BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1.1.1. Yogyakarta sebagai Kota Pariwisata Berbagai kekayaan alam dan budaya yang dimiliki Indonesia sebagai negara kepulauan menjadi faktor
menonjolnya sektor pariwisata Indonesia hingga kancah
Internasional. Hal ini terbukti berdasarkan data BPS Indonesia No. 24/04/Th. XVI, 1 April 2013, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia pada bulan Februari
2013
mencapai
678.400
kunjungan.
Jumlah
kunjungan
wisatawan
mancanegara pada bulan Februari 2013 ini juga mengalami peningkatan sebesar 10,43% dibanding pada bulan sebelumnya, yaitu Januari 2013. Secara kumulatif, selama Januari‒Februari 2013, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia meningkat 3,82% dibandingkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada periode yang sama tahun 2012. Kenaikan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ini terjadi di sebagian besar pintu masuk utama. Tabel 1.1. Perkembangan Kunjungan Wisatawan Mancanegara Menurut Pintu Masuk
Sumber: Badan Pusat Statistik No. 24/04/Th. XVI, diunduh 1 April 2013
1
Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tercatat mengalami lonjakan persentase kunjungan wisatawan tertinggi yaitu sebesar 35,45%. Kesimpulannya, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu kota di Indonesia dengan perkembangan signifikan dalam sektor pariwisata. Dalam peta kepariwisataan nasional, potensi Provinsi DIY menduduki peringkat kedua sebagai daerah kunjungan wisata setelah provinsi Bali. Visi pembangunan pariwisata DIY 2012-2025 adalah terwujudnya Yogyakarta sebagai destinasi wisata berkelas dunia, memiliki keunggulan saing dan banding, berwawasan budaya, berkelanjutan, mampu mendorong pembangunan daerah dan berbasis kerakyatan sebagai pilar utama perekonomian.1 Minat wisatawan untuk berkunjung ke Yogyakarta meningkat setiap tahunnya. Namun, jumlah kunjungan wisata ke DIY masih cenderung fluktuatif karena dipengaruhi oleh kondisi perekonomian makro maupun faktor eksternal seperti bencana alam. Tercatat dua kali jumlah kunjungan wisata DIY mengalami penurunan yaitu pada tahun 2006 sebagai dampak gempa bumi yang mengguncang Yogyakarta serta tahun 2011 sebagai dampak dari erupsi Gunung Merapi.2 Berdasarkan data BPS DIY 2012 pada tahun 2007 jumlah wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta sebanyak 2.203.830 orang terdiri dari wisata mancanegara sebesar 76.203 orang dan wisatawan nusantara 2.127.627 orang. Pada tahun 2011 jumlah wisatawan yang datang mengalami peningkatan, tercatat 3.206.334 orang yang terdiri dari wisatawan mancanegara sebanyak 148.756 orang dan wisatawan nusantara sebanyak 3.057.578 orang. Peningkatan sebesar 45,5% sejak tahun 2007 hingga tahun 2011 menunjukkan Yogyakarta semakin diminati sebagai kota tujuan wisata. Jumlah kunjungan wisatawan asing mampu tumbuh di atas 10% per tahun, sementara wisatawan domestik tumbuh 5,6% per tahun.3
1
http://yogyakarta.bps.go.id/ebook/page62.html, diakses tanggal 2 Mei 2013
2
http://yogyakarta.bps.go.id/ebook/page63.html, diakses tanggal 2 Mei 2013 http://www. puspar.ugm.ac.id/home/182-opini, diakses tanggal 2 Mei 2013
3
2
Gambar 1.1. Jumlah Kunjungan Wisata DIY Menurut Asal Wisatawan Periode 2005-2011 Sumber: BPS DIY 2012
Berdasarkan data BPS DIY tahun 2012, jumlah kunjungan wisatawan DIY lebih didominasi oleh wisatawan nusantara yang mencapai 96% dari jumlah total kunjungan per periode 2005-2011. Peningkatan drastis jumlah kunjungan terjadi
pada musim
liburan baik pada saat musim libur sekolah, liburan panjang akhir pekan, libur hari raya keagamaan maupun liburan akhir tahun. 1.1.2 Jumlah dan Perkembangan Kunjungan Akomodasi di Yogyakarta Keterkaitan antara sektor pariwisata dan sektor komersial akomodasi memiliki hubungan timbal balik yang saling menguatkan untuk mendukung perekonomian dalam suatu kota. Potensi pariwisata yang sangat besar di Kota Yogyakarta berdampak pada kebutuhan sektor komersial berupa akomodasi yang besar pula. Pertumbuhan jumlah kunjungan yang makin meningkat setiap tahunnya, tentu perlu diwadahi dengan fasilitas wisata berupa akomodasi untuk menampung wisatawan mancanegara maupun nusantara. Indeks perkembangan kepariwisataan dalam suatu daerah dapat dilihat dari jumlah akomodasi, tingkat penghunian kamar dan rata-rata lama menginap (Long of Stay/LOS) wisatawan di hotel. Berikut adalah tabel hasil data statistik BPS Indonesia No. 24/04/Th. XVI, 1 April 2013 mengenai keterkaitan jumlah akomodasi dan wisatawan dalam pereknomian di 23 provinsi Indonesia termasuk Kota Yogyakarta.
3
Tabel 1.2. Jumlah Akomodasi, Rata-rata Pekerja dan Jumlah Tamu per Hari Menurut Provinsi, Tahun 2012 Rata-rata
Banyaknya Provinsi Usaha
Kamar
Aceh
22
1,340
Sumatera Utara
83
Sumatera Barat
45
Riau
Pekerja Per Tempat
Tamu Per Hari
Usaha
Kamar
Indonesia
Asing
Jumlah
2,246
44.80
0.70
590
159
749
7,535
12,803
95.40
1.10
3,191
548
3,739
2,550
4,328
48.80
0.90
1,397
86
1,483
41
3,670
5,347
79.70
0.90
2,262
120
2,382
Jambi
20
1,236
1,719
65.50
1.10
677
4
681
Sumatera Selatan
46
3,395
4,873
65.00
0.90
1,872
87
1,959
Bengkulu
5
250
387
52.60
1.10
108
29
137
Lampung
9
786
1,248
93.60
1.10
493
33
526
Kep Bangka Belitung
23
1,223
1,771
57.10
1.10
603
9
612
Kepulauan Riau
70
9,215
13,703
141.40
1.10
2,484
2,516
5,000
DKI Jakarta
175
30,135
41,744
186.90
1.10
14,282
4,913
19,195
Jawa Barat
208
18,643
30,942
90.70
1.00
11,312
1,516
12,828
Jawa Tengah
139
9,756
15,803
59.10
0.80
6,665
238
6,903
DI Yogyakarta
52
4,869
7,832
89.50
1.00
2,368
744
3,112
Jawa Timur
98
10,039
16,248
114.10
1.10
6,033
811
6,844
Banten
42
3,514
5,510
90.60
1.10
1,764
259
2,023
Bali
218
24,215
36,837
171.60
1.50
5,712
14,606
20,318
Nusa Tenggara Barat
43
2,583
4,118
81.00
1.30
1,928
336
2,264
Nusa Tenggara Timur
15
864
1,381
53.90
0.90
381
39
420
Kalimantan Barat
25
2,178
3,151
88.30
1.00
1,809
121
1,930
Kalimantan Tengah
9
550
756
61.20
1.00
651
92
743
Kalimantan Selatan
35
2,143
3,397
68.90
1.10
1,770
125
1,895
Kalimantan Timur
43
4,822
7,408
128.10
1.10
2,351
196
2,547
Sulawesi Utara
28
2,180
3,224
84.20
1.10
1,315
75
1,390
Sulawesi Tengah
3
201
327
92.00
1.40
61
0
61
Sulawesi Selatan
57
3,683
5,516
64.60
1.00
3,192
214
3,406
Sulawesi Tenggara
10
564
817
50.50
0.90
152
5
157
Gorontalo
1
54
77
104.00
1.90
31
1
32
Sulawesi Barat
6
369
486
53.20
0.90
63
0
63
19
958
1,290
37.20
0.70
157
7
164
3
283
400
91.30
1.00
81
1
82
11
705
1,007
68.50
1.10
208
11
219
Maluku Maluku Utara Papua Barat
Tidur
4
Papua Indonesia
19
1,232
1,789
56.00
0.90
168
34
202
1,623
155,740
238,485
106.50
1.10
76,129
27,933
104,062
Sumber: http://www.bps.go.id, diunduh 2 Mei 2013
Untuk pendataan jumlah akomodasi Yogyakarta secara lebih spesifik, berdasarkan olah data terakhir yang dipublikasikan oleh BPS DIY 2012, jumlah akomodasi hotel bintang di DIY selama tahun 2011 terdaftar sebanyak 41 unit dengan rincian sebagai berikut: 16 unit di Kabupaten Sleman, 1 unit di Kabupaten Bantul dan 21 unit di Kota Yogyakarta. Jumlah kamar tidur yang tersedia mencapai 12.407 kamar dengan jumlah tempat tidur sebanyak 18.586 unit.Jika dibandingkan dengan tahun 2010, jumlah hotel non bintang mengalami penurunan sebanyak 33 unit. Penurunan ini terjadi di Kabupaten Sleman terutama di kawasan wisata lereng Merapi berkaitan dengan erupsi Merapi yang terjadi di akhir tahun 2010.4 Tabel 1.3. Jumlah Akomodasi dan Kamar Menurut Golongan Hotel DIY Periode 2007-2011
Sumber : http://yogyakarta.bps.go.id/ebook /page62.html, diunduh 2 Mei 2013
Jumlah akomodasi Kota Yogyakarta berdampak pada perkembangan tingkat penghunian
kamar
atau
kunjungan
hotel
oleh
wisatawan.
Sesuai
dengan
berkembangnya pariwisata Yogyakarta dari tahun ke tahun, tingkat produktivitas hotel 4
yogyakarta.bps.go.id/ebook/page65.html
5
dengan jumlah kamar yang dihuni tiap tahunnya juga bertambah. TPK (Tingkat Penghunian Kamar) berdasarkan statistik data BPS DIY 2012, dalam periode 20072011 rinciannya seperti pada tabel di bawah ini Tabel 1.4. TPK Hotel di DIY Menurut Golongan Hotel Periode 2007-2011 ( Persen )
Sumber: http://yogyakarta.bps.go.id/ebook/page66.html, diunduh 2 Mei 2013
Perkembangan TPK hotel di DIY selama lima tahun terakhir menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Pada tahun 2007, TPK hotel tercatat sebesar 29,11%. Angka TPK secara bertahap meningkat hingga mencapai 37,82% di tahun 2011, sebagai imbas dari semakin bergairahnya aktivitas pariwisata di DIY yang ditunjukkan oleh peningkatan jumlah kunjungan wisata. Berdasarkan golongannya, TPK hotel bintang selama lima tahun terakhir selalu lebih tinggi dibandingkan dengan hotel non bintang. Pada tahun 2011, TPK hotel bintang mencapai 50,65 persen dan TPK hotel non bintang mencapai 34,55 persen.5 Dapat disimpulkan, jumlah kunjungan wisatawan yang meningkat pada setiap tahunnya di Yogyakarta berdampak secara langsung dengan jumlah dan kualitas huni akomodasi. Meskipun pertumbuhan jumlah wisatawan masih memiliki kemungkinan untuk menurun karena faktor eksternal seperti bencana alam, tetapi sektor komersial akomodasi masih menjadi investasi yang menjanjikan. Hal ini berkaitan dengan pemeliharaan serta pemasaran pariwisata Yogyakarta yang semakin terkonsentrasi setiap tahunnya untuk menarik minat wisatawan mancanegara maupun nusantara.
5
yogyakarta.bps.go.id/ebook/page62.html
6
Perkembangan jumlah kunjungan wisatawan ke Kota Yogyakarta untuk jangka ke depan tentu berpengaruh langsung dengan peningkatan target profit akomodasi. 1.1.3. Pertumbuhan Pembangunan Akomodasi di Yogyakarta Visi pembangunan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) DIY adalah menjadikan DIY sebagai pusat pendidikan, budaya dan daerah tujuan wisata terkemuka di Asia Tenggara dalam lingkungan masyarakat yang maju, mandiri dan sejahtera.6 Sektor pembangunan akomodasi di Yogyakarta juga mengalami peningkatan sangat pesat, salah satu faktor utamanya adalah karena perizinan yang tergolong mudah dalam birokrasi Yogyakarta. Investasi dalam sektor akomodasi Kota Yogyakarta memiliki potensi yang besar terkait dengan peningkatan sektor pariwisata yang meningkat setiap tahunnya. Dalam periode 20122013 menurut survey kelembagaan tercatat proyek pembangunan hotel semakin menjamur, yaitu sebanyak 30 hotel berbintang dan 74 hotel melati dibangun. Seperti yang dilansir pada media digital investorindonesia.com, isu yang sekarang timbul adalah kekhawatiran akan pergeseran citra Kota Yogyakarta dengan pembangunan hotel besar-besaran tanpa memperhatikan atau memberi tanggapan desain yang berkaitan dengan budaya lokal. Hal tersebut dilansir seperti berikut: •
YOGYAKARTA – “Banyaknya pembangunan hotel baru di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta membuktikan bahwa iklim investasi di daerah ini sangat menguntungkan,”kata Kepala Dinas Pariwisata provinsi ini, Tazbir. “Untuk itu, kalangan investor selalu berpikir bahwa investasi bidang jasa perhotelan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dinilai saat ini paling kondusif dan menguntungkan. Alasan lain di mata investor juga perizinan di DIY sangat cepat, dan mudah prosesnya," katanya di Yogyakarta, Selasa (13/11). 2012”
•
YOGYAKARTA – “Pertumbuhan pembangunan hotel di Daerah Istimewa Yogyakarta harus mempertahankan nilai dan karakter provinsi ini sebagai kota wisata dan budaya”, kata pengamat tata kota dan tata ruang Universitas Gadjah Mada Sudaryono Sastrosasmito. “Semakin menjamurnya pembangunan hotel di DIY sah-sah saja, namun juga harus mempertimbangkan keutuhan nilai dan 6
yogyakarta.bps.go.id/ebook/page62.html
7
karakter Yogyakarta sebagai kota budaya dan wisata. Yang dicari masyarakat itu justru nilai atau kekhasan Yogyakarta sebagai kota wisata dan budaya” katanya di Yogyakarta. (15/1) 2013. •
YOGYAKARTA - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta mengimbau para investor perhotelan tetap memanfaatkan produk kerajinan lokal untuk perlengkapan hotel. "Kami mengimbau para investor perhotelan untuk tetap mengambil kerajinan lokal di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini sebagai unsur pengisi kebutuhan perlengkapan misalnya interior hotel," kata sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) DIY Deddy Pranowo Eryono kepada Antara di Yogyakarta, Senin (28/1) 2013.
KOTA TUJUAN WISATA
KEBUTUHAN AKOMODASI
PEMBANGUNAN BESAR-BESARAN
PERGESERAN CITRA KOTA
Gambar 1.2. Alur Perkembangan Kebutuhan Akomodasi dan Citra Kota Yogyakarta Sumber : Gagasan Penulis
Euforia besar-besaran pembangunan hotel di Yogyakarta yang berkembang tentu dapat menimbulkan dampak positif sekaligus dampak negatif. Dampak positifnya yaitu menimbulkan efek ganda bagi peluang lapangan kerja serta peningkatan taraf hidup ekonomi masyarakat. Terbukanya kesempatan lapangan kerja baru akan menjadi peningkatan standard kualitas SDM dalam lingkup lokal. Dampak negatifnya adalah pembangunan yang terlalu pesat dapat menggeser citra Yogyakarta sebagai kota budaya cenderung menjadi kota metropolitan dengan pembangunan besar-besaran tanpa memperkuat karakter lokal Yogyakarta. Hal ini juga berdampak pada aspek psikologis masyarakat atau wisatawan terkait karakter Yogyakarta, berubah ketika bangunan-bangunan vertikal mendominasi di setiap sudut kota. Perlu diadakan zonasi atau pembagian wilayah dalam mekanisme pembangunan hotel di Yogyakarta sebagai
8
salah satu upaya pengendalian pembangunan. Zonasi tersebut terdiri atas zonasi inti dan zonasi penyangga dalam persebaran pembangunan hotel di Yogyakarta. Zona inti yang dimaksud adalah wilayah vital Yogyakarta yang dibatasi Sungai Code di sebelah Timur dan Sungai Winongo di Sebelah Barat.7 Sedangkan zona penyangga adalah wilayah yang berada di luar perbatasan tersebut. 1.1.4. Hotel Butik Sebagai Alternatif Hotel Konseptual Hotel butik adalah bentuk baru dari industri perhotelan yang lebih menekankan pada keramah tamahan “hospitality” dan konsep dalam desain. Hotel butik merupakan salah satu dampak dari perkembangan cultural tourism sebagai hasil dari meningkatnya ketertarikan manusia dalam bidang seni, kultur maupun sejarah. Hotel ini biasanya berkembang dalam kota sarat budaya atau kota fashion, jenis ekslusivitas hotel dituangkan dalam bentuk konsep untuk memperkuat karakter hotel. Hotel butik menonjolkan ciri khas berdasarkan pelayanan dan konsep, yang membedakan dengan sarana akomodasi biasa. Secara arsitektural, hotel butik merupakan alternatif desain hotel yang menonjolkan citra bangunan secara konseptual tidak hanya terpatok pada pemenuhan standard hotel pada umumnya. Oleh karena itu hotel butik dapat dijadikan salah satu pilihan akomodasi sekaligus wadah cerminan identitas suatu lokasi atau kota dimana hotel tersebut berdiri.
“Build for great experiences”
“ as a Great Escape”
HOTEL BUTIK “ as a Messenger”
“as a Reflection of The City” Gambar 1.3. Hotel Butik sebagai Desain Konseptual Sumber : Gagasan Penulis
9
Butik dalam pengertian hotel butik secara umum diartikan sebagai jenis hotel yang lebih kecil daripada kapasitas hotel besar biasanya (kapasitas kurang dari 100 kamar) dengan menekankan eksklusivitas dan konsep ruang. Hotel butik menekankan pada kualitas interaksi yang berlangsung di dalam hotel untuk membangun suasana dan pengalaman pengunjung. Ciri khas dan karakter kuat dalam menciptakan kenyamanan dan pengalaman pengunjung adalah kekuatan nilai jual suatu hotel butik yang membedakan dengan hotel yang lain. Perkembangan masyarakat terkini, cukup berekudasi tinggi untuk memilih prasarana yang kualitatif dan inspiratif. Salah satunya sarana akomodasi yang memberi kenyamanan dan tata ruang secara arsitektural yang menarik seperti yang menjadi penekanan dalam desain hotel butik. Desain hotel butik pada umumnya menonjolkan pada desain interior atau ruang dalam sebagai visualisasi tema. Desain hotel butik juga sangat berkaitan dengan berbagai bidang seni (art) yang berpengaruh dalam desain, bidang seni yang ditekankan berbagai macam, mulai dari seni grafis, lukis, fotografi, hingga fashion. Hotel butik salah satu fasilitas hunian bersifat temporer yang solutif
bagi
pengunjung untuk mendapatkan pengalaman di tengah kejenuhan aktivitas urban (build for great experiences). Untuk dapat membangun suasana pengunjung dalam hotel, tentu berkaitan dengan visualisasi bangunan. Secara arsitektural pengalaman pengunjung yang dibangun dapat divisualisasikan dengan pencahayaan, hubungan antar ruang, penekanan warna, besaran ruang dan faktor-faktor lain yang menjadi unsur dalam tatanan visual bangunan. Dengan konsep desain tata ruang secara arsitektural, apa yang menjadi tujuan hotel butik dalam penekanan karakter hotel dapat lebih terarah. Kekuatan konsep dalam suatu desain hotel butik merupakan faktor repetitif pengunjung untuk kembali lagi. Untuk hotel butik yang termasuk kategori city hotel, hotel butik merupakan solusi alternatif untuk akomodasi yang inspiratif bagi pengunjung dengan destinasi di tengah kota. Kejenuhan pengunjung dengan padatnya aktivitas urban diatasi dengan berbagai treatment dalam hotel. Salah satu aplikasinya adalah dalam bidang arsitektur yaitu dengan interaksi visual. Jadi, hotel butik merupakan jenis akomodasi yang tidak sekedar untuk menginap saja tetapi juga merupakan sarana hiburan yang menarik untuk memaksimalkan kepuasan pengunjung dengan berbagai ciri khas yang diaplikasikan sesuai dengan konsep desain (hotel as a great escape). 10
Desain hotel butik dengan berbagai penekanan kreasi konsep berpengaruh untuk
memberi
efek
brainstorming7
pengalaman
pengunjung.
Kreasi
konsep
8
membangkitkan influence pesan yang disampaikan secara interaksi visual kepada pengunjung dalam bentuk pengolahan desain tata ruang. Konsep hotel yang mengambil ciri khas dari kota lokasinya, memperkuat karakter kota dan meningkatkan nilai pariwisata kota tersebut. Konsep hotel dapat diambil berdasarkan sektor potensi kota yang sengaja ditonjolkan tidak hanya bertujuan menarik minat pengunjung untuk mendatangkan profit bagi hotel dalam skala mikro, tetapi juga mengangkat promosi daya tarik sektor potensi kota yang ditonjolkan dalam skala makro. Konsep hotel yang memasukkan unsur keaslian kota dalam desain adalah salah satu usaha penyampaian budaya lokal. Desain hotel butik yang mengangkat citra kota bertujuan untuk menyampaikan pesan bagi para pengunjungnya berkaitan dengan karakter dan ciri khas suatu lokasi/kota (hotel as a messenger). Berdasarkan karakternya, hotel butik dapat dijadikan sebagai salah satu solusi akomodasi yang memperkuat karakter keaslian kota di tengah maraknya pembangunan hotel di Yogyakarta. Kekhawatiran akan tergesernya cerminan Yogyakarta sebagai kota budaya menjadi kota metropolitan, dapat ditanggapi dengan kembali menonjolkan dan memasukkan elemen budaya sebagai konsep dalam desain bangunan. Dengan konsep hotel yang diangkat berdasarkan budaya setempat memperkuat kesan pengunjung mancanegara maupun nusantara mengenai karakter dan mempertahankan eksistensi budaya suatu lokasi/kota.
1.1.5. Esensi Yogyakarta sebagai Kota Budaya dengan Potensi Fashion Lokal Aspek utama atau esensi yang menonjolkan kekhasan Yogyakarta adalah sebagai kota wisata dan budaya dengan berbagai macam nilai sejarah yang dimiliki. Menurut penelitian Puslitbang Pariwisata pada tahun 1980, pariwisata Yogyakarta 7
adalah sebuah metode untuk menghasilkan ide-ide oleh asosiasi bebas dari kata-kata dan pikiran, id.termwiki.com, diakses 5 Mei 2013 8 (kata benda) sebuah kekuatan untuk mempengaruhi seseorang atau kegiatan yang secara spesial berkaitan dengan prestise, www.bahasaindonesia.net, diakses 5 Mei 2013
11
memiliki beberapa kekuatan daya tarik, seperti iklim yang baik, atraksi pemandangan yang beragam, budaya dan sejarah yang menarik, masyarakat yang ramah dan bersahabat, akomodasi khas, gaya hidup dan harga yang pantas. Salah satu budaya yang bahkan sudah diakui secara Internasional sejak bulan Oktober tahun 2009 sebagai budaya non bendawi adalah budaya batik. Batik Yogyakarta sendiri memiliki peran dalam sejarah perkembangan batik di Indonesia serta kekhasannya tersendiri dalam sejarah maupun filosofi makna di dalam motifnya. Berdasarkan sejarah awal mula batik berkembang, keaslian Batik Yogyakarta sebagai budaya non bendawi yang khas bahkan sudah terbukti secara autentik. Awalnya, pengerjaan dan pemakaian motif batik Yogyakarta memang hanya berkembang di lingkup keraton yang betujuan untuk mencerminkan kasta dalam keraton. Setelah pengerjaan batik yang dikerjakan oleh para abdi dalem mulai dibawa ke luar lingkungan keraton yaitu di tempat tinggalnya masing-masing, budaya batik ini kemudian mulai berkembang dalam masyarakat luas. Lama-kelamaan kesenian motif batik pada kain ini dicontoh oleh rakyat dan berkembang menjadi budaya busana lokal. Namun, untuk mempertahankan esensi dan kesakralan motif batik sebagaimana awal sejarahnya, ada beberapa motif batik yang tetap hanya diperkenankan untuk digunakan dalam lingkup keraton saja.
Penekanan budaya lokal Pengembanga n potensi fashion lokal
HOTEL BUTIK TEMA FASHION LOKAL BATIK
Interaksi visual berkarakter Akomodasi ekspresi kota
Gambar 1.4. Hotel Butik Sebagai Desain Kontekstual Sumber : Gagasan Penulis
Batik merupakan budaya milik Indonesia dengan potensi komersial tinggi. Batik berkembang menjadi identitas negeri secara komersial. Batik yang merupakan budaya lokal asli Indonesia mulai berkembang sebagai suatu “fashion lifestyle”, termasuk Batik Yogyakarta. Eksistensi kekhasan batik semakin mendunia dengan menarik minat negara lain. Keunikan motif batik Indonesia sebagai fashion lokal diakui hingga fashion 12
mancanegara. Salah satu fenomena yang mempertegas potensi komersial batik yaitu pada bulan Oktober 2006 Adidas meluncurkan produk-produk yang menggunakan batik dalam serial “Materials of the World-Indonesia”. “Materials of the World” adalah serial proyek Adidas yang menggunakan materi khas dari berbagai belahan dunia. Sebuah pengakuan tak resmi bahwa batik adalah milik Indonesia. Dengan nilai daya tarik yang tinggi ini, tentu saja batik dapat dikembangkan lagi tidak hanya dalam bidang fashion. Batik sebagai suatu budaya khas asli Indonesia dapat dipadukan secara konseptual dalam bidang komersial lain, termasuk dalam aplikasi bangunan untuk memperkokoh eksistensi batik. Tujuan yang harus dipegang kuat adalah tanpa menghilangkan esensi keaslian dari batik itu sendiri, salah satu caranya dengan visualisasi proses bagaimana batik itu berkembang yang memberi pemahaman bagaimana awal munculnya batik hingga perkembangannya sekarang dalam desain. Motif batik yang mengandung berbagai filosofi makna kehidupan dan kekayaan bentuk alam, dapat diinterpretasikan dalam bentuk visual arsitektural sebagai penekanan konsep. Pemahaman filosofi batik dengan filosofi bentuk yang dipadukan dengan teori arsitektural diharapkan dapat menjadi konsep desain yang saling menguatkan baik dalam sektor budaya maupun arsitektur. 1.1.6. Peran Hotel Butik Dalam Pengembangan Fashion Lokal Hotel butik dengan prinsip penekanan konsep memiliki efek ganda selain sebagai sarana akomodasi juga pendukung potensi komersial kota dalam hal promosi karakter kota tersebut. Aplikasi dalam desain arsitektural sangat berkaitan dengan nilai seni, salah satu yang bisa dikembangkan adalah dalam bidang seni fashion. Seni berbusana merupakan bidang seni yang mudah dipahami oleh hampir semua orang. Tidak dapat dipungkiri semua orang ingin berpenampilan dengan baik dan tidak jarang fashion diartikan sebagai passion dalam hidup untuk menjalani aktivitas sehari-hari. Meskipun setiap individu memiliki berbagai selera tersendiri tetapi pada dasarnya seni berbusana adalah hal yang mudah diminati setiap individu. Hal ini sesuai dengan promosi pasar pariwisata Indonesia ke depan yang menempatkan target Indonesia sebagai negara tujuan shopping di posisi ke enam dari sepuluh target sektor pariwisata Indonesia. Pada desain hotel butik, penekanan konsep dalam fashion berdasarkan fashion lokal beserta perkembangannya, kemungkinan besar untuk menarik minat 13
pengunjung dengan mudah dan menciptakan pengalaman dalam suasana hotel. Konsep fashion yang ditekankan adalah pertumbuhan potensi fashion lokal Batik Yogyakarta tanpa meninggalkan esensi keasliannya dengan visualisasi budaya batik tradisional pada awalnya. Dalam skala profit untuk hotel itu sendiri, konsep hotel butik dengan mengangkat tema batik, diharapkan dapat menjadi daya tarik tersendiri yang membedakan dengan hotel lain yang sudah ada. Selain itu, dengan konsep hotel butik bertema fashion batik diharapkan merupakan akomodasi solutif untuk memperkuat karakter kota budaya Yogyakarta, sekaligus membuka sektor lapangan pekerjaan baru bagi SDM lokal, untuk SDM dalam akomodasi hotel dan khususnya bagi pengrajin batik yang dapat saling bekerjasama untuk mengembangkan budaya batik Yogyakarta di dalam lingkup hotel. Hotel adalah ekspresi kota, dalam sektor komersial menonjolkan batik sebagai daya tarik nilai jual hotel untuk mendatangkan profit, dan dalam sektor pariwisata mempertahankan apa yang menjadi esensi Kota Yogyakarta sebagai kota budaya. Hotel butik dengan konseptual dan kontekstual diharapkan dapat menciptakan hubungan timbal balik antara hotel dan lokasi hotel tersebut. Penekanan suasana yang dibangun dalam hotel adalah bidang seni fashion. Ketertarikan fashion masing-masing individu yang cenderung besar, diharapkan dapat menjadi poin repetitif influence pengunjung hotel dan membedakan dengan hotel lainnya berdasarkan kekuatan konsep. Suasana yang akan dibangun adalah, atraksi visual hotel bernuansa butik yang mengundang, dengan kontekstual batik sebagai potensi fashion lokal yang ingin dikembangkan. Nuansa galeri batik diambil untuk penekanan prinsip hotel butik yang sebagai ekspresi kota. 1.2. Rumusan Permasalahan 1.2.1. Permasalahan Umum Bagaimana merencanakan dan merancang bangunan hotel di Yogyakarta dengan mempertahankan karakter kota sebagai kota budaya melalui penekanan konsep hotel butik dalam desain arsitektur.
14
1.2.2. Permasalahan Khusus Bagaimana merancang bangunan hotel butik dengan tema filosofi batik sebagai budaya asli Yogyakarta yang kemudian secara arsitektural diaplikasikan dengan prinsip arsitektur metafora dalam filosofi bentuk.
1.3. Tujuan dan Sasaran Penulisan 1.3.1. Tujuan dan Sasaran Umum Tujuan utama penulisan mendapatkan landasan konseptual perencanaan dan perancangan hotel butik di kawasan Yogyakarta yang mencerminkan hotel sebagai ekspresi kota lokasinya. Menyusun dan merumuskan konsep perencanaan dan perancangan hotel butik di Yogyakarta dilakukan dengan: a. Identifikasi potensi akomodasi dan pariwisata di Yogyakarta b. Identifikasi budaya lokal Yogyakarta yang dapat menjadi penekanan konsep dalam desain arsitektur c. Identifikasi fungsi dan suasana citra hotel butik d. Identifikasi kebutuhan ruang dalam hotel butik e. Identifikasi target hotel butik 1.3.2. Tujuan dan Sasaran Khusus Memperoleh konsep perancangan hotel butik dengan lokasi Yogyakarta dengan tema filosofi batik yang diaplikasikan secara visual sebagai berdasarkan prinsip arsitektur metafora. Menyusun dan merumuskan konsep perancangan hotel butik di Yogyakarta melalui: a. memahami prinsip desain hotel butik b. penekanan konsep dengan tema batik dalam arsitektur metafora c. menerapkan suasana butik batik ke dalam citra bangunan yang secara fungsional merupakan hotel. d. mempelajari preseden hotel butik beserta penekanan konsepnya. Penekanan aplikatif secara arsitektural untuk mewujudkan visualisasi perkembangan batik Yogyakarta sebagai fashion lokal menjadi fashion internasional yang berkarakter Indonesia. Konsep perpaduan visualisasi berpegang pada arsitektur metafora dengan filosofi tema batik. Dalam hal ini, tujuan dalam desain perancangan dan perencanaan dengan sasaran prioritas target utama adalah pengunjung hotel. Fungsi bangunan hotel 15
butik adalah tempat tinggal temporer untuk menarik pengunjung, yang kemudian pengunjung diarahkan sebagai sasaran target komersial bidang lainnya yaitu fashion dengan nuansa batik yang dibangun di dalam hotel. 1.4. Lingkup Pembahasan Penyusunan konsep perencanaan dan perancangan hotel butik di Yogyakarta dengan pendekatan filosofi batik dalam arsitektur metafora meliputi seluruh elemen bangunan yang terdiri atas aspek: 1.4.1. Arsitektural Dalam desain arsitektur, penerapan konsep sebagai visualisasi karakter bangunan, diciptakan dengan hubungan eksterior-interior a. Eksterior 1) Bentuk bangunan yang terdiri atas gubahan serta susunan massa 2) Penggunaan material yang menentukan karakter bangunan secara keseluruhan b. Interior 1) Fungsi bangunan 2) Program Ruang 3) Bentuk ruang 4) Pengaturan pencahayaan alami dan buatan 1.4.2. Non Arsitektural a. Karakteristik filosofi budaya batik Yogyakarta. b. Karakteristik budaya fashion lokal batik Yogyakarta yang sarat akan esensi budaya tradisional dengan potensi fashion Internasional. 1.5. Metode Pembahasan a. Mengidentifikasi permasalahan yang ada sehingga didapatkan pokok permasalahan yang jelas dan spesifik b. Mendapatkan data 1) Studi literatur Memperoleh data-data empirik dan teoritik mengenai persyaratan dan standar dalam perencanaan dan perancangan hotel pada umumnya, dan hotel butik pada khususnya. 16
Memahami lebih mendalam hal-hal yang berkaitan dengan batik Yogyakarta sehingga dapat mengambil aspek filosofi yang dapat dikembangkan dalam bentuk desain arsitektur. Serta memahami proses desain berpegang pada prinsip desain dengan pendekatan arsitektur metafora. Studi literatur diperoleh dari data-data milik instansi yang berkaitan, referensi pustaka, maupun data internet. 2) Studi Kasus Mempelajari dan membandingkan beberapa preseden bangunan hotel butik yang sudah ada baik yang berkembang di luar negeri maupun dalam negeri dan seberapa kuat penekanan konsep dari masing-masing bangunan. Selain itu, memperdalam studi mengenai bangunan yang menggunakan prinsip arsitektur metafora, untuk memplejari pengaplikasiannya dalam bentuk visual tema batik sebagai penekanan konsep perancangan hotel butik.
3) Observasi Lapangan Mengumpulkan data melalui survey dan observasi langsung ke lapangan, yaitu dengan mengumpulkan data melalui tinjauan langsung di Yogyakarta yang menjadi site desain untuk memperoleh data fisik mengenai lokasi desain hotel butik. c. Menganalisis data Mengolah dan menganalisis data-data yang diperoleh dari berbagai sumber dengan menggunakan tipologi hotel butik dengan tema filosofi batik Yogyakarta yang diaplikasikan dalam bentuk desain arsitektur berdasarkan pendekatan arsitektur metafora antara lain dari berbagai studi literatur atau pustaka, data-data dari instansi terkait, ataupun data internet. d. Merumuskan konsep Merumuskan perencanaan dan perancangam hotel butik dengan konsep berdasarkan tema batik dan pendekatan arsitektur metafora dalam aplikasi desain arsitektural sebagai pencitraan bangunan hotel, memecahkan masalah di dalam lingkup lokasi sehingga desain hotel dapat dijadikan sebagai suatu solusi.
17
1.6. Sistematika Penulisan BAB I Pendahuluan Berisi pembahasab latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan dan sasaran, lingkup pembahasan, metode pembahasan, keaslian penulisan serta kerangka berfikir dari isi dan tema pembahasan. BAB II Tinjauan Pustaka dan Teori Pendekatan Berisi pembahasan tinjauan teoritis dan faktual sebagai penjelasan prinsip-prinsip utama dalam persyaratan dan karakteristik tipologi hotel pada umumnya dan hotel butikpada khususnya, penjelasan tentang desain hotel butik dengan tema filosofi batik dalam pendekatan arsitektur metafora, studi kasus. BAB III Analisis dan Pendekatan Konsep Perencanaan Berisi pembahasan pendekatan yang diambil berdasarkan data yang sudah didapat. Pembahasan proses pengolahan data serta informasi yang diperoleh dari pencarian data yang nantinya akan dianalisis dan diuraikan berdasarkan berbagai tinjauan yang telah dilakukan dengan berlandaskan prinsip hotel butik. BAB IV Konsep Perencanaan Berisi pembahasan mengenai perumusan tentang perencanaan dan perancangan hotel butik dengan pendekatan pada arsitektur metafora dalam visualisasi tema filosofi batik pada banguna 1.7. Keaslian Penulisan Di bawah ini beberapa judul Pra Tugas Akhir terdahulu yang dijadikan acuan atau referensi yang berhubungan dengan tema-tema dalam penulisan:
Mahatir, Army. 2011. Batik Hotel butik di Kampung Wisata Persamaan : tipologi bangunan hotel dengan fokus pembahasan hotel butik yang mengangkat tema batik Perbedaan : lokasi, latar belakang masalah dan pendekatan konsep. Pembahasan pra tugas akhir Batik Hotel butik di Kampung Wisata lebih menekankan potensi komersial hotel sebagai akomodasi wisata di kampung batik Laweyan.
Prima D., Kharisma. 2012. City Hotel di Surakarta Dengan Konsep Fashionable 18
Persamaan : tipologi bangunan hotel dengan pembahasan fashion sebagai salah satu tema yang diangkat dalam hubungannya dengan karakter desain hotel. Perbedaan : lokasi, latar belakang masalah dan tujuan penulisan hotel. Pada pembahasan pra tugas akhir City Hotel di Surakarta Dengan Konsep Fashionable penekanan hotel sebagai potensi MICE di kota Surakarta.
Taufiqurrakhman, Dian. 2012. City Hotel di Yogyakarta Dengan Penekanan Efisiensi Kamar Tidur Hotel Persamaan : tipologi bangunan hotel Perbedaan : latar belakang masalah, tujuan yang dicapai dalam penulisan dan pendekatan. Pada pembahasan pra Tugas Akhir lebih difokuskan pada permasalahan lahan yang semakin sedikit di Kota Yogyakarta dan aplikasi pemecahan masalahnya dalam bentuk desain hotel.
Luky W., Kenita. Sentra Seni Kerajinan Batik Yogyakarta dengan Pendekatan Asritektur Regionalisme Persamaan : pembahasan budaya batik dan potensi pariwisata di Yogyakarta Perbedaan : tipologi bangunan dan pendekatan.
Rizqiyanti Firas, Daniyah. Pusat KomunitasPEngrajin Batik pada Kampung Giriloyo dengan Penekanan pada Integrasi Antara Ruang Luar dan Ruang Dalam Persamaan : perkembangan batik dan potensi fashion lokal di Yogyakarta Perbedaan : tipologi bangunan dan pendekatan
19