BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
1. SEJARAH SINGKAT STN DESA PEMATANG LALANG Serikat Tani Nasional Desa Pematang Lalang (STN) lahir atas upaya untuk tetap konsisten memperjuangkan persoalan sengketa tanah, yakni antara masyarakat Desa Pematang Lalang, Kecamatan Percut Sei. Tuan, Kabupaten Deli Serdang, dengan PT. Anugerah Tambak Perkasindo (PT.ATP) yang dipimpin oleh pengusaha yang bernama Ishak Charlie. Konflik dimulai sejak tahun 1988 dimana PT. Anugerah Tambak Perkasindo (ATP) yang bergerak dalam pertambakan udang telah menguasai tanpa membayar tanah rakyat yang diperoleh dengan surat panitia Landreform pada 1968. Barulah pada tahun 1995 muncul izin Hak Guna Usaha untuk melegitimasi praktek pertambakan udang yang telah dilakukan PT.ATP selama ini. Izin HGU tersebut diatur dalam keputusan Kanwil BPN Sumatera Utara No. 1/HGU/22.04/95 tertanggal 21 Maret 1995 untuk pengaturan 95,04 Ha serta Keputusan Kepala BPN Nasional No.19/HGU/BPN/2001 tertanggal 7 Agustus 2001 untuk 335,8 Ha. Dalam surat keputusan yang dikeluarkan Kepala BPN Nasional tersebut, tertulis bahwa PT. ATP berkewajiban untuk : •
Membangun Tambak Plasma yang diperuntukkan bagi petani Tambak Inti Rakyat (TIR) sebagaimana surat pernyataan tertanggal 30 Desember 2000 serta memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas dalam areal tersebut.
Universitas Sumatera Utara
•
Melepaskan sebagian hak tersebut untuk diberikan kepada petani plasma dengan perbandingan 60 inti dan 40 plasma yang ditentukan kemudian oleh instansi terkait.
•
Setiap perubahan penggunaan tanah dan setiap bentuk perbuatan hukum yang bermaksud untuk mengalihkan HGU atas tambak udang tersebut baik seluruhnya atau sebagian, diperlukan izin terlebih dahulu dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Namun dalam prakteknya, kewajiban tersebut tidak dipenuhi. Di awal
2005, PT. ATP bermaksud mengganti usaha tambak udang dengan perkebunan sawit. Kuat diduga, penggantian jenis usaha tersebut tidak dilakukan berdasarkan prosedur yang seharusnya. Bahkan secara sepihak, PT. ATP melakukan penanaman sawit di atas sawah milik warga tanpa persetujuan masyarakat (lihat lampiran). Dalam kepentingan memperjuangkan kasus sengketa tanah tersebut, masyarakat desa Pematang Lalang kemudian membangun sebuah organisasi tani yang bernama PERTISI (Persawahan Terindah Seluruh Indonesia) yang dipimpin oleh Kamelia Hasibuan. Dalam proses perjuangannya, tepatnya pada bulan Mei 2005, PERTISI melalui Kamelia Hasibuan mengundang elemen mahasiswa yaitu Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi wilayah Sumatera Utara (Eksekutif Wilayah LMND Sumut) untuk ikut terlibat mendampingi proses perjuangan sengketa tanah tersebut. Kesepakatan pun kemudian didapat dalam pertemuan tersebut, yakni EW LMND Sumut bersedia untuk terus ikut berjuang bersama masyarakat desa Pematang Lalang dan memprogramkan Sekolah Tani bagi petani Pematang Lalang.
Universitas Sumatera Utara
Gaung perjuangan kemudian membesar, ditandai dengan menguatnya konsolidasi-konsolidasi
beberapa
organisasi
pro-demokrasi
yang
sepakat
membentuk wadah perjuangan bernama KOPERS (Komite Perjuangan Rakyat Sumatera Utara) yang terdiri dari Komite Pimpinan Wilayah STN Sumatera Utara, Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat (JAKER) Sumut, Partai Rakyat Demokratik (PRD) Sumut, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Medan, EW LMND Sumut dan PERTISI yang berkomitmen ikut berjuang bersama masyarakat menuntut hak-hak atas tanah mereka yang dirampas oleh PT. ATP. November tahun 2005, pimpinan PERTISI Kamelia Hasibuan pergi meninggalkan masyarakat Pematang Lalang dengan alasan karir. Hal ini jelas membuat masyarakat bingung dan panik. Masyarakat yang belum terbiasa berorganisasi sebelumnya, apalagi menyangkkut persoalan perjuangan sengketa tanah akhirnya meminta bantuan kepada EW LMND untuk segera menuntaskan kebisuan perjuangan mereka. Awal Desember 2006, EW LMND Sumut mengundang KPW STN Sumut untuk hadir dalam rapat masyarakat desa Pematang Lalang dengan agenda pembahasan tindak lanjut perjuangan masyarakat desa Pematang Lalang serta membicarakan tentang kondisi internal organisasi PERTISI. Pertemuan itu dihadiri oleh masyarakat desa Pematang Lalang, Robert Sihombing (Ketua EW LMND Sumut), Rinaldi (Sekretaris EW LMND Sumut), Sintong Pardosi (Ketua KPW STN Sumut) dan Randy Syahrizal (Sekretaris KPW STN Sumut). Pertemuan itu juga menghasilkan beberapa poin, diantaranya:
Universitas Sumatera Utara
1. Masyarakat desa Pematang Lalang sepakat bergabung menjadi anggota STN ditingkat desa. 2. Masyarakat desa Pematang Lalang bersumpah untuk tetap berjuang menuntut hak-hak petani Pematang Lalang. 3. Masyarakat desa Pematang Lalang ikut aktif dalam segala perjuangan melawan segala bentuk penindasan dan patuh menjalankan segala keputusan dan arahan kerja-kerja perjuangan STN. Pertemuan tersebut juga menghasilkan rekomendasi untuk membuat Konferensi Desa dalam kepentingan membangun cabang STN Sumut tingkat desa serta membahas dan menetapkan program kerja organisasi. Pada tanggal 8 Maret 2006 diadakan Konferensi Desa di Desa Pematang Lalang yang dihadiri oleh seluruh anggota yang dulunya bergabung didalam PERTISI. Dalam sidang pembahasan program organisasi, masyarakat Pematang Lalang membahas program STN secara nasional, yakni tuntutan atas Tanah, Modal, Tekhnologi Murah-Massal untuk Pertanian kolektif di Bawah Kontrol Dewan Tani/Rakyat sebagai program sejati, Tiga Tugas Mendesak meliputi Kampanye dan Front, Radikalisasi dan Strukturisasi sebagai Strategi-Taktik Organisasi serta pembangunan kelompok-kelompok tani, seksi-seksi pemuda tani serta seksi-seksi perempuan tani sebagai penopang kerja-kerja perjuangan STN. 71 Sidang selanjutnya membahas tentang pemilihan pengurus, yang berhasil memilih kepengurusan, yakni: Mangara Rumapea (Ketua KPD STN Pematang Lalang) dan Rondauli Sinaga (Sekretaris KPD STN Pematang Lalang).
71
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Serikat Tani Nasional (AD/ART-STN), Tanah, Modal, Teknologi yang Modern, Murah, Massal untuk Pertanian Kolektif di Bawah Dewan Rakyat/Tani, Yogyakarta, 2 April 2006, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
2. TUJUAN DAN PROGRAM PERJUANGAN STN 2.1. Tujuan STN Serikat Tani Nasional adalah organisasi petani yang bersifat nasional, didirikan sejak 13 November 1993. STN dikukuhkan kembali menjadi organisasi massa legal pada Konggres II 25-27 Juni 1999 di Sleman, Yogyakarta. STN adalah organisasi massa yang berwatak progresif, demokratik, dan kerakyatan. Pola kerja utama STN yang paling prinsipil adalah kepeloporan ditengah-tengah massa tani, dengan tekanan kerja memimpin dan memajukan perjuangan kaum tani Indonesia dalam melawan segala bentuk penindasan serta merebut kesejahteraan dari sistem ‘kapitalisme neoliberal’ yang berkolaborasi dengan ‘pemerintahan boneka’ didalam negeri. Secara umum tujuan didirikannya STN adalah untuk memperjuangkan pembebasan rakyat Indonesia dari belenggu penindasan dan penjajahan sistem ekonomi kapitalisme, bersama dengan kekuatan rakyat miskin lainnya, seperti buruh, kaum miskin perkotaan serta mahasiswa. Secara khusus, STN bertujuan untuk membebaskan kaum tani dari segala bentuk penindasan ekonomi, politik, hukum dan budaya serta memimpin pembebasan kaum tani Indonesia dalam perjuangan merebut kesejahteraan dan perubahan nasib kaum tani. STN adalah organisasi massa yang berasaskan Demokrasi Kerakyatan. Yang dimaksud dengan demokrasi kerakyatan bukanlah suatu demokrasi tipe baru, melainkan sebuah penegasan tentang demokrasi yang dihubungkan secara tegas kepada kepentingan mayoritas rakyat, serta menjamin keterlibatan rakyat dalam segala kebijakan ekonomi, politik yang dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Asas “Demokrasi Kerakyatan” juga berarti membangun kedaulatan rakyat disegala bidang dengan meletakkan sendi-sendi tatanan social yang
Universitas Sumatera Utara
demokratis. Kedaulatan ekonomi dan politik bukan ditangan penguasa, melainkan ditangan rakyat Indonesia, demi tercapainya keadilan sosial sepenuh-penuhnya. 2.2. Program Perjuangan STN 72 STN mempunyai program “sejati” yang bersifat strategis yang mereka sebut sebagai “Reforma Agraria Sejati” yang menjamin “Tanah, Modal serta Tekhnologi”. Garis-garis besar penjelasan program tersebut adalah sebagai berikut: Tanah Seperti halnya buruh, tanah sebagai alat produksi adalah hal yang utama dalam kehidupan petani. Dalam sejarah Indonesia, ketika lahan masih dimiliki para bangsawan (misalnya, Diponegoro, Cut Nya Dien, Sultan Agung, dll) yang rata-rata memiliki puluhan sampai ratusan hektar, dimana ketika kolonialisme Belanda masuk ke Indonesia, lahan-lahan tersebut pun dirampas. Kemudian ketika masa pejajahan Jepang hanya sesaat saja kaum tani memiliki tanah. Tetapi kemudian Jepang menerapkan peraturan, wajib bagi rakyat, untuk menanam pohon jalak dan keliki untuk bahan bakar pesawatnya kembali dari Indonesia ke jepang. Proses perampasan dan perebutan lahan dalam sejarah kaum tani terus berlangsung dan tidak pernah tuntas hingga saat ini. Kita ketahui pula bahwa lahan pertanian di Indonesia dalam petak-petak kecil. Hal itu disebabkan karena mereka yang telah berhasil merebut lahan kemudian mewariskan ke keluarganya, dengan sistem bagi-bagi untuk setiap anaknya. Dengan budaya warisan inilah tanah yang ada di Indonesia selalu memiliki luas lahan yang sempit dan menggunakan bedeng-bedeng sebagai tanda pembatas dalam warisannya. Dengan
Universitas Sumatera Utara
kondisi obyektif inilah, bagi kita tidak tepat jika ditetapkan program Landreform, karena justru dengan menetapkan program ini maka kita menciptakan konflik horisontal antar petani. Dalam sistem kepemilikan tanah
di Indonesia, ada tiga macam
kepemilikan tanah. Pertama, mereka-mereka yang tidak mempunyai tanah sehingga kemudian menjadi buruh tani, menjual tenaga pada pemilik tanah untuk menyambung kelangsungan hidupnya. Kedua, seperti yang telah disebutkan tadi, para borjuis kecil pedesaan. Mereka hidup dari mengolah tanah yang dimilikinya, disinilah tanah berfungsi sebagai alat produksi bagi petani. Ketiga, kepemilikan tanah yang dikuasai negara. Tanah-tanah yang dimiliki oleh negara rata-rata adalah warisan dari kolonial Belanda atau bekas tanah adat maupun tanah marga yang kemudian pada masa pemerintahan Orde Baru dijadikan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang kemudian sebagian besar dijual kepada para borjuasi. Kepemilikan tanah jenis ketiga inilah yang kebanyakan menimbulkan konflik dikalangan petani. Karena dari sejarahnya tanah-tanah ini adalah milik rakyat – baik tanah marga, tanah adat, atau tanah hasil UUPA 60 yang pada waktu Orde Baru diambil alih oleh negara. Modal. Untuk mengolah lahan yang luas berarti kita butuh juga modal yang besar. Apabila kita lihat juga anggaran untuk mengamankan stok pangan nasional pemerintah untuk sektor pangan hanya 2,2 trilyun rupiah. Sedangkan hanya berbicara untuk menstabilkan harga gabah kering saat ini saja membutuhkan dana 6,7 trilyun rupiah. Hal ini menjelaskan bahwa anggaran ini
72
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Serikat Tani Nasional (AD/ART- STN), ibid., hal. 2 – 3.
Universitas Sumatera Utara
tidak sesuai dengan kebutuhan, dimana menyangkut kehidupan lebih dari 50% jumlah penduduk Indonesia. Jelas adanya ketimpangan dalam megalokasikan anggaran negara, khusunya untuk sektor pertanian. Dalam proses produksi pertanian diperlukan modal sangat besar dan yang tergantung dengan modal itu pun lebih dari 50 % jumlah penduduk. Tetapi kondisinya saat ini anggaran untuk sektor perbankan dan industri lebih besar dari pada sektor pertanian. Sementara modal yang telah disalurkan selalu saja di korupsi, jumlahnya kecil, dan bunganya tinggi. Sedangkan yang dibutuhkan kaum tani adalah modal besar, bunga rendah, dan persyaratan yang tidak menyusahkan kaum tani (tidak seperti KUT/JPS), serta yang dapat dikontrol langsung oleh mereka sendiri.Dengan demikian kaum tani harus memperjuangkan kebutuhan modal ini. Pertanian Modern. Sebagaimana telah kita paparkan di atas, bahwa di sektor pertanian di Indonesia masih berlangsung dengan sistem pertanian yang manual (tradisional). Hal itulah yang memperlambat laju pertumbuhan ekonomi petani Indonesia. Untuk itu perlu adanya sistem pertanian yang modern untuk menunjang/ mengimbangi laju pertumbuhan ekonomi saat ini. Dalam sistem pertanian modern tercakup permasalahan teknologi serta manjemen produksi dan pemasaran. Untuk itu Pemerintah harus menyediakan apa yang menjadi kebutuhan petani pada saat sekarang ini agar mampu menaikkan hasil produksi mereka dan seiring dengan itu, menaikkan pula daya beli petani. Pertanian yang modern, adalah yang sebenarnya dibutuhkan petani saat ini. Berbicara mengenai pertanian modern tidak lepas pula dari kebutuhan tanah/lahan yang cukup luas. Tidak mungkin teknologi yang maju akan diterapkan
Universitas Sumatera Utara
pada lahan/tanah yang sempit, karena hasil yang dicapai tidak akan seimbang. Demikian pula sebaliknya jika lahan itu luas dan tidak dikerjakan dengan menggunakan teknologi yang modern, juga tidak akan menghasilkan apa-apa. Traktor merupakan salah satu tehnologi dari sektor pertanian. Harus diakui, bahwa penguasaan teknologi petani di Indonesia atas teknologi masih rendah. Sebagian besar petani Indonesia masih menggunakan jasa hewan (kerbau, sapi) untuk mengolah tanah mereka, disamping menggunakan tenaga kaum buruh tani. Lambatnya penguasaan teknologi adalah penyebab perkembangan pertanian di Indonesia sangat lambat. Padahal, dengan menggunakan teknologi, produktifitas pertanian dapat dipacu. Dengan penggunaan teknologi untuk menggarap sektor pertanian, tenaga manusia dapat dikurangi. Peranan tenaga manusia digantikan oleh mesin, sehingga memaksa para buruh-buruh pertanian untuk pindah ke kota, menjadi buruh pabrik. Selain itu, dengan penggunaan tekhnologi, akan terjadi sentralisasi kepemilikan tanah. Jadi jelas, yang dibutuhkan bagi petani adalah tersedianya teknologi modern dan mampu mendapatkan hasil yang maksimal; tata letak lahan pertanian diatur dengan baik supaya lebih teratur dan berkualitas; teknologi modern yang dimaksud adalah meliputi alat-alat produksi pertanian yang maju seperti traktor, sebagai alat produksi untuk mengefisienkan waktu dan tenaga dengan hasil yang maksimal; sistem irigasi yang lebih maju dengan manajemen pengairannya secara modern sehingga tidak lagi akan ada persoalan kekurangan air untuk kebutuhan produksi; alat-alat dan obat-obatan yang dapat menunjang kelancaran proses produksi (alat penyemprot hama, pestisida, pupuk, dll) ; alat-alat penunjang lainnya, seperti alat pengering (oven) hasil produksi, misal : beras, jagung,
Universitas Sumatera Utara
kedelai, kacang, dll, yang selama ini petani hanya dapat mengandalkan panasnya matahari untuk dapat mengeringkan hasil produksinya; manajemen pasar dan distribusi hasil pertanian secara modern, sehingga petani pun mampu mengukur atau memperkirakan akan perkembangan-perkembangan produksinya dan dapat memacu perkembangan sumber daya Manusia (Lihat Lampiran “Materi Propaganda Petani”). Program sejati ini jugalah yang menjadi slogan resmi perjuangan organisasi STN. Selain program resmi yang bersifat “hirarki” untuk setiap struktur/cabang STN, organisasi STN juga menetapkan program perjuangan ditingkatan lokal/teritori yang dihasilkan melalui mekanisme Konferensi, baik Konferensi Wilayah, Kabupaten maupun Desa. Secara umum, program STN Pematang Lalang sama dengan program STN secara nasional, yang dihasilkan melalui
mekanisme Kongres STN. Secara
khusus program perjuangan Komite Pimpinan Desa Serikat Tani Nasional Desa Pematang Lalang adalah: 1. Pengembalian Tanah yang selama ini dikelola oleh Petani Pematang Lalang, 2. Perjuangan untuk memperoleh Tambak Inti Rakyat (TIR). 3. Menutup PT.Anugerah Tambak Perkasindo (PT.ATP) serta penyitaan atas seluruh
asset
PT.ATP
untuk
digunakan
sebesar-besarnya
bagi
kesejahteraan rakyat petani. 4. Penolakan Import pangan/beras. 5. Penurunan Harga Pupuk (Lihat lampiran “Tabel Tani STN desa Pematang Lalang”).
Universitas Sumatera Utara
3. PRINSIP-PRINSIP ORGANISASI STN 73 1. Kepeloporan di tengah-tengah massa tani. Maksudnya adalah, STN harus berada pada posisi memimpin perjuangan kaum tani disemua daerah. STN juga harus menjadi organisasi pelopor perjuangan kaum tani yang bertugas memimpin, memajukan serta menyatukan arah gerak perjuangan kaum tani untuk menjauhkan kaum tani dari perjuangan yang berbentuk ekonomis dan sektarian. Maka konsepsi organisasi ditubuh STN adalah organisasi payung, yang bertujuan mewadahi kelompok-kelompok tani yang sedang berjuang dalam persoalan sengketa tanah. Tugas STN sebagai organisasi pelopor perjuangan kaum tani adalah mendekatkan kesadaran perjuangan ekonomis kaum tani kepada kesadaran politik kaum tani, dan mendorong persatuan kaum tani serta rakyat miskin lainnya (Buruh dan Kaum miskin perkotaan) dalam perjuangan mendirikan pemerintahan alternatif yang disebut sebagai pemerintahan persatuan rakyat. 2. Sentralisme Demokrasi/Demokrasi Terpusat. Sebuah organisasi yang progresif, terideologi, terstruktur dan terorganisir secara rapi haruslah menjalankan mekanisme organisasi yang demokratis, dengan menampung segala aspirasi dari struktur cabang terbawah, yang kemudian dipelajari oleh badan organisasi diatasnya. Hasil dari mekanisme kerja organisasi diatas haruslah dijalankan oleh semua tingkatan struktur cabang STN secara hirarki dan terpusat. Dalam prakteknya kemudian, dapat disimpulkan sebagai berikut: badan organisasi tingkat bawah harus mematuhi segala keputusan organisasi diatasnya serta memberikan usulan-usulan serta laporan-laporan kerja,
73
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Serikat Tani Nasional (AD/ART-STN), ibid., hal. 4 – 5.
Universitas Sumatera Utara
sedangkan badan organisasi diatasnya bertugas mempelajari, memberikan arahan kerja serta mengawasi secara teliti hasil-hasil kemajuan maupun kemunduran kerja-kerja badan organisasi dibawahnya. 3. Kritik dan Oto-Kritik. Landasan mengenai kritik oto-kritik harus dilandaskan pada evaluasi program kerja idieologi, politik dan organisasi. Tujuannya untuk menilai kemajuan serta kemunduran praktek kerja organisasi serta melakukan penelitian mendalam mengenai penyakit-penyakit didalam organisasi, seperti liberalisme (tidak menjalankan arahan kerja organisasi dan menjalankan kerja-kerja organisasi sesuai isi kepalanya sendiri, atau tidak berani mengkritik kawan seorganisasi dengan alasan perpecahan dalam pertemanan) dan subjektifisme (sebagai contoh melakukan kritik secara tertutup, mengkritik diluar organisasi dan bernuansa fitnah/gossip). Kritik dan Oto-Kritik juga bertujuan untuk meningkatkan semangat kolektifisme diantara pengurus dan anggota, memahami kelemahan dan kekuatan organisasi, serta dapat menjadi mekanisme kontrol antara anggota dengan pengurus ataupun pengurus dengan pengurus. 4. Bergantung pada kekuatan sendiri. Prinsip bergantung pada kekuatan sendiri dilandasi oleh kenyataan bahwa kelas-kelas, golongan, dan sektor-sektor yang bekerjasama dalam konteks front persatuan berada pada situasi ketertindasan. Oleh karenanya, menjadi mutlak bagi kelas-kelas yang bekerjasama dalam front untuk memikirkan secara serius usahausaha yang memperkuat barisan kelasnya sendiri. Kerjasama antar elemen untuk mendapatkan bantuan dari sekutu guna memperkuat masing-masing organisasi
Universitas Sumatera Utara
diperbolehkan dalam batasan-batasan yang tidak sampai merusak kemandirian organisasi yang mendapatkan bantuan. Sekali lagi, kerjasama dalam front harus saling menguntungkan, tidak merugikan salah satu, atau menjadi salah satu elemen dalam front sebagai faktor yang mendominasi kehidupan politik front.
4. STRUKTUR ORGANISASI STN – DESA PEMATANG LALANG. 74 Struktur organisasi STN Pematang Lalang berbentuk Komite, yakni sebuah konsep kepemimpinan bersama. Komite Pimpinan Desa Pematang Lalang terbentuk melalui Konferensi Desa STN, yang dilaksanakan pada tanggal 8 Desember 2006, dan berhasil memilih kepengurusan sebagai berikut: 1. Ketua
: Mangara Rumapea
2. Sekretaris
: Rondauli Sinaga
3. Dana dan Usaha
: M. Nadeak
4. Koord.Dusun I
: J. Sinaga
5. Koord.Dusun II
: Muster Tampubolon
6. Koord.Dusun III
: Abel Lumban Raja
7. Seksi Perempuan
: - Op.Ridwan br. Manurung (Koordinator) : - N.Anita R. br. Tambunan (Staf Koordinator)
8. Seksi Kebudayaan
: - N. Saut br. Sinaga (Koordinator)
74
Hasil wawancara dengan Ketua, Sekretaris dan beberapa Pengurus Komite Pimpinan Desa Serikat Tani Nasional (STN)- Pematang Lalang, Sabtu, 1 September 2007.
Universitas Sumatera Utara
: - Ekson br. Sinaga Komite Pimpinan Desa adalah pimpinan harian tingkat desa. Pendirian Komite Pimpinan Desa mensyaratkan telah berdiri lebih dari dua (2) kelompok tani dalam desa tersebut. Kelompok tani adalah alat perjuangan bagi anggota untuk terpenuhinya hak-hak (terutama hak-hak ekonomi) anggotanya, misalnya jaminan atas kepemilikan yang mengandung fungsi sosial, penguasaan dan pemakaian sumber-sumber agraria, jaminan atas distribusi usaha pertanian yang adil dan
menguntungkan
bagi anggota dan
masyarakat
lainnya
yang
menggantungkan hidupnya dari sumber-sumber agraria, dan lain sebagainya. Kelompok tani ini didirikan dengan jumlah anggota sebanyak 15-30 orang yang strukturnya terdiri dari Ketua dan Sekretaris. Apabila kelompok tani dalam desa belum ada atau terpenuhi maka struktur STN disebut Komite Persiapan Desa. Berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Serikat Tani Nasional telah ditetapkan tugas dan tanggung jawab Komite Pimpinan Desa yaitu: melaksanankan keputusan badan organisasi di atasnya dan hasil konferensi Desa, mengambil keputusan dan arahan praktis organisasi di tingkat Desa dengan memperhatikan
garis-garis
keputusan
badan
organisasi
di
atasnya,
menyelenggarakan rapat Komite Pimpinan Desa secara berkala, serta memberikan laporan berkala tentang perkembangan organisasi di tingkat Desa kepada badan pimpinan diatasnya. Dalam Komite Pimpinan Desa, Ketua bertanggung jawab dalam melakukan kerja Kampanye dan penggalangan front tingkat Desa, sedangkan Sekretaris adalah yang memimpin berjalannya program organisasi di tingkat Desa. Dana Usaha bertanggung jawab mengatur keuangan organisasi dan
Universitas Sumatera Utara
membangun badan usaha tingkat Desa serta menarik iuran anggota. Departemen Organisasi bertanggung jawab atas pengawasan terhadap kelompok-kelompok tani dan menangani perluasan kelompok tani lainnya. Departemen Pendidikan dan Propaganda, bertanggung jawab terhadap proses distribusi koran organisasi kepada para kelompok tani, menyediakan bahan-bahan bacaan dan pendidikan bagi kelompok tani secara reguler. 75 Seksi Perempuan, bertanggung jawab mengawasi adanya pasokan bahanbahan bacaan tentang perempuan, penjadwalan diskusi-diskusi perempuan dan mendorong terbangunnya kelompok perempuan tani. 76 Seksi Pemuda Tani, bertanggung jawab memastikan adanya bacaan dan mendorong terjadinya diskusidiskusi dan pendidikan tentang pemuda pedesaan yang progresif, dan mendorongnya sebagai salah satu penggerak kelompok tani. Seksi Kebudayaan, bertugas memasok bacaan dan diskusi-diskusi budaya dan mendorong terbangunnya kelompok kesenian di pedesaan.
75
Hasil wawancara dengan Ketua Serikat Tani Nasional (STN) Desa Pematang Lalang: Mangara Rumapea dan Sekretaris STN Pematang Lalang: Rondauli. Sinaga, Sabtu, 18 Agustus 2007. 74 Ibid.
Universitas Sumatera Utara