 2. Menjadikan Kawasan Investasi yang Berdaya Saing Internasional 3. Menyediakan Sumber Daya Organisasi yang Profesional 2.2.2. Landasan Hukum PB Batam dan Pemko Batam Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kemajuan yang siginifikan ketika kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang investasi dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) setelah pemerintah menerbitkan peraturan yang membebaskan pajak perseroan untuk masa dua tahun (Undang-undang No 11 Tahun 1970). Lahirnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967, Undang-undang No 11 tahun 1970 dan Undang-undang No 6 Tahun 1968 Undang-undang No 12 Tahun 1970 memberi kemudahan bagi pelaksanaan penanaman modal (investasi). Sejak berlakunya Undang-undang PMA tahun 1967, aliran modal asing setiap tahun menunjukkan perkembangan dan peningkatan, baik dari segi kuantitatif maupun kualitatif, karena letak wilayahnya yang strategis dan berdekatan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura membuat Batam menjadi tempat yang efisien untuk penanaman investasi. Hal ini ditunjang dengan peraturan tentang pengelolaan Pulau Batam, yang pada awalnya didasarkan atas Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 1971 tentang “Pengembangan Pembangunan Pulau Batam” yang meliputi wilayah Batu Ampar saja, diarahkan untuk membangun Pulau Batam sebagai Kawasan Berikat (Bonded Warehouse). Peraturan perundangan terakhir yaitu Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun1992 memperluas wilayahnya meliputi Pulau batam, Pulau Rempang dan Pulau Galang serta beberapa pulau kecil yang berada di sekitar pulau Rempang-Galang. Berdasarkan latarbelakang itulah pembangunan kawasan industri Pulau Batam yang dimulai sejak 1970-an identik dengan lembaga Otorita Batam yang mengelola kawasan industri. Kehadiran Otorita Batam untuk memperkuat kedudukan Pemerintah Pusat yang sejak awal dirancang menyaingi Singapura. Untuk mempermudah mendapatkannya, maka dasar hukum pendirian Otorita Batam tidak perlu disetujui lembaga legislatif (DPR RI), tetapi langsung berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres). Sehingga berdasarkan Keputusan
Universitas Sumatera Utara
Presiden itulah silih berganti diterbitkannya pelbagai kebijakan mulai dari Keputusan Presiden No.65 Tahun 1970 sehingga No.28 Tahun 1992 yang berjumlah 11 (diterbitkan era Orde Baru), kemudian 3 Keputusan Presiden diterbitkan pada era Reformasi Konstitusi. Selain pelbagai Keputusan Presiden tentang Otorita Batam dan Kawasan Industri, pada era Reformasi secara bersamaan terbit Undang-Undang No.53 Tahun 1999 (diubah dengan UU No.13 Tahun 2000) tentang “Pendirian Kota Batam yang otonom”. Dengan kebijakan ini Pulau Batam yang semula hanya sebagai Kota Administratif (tanpa legislatif daerah), statusnya berubah menjadi daerah otonom kota yang mempunyai kewenangan dan anggota legislatif daerah. Kebijakan ini menyebabkan ‘dualisme’ kekuasaan antara Otorita Batam (Pemerintah Pusat) dan Pemerintah Kota Batam tentang lembaga mana yang berhak mengelola Pulau Batam. Dalam memahami hubungan pembangunan kawasan industri antara Pulau Batam dan Pulau Pinang terdapat dua perbedaan. Pertama, kawasan industri dan institusi yang mengelola di Pulau Batam tidak didukung berdasarkan undangundang dan kepastian hukum, kecuali Keputusan Presiden pada era Orde Baru dan Reformasi (sebelum tahun 2007). Sementara di Pulau Pinang kawasan industri dan pengelolanya berdasarkan undang-undang. Kedua, dalam pengelolaan kawasan industri di Pulau Pinang, tidak terjadi dualisme kekuasaan, sementara di Pulau Batam terjadi dualisme kekuasaan antara ‘Otorita Batam’ (Pemerintah Pusat) dengan Pemerintah Kota Batam. Hal ini sejalan dengan perkembangan pembangunan Kota Batam, serta pertumbuhan penduduk yang secara perlahan meningkat. Atas pertimbangan ini, Pemerintah Pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1983 mengenai “Pembentukan Kota Administratif Batam” di Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Riau sebagai perangkat dekonsentrasi. Sejak saat itulah pengelolaan kawasan Batam melibatkan dua lembaga, yaitu Badan Otorita Batam dan Pemerintah Kota Administratif. Perubahan besar terjadi setelah dikeluarkan dan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Daerah, yang menjadikan Batam
Universitas Sumatera Utara
sebagai daerah Pemerintahan Kota Otonom yang sama kedudukannya dengan kabupaten dan kota-kota lainnya di Indonesia. Kedua peraturan ini selanjutnya dirubah menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemeritahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Tantangan utama yang harus dihadapi oleh Kota Batam saat ini adalah bagaimana mengharmoniskan pembagian wewenang dua pemerintahan sehingga pengelolaan kotanya dapat berkembang dengan optimal. Perlu dicari terobosan taktis dan strategis agar hubungan keduanya menjadi sinergi dan bukannya kontroversi. Dengan adanya sinergi maka tujuan awal pembangunan kota Batam yang secara terencana memang dimaksudkan untuk memberikan kontribusi dalam kemajuan ekonomi Nasional, pada era otonomi daerah ini tetap dapat dilaksanakan. Bahkan dengan adanya masalah ini maka investor yang telah menanamkan investasinya di Batam juga hengkang dan mencari Negara lain yang kondusif dan memiliki kepastian hukum yang jelas.
Universitas Sumatera Utara