1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Perubahan yang cepat dalam kompetisi global dan meningkatnya permintaan konsumen terhadap barang dan jasa, membuat inovasi menjadi sebuah keharusan bagi perusahaan untuk terus mempertahankan kelangsungan hidupnya (Klijn & Tomic, 2010). Inovasi dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk kebaruan yang dapat ditempuh perusahaan untuk menciptakan dan mempertahankan keberlanjutan daya saing perusahaan (Johannessen, Olsen, & Lumpkin., 2001), serta sebagai kunci keberhasilan bisnis (Nonaka & Takeuchi, 1995). Dewasa ini, tantangan inovasi perusahaan tidak hanya berupa membuat produk atau jasa yang baru, tetapi perusahaan juga dituntut untuk melakukan inovasi manajemen (Birkinshaw, Hamel, & Mol., 2008). Birkinshaw et al. (2008) mendefinisikan inovasi manajemen sebagai penciptaan dan penerapan praktik manajemen, proses manajemen, struktur manajemen yang baru dan memiliki kaitan erat dengan tujuan organisasi pada masa yang akan datang. Lebih lanjut, Hamel (2006) mengungkapkan bahwa di dalam inovasi manajemen, perusahaan dituntut untuk meninggalkan proses manajemen, praktik manajemen, struktur manajemen yang sudah tidak sesuai untuk memenuhi tuntutan perusahaan, kebutuhan perusahaan, serta permintaan stakeholder. Dalam konteks inovasi perusahaan aktivitas inovasi manajemen di dalam perusahaan sangat penting. Aktivitas inovasi manajemen adalah bagian dari
2
inovasi perusahaan yang sangat penting karena dapat membantu perusahaan dalam menghadapi perubahan lingkungan organisasi yang semakin cepat (Birkinshaw et al., 2008). Teece (2007) mengungkapkan bahwa perusahaan yang mampu mengelola inovasi manajemen secara optimal akan menjelma menjadi perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki pesaing. Studi kasus yang telah dilakukan oleh Zbaracki (1998) & Chandler (1962) memberi bukti nyata manfaat inovasi manajemen bagi perusahaan seperti: total quality management dan divisional M-form1. Walaupun inovasi manajemen memiliki peran yang sangat penting bagi perusahaan, namun masalah mendasar dari inovasi manajemen terletak pada kenyataan bahwa inovasi manajemen bukanlah suatu hal yang dapat berjalan secara otomatis. Birkinshaw et al. (2008) mengungkapkan bahwa keberhasilan inovasi manajemen dalam perusahaan sangat ditentukan oleh faktor pemimpin yang berperan dalam mendorong penciptaan dan penerapan inovasi manajemen dalam perusahaan. Birkinshaw et al. (2008) menambahkan pemimpin dengan kepemimpinannya diharapkan dapat mengubah motivasi atau perilaku bawahan agar bersedia turut serta dalam aktivitas inovasi manajemen karena aktivitas inovasi manajemen yang didukung penuh oleh manajemen perusahaan terbukti dapat meningkatkan kapabilitas inovasi manajemen perusahaan.
1.
Total quality management dan divisional M-form disinyalir merupakan hasil dari inovasi manajemen perusahaan. Total quality management merupakan hasil dari praktik dan proses manajemen baru yang bertujuan untuk mengurangi produk cacat dan meningkatkan kepuasan konsumen (Zbaracki, 1998). Divisional M-form merupakan hasil dari struktur manajemen baru yang bertujuan untuk mengurangi kompleksitas di dalam organisasi ketika perusahaan membagi aktivitas ke dalam beberapa divisi dan setiap divisi bertanggung jawab atas kinerjanya masingmasing (Chandler, 1962).
3
Penelitian empiris terdahulu mendukung bahwa pemimpin dengan gaya kepemimpinannya menjadi faktor pendorong utama inovasi manajemen dalam organisasi (Vaccaro, Jansen, Van Den Bosch, & Volbreda, 2012). Studi empiris yang telah dilakukan oleh Vaccaro et al. (2012) mengungkapkan bahwa pemimpin dengan gaya transformasional berpengaruh positif pada inovasi manajemen2. Penelitian yang dilakukan oleh Vaccaro et al. (2012) tersebut belum menunjukkan hasil yang konsisten sehingga penelitian untuk menganalisa pengaruh positif gaya
kepemimpinan transformasional terhadap inovasi
manajemen perlu dilakukan secara lebih mendalam. Secara eksplisit, inovasi manajemen juga dimaksudkan untuk mendukung organisasi mencapai tujuannya (Mol & Birkinshaw, 2006), memiliki peranan penting dalam mengatasi kinerja buruk organisasi (Volberda & Bosch, 2005) dan dapat meningkatkan kinerja organisasi (Mol & Birkinshaw, 2009). Meskipun inovasi manajemen memiliki peranan yang penting dalam mengatasi kinerja buruk dan meningkatkan kinerja organisasi, namun penelitian empiris yang telah dilakukan oleh Walker, Damanpour, & Devece (2010) tidak memberikan dukungan pada pengaruh positif inovasi manajemen pada kinerja organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Walker et al. (2010) tersebut belum menunjukkan hasil yang konsisten sehingga penelitian untuk menganalisa pengaruh positif inovasi manajemen pada kinerja organisasi perlu dilakukan secara lebih mendalam. Vaccaro et al. (2012) menambahkan sebuah penelitian untuk menganalisa pengaruh positif inovasi manajemen pada kinerja organisasi 2
Gaya kepemimpinan transformasional adalah suatu model kepemimpinan dimana pemimpinnya mampu memotivasi bawahan untuk dapat mempunyai kinerja yang melebihi ekspektasi dari organisasi itu sendiri (Bass, 1985).
4
merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji lebih dalam karena secara eksplisit inovasi manajemen dapat meningkatkan kinerja organisasi. Gaya kepemimpinan transformasional juga dapat mempengaruhi kinerja organisasi. Penelitian empiris yang telah dilakukan oleh Keller (1992); Bass & Avolio (1994); Avolio (1999); Elenkov (2002) mendukung pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja organisasi3. Meskipun beberapa peneliti (Misalnya: Keller, 1992; Bass & Avolio, 1994; Avolio, 1999; Elenkov, 2002) mengungkapkan adanya konsistensi dukungan pada pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja organisasi, namun mekanisme penelitian yang menguji pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja organisasi secara spesifik tidak dapat terungkap. Peneliti menduga terdapat variabel lain yang memediasi pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional pada kinerja organisasi. Pendekatan pemahaman yang dilakukan oleh peneliti mengenai adanya variabel lain yang memediasi pengaruh gaya kepemimpinan transformasional pada kinerja organisasi mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, dimana gaya kepemimpinan transformasional yang menjadi variabel independen tidak serta merta langsung berpengaruh pada variabel dependen, tetapi melalui variabel pemediasi. Beberapa penelitian terdahulu yang menjelaskan fenomena tersebut dapat dilihat di Tabel 1.1, dibawah ini:
3
Kinerja organisasi dapat didefinisikan sebagai refleksi dari pencapaian keberhasilan perusahaan dari berbagai aktivitas yang dilakukan oleh perilaku organisasi dan perilaku individu-individu yang ada di dalamnya (Venkatraman dan Ramanujam, 1986).
5
Tabel 1.1 Adanya variabel mediasi pada pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional terhadap variabel dependen Peneliti
Variabel independen Avolio, Gaya Zhu, Koh, kepemimpinan & Bathia transformasional. (2004).
Variabel mediasi Pemberdayaan psikologis.
Variabel Hasil dependen Komitmen Mediasi organisasional. parsial.
Song, Kolb, Lee, & Kim (2012).
Gaya kepemimpinan transformasional.
Keterlibatan kerja karyawan.
Keefektifan praktik penciptaan pengetahuan.
Mediasi parsial.
Ghadi, Fernando, & Caputi (2013).
Gaya kepemimpinan transformasional.
Kebermaknaan kerja.
Keterlibatan kerja.
Mediasi parsial.
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa beberapa penelitian terdahulu menjelaskan adanya
variabel
mediasi
pada
pengaruh
positif
gaya
kepemimpinan
transformasional terhadap variabel dependen. Beberapa penelitian di atas yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh (Avolio et al., 2004; Song et al., 2012; dan Ghadi et al., 2013), menjelaskan bahwa pemberdayaan psikologis, keterlibatan kerja karyawan, dan kebermaknaan kerja memediasi secara parsial pada pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap variabel dependen. Hal ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional yang menjadi variabel independen tidak serta merta langsung berpengaruh pada variabel dependen tetapi dapat melalui variabel pemediasi. Berdasarkan pendekatan pemahaman yang dilakukan melalui beberapa penelitian terdahulu tersebut dan secara metodologi telah memenuhi konsep
6
mediasi yang dikemukakan oleh Baron dan Kenny (1986), yaitu adanya penelitian mengenai; pengaruh gaya kepemimpinan transformasional pada kinerja organisasi (Keller, 1992; Bass & Avolio, 1994; Avolio, 1999; Elenkov, 2002), pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap inovasi manajemen (Vaccaro et al., 2012), dan pengaruh inovasi manajemen terhadap kinerja organisasi (Walker et al., 2010), maka peneliti menduga inovasi manajemen memungkinkan menjadi variabel pemediasi pada pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja organisasi. Secara konseptual, penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisa pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional pada kinerja organisasi dengan inovasi manajemen sebagai variabel pemediasi. Vaccaro et al. (2012) menekankan bahwa inovasi manajemen mampu berperan sebagi pemediasi potensial pada pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja organisasi karena perilaku kepemimpinan transformasional berperan penting pada penerapan dan penciptaan inovasi manajemen dalam organisasi yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kinerja organisasi. Lebih lanjut, Bass, Avolio, Jung, & Berson (2003) mengungkapkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional mampu menghasilkan inovasi manajemen yang signifikan karena bentuk kepemimpinan seperti ini mampu mendorong perkembangan tingkat motivasi intrinsik yang lebih tinggi, kepercayaan, komitmen, dan loyalitas dari karyawan yang dibutuhkan dalam inovasi manajemen. Dengan adanya dorongan dari pemimpin transformasional, maka setiap anggota organisasi akan termotivasi dalam menerapkan inovasi
7
manajemen (Bass et al., 2003) dan inovasi manajemen memiliki peranan sentral dalam meningkatkan kinerja organisasi (Mol & Birkinshaw, 2009). Penelitian ini hanya berfokus pada gaya kepemimpinan transformasional yang dikembangkan oleh Bass (1985). Padahal menurut Bass (1985) dalam Yukl (2006) seorang pemimpin dalam organisasi dimungkinkan mempunyai jiwa kepemimpinan yang berbeda (i.e. transformasional dan transaksional) yang menyatu dalam dirinya. Penelitian ini hanya menggunakan model kepemimpinan transformasional dengan alasan konteks penelitian ini adalah perbankan dimana dinamika perubahan dalam lingkungan industri perbankan sangat cepat sehingga lebih membutuhkan gaya kepemimpinan transformasional dari pada gaya kepemimpinan transaksional. Hal tersebut mengacu pada pendapat beberapa peneliti
(Misalnya:
Geyer
&
Streyer,
2003;
Kirkbride,
2006),
yang
mengungkapkan bahwa perubahan lingkungan dalam industri perbankan sangat cepat dan dinamis, sehingga gaya kepemimpinan transformasional lebih dibutuhkan dibandingkan dengan gaya kepemimpinan transaksional. Gaya kepemimpinan transformasional dalam industri perbankan lebih dibutuhkan terutama dalam mengarahkan komitmen karyawan melalui identifikasi pribadi dan keterlibatan perubahan organisasional (Geyer & Streyer, 2003). Lebih lanjut, Kirkbride (2006) mengungkapkan bahwa penelitian dengan menggunakan gaya kepemimpinan transaksional akan lebih efektif apabila perubahan lingkungan internal dan eksternal perusahaan statik. Penelitian ini dilakukan pada instansi perbankan yaitu Bank Perkreditan Rakyat dengan beberapa alasan. Alasan pertama, pemimpin pada Bank
8
Perkreditan Rakyat adalah direktur utama yang berperan sebagai pengelola perusahaan (Kasmir, 2000). Hal ini menjadikan direktur utama sebagai aktor dalam pengendalian manajemen perusahaan dan pengembangan karyawan. Lebih lanjut, Birkinshaw et al. (2008) mengungkapkan bahwa pemimpin merupakan aktor utama yang berperan dalam mendorong penciptaan dan penerapan inovasi manajemen di dalam perusahaan sehingga keberhasilan inovasi manajemen perusahaan sangat ditentukan oleh peran pemimpin dalam organisasi tersebut. Berdasarkan pendapat tersebut, penelitian ini diharapkan dapat menguji peran kepemimpinan dengan lebih baik dalam kaitannya dengan inovasi manajemen dibandingkan pada manajemen perusahaan besar. Alasan kedua penelitian ini dilakukan di Bank Perkreditan Rakyat karena penelitian sebelumnya yang mengkaitkan gaya kepemimpinan transformasional, inovasi manajemen dan kinerja organisasi lebih mengarahkan pada konteks perusahaan besar dan belum menyentuh sektor perbankan (Misalnya: penelitian empiris yang dilakukan oleh Vaccaro et al., 2012; Walker et al., 2010; Avolio & Bass, 1994; Avolio, 1999; Elenkov, 2002). Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi penelitian empiris mengenai peran pemediasi inovasi manajemen pada pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja organisasi pada Bank Perkreditan Rakyat yang dapat dikategorikan dalam perusahaan skala menengah, dimana pemimpin memegang peranan utama dalam pengembangan perusahaan dan karyawan (Kasmir, 2000).
9
1.2. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini yang dapat dirumuskan adalah: pertama, beberapa penelitian terdahulu mengungkapkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi (Keller, 1992; Bass & Avolio, 1994; Elenkov, 2002). Akan tetapi, mekanisme penelitian yang menguji pengaruh positif gaya kepemipinan transformasional terhadap kinerja organisasi secara spesifik tidak dapat terungkap. Peneliti menduga terdapat peran variabel pemediasi pada pengaruh
positif
gaya
kepemimpinan transformasional
terhadap
kinerja
organisasi. Hal tersebut mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti: Avolio et al. (2004), Ghadi et al. (2013), dan Song et al. (2012), yang mengungkapkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional yang menjadi variabel independen tidak serta merta berpengaruh langsung pada variabel dependen tetapi melalui variabel pemediasi. Vaccaro et al. (2012) menekankan bahwa inovasi manajemen mampu berperan sebagi pemediasi potensial dari pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja organisasi karena perilaku kepemimpinan transformasional berperan penting pada penerapan dan penciptaan inovasi manajemen dalam organisasi yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kinerja organisasi. Berdasarkan pendekatan pemahaman yang telah dilakukan oleh peneliti tersebut dan secara metodologi telah memenuhi persyaratan suatu variabel yang dapat dijadikan variabel mediasi seperti yang dikemukakan oleh Baron & Kenny (1986), yaitu adanya penelitian mengenai; pengaruh gaya kepemimpinan
10
transformasional pada kinerja organisasi (Keller, 1992; Bass & Avolio, 1994; Avolio; 1999; Elenkov, 2002), pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap inovasi manajemen (Vaccaro et al., 2012), dan pengaruh inovasi manajemen terhadap kinerja organisasi (Walker et al., 2010), maka peneliti menduga inovasi manajemen memungkinkan menjadi variabel pemediasi pada pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja organisasi. Kedua,
penelitian
yang
mengkaitkan
gaya
kepemimpinan
transformasional, inovasi manajemen, dan kinerja organisasi pada konteks perusahaan perbankan skala menengah seperti Bank Perkreditan Rakyat perlu diteliti secara mendalam. Hal ini mengacu pada penelitian sebelumnya (Misalnya: Vaccaro, et al., 2012; Walker et al., 2010; Keller, 1992; Bass & Avolio, 1994; Avolio, 1999; Elenkov, 2002) yang lebih mengarahkan penelitian gaya kepemimpinan transformasional, inovasi manajemen, dan kinerja organisasi pada konteks perusahaan skala besar dan belum menyentuh sektor perbankan.
1.3. PERTANYAAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan tersebut, maka dapat disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah gaya kepemimpinan transformasional organisasi berpengaruh positif pada kinerja organisasi? 2. Apakah inovasi manajemen memediasi pada pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional organisasi terhadap kinerja organisasi?
11
1.4. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, dapat diidentifikasi tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Untuk menguji pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional organisasi pada kinerja organisasi. 2. Untuk menguji peran pemediasi inovasi manajemen pada pengaruh positif gaya
kepemimpinan
transformasional
organisasi
terhadap
kinerja
organisasi.
1.5. KONTRIBUSI PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada dua hal yaitu kontribusi praktikal dan teoritikal: 1. Pada kontribusi teoritikal, hasil penelitian ini secara spesifik diharapkan dapat mengembangkan ilmu baru dalam bidang inovasi yaitu inovasi manajemen. Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi perkembangan teori kepemimpinan transformasional dan teori kapabilitas dinamik pada sektor perbankan terutama Bank Perkreditan Rakyat yang selama ini masih perlu diteliti secara mendalam. 2. Pada kontribusi praktikal, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak pemilik atau manajemen Bank Perkreditan Rakyat agar menerapkan inovasi manajemen di dalam perusahaan karena inovasi manajemen berperan dalam meningkatkan daya saing Bank Perkreditan Rakyat.
12
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Pada bagian ini memaparkan landasan teori yang berhubungan dengan topik penelitian berdasarkan pada teori-teori dan bukti-bukti empiris penelitian sebelumnya.
2.1. INOVASI MANAJEMEN SEBAGAI BENTUK KEBARUAN Inovasi berkembang menjadi bagian dari hidup perusahaan sebagai sarana untuk menunjukkan kemampuan daya saing dan kunci meraih kesuksesan (Nonaka & Takeuchi, 1995). Definisi dari inovasi sangat beragam tetapi mengacu pada satu simpulan yaitu inovasi sebagai bentuk kebaruan. Indarti (2010) mengungkapkan bahwa apa yang menjadi kebaruan dalam inovasi adalah keluaran dari kegiatan operasional perusahaan yang dianggap baru oleh perusahaan. Oleh karena itu, kemampuan inovasi dapat diukur dari kemampuan perusahaan menghasilkan bentuk kebaruan sebagai hasil kegiatan operasional perusahaan (Indarti, 2010). Berbicara mengenai inovasi, inovasi bukan saja merupakan suatu bentuk kebaruan yang berupa produk atau jasa tetapi juga kebaruan dalam bentuk tata kelola manajemen atau inovasi manajemen (Birkinshaw et al., 2008). Birkinshaw et al. (2008) mendefinisikan inovasi manajemen sebagai penciptaan dan penerapan praktik manajemen, proses manajemen, struktur manajemen baru yang memiliki kaitan erat dengan tujuan organisasi pada masa yang akan datang.
13
Hamel (2006) menambahkan dalam inovasi manajemen, perusahaan dituntut untuk meninggalkan proses manajemen, praktik manajemen, struktur manajemen yang tradisional, sudah tidak sesuai untuk memenuhi tuntutan perusahaan, kebutuhan perusahaan, dan permintaan stakeholder. Lebih lanjut, Hamel (2006) mengungkapkan bahwa ada tiga kriteria utama inovasi manajemen yaitu: (1) membuat perusahaan meninggalkan praktik manajemen yang lama, (2) membantu meningkatkan daya saing perusahaan, dan (3) praktik-praktiknya dapat ditemui pada organisasi atau perusahaan dewasa ini. Adanya kebaruan dalam hal disain atau bentuk manajemen merupakan suatu kewajiban bagi perusahaan yang menerapkan inovasi manajemen (Birkinshaw et al., 2008). Menurut Birkinshaw et al. (2008) bentuk kebaruan inovasi manajemen terbagi menjadi tiga tipe yaitu: 1. Praktik manajemen. Praktik manajemen mengacu kepada aktivitas pemimpin dalam menata kelola manajemen dan bagaimana cara pemimpin tersebut melakukannya (Birkinshaw et al., 2008). Dalam aktivitas praktik manajemen, pemimpin merupakan faktor utama pendorong keberhasilan praktik manajemen yang baru dalam perusahaan. Akan tetapi, aktivitas penerapan praktik manajemen juga harus didukung oleh adanya partisipasi seluruh anggota organisasi untuk aktif dalam penerapan praktik manajemen. Praktik manajemen yang dapat dilakukan oleh pemimpin dalam organisasi, seperti; mengatur sasaran perusahaan, mengelola berbagai prosedur perusahaan, mengatur tugas dan fungsi dari berbagai divisi, mengembangkan bakat dari anggota organisasi, dan memenuhi
14
tuntutan yang berbeda dari para stakeholder (Birkinshaw et al., 2008). Menurut Birkinshaw et al. (2008) contoh praktik manajemen yang disinyalir merupakan hasil dari inovasi manajemen yang telah dilakukan oleh perusahaan antara lain: balanced scorecard yang dikembangkan oleh Kaplan & Norton (1998), total quality management yang dikembangkan oleh Zbaracki (1998), dan activity-based costing yang dikembangkan oleh Kaplan (1998). 2. Proses manajemen. Proses manajemen mengacu pada rutinitas pemimpin dalam menata kelola manajemen seperti; mendorong munculnya ide-ide abstrak atau baru dari anggota organisasi dan menindaklanjuti ide-ide abstrak atau baru tersebut menjadi tindakan nyata (Birkinshaw et al., 2008; Hamel, 2006). Ide-ide abstrak atau baru tersebut dapat berupa perencanaan strategis organisasi, manajemen proyek, dan penilaian kinerja anggota organisasi (Birkinshaw et al., 2008; Hamel, 2006). Birkinshaw et al. (2008) mengungkapkan beberapa contoh proses manajemen yang baru dan disinyalir merupakan hasil dari inovasi manajemen yang telah dilakukan oleh perusahaan yaitu: toyota production system yang dikembangkan oleh Ohno (1988), quality work of life yang dikembangkan oleh Yorks & Whitsett (1985), dan modern assembly line yang dikembangkan oleh Hounshell (1984). 3. Struktur manajemen. Struktur manajemen mengacu pada bagaimana pemimpin dalam organisasi mengelola dan menyelaraskan komunikasi dengan setiap anggota organisasi dalam sebuah struktur organisasi
15
(Birkinshaw et al., 2008; Hamel, 2006). Contoh struktur manajemen yang baru yang disinyalir merupakan hasil dari inovasi manajemen perusahaan adalah divisional M-form yang dikembangkan oleh Chandler (1962), spaghetti organization yang dikembangkan oleh Foss (2003), dan modern research lab yang dikembangkan oleh Hargadon (2003). Birkinshaw et al. (2008) menjelaskan dua poin penting mengenai konsep kebaruan dalam inovasi manajemen yaitu: 1. Konsep yang baru pertama kali ada di dunia. Konsep ini merupakan konsep yang baru pertama kali diciptakan oleh suatu perusahaan, belum pernah diperkenalkan oleh perusahaan lain, dan memiliki risiko ketidakpastian yang tinggi karena belum pernah diuji penerapannya (Birkinshaw et al., 2008). Contoh penerapan konsep baru pertama kali ada di dunia dalam inovasi manajemen yaitu konsep produksi ramping yang diperkenalkan oleh perusahaan Toyota dan konsep manajemen merek yang diperkenalkan oleh perusahaan Procter dan Gamble (Mol & Birkinshaw, 2008). 2. Konsep yang baru bagi organisasi. Konsep baru bagi organisasi yaitu pada saat perusahaan mempelajari dan menerapankan praktik manajemen, proses manajemen, dan struktur manajemen baru yang sebelumnya telah sukses digunakan atau dipraktikkan oleh perusahaan lain (Birkinshaw et al., 2008). Keberhasilan dalam mengadopsi inovasi manajemen tersebut tergantung seberapa jauh keberhasilan proses adaptasi perusahaan terutama pada konteks yang digunakan (Ansari et al., 2010).
16
Tidd et al. (2005) menjelaskan bahwa kebaruan dari inovasi tergantung dari persepsi penciptanya (perusahaan). Perusahaan besar biasanya memiliki kemampuan inovatif yang lebih tinggi dari perusahaan kecil dan menengah karena didukung oleh struktur modal dan tenaga kerja yang lebih baik (Rogers, 2003). Pada Bank Perkreditan Rakyat yang dapat dikategorikan sebagai perusahaan menengah ketika menerapkan inovasi manajemen, maka hal tersebut bisa menjadi hal yang baru bagi perusahaan, tetapi di lain pihak inovasi manajemen bagi perusahaan besar mungkin adalah suatu hal yang biasa. Dengan kata lain, bentuk kebaruan dalam inovasi manajemen erat hubungannya dengan dimana inovasi manajemen diadopsi dan bentuk kebaruan pada setiap perusahaan akan berbeda dengan perusahaan lain. 2.1.1. ELEMEN INOVASI MANAJEMEN Walker et al. (2010) menjelaskan inovasi manajemen memiliki dua elemen penting yaitu: 1. Elemen administratif. Elemen ini memiliki peranan dasar dalam sistem pengendalian manajemen yang meliputi perencanaan dan penganggaran insentif bagi anggota organisasi. Dalam membuat perencanaan dan penganggaran pemimpin dituntut untuk membuat keputusan yang tepat dan adil pada setiap anggota organisasi (Teall, 1992). 2. Elemen operasional. Elemen ini memiliki peranan dasar pada perubahan praktik manajemen dan proses manajemen yang berkaitan dengan sistem teknologi informasi serta relevan dalam meningkatkan kinerja organisasi (Reschenthaler & Thompson, 1996). Sistem teknologi informasi juga
17
dapat memfasilitasi komunikasi antar anggota dalam sebuah struktur organisasi (Reschenthaler & Thompson, 1996). 2.1.2. TAHAPAN INOVASI MANAJEMEN Birkinshaw et al. (2008) menjelaskan bahwa ada empat tahapan inovasi manajemen yang akan menambah nilai inovasi manajemen dalam organisasi yaitu: 1. Fase pertama: menemukan masalah dan mengidentifikasi tantangan yang membutuhkan pendekatan baru dengan memfokuskan pada aktivitas untuk menjawab tiga pertanyaan yaitu: (1) Masalah apa yang dihadapi organisasi dan belum terpecahkan sampai saat ini? (2) Penghambat sistemik apa saja yang membatasi kemampuan adaptasi perusahaan dalam kaitannya dengan inovasi manajemen dan orang-orang dalam organisasi? dan (3) Apa tantangan-tantangan baru akan dihadapi organisasi dalam beberapa tahun mendatang? 2. Fase kedua: mendekonstruksi ortodoksi manajemen, dogma, standar konvensional, keyakinan, atau mitos dalam organisasi yang sering membatasi ruang lingkup inovasi manajemen. 3. Fase ketiga: menekankan pada pencarian, penemuan prinsip-prinsip manajemen dan model-model manajemen yang baru. Metode yang digunakan dalam fase ini yaitu pendekatan interaktif kolaboratif antara organisasi bersama dengan tim peneliti inovasi manajemen yang dimiliki perusahaan, yaitu dengan cara: (1) melakukan identifikasi keterbatasan prinsip manajemen era industrial yang masih digunakan pada praktik
18
manajemen dan desain perusahaan akhir-akhir ini. (2) melakukan ekstraksi perspektif-perspektif baru dari organisasi-organisasi non-konvensional yang dibangun atas dasar prinsip-prinsip manajemen yang baru. 4. Fase keempat menekankan pada aktivitas eksperimen, pembelajaran, dan adaptasi dengan penekanan bahwa inovasi manajemen harus dilakukan secara tepat, hati-hati, dan praktis. Metodologi yang dirancang untuk eksperimen, pembelajaran, dan adaptasi yaitu dengan cara: 1) Organisasi menerjemahkan prinsip-prinsip baru manajemen dalam praktik manajemen sehari-hari. 2) Organisasi
mendesain
eksperimen-eksperimen
untuk
menguji
pengaruh praktik-praktik baru manajemen bagi organisasi dengan memperhatikan risiko yang masih bisa ditoleransi.
2.2. KEPEMIMPINAN DAN INOVASI MANAJEMEN: PERBANDINGAN SKALA PERUSAHAAN BESAR DAN BANK PERKREDITAN RAKYAT Kemampuan anggota organisasi dalam memahami kepemimpinan yang diterapkan sangat dipengaruhi oleh faktor kontekstual seperti ukuran organisasi (Hambrick & Finkelstein, 1987; Koene, Vogelaar, & Soeters, 2002). Lebih lanjut, Navahandi & Malekzadeh (1993); Koene et al. (2002) menjelaskan bahwa pengaruh kepemimpinan seorang pemimpin terhadap bawahannya akan turun pada konteks ukuran perusahaan yang besar, sedangkan pada konteks ukuran perusahaan yang kecil pengaruh kepemimpinan akan semakin kuat karena kompleksitas birokrasi perusahaan rendah. Pada konteks perusahaan kecil
19
kompleksitas birokrasi rendah sehingga pemimpin akan mudah dalam membangun komunikasi dengan anggota organisasi serta lebih efisien dalam memonitor kinerja anggota organisasi apabila tidak sesuai dengan harapan organisasi (Atwater & Bass, 1994; Hunt, 1991). Perusahaan besar memang diakui memiliki banyak kelebihan (Misalnya: sumber pendanaan dan sumber daya manusia yang lebih baik) dibandingkan dengan perusahaan kecil dan menengah, sehingga dari kelebihan tersebut dapat menjadikannya perusahaan yang lebih inovatif (Rogers, 2003), tetapi kemampuan inovasi perusahaan besar bukan tanpa kendala. Perusahaan besar dengan struktur organisasi yang lebih kompleks dan seringkali terikat dengan birokrasi menjadikan perusahaan
besar
tidak dapat
mengoptimalkan kemampuan
inovasinya (Barney, 2007; Acs, Morck, Shaver, & Yeung, 1997). Dalam kaitannya dengan inovasi manajemen perusahaan, keefektifan kepemimpinan dalam meningkatkan inovasi manajemen juga sangat dipengaruhi oleh ukuran perusahaan karena ukuran perusahaan berkaitan erat dengan birokrasi dan kompleksitas pengajaran inovasi manajemen dalam perusahaan (Pawar & Eastman, 1997). Pada ukuran organisasi yang kecil, interaksi antara pemimpin dan anggota organisasi lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan besar, sehingga memudahkan pemimpin dalam meningkatkan komitmen anggota organisasi untuk menerapakan inovasi manajemen dalam perusahaan (Atwater & Bass, 1994). Bass (1985) mengungkapkan bahwa gaya kepemimpinan terbagi menjadi dua yaitu gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional. Secara lebih spesifik, Pawar & Eastman (1997) mengungkapkan
20
bahwa pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional akan dapat diterima pada struktur organisasi yang kecil tetapi akan sangat sulit diterapkan pada stuktur perusahaan yang besar karena kompleksitas birokrasi yang melekat didalamnya tinggi. Pemimpin transformasional akan kesulitan mendorong bawahan untuk mengembangkan praktik manajemen, proses manajemen, dan struktur manajemen yang baru pada konteks ukuran perusahaan yang besar (Hunt, 1991; Pawar & Eastman, 1997). Dalam konteks Bank Perkreditan Rakyat, di tengah beberapa masalah yang dihadapi Bank Perkreditan Rakyat seperti: modal yang tidak terlalu besar, kurangnya sumber daya manusia yang handal, Bank Perkreditan Rakyat memiliki potensi yang besar untuk terus mengembangkan kemampuan inovasi melalui inovasi manajemen yang dimilikinya. Bank Perkreditan Rakyat yang dapat dikategorikan dengan perusahaan skala menengah, dengan jumlah karyawan yang tidak besar, struktur organisasi yang sederhana, dan tidak terlalu terlibat dengan birokrasi, lebih mendukung pemimpin transformasional dalam mendorong anggota organisasi untuk menerapkan inovasi manajemen dibandingkan dengan perusahaan besar (Pawar & Eastman, 1997).
2.3. DIREKTUR UTAMA DAN KEPEMIMPINAN Sampai saat ini masih terdapat kontroversi mengenai perbedaan antara direktur utama dan pemimpin. Pemimpin dapat diartikan sebagai seorang yang dapat memberi pengaruh multidireksional untuk mencapai hubungan atasan bawahan yang baik (misalnya: motivasi) dan untuk mencapai perubahan
21
organisasi yang sesunggguhnya. Dari pernyataan tersebut, seorang direktur utama dapat dianggap sebagai pemimpin apabila direktur utama tersebut mampu membangun hubungan seperti yang dimaksudkan dalam pernyataan sebelumnya. Direktur utama sebagai pemimpin perusahaan memainkan peran utama dalam pengambilan keputusan strategis perusahaan, alokasi sumber daya perusahaan, dan mempengaruhi kebijakan-kebijakan perusahaan (Hambrick & Finkelstein, 1996). Lebih lanjut, Hambrick & Finkelstein (1996) mengungkapkan bahwa direktur utama memiliki otoritas dan kekuasaan dalam membuat keputusan perusahaan sebagai bagian dari bentuk tanggung jawab dalam kegiatan perusahaan. Karakter individu yang ada dalam diri direktur utama seperti tingkat partisipasi, kemampuan kognitif, dasar kekuasaan, pemahaman mengenai politik, kemampuan mengevaluasi berbagai program perusahaan akan mempengaruhi keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya (Hambrick & Finkelstein, 1987). Direktur utama dapat dikatakan gagal menjalankan peran sebagai pemimpin
apabila
memiliki
keterbatasan
kognitif
dan
tidak
dapat
mengimplementasikan strategi perusahaan (Hambrick & Finkelstein, 1987). Dalam penelitian ini yang dimaksudkan dengan direktur utama adalah orang yang berwenang merumuskan suatu kebijaksanaan dan menetapkan program umum perusahaan sesuai dengan batas wewenang yang diberikan oleh suatu badan pengurus atau badan pimpinan yang serupa seperti dewan komisaris (Hambrick & Finkelstein, 1996).
22
2.4. KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN KARYAWAN Pemimpin adalah patron yang menjadi panutan dan memberikan contoh bagi bawahannya. Selain sebagai panutan, faktor kepemimpinan juga memiliki fungsi sebagai supervisory support (Parker, 2007), dimana seorang karyawan atau bawahan akan memperoleh pengawasan dan respon balik dari atasannya. Dalam rangka mengembangkan organisasi, organisasi membutuhkan seorang pemimpin yang memiliki komitmen yang kuat untuk melakukan perubahan, seperti pemimpin
harus
mempunyai
visi
yang
jelas
tentang
masa
depan
organisasinya dan juga visi terhadap karyawan atau bawahannya (Parker, 2007). Organisasi dengan pemimpin yang mempunyai visi yang jelas cenderung akan memiliki performa yang lebih dibandingkan dengan yang memiliki visi yang kurang jelas (Parker, 2007). Pemimpin
transformasional
merupakan
pemimpin
yang
sangat
komunikatif terhadap visinya kepada karyawannya. Oleh karena itu, pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan transformasional merupakan sumber motivasi karyawannya sehingga tujuan organisasi dapat tercapai (Yukl, 2006). Menurut Bass & Avolio (1994), kepemimpinan transformasional dapat didefinisikan sebagai seorang pemimpin yang ingin mengembangkan potensi karyawannya, kebutuhan yang lebih tinggi, sistem nilai yang baik, moralitas, dan motivasi. Ketika pengembangan ini terjadi, hal ini akan memotivasi karyawan untuk bersatu, mengubah tujuan dan keyakinan (Bass & Avolio 1999) dan lebih mengesampingkan kebutuhan pribadi demi mencapai kebutuhan organisasi. Yukl (2006)
mengungkapkan
bahwa
pemimpin
dengan
gaya
kepemimpinan
23
transformasional berusaha mengoptimalkan pengaruh dan kekuasaanya melalui pendekatan antar pribadi yang menginspirasi karyawan atau bawahannya. Dengan cara tersebut hubungan atasan dan bawahan bisa terjalin suatu hubungan ikatan emosional, dimana bawahan sangat percaya pada atasannya dan menjadikan pemimpin sebagai panutannya (Deluga, 1990).
2.5. TEORI GAYA KEPEMIMPINAN Pemimpin sering didefinisikan sebagai orang yang kuat, dinamis, dan dapat mempengaruhi manajemen organisasional (Bono & Judge, 2003). Pada konteks organisasional, kepemimpinan dipandang sebagai kekuatan utama yang dapat menentukan daya saing organisasi dalam ekonomi global (Bass & Avolio, 1993). Dalam rangka mendukung tujuannya, pemimpin sering memilih gaya interaksi tertentu yang dapat mewakili nilai-nilai dan motivasi, keinginan, kebutuhan, aspirasi, dan harapan dari kedua belah pihak, yaitu pemimpin dan bawahan (Howell & Avolio, 1993). Beberapa definisi kepemimpinan yang telah berhasil
dirangkum
oleh
Yukl
(2006)
memperlihatkan
bahwa
proses
kepemimpinan melibatkan pengaruh yang sengaja dilakukan oleh pemimpin untuk digunakan dalam membimbing karyawan, menyusun struktur organisasi, memfasilitasi aktivitas organisasi di dalam organisasi. Salah satu teori mengenai kepemimpinan adalah teori kepemimpinan transformasional
dan
kepemimpinan
transaksional.
Teori
ini
awalnya
dikembangkan oleh Burns (1978) yang menerapkannya dalam konteks politik. Gagasan ini selanjutnya diperkenalkan ke dalam konteks organisasional oleh
24
Bass mulai tahun 1985 (Yukl, 2006). Dalam kaitannya dengan inovasi manajemen, Bass et al. (2003) mengungkapkan bahwa pemimpin dalam konteks inovasi manajemen adalah pemimpin yang karismatik, komunikatif, memiliki visi dan misi yang jelas, serta mampu memotivasi bawahan agar terlibat dalam inovasi manajemen, dimana
pemimpin yang seperti ini memiliki karakteristik
kepemimpinan transformasional. 2.5.1. KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL Menurut pendapat orisinil dari Bass (1985 dalam Yukl, 2006) pemimpin
transformasional
berusaha
memotivasi
bawahan
untuk
dapat
mempunyai kinerja yang melebihi ekspektasi dari organisasi itu sendiri. Efek motivasional dari kepemimpinan transformasional merupakan dasar bagi pemimpin untuk mempengaruhi bawahan agar dapat bekerja melebihi harapan terhadap mereka demi kepentingan organisasi (Shamir, House, & Arthur, 1993). Lebih lanjut, Bass & Avolio (1995) mengungkapkan bahwa pemimpin transformasional tidak hanya meningkatkatkan motivasi kepada bawahan tetapi juga meningkatkan kesadaran dan moralitas kepada bawahan hingga ke tingkat yang lebih tinggi. Kepemimpinan seperti ini akan sejak awal menimbulkan kesadaran, komitmen yang tinggi dari kelompok terhadap tujuan dan misi organisasi, serta akan membangkitkan komitmen para pekerja untuk melampaui batas-batas kepentingan pribadi demi kepentingan organisasi (Bass & Avolio, 1995). Bass
(1990)
menjelaskan
pemimpin
transformasional
mentransformasi dan memotivasi para pengikut dengan cara:
berusaha
25
1. Membuat karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha. 2. Mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan tim atau kelompok di atas kepentingan pribadi. 3. Meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri. 2.5.2. DIMENSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL Menurut
Bass
(1990)
ada
empat
dimensi
dari
kepemimpinan
transformasional yaitu: 1. Sumber inspirasi/karisma (Charisma/idealized influence). Yukl (2006) & Northouse (1997) mengungkapkan sumber inspirasi bisa disebut juga dengan pemimpin yang karismatik adalah pemimpin yang berlaku sebagai panutan bagi bawahannya. Pemimpin yang memiliki pengaruh karisma membuat para karyawan menjadi pengikutnya dengan sukarela. Para pengikut tersebut memiliki kepercayaan dan loyalitas yang tinggi kepada pemimpinnya,
karena
seorang
pemimpin
transformasional
tidak
mengandalkan jabatan, wewenang, dan aturan yang ada tetapi seorang pemimpin transformasional mengandalkan keyakinan dan kepercayaan para pengikutnya yang berhasil dia bangun (Bass, 1990). 2. Stimulus
intelektual
(Intellectual
stimulation)
adalah
tipe
gaya
kepemimpinan transformasional yang mampu mendorong karyawan menjadi lebih kreatif dan inovatif. Pemimpin dengan tipe ini dapat mendorong karyawan untuk mengembangkan cara-cara baru untuk menyelesaikan masalah dalam organisasi (Northouse, 1997).
26
3. Sumber pertimbangan individu (Individualized consideration) adalah faktor kepemimpinan yang dapat menciptakan iklim kerja yang baik. Pemimpin berusaha mendengarkan keluh kesah atau kebutuhan dari bawahannya. Pemimpin yang seperti ini bertindak seperti pelatih dan penasihat atau konsuler (Yukl, 2006 & Northouse, 1997). 4. Sumber motivasi (Inspirational motivation). Pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang sangat komunikatif terhadap visinya kepada bawahannya. Oleh karena itu, manajer yang memiliki gaya kepemimpinan transformasional merupakan sumber motivasi bawahan (Yukl, 2006; Northouse, 1997). Menurut Birkinshaw et al. (2008) keberhasilan inovasi manajemen dalam perusahaan sangat ditentukan oleh faktor pemimpin yang berperan dalam mendorong penerapan inovasi manajemen dalam perusahaan. Pemimpin dengan kepemimpinannya diharapkan dapat mengubah motivasi atau perilaku bawahan agar bersedia turut serta dalam aktivitas inovasi manajemen (Birkinshaw et al., 2008). Pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan transformasional berusaha mengoptimalkan pengaruh dan kekuasannya melalui pendekatan antar pribadi yang dapat menginspirasi bawahannya (Yukl, 2006). Dengan cara tersebut hubungan atasan dan bawahan bisa terjalin suatu hubungan ikatan emosional, dimana bawahan sangat percaya pada atasannya dan menjadikan pemimpin sebagai panutannya (Deluga, 1990). Melalui ikatan emosional ini diharapkan bawahan dengan senang hati mau membuka dirinya dan mengikuti keinginan
27
pemimpinnya untuk aktif dalam aktivitas inovasi manajemen.
2.6. TEORI KAPABILITAS DINAMIK Kehidupan organisasional selalu dihadapkan dengan dunia yang semakin berubah, seperti munculnya teknologi baru, persaingan baru, pasar menjadi terintegrasi secara global, dan lain-lain (Schumpeter, 1942). Adanya perubahan tersebut menuntut organisasi bersama anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan bisnis dan juga terus mencari kesempatan untuk menciptakan perubahan melalui inovasi stratejik, organisasional, dan teknologi (Schumpeter, 1942). Seiring dengan semakin kuatnya “the gale of creative destruction” (Schumpeter, 1942) di atas, sumber daya dan kapabilitas unik yang dimiliki organisasi tidaklah cukup untuk mempertahankan keunggulan bersaing serta merespon perubahan lingkungan yang terjadi secara cepat (Teece, Pisano, & Shuen, 1997). Untuk menjadikan sumber daya dan kapabilitas organisasi terus tumbuh seiring perkembangan lingkungan, maka organisasi memerlukan konsep kapabilitas dinamik atau dynamic capabilities (Teece et al., 1997). Gagasan kapabilitas dinamik ini muncul sebagai sebuah alternatif terhadap pendekatan tekanan persaingan “outside-in” yang dipopulerkan oleh Porter (1979) dan juga pendekatan “inside-out” atau resource based yang dipopulerkan oleh Barney (1991). Kapabilitas dinamik didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk mengintegrasi, membangun, mengkonfigurasi kembali kapabilitas sumber daya
28
(internal dan eksternal), untuk mengatasi perubahan lingkungan yang sangat dinamis (Teece et al.,1997). Dari definisi tersebut kapabilitas merujuk kepada cara organisasi untuk beradaptasi, mengkonfigurasi ulang sumber daya dan kompetensinya agar dapat merespon perubahan lingkungan, sedangkan dinamis merujuk pada pengertian lingkungan bisnis yang berubah-ubah dan menuntut kapasitas perusahaan untuk selalu memperbaharui kompetensi (Teece et al., 1997). Eisenhardt & Martin (2000) mengungkapkan kapabilitas dinamik berperan dalam membantu manajemen menciptakan mekanisme agar organisasi bisnis yang dikelolanya tetap sesuai (fit) sesuai dengan perubahan lingkungan eksternal dan memiliki orientasi masa depan yang jelas. Ditambahkan oleh Teece et al. (1997) kapabilitas dinamik dapat membantu perusahaan mencapai keunggulan kinerja organisasi yang lestari. Inovasi manajemen merupakan salah satu kapabilitas dinamik perusahaan (Teece, 2007) yang memiliki peranan penting bagi organisasi terutama dalam mendorong proses perubahan organisasi, perencanaan strategik organisasi, dengan menyesuaikan lingkungan internal organisasi dan juga perubahan lingkungan eksternal organisasi (Walker et al., 2010). Birkinshaw et al. (2008) mengungkapkan proses penciptaan kebaruan yang ditekankan dalam inovasi manajemen tidak hanya dapat diperoleh dari sumber daya dari dalam perusahaan (konteks internal), tetapi dapat juga diperoleh dari sumber daya yang berasal dari luar perusahaan (konteks eksternal) yaitu pada saat perusahaan mempelajari dan menerapkan praktik manajemen, proses manajemen, dan struktur manajemen baru yang sebelumnya telah digunakan atau dipraktikkan oleh perusahaan lain.
29
Dengan mempelajari atau menerapkan inovasi manajemen dari perusahaan lain atau pesaing, maka hal ini akan membantu perusahaan dalam mengembangkan sumber daya dan kapabilitas yang dimilikinya agar sesuai dengan kondisi lingkungan organisasi (Birkinshaw et al., 2008), mendukung organisasi mencapai tujuannya (Mol & Birkinshaw, 2006), dan dapat meningkatkan kinerja organisasi (Mol & Birkinshaw, 2009). Untuk mendukung perusahaan dalam meningkatkan kapabilitas dinamik, perusahaan membutuhkan pemimpin yang berperan dalam menciptakan, memperluas atau memodifikasi sumber daya dasar yang dimiliki oleh perusahaan Teece & Augier (2009). Ditambahkan oleh Teece & Augier (2009), pemimpin yang dapat meningkatkan kapabilitas dinamis perusahaan adalah pemimpin yang peka terhadap perubahan lingkungan, memiliki kemampuan manajerial yang baik, memiliki kemampuan dalam: merespon pesaing, merekonfigurasi aset perusahaan, dan menangkap peluang perusahaan. Kepemimpinan
transformasional
merupakan
kepemimpinan
yang
mendukung adanya perubahan dengan menyesuaikan perubahan lingkungan organisasi, menciptakan suatu visi organisasi secara dinamis yang dibutuhkan untuk menciptakan inovasi, dan memiliki peran sentral dalam membawa organisasi mencapai tujuannya (Pawar & Eastman, 1997). Sejalan dengan teori kapabilitas dinamis yang dikemukakan oleh Teece et al. (1997), dari pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa kepemimpinan tranformasional merupakan pemimpin yang peka terhadap perubahan lingkungan organisasi dan memiliki peran penting dalam menjamin kapabilitas dinamisasi perusahaan
30
2.6.1. ELEMEN UTAMA KAPABILITAS DINAMIK Menurut Teece et al. (1997) ada enam elemen utama dalam pendekatan teori kapabilitas dinamik yaitu: 1. Kapabilitas dinamik menekankan kemampuan kritis dari manajemen strategi perusahaan. 2. Kapabilitas dinamik berperan dalam mengintegrasi, mengkoordinasikan, mengembangkan, mengkonfigurasi ulang kompetensi internal dan eksternal perusahaan. 3. Kapabilitas dinamik berfokus pada perubahan lingkungan eksternal yang cepat. 4. Kapabilitas dinamik secara tipikal terbentuk dan evolusinya tertanam
dalam proses-proses organisasi. 5. Kapabilitas dinamik bersifat heterogen dalam organisasi karena tergantung
pada proses, posisi aset yang unik dari suatu organisasi, dan jalur evolusi organisasi. 6. Kapabilitas dinamik akan memberikan dampak langsung berupa keunggulan kinerja yang lestari bagi organisasi. Lebih lanjut, Wang & Ahmed (2007) mengungkapkan bahwa agar perusahaan dapat meningkatkan kapabilitas dinamik dengan efektif, perusahaan harus memiliki tiga kemampuan yaitu: 1. Kemampuan beradaptasi. Kemampuan beradaptasi adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengkapitalisasi peluang yang muncul dari pasar. Kemampuan beradaptasi diukur dari kemampuan untuk merespon
31
peluang, memonitor pasar, pelanggan, pesaing, serta mengalokasikan sumber daya untuk kegiatan pemasaran. 2. Kemapuan daya serap. Kemampuan daya serap didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengevaluasi dan menggunakan pengetahuan dari luar organisasi. Kemampuan daya serap diukur dari intensitas kegiatan penelitian dan pengembangan. 3. Kemampuan
inovasi.
Kemampuan
kemampuan untuk mengembangkan
inovasi suatu
didefinisikan
sebagai
bentuk kebaruan dari
perusahaan dengan upaya memanfaatkan peluang-peluang di lingkungan eksternalnya (Wang & Ahmed, 2007). Dari penjelasan di atas, inovasi manajemen dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk inovasi yang dapat meningkatkan kapabilitas dinamik perusahaan. 2.6.2. PROSES KAPABILITAS DINAMIK Menurut Teece et al. (1997) proses kapabilitas dinamik pada umumnya menekankan pada tiga hal yaitu: 1. Melakukan penilaian terhadap peluang dan ancaman perusahaan sebagai akibat dari adanya perubahan lingkungan. Dalam melakukan penilaian terhadap peluang dan ancaman, perusahaan dapat mengumpulkan data dan informasi tentang pola perkembangan lingkungan makro (regulasi, ekonomi, sosial-budaya, teknologi, sumberdaya alam dan lingkungan) dan perkembangan lingkungan industri (pelanggan, pesaing, pemasok, pendatang baru, produk substitusi).
32
2. Menangkap peluang dengan memperhatikan: kesesuaian sumber daya, kapabilitas perusahaan, dan faktor-faktor ukuran keberhasilan dalam memanfaatkan peluang. 3. Melakukan penyesuaian, pembaharuan, penggantian sumber daya dan kapabilitas agar dapat menjadi sumber keunggulan bersaing yang baru bagi perusahaan.
2.7. KINERJA ORGANISASI Penggunaan kata kinerja organisasi secara luas sering digunakan dalam lingkup manajemen, baik scholars, pemimpin organisasi, atau manajer. Meskipun konsep kinerja organisasi penting, namun secara luas diakui bahwa hal ini juga menjadi masalah penting bagi para peneliti karena belum ada kesepakatan pada terminologi dasar dan definisi dari kinerja organisasi (Liao & Wu, 2009). Didalam mendefinisikan kinerja organisasi, para ahli menggunakan istilah yang berbeda. Tabel 2.1 menjelaskan secara lebih rinci definisi kinerja organisasi dari beberapa ahli.
PENELITI Venkatraman Ramanujam (1986).
TABEL 2.1 DEFINISI KINERJA ORGANISASI DEFINISI KINERJA ORGANISASI
& Kinerja organisasi dapat didefinisikan sebagai refleksi dari pencapaian keberhasilan perusahaan dari berbagai aktivitas yang dilakukan oleh perilaku organisasi dan perilaku individu-individu yang ada di dalamnya Ramani & Kumar Kinerja organisasi merupakan hasil dari proses interaksi (2008) hal-hal yang menjadi orientasi perusahaan. Smither, Houston, Kinerja organisasi mengacu pada produktivitas anggota& Mcintire anggota organisasional berupa produk maupun jasa yang (1996) menjadi fungsi-fungsi organisasi. Tabel 2.1 dilanjutkan ke halaman berikutnya
33
Tabel 2.1 (Lanjutan) PENELITI
DEFINISI KINERJA ORGANISASI
Derfus, Magitti, Suatu proses dari proyeksi dan pemahaman perusahaan Grimm, & Smith mengenai sesuatu yang menjadi target perusahaan. (2008) Barney (2001) Kinerja organisasi merupakan kemampuan organisasi menghasilkan return yang lebih tinggi dari yang diharapkan oleh stakeholder Petegraf & Kinerja organisasi merupakan kemampuan organisasi Barney (2003) untuk menciptakan nilai ekonomis (economic value) yang lebih baik dari pesaing pada pasar sebuah produk.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, disimpulkan dua hal sebagai berikut. Pertama, kinerja organisasi dapat didefinisikan sebagai hasil akhir dari keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan yang disesuaikan dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Kedua, kinerja juga mencerminkan prestasi yang dicapai oleh suatu organisasi. 2.7.1. PENGUKURAN KINERJA ORGANISASI .
Kinerja organisasi merupakan tindakan-tindakan atau kegiatan yang dapat
diukur (Waterhouse & Svendsen, 1998) dan untuk mengukur kinerja organisasi dibutuhkan pengukuran kinerja organisasi (Deshpande, Farley, Webster, 1993; Delaney & Huselid, 1996). Dalam literatur management control system, Anthony & Govindarajan (2001) mendefinisikan pengukuran kinerja organisasi sebagai pengukuran atas hasil dari implementasi strategi dan hasil kinerja yang dianggap baik sehingga dapat menjadi standar untuk mengukur kinerja di masa mendatang. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa apabila indikator yang menjadi pengukuran kinerja organisasi meningkat, berarti strategi telah diimplementasikan dengan baik (Anthony & Govindarajan, 2001). Pengukuran kinerja memainkan peranan
34
penting dalam membangun rencana strategik, mengevaluasi pencapaian tujuan organisasi, dan mengkompensasi manajer (Anthony & Govindarjan, 2001). Para ahli sepakat bahwa pengukuran kinerja organisasi sebaiknya tidak hanya menggunakan satu ukuran tunggal yaitu ukuran kinerja keuangan (Delaney & Huselid, 1996; Stone, 1996; Thompson, 1996). Meskipun kinerja keuangan masih dianggap sebagai aspek utama dalam penilaian kinerja organisasi, namun penilaian dengan kinerja keuangan belum mencukupi untuk dapat menjelaskan keefektifan organisasional secara umum (Delaney & Huselid, 1996; Stone, 1996; Thompson, 1996). Para ahli mengungkapkan bahwa mengukur kinerja organisasi dengan hanya menggunakan ukuran kinerja keuangan memiliki kelemahan antara lain: 1. Ukuran kinerja keuangan tidak dapat menggambarkan kondisi riil perusahaan di masa lalu, tidak berpandangan ke depan, serta hanya berorientasi jangka pendek (Dharadwaj & Konsynski, 1999; Anthony & Govindarajan, 2001). 2. Ukuran kinerja keuangan (tradisional) tidak sesuai untuk menghadapi lingkungan bisnis yang berkembang dan dinamis, tidak mampu mengukur kinerja harta-harta tidak tampak (intangible assets) seperti harta-harta intelektual (sumber daya manusia) perusahaan, lebih berorientasi kepada manajemen operasional dan kurang mengarah pada manajemen strategis (Kaplan & Norton, 1998). 3. Pada dasarnya aspek kinerja keuangan merupakan muara segala keputusan, tindakan, dan aktivitas manajemen tetapi ukuran yang
35
didasarkan
pada
kinerja
keuangan
tidak
dapat
mengungkapkan
kemampuan organisasi (perusahaan) untuk menciptakan nilai ekonomik pada masa yang akan datang (Skrinjar, Bosilj-Vuksic, & IndiharStemberger, 2008). Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja organisasi melalui non-keuangan perlu dilakukan oleh perusahaan karena dapat menyelaraskan strategi perusahaan ke dalam berbagai tujuan strategis yang lebih spesifik. Lebih lanjut, Demirbag et al. (2007) mengungkapkan bahwa pengukuran kinerja keuangan dan non-keuangan pada suatu perusahaan merupakan hal penting bagi perbaikan kinerja organisasi. 2.7.2. PENGUKURAN KINERJA KEUANGAN Menurut Brigham & Ehrhardt (2005), kinerja keuangan adalah hasil dari kemampuan perusahaan dalam mengakomodir segala aktivitas manajerial yang berdampak pada tercapainya profitabilitas yang maksimal. Sedangkan pengukuran kinerja keuangan menurut Skrinjar et al. (2008) adalah sebuah cara mengukur kinerja organisasi dari segi finansial, seperti: tingkat pengembalian investasi, profit dalam mata uang selam periode waktu tertentu, dan rata-rata tingkat penjualan selama periode waktu tertentu. Ditambahkan oleh Moneva et al. (2007) pengukuran kinerja keuangan berkaitan dengan evaluasi dari konteks keuangan perusahaan yang dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan untuk pengalokasian dan pendanaan perusahaan. Seorang manajer atau direktur tidak akan mampu membuat keputusan yang tepat tanpa adanya informasi keuangan perusahaan (Moneva et al., 2007).
36
Munawir (2002) menjelaskan beberapa alasan pentingnya perusahaan menilai kinerja organisasi melalui kinerja keuangan yaitu: : 1. Untuk mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memperoleh kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi keuangannya pada saat ditagih. 2. Untuk mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang. 3. Untuk
mengetahui
menunjukkan
tingkat
kemampuan
rentabilitas
atau
profitabilitas,
yaitu
perusahaan
untuk
menghasilkan
laba
stabilitas
usaha,
selama periode tertentu. 4. Untuk
mengetahui
tingkat
yaitu
kemampuan
perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga atas hutang-hutangnya termasuk membayar kembali pokok hutangnya tepat pada waktunya serta kemampuan membayar deviden secara teratur kepada para pemegang saham tanpa mengalami hambatan atau krisis keuangan. Ada beberapa indikator yang dapat menjelaskan mengenai pengukuran kinerja keuangan yang diungkapkan oleh para ahli antara lain:
37
1. Venkatraman dan Ramanujam (1986) menjelaskan ukuran indikator kinerja keuangan perusahaan, seperti: Return On Asset (ROA), Return On Sales (ROS), dan Return On Investment (ROI). 2. Skrinjar et al. (2008) menjelaskan indikator ukuran kinerja keuangan perusahaan dapat diukur melalui: (1) Return on Assets (ROA), yang merupakan rasio antara laba bersih yang tersedia dibagi total aktiva yang dimiliki perusahaaan. ROA yang rendah merupakan akibat dari: 1) kemampuan untuk menghasilkan laba perusahaan yang rendah, dan 2) biaya bunga yang tinggi dikarenakan penggunaan utangnya yang di atas rata-rata (Brigham & Ehrhardt, 2005); (2) Besarnya pertumbuhan laba atau profit yang diperoleh perusahaan selama periode waktu tertentu; (3) Returns on Equity (ROE), yaitu rasio laba bersih terhadap ekuitas saham biasa, mengukur tingkat pengembalian atas investasi dari pemegang saham biasa; (4) Pertumbuhan penjualan selama periode tertentu; (5) Return on Investment (ROI) atau Rate of Return (ROR) atau tingkat pengembalian investasi, yaitu jumlah pengembalian yang diterima dibagi dengan jumlah yang diinvestasikan. 2.7.3. PENGUKURAN KINERJA NON-KEUANGAN Pengukuran kinerja non-keuangan merupakan sebuah pengukran kinerja organisasi di luar pendekatan keuangan yang berhubungan dengan visi, strategi organisasi, dan berperan dalam menentukan tujuan organisasi (Nowak, 2007). Pengukuran kinerja non-keuangan akan memberi manfaat bagi perusahaan dalam mengukur keefektifan dari proses bisnisnya agar sesuai dengan sasaran strategis
38
perusahaan (Chen, Chen, & Peng, 2008) dan ukuran kinerja non-keuangan merupakan indikator yang baik pada kinerja keuangan yang akan datang (Ittner & Larcker, 2000). Ada beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja nonkeuangan menurut para ahli seperti: 1. Venkatraman & Ramanujam (1986) membagi ukuran kinerja nonkeuangan menjadi dua indikator pengukuran yaitu: (1) indikator kinerja bisnis strategik, seperti pangsa pasar, pengenalan produk baru, kualitas produk, keefektifan pemasaran, nilai tambah dari aktivitas produksi, serta berbagai ukuran efisiensi teknologi lainnya; (2) indikator keefektifan organisasional. 2. Delaney & Huselid (1996) mengemukakan indikator untuk mengukur kinerja non-keuangan yaitu indikator kinerja organisasi yang mencakup: kualitas produk, pengembangan produk, kemampuan menarik para pekerja yang berkualitas, kemampuan untuk mempertahankan para pekerja yang berkualitas, kepuasan pelanggan, dan hubungan para pekerja pada umumnya. 3. Samson & Terziovski (1999) mengemukakan bahwa kinerja non-keuangan terdiri dari berbagai macam kegiatan seperti; kegiatan operasional dan logistik. 4. Moeller (2009) menjelaskan pengukuran kinerja non keuangan dengan istilah intangible performance atau immaterial performance, yang terdiri dari: (1) Innovation capital yaitu komponen dari kinerja yang berupa
39
proses penyaluran kreativitas; (2) Human capital yaitu nilai kinerja immaterial yang dilihat dari sumber daya personelnya, pengetahuan tentang pola jaringan kerja, kompetensi sosial; (3) Customer capital yaitu mengarah pada nilai material yang dilihat dari sektor penjualan seperti daftar pelanggan, pangsa pasar, kepuasan pelanggan dan merek; (4) supplier capital yang dilihat dari sisi pembelian dan semua nilai immaterial yang didasarkan pada hubungan pasokan yang terintegrasi; (5) investor capital yang dilihat dari nilai immaterial dapat dilihat dari nilai modal dan kredit; (6) Process capital yang ditentukan melalui efisiensi dan proses jaringan kerja dan struktural organisasi, termasuk didalamnya komunikasi antar sesama anggota organisasi; (7) Location capital yang merupakan keunggulan tersendiri bila lokasi perusahaan terletak sangat strategis dengan berhubungan pada infrastruktur yang baik dan faktor transportasi. Melalui pemakaian serangkaian pengukuran kinerja non-keuangan yang diperkenalkan oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh perubahan lingkungan terhadap kinerja organisasi dapat dikaji secara serentak dari sudut pandang penilaian kinerja selain kinerja keuangan. Adanya berbagai indikator ukuran-ukuran kinerja non-keuangan membuat perusahaan selaras dengan strategi perusahaan sehingga dapat mengarahkan perusahaan agar lebih mudah dalam mencapai tujuannya (Delaney & Huselid, 1996).
40
2.8. BANK Menurut UU No. 10 tahun 1998 (dalam Kasmir, 2000), bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan fungsi bank sebagai intermediasi antara pemilik dana dan pengusaha sebagai pihak yang membutuhkan dana. Agar fungsi ini berjalan dengan baik, maka kinerja bank harus sehat dan memiliki kepercayaan dari masyarakat atau perusahaan. Menurut UU No 10 Tahun 1998 (dalam Kasmir, 2000) jenis bank dikelompokan atas: 1. Bank Umum Bank umum atau yang biasa dikenal dengan nama bank komersial adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Pada pasal 13 UU No. 10 Tahun 1998 (dalam Kasmir, 2000) disebutkan bahwa usaha Bank Umum antara lain: a. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran. b. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. c. Melakukan penyertaan modal.
41
d. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 13. 2. Bank Perkreditan Rakyat Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan BPR jauh lebih sempit dibandingkan dengan kegiatan bank umum. Kegiatan usaha BPR terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan. Bentuk hukum BPR dapat berupa Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah, atau Koperasi. Pada pasal 13 UU No. 10 Tahun 1998 (dalam Kasmir, 2000) disebutkan bahwa usaha Bank Perkreditan Rakyat antara lain: a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka,
tabungan,
atau
bentuk
lainnya
yang
dipersamakan dengan itu. b. Memberikan kredit. c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. d. Menempatkan dananya dalam bentuk Serifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.
42
2.8.1. DAYA SAING BANK PERKREDITAN RAKYAT DIBANDINGKAN DENGAN BANK UMUM Peran Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di dalam sistem perbankan nasional dibandingkan dengan perbankan secara umum memang relatif kecil apabila dilihat dari pangsa pasarnya. Walaupun pangsa pasarnya sangat kecil, namun pertumbuhan DPK (Dana Pihak Ketiga) maupun kredit BPR selalu di atas angka rata-rata pertumbuhan DPK maupun kredit perbankan secara umum. Pangsa pasar DPK dan Kredit BPR di tahun 2008 masing-masing masih sebesar Rp 6,1 triliun atau 0,73% dan Rp 6,7 triliun atau 1,80%, namun pada posisi September 2013, DPK BPR telah meningkat menjadi Rp 17,6 triliun atau 1,26%, sedangkan kreditnya menjadi sebesar Rp 20,4 triliun atau 2,24% (Bank Indonesia, 2014). Suatu kenaikan hampir dua kali lipat dalam kurun waktu lima tahun. Data menunjukkan bahwa BPR memiliki kekuatan dalam penyaluran kredit. Sejak tahun 2008 hingga September 2013, angka LDR (Loan to Deposit Ratio) BPR selalu di atas 100%. Angka ini jauh di atas angka rata-rata LDR perbankan yang baru mencapai 66,24% (Bank Indonesia, 2014). Jika melihat angka pertumbuhan DPK dan kredit BPR, sebenarnya BPR sedikit lebih unggul dibandingkan dengan perbankan secara umum. Hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya pangsa pasar DPK maupun kredit BPR di tengah industri perbankan. Walaupun pertumbuhan DPK BPR lebih tinggi dari pertumbuhan DPK perbankan secara umum, namun pertumbuhan DPK BPR ternyata jauh tertinggal jika dibandingkan dengan pertumbuhan kreditnya seperti angka LDR BPR terus berada di atas 100% (Bank Indonesia, 2014).
43
Ditengah kehebatan BPR dalam melakukan ekspansi kredit yang begitu besar, ternyata belum diimbangi dengan kualitas kredit yang baik. Angka NPL (Non Performing Loan) BPR sejak tahun 2008 hingga September 2013 selalu berada di atas angka NPL perbankan secara umum. Per September 2013 NPL BPR sebesar 8,49% sedangkan NPL Bank Umum hanya sebesar 5,17%. Akibat NPL yang terus meningkat tersebut akhirnya memperburuk angka ROA (Return On Asset) BPR dimana per September 2013 hanya sebesar 2,62%, jauh di bawah ROA perbankan umum sebesar 2,84%. Selain persoalan NPL yang tinggi, rendahnya angka ROA BPR juga disinyalir akibat dari sumber dana BPR yang lebih banyak bertumpu pada Deposito yang berbiaya mahal dengan porsi sekitar 70%, dan sisanya sebesar 30% berupa Tabungan (Bank Indonesia, 2014). Keberadaan BPR jelas sangat dibutuhkan, khususnya oleh UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang lokasinya tersebar di seluruh wilayah Tanah Air. Namun demikian, dengan kemampuan BPR yang relatif masih sangat kecil di tengah industri perbankan nasional, maka perlu diupayakan berbagai langkah untuk meningkatkan kemampuan BPR dalam megembangkan bisnisnya melalui perluasan jangkauan dan peningkatan permodalan. Sampai saat ini, distribusi jaringan kantor BPR masih terkonsentrasi di enam Provinsi yaitu Jawa Barat, DIY, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Bali (Bank Indonesia, 2014). Untuk dapat meningkatkan keuntungan dan mengimbangi kecepatan ekspansi kredit BPR, untuk jangka menengah dan panjang seyogianya BPR segera meningkatkan kinerjanya salah satunya dengan melakukan inovasi manajemen. Inovasi manajemen secara eksplisit juga dimaksudkan untuk mendukung
44
organisasi mencapai tujuannya (Mol & Birkinshaw, 2006), memiliki peranan penting dalam mengatasi kinerja buruk organisasi (Volberda & Bosch, 2005) dan dapat meningkatkan kinerja organisasi (Mol & Birkinshaw, 2009). Lebih lanjut Vaccaro et al. (2012) mengungkapkan bahwa inovasi manajemen merupakan sarana dalam meningkatkan keunggulan kompetitif suatu organisasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja organisasi. Dari pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa adanya inovasi manajemen diharapkan mampu meningkatkan kinerja organisasi BPR sehingga secara bersama-sama dapat meningkatkan keuntungan, memperkuat sumber pendanaan dan mengimbangi kecepatan ekspansi kredit BPR dibandingkan dengan perbankan secara umum. 2.8.2. INOVASI MANAJEMEN DALAM BANK PERKREDITAN RAKYAT Bank Perkreditan Rakyat dinilai cukup relevan untuk dijadikan obyek penelitian, dikarenakan konteks organisasinya yang memungkinkan terjadinya inovasi manajemen. Peranan inovasi manajemen dalam industri perbankan sangat dibutuhkan karena inovasi manajemen mengedepankan nilai-nilai tata kelola organisasi yang baik, berperan dalam meningkatkan kredibilitas kegiatan bisnis sektor perbankan, dan juga dapat meningkatkan keunggulan kompetitif suatu perbankan. Menurut Birkinshaw et al. (2008) konsep penciptaan dan penerapan suatu hal yang menjadi kebaruan dalam inovasi manajemen di perusahaan tidak boleh bertentangan dengan peraturan mengenai pengendalian internal perusahaan terutama mengenai Service Level Agreement (SLA) atau Standard Operational Procedure (SOP) yang telah ditetapkan oleh Pemerintah pada suatu perusahaan.
45
Inovasi manajemen dalam Bank Perkreditan Rakyat bukan mengatur kembali hal yang bersifat pengendalian internal suatu bank, aturan kerja yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia, dan aturan yang mengacu pada Service Level Agreement suatu bank seperti: aturan mengenai suku bunga bank, aturan mengenai siapa yang berwenang mengenai otorisasi transaksi perbankan, aturan mengenai alur transaksi keuangan, dan sebagainya. Inovasi manajemen dalam konteks Bank Perkreditan Rakyat dapat berupa: bentuk kebaruan dalam tata kelola pelayanan terhadap nasabah, kecepatan dalam melayani nasabah, dan hal lain yang menjadi kewenangan perusahaan seperti: mengembangkan bakat dari anggota organisasi, memotivasi anggota organisasi, mendorong munculnya ide-ide abstrak dan baru dari anggota organisasi yang berkaitan dengan perencanaan strategis organisasi, mengkoordinasi dan mengevaluasi kegiatan, mengakumulasi dan mengalokasikan sumberdaya, memperoleh dan menerapkan pengetahuan yang baru, membangun dan memelihara relasi yang baru, mengatur tugas dan fungsi dari berbagai dari berbagai divisi, mengelola atau merampingkan struktur organisasi (Birkinshaw et al., 2008; Hamel, 2006). Contoh nyata penerapan inovasi manajemen pada Bank Perkreditan Rakyat adalah apabila sebelumnya direktur utama menentukan sasaran
organisasi
dengan
pendekatan
formal
dan
top-down
dalam
implementasinya, maka sekarang berubah menggunakan pendekatan partisipatif dengan mengikutsertakan anggota organisasi, mengundang inisiatif mereka dalam memformulasikan sasaran, dan pencapaian organisasi dengan mengadopsi salah
46
satu konsep yang disinyalir merupakan hasil dari aktivitas inovasi manajemen perusahaan yaitu quality work of life (Yorks & Whitsett, 1985).
2.9. HIPOTESIS PENELITIAN 1. Pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional organisasi pada kinerja organisasi. Menurut Bass (1985, dalam Yukl, 2006) kepemimpinan transformasional sangat berhubungan dengan bagaimana pemimpin mampu menyediakan visi yang jelas, memotivasi bawahan, komunikatif, bertindak sebagai agen perubahan, melatih bawahannya, model bagi bawahannya, membawa agenda dalam setiap arah perubahan manajemen sehingga tujuan organisasi tercapai. Lebih lanjut, Bass (1985) menjelaskan bahwa dalam teori kepemimpinan transformasional, pemimpin pada prinsipnya berusaha memotivasi bawahan untuk dapat mempunyai kinerja yang melebihi ekspektasi dari organisasi itu sendiri atau dengan
kata
lain
kepemimpinan
transformasional
dapat
meningkatkan
kepercayaan atau keyakinan diri bawahan untuk berkinerja melebihi ekspektasi. Deluga (1990) mengungkapkan bahwa kepemimpinan transformasional mampu mendorong suatu hubungan atasan-bawahan sebagai hubungan ikatan emosional berupa bentuk kepercayaan dan keyakinan atas pengaruh dari kepemimpinan atasannya. Terjalinnya ikatan emosional yang kuat antara pemimpin dan bawahan ini dapat membantu pemimpin dalam meningkatkan kinerja organisasi pada saat pemimpin meminta karyawannya meningkatkan
47
kinerjanya bahkan tanpa diminta sekalipun untuk digunakan bagi kepentingan perusahaan yaitu meningkatkan kinerja organisasi. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pemimpin dengan kepemimpinan transformasional mempunyai kemampuan dalam mengubah perilaku bawahannya untuk mau meningkatkan kinerjanya dan secara bersama– sama dapat meningkatkan kinerja organisasi. Pendapat ini diperkuat oleh penelitian empiris yang telah dilakukan oleh Keller (1992); Bass & Avolio (1994); Avolio (1999); dan Elenkov (2002) yang membuktikan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi. Konsep pemimpin organisasi dalam penelitian ini adalah direktur utama sehingga dapat diasumsikan bahwa untuk mendorong kinerja organisasi, perusahaan membutuhkan direktur utama yang memiliki peran kepemimpinan (Hambrick & Finkelstein, 1996). Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1: Gaya kepemimpinan transformasional organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi.
2. PERAN INOVASI MANAJEMEN SEBAGAI VARIABEL PEMEDIASI Inovasi manajemen mengacu perubahan cara dalam menata kelola manajemen dengan meninggalkan proses manajemen, praktik manajemen, struktur manajemen yang sudah tidak sesuai dalam memenuhi tuntutan perusahaan, kebutuhan perusahaan dan permintaan stakeholder (Hamel, 2006). Inovasi manajemen dapat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan transformasional. Penelitian empiris yang dilakukan oleh Vaccaro et al. (2012) mendukung
48
pengaruh positif gaya
kepemimpinan transformasional terhadap inovasi
manajemen. Gaya kepemimpinan transformasional mampu merangsang dan memotivasi bahawan untuk bekerja sama dalam mencari ide-ide abstrak atau baru terutama yang berkaitan dengan praktik manajemen, proses manajemen, dan struktur manajemen yang baru sehingga secara bersama-sama dapat meningkatkan inovasi manajemen (Vaccaro et al., 2012). Inovasi manajemen secara eksplisit juga dimaksudkan untuk mendukung organisasi mencapai tujuannya (Mol & Birkinshaw, 2006), memiliki peranan penting dalam mengatasi kinerja buruk organisasi (Volberda & Bosch, 2005) dan dapat meningkatkan kinerja organisasi (Mol & Birkinshaw, 2009). Lebih lanjut Vaccaro et al. (2012) mengungkapkan bahwa inovasi manajemen merupakan sarana dalam meningkatkan keunggulan kompetitif suatu organisasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja organisasi. Kinerja organisasi juga dapat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan transformasional. Penelitian yang telah dilakukan oleh Bass & Avolio (1994) dan Avolio
(1999)
mengungkapkan
gaya
kepemimpinan
transformasional
berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi karena pemimpin tranformasional memiliki peranan yang kuat dalam memotivasi kinerja bawahan, mendorong kreativitas bawahan, dan mampu mempengaruhi perasaan optimis bawahan dalam bekerja sehingga secara bersama-sama akan meningkatkan kinerja organisasi. Dalam perspektif teori kapabilitas dinamis yang dikemukakan oleh Tecee et al. (1997), kemampuan dinamis perusahaan dalam menggunakan sumber daya internal dan eksternalnya memainkan peran penting dalam pembaruan organisasi
49
terutama di lingkungan perusahaan yang sangat dinamis. Inovasi manajemen memiliki peranan penting bagi organisasi terutama dalam mendorong proses perubahan organisasi, perencanaan strategik organisasi, dengan menyesuaikan lingkungan internal dan perubahan lingkungan eksternal organisasi (Walker et al., 2010). Birkinshaw et al. (2008) mengungkapkan proses penciptaan kebaruan yang ditekankan dalam inovasi manajemen tidak hanya dapat diperoleh dari sumber daya dari dalam perusahaan (konteks internal), tetapi dapat juga diperoleh dari sumber daya yang berasal dari luar perusahaan (konteks eksternal) yaitu pada saat perusahaan mempelajari dan menerapkan praktik manajemen, proses manajemen, dan struktur manajemen baru yang sebelumnya telah digunakan atau dipraktikkan oleh perusahaan lain (Birkinshaw et al., 2008). Dengan mempelajari atau menerapkan inovasi manajemen dari perusahaan lain atau pesaing, maka hal ini akan membantu perusahaan dalam mengembangkan sumber daya dan kapabilitas yang dimilikinya agar sesuai dengan kondisi lingkungan perusahaan (Birkinshaw et al., 2008). Bass et al. (2003) mengungkapkan bahwa untuk mendorong aktivitas inovasi manajemen, maka perusahaan membutuhkan pemimpin yang karismatik, komunikatif, memiliki visi dan misi yang jelas, dan peka terhadap perubahan lingkungan (Pawar & Eastman, 1997), dimana pemimpin yang seperti ini memiliki karakteristik kepemimpinan transformasional. Sejalan dengan teori kapabilitas dinamis yang dikemukakan oleh Teece et al. (1997), dari pernyataan diatas, dapat dikatakan bahwa pemimpin transformasional merupakan pemimpin
50
yang peka terhadap perubahan lingkungan organisasi akan berperan dalam mendorong inovasi manajemen yang merupakan salah satu kapabilitas dinamik perusahaan. Dengan adanya inovasi manajemen yang merupakan salah satu kapabilitas dinamik perusahaan, maka dapat membantu perusahaan dalam meningkatkan kinerja organisasi (Teece et al., 1997). Dalam perspektif teori kepemimpinan transformasional, pemimpin dengan gaya transformasional mampu memotivasi bawahan untuk berkinerja melebihi ekspektasi (Bass, 1985). Dalam teori kepemimpinan transformasional yang dikemukakan oleh Bass (1985) tersebut, gaya kepemimpinan transformasional mampu meningkatkan inovasi manajemen dalam perusahaan ketika pemimpin mendorong dan merangsang munculnya ide-ide abstrak atau baru dari anggota organisasi yang berkaitan dengan praktik manajemen, proses manajemen, struktur manajemen dan menindaklanjuti ide-ide abstrak atau baru tersebut menjadi tindakan nyata (Bass, 1994). Dengan adanya dorongan dari pemimpin transformasional, maka setiap anggota organisasi akan termotivasi dalam menerapkan inovasi manajemen (Bass et al., 2003) dan inovasi manajemen memiliki peranan sentral dalam meningkatkan kinerja organisasi (Mol & Birkinshaw, 2009). Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional mampu mengubah perilaku bawahannya untuk mau meningkatkan inovasi manajemen dalam perusahaan dan secara bersama– sama dapat meningkatkan kinerja organisasi.
51
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2: Inovasi manajemen memediasi pengaruh positif pada gaya kepemimpinan transformasional organisasi terhadap kinerja organisasi.
2.10. MODEL PENELITIAN Berdasarkan pengembangan hipotesis yang sudah dibangun, maka hubungan hipotesis tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1. Hipotesis pertama penelitian ini menjelaskan tentang pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional organisasi pada kinerja organisasi dan hipotesis kedua menjelaskan peran pemediasi inovasi manajemen pada pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional organisasi terhadap kinerja organisasi. Gaya kepemimpinan transformasional organisasi merupakan variabel independen, inovasi manajemen merupakan variabel mediasi, dan kinerja organisasi merupakan variabel dependen.
H1
Gaya Kepemimpinan Transformasional Organisasi
Inovasi Manajemen
H2
Gambar 2.1. Model Penelitian
Kinerja Organisasi
52
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan metode penelitian yang digunakan. Metode penelitian ini meliputi: desain penelitian, jenis dan sumber data, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, penjelasan variabel penelitian dan definisi operasional, metode pengujian instrumen, dan metode analisis data.
3.1. DESAIN PENELITIAN Desain penelitan yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian kuantitatif dan bersifat konfirmatori. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mengolah data primer yang bersumber dari jawaban responden melalui penyebaran kuesioner, mengintepretasikan hasil penelitian dengan tujuan untuk menegaskan dan membandingkan dengan hasil penelitian terdahulu (Neuman, 2006). Penelitian ini melakukan konfirmasi terhadap peran pemediasi
inovasi
manajemen
pada
pengaruh
gaya
kepemimpinan
transformasional organisasi terhadap kinerja organisasi. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat cross-sectional yaitu jenis data yang dikumpulkan pada suatu waktu untuk menjawab pertanyaan atau pernyataan yang ada dalam kuesioner.
53
3.2. JENIS DAN SUMBER DATA 3.2.1. DATA PRIMER Data primer dalam penelitian ini adalah data mengenai profil identifikasi responden yang dilihat dari sisi personal dan sisi perusahaan. Selain itu, data primer merupakan data yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang
menyangkut
data
pengukuran
persepsi
responden
tentang
gaya
kepemimpinan transformasional organisasi, inovasi manajemen, dan kinerja organisasi secara keseluruhan. 3.2.2. DATA SEKUNDER Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui Bank Indonesia. Data sekunder yang diperoleh merupakan database alamat Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah. Data sekunder ini digunakan sebagai acuan untuk melakukan studi lapangan.
3.3. POPULASI, SAMPEL, DAN TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan dan direktur utama yang bekerja pada Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah. Mengingat besarnya jumlah data, maka penelitian ini menggunakan sampel untuk merepresentasikan populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan dan direktur utama yang bekerja di beberapa Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah. Alasan mengapa memilih Provinsi Jawa Tengah sebagai sampel penelitian karena pertama, populasi Bank Perkreditan Rakyat di Indonesia terkonsentrasi di Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah 740 bank (Sumber: Bank
54
Indonesia, 2014). Dengan melakukan penelitian pada Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah, maka keterwakilan sampel yang dipilih diasumsikan dapat merepresentasikan kondisi Bank Perkreditan Rakyat di Indonesia. Kedua, Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah mendapatkan peringkat 1 dari 33 Provinsi di Indonesia dalam hal pengelolaan aset bank, penilaian tingkat kesehatan bank dan berhasil menyalurkan kredit rata-rata di atas 1 triliun rupiah pada tahun 2013 (Sumber: Bank Indonesia, 2014). Keberhasilan Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013 tersebut menarik untuk dikaji lebih dalam, terutama dalam kaitannya dengan peran gaya kepemimpinan transformasional organisasi, inovasi manajemen, dan kinerja organisasi. Teknik penyampelan dilakukan dengan metode purposive atau judgement sampling, untuk memastikan responden sesuai dengan tujuan penelitian ini (Cooper dan Schindler, 2011). Dalam pemilihan sampel karyawan, kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertama, karyawan yang bekerja pada Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah. Kedua, karyawan tetap pada beberapa Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah. Hal ini bertujuan agar memudahkan karyawan dalam menilai kepemimpinan direktur utama selama berinteraksi dengan karyawan maupun rekan kerjanya dan juga asumsi bahwa karyawan telah memahami visi dan misi perusahaan dengan baik. Ketiga, karyawan yang berpendidikan Diploma 3 (D3) atau sederajat, dengan asumsi karyawan memiliki penalaran dalam penerjemahan tugas dan memahami perilaku pemimpin dalam organisasinya.
55
Dalam pemilihan sampel direktur utama, kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertama, direktur utama yang bekerja pada Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah. Kedua, direktur utama pada beberapa Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah yang sudah bekerja minimal 4 tahun di bank tersebut. Menurut beberapa ahli senior di bidang perbankan dari beberapa bank terkemuka di Indonesia, direktur utama yang telah bekerja selama minimal 4 tahun sudah dapat menjelaskan kondisi perusahaan dengan baik termasuk inovasi manajemen yang dilakukan oleh perusahaan dan juga mengetahui kinerja organisasi secara keseluruhan. Pada pemilihan Bank Perkreditan Rakyat, peneliti menggunakan beberapa kriteria yaitu: 1. Bank Perkreditan Rakyat yang terletak di Provinsi Jawa Tengah. 2. Bank Perkreditan Rakyat memiliki jumlah karyawan 5-99 orang4. 3. Bank Perkreditan Rakyat memiliki izin usaha yang tercatat di Bank Indonesia. Ukuran sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini sebanyak 443 individu yang disebar pada 67 Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah. Batasan ukuran sampel sebesar 443 individu ini menimbang rule of thumb dalam penentuan ukuran sampel oleh Roscoe (1975) dalam Sekaran (2006), yang menyatakan bahwa ukuran sampel yang mencukupi pada umumnya berkisar
4
BPS: penggolongan skala usaha perusahaan dibagi dalam empat golongan besar yaitu 1) besar, dengan jumlah tenaga kerja 100 orang atau lebih, 2) sedang atau menengah, dengan jumlah tenaga kerja 20-99 orang, 3) kecil, dengan jumlah tenaga kerja 5-19 orang, dan 4) rumah tangga, dengan jumlah tenaga kerja 1-4 orang. Bank Perkreditan Rakyat merupakan perusahaan yang memiliki tenaga kerjaantara 20-99 orang sehingga termasuk dalam perusahaan skala menengah.
56
antara 30-500. Selain itu, untuk analisis multivariat, ukuran sampel disarankan 10 kali atau lebih dari jumlah variabel yang digunakan. Untuk ukuran perusahaan, satu Bank Perkreditan Rakyat terdiri dari beberapa karyawan dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti dan satu direktur utama. Untuk mendapatkan lebih banyak informasi dari responden dikarenakan mungkin tidak lengkapnya data dari pihak-pihak terkait, maka untuk mendapatkan sumber responden baru untuk penelitian ini, dilakukan prosedur snowballing (Cooper dan Schindler, 2011). Perlu dicatat bahwa prosedur ini dilakukan apabila didapati ukuran sampel yang tidak cukup. Unit analisis dalam penelitian ini adalah organisasi yang diwakili oleh direktur utama dan karyawan pada Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah. Karyawan dipilih untuk menilai gaya kepemimpinan transformasional organisasi pada direktur utama dalam Bank Perkreditan Rakyat dan direktur utama dipilih untuk menilai inovasi manajemen serta kinerja organisasi secara keseluruhan. Metode penyampelan yang digunakan adalah nonprobability sampling. Sampel yang dipilih adalah karyawan dan direktur utama yang bekerja dalam beberapa Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah. Karyawan diminta untuk mengisi kuesioner gaya kepemimpinan transformasional organisasi sedangkan direktur utama diminta untuk mengisi kuesioner yang menggambarkan inovasi manajemen dan kinerja organisasi.
57
3.4. METODE PENGUMPULAN DATA Penelitian ini menggunakan data primer. Data primer adalah data penelitian orisinil yang diperoleh dari sumber langsung tanpa interpretasi atau penyaringan pihak kedua (Cooper dan Schiendler, 2011). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah survei dengan menggunakan self-administered survey. Self-administered survey yaitu survei yang dikelola sendiri dengan cara menyebarkan kuesioner secara langsung kepada responden dan diisi sendiri oleh responden terkait (Cooper dan Schindler, 2011). Kuesioner
digunakan
untuk
mengukur
gaya
kepemimpinan
transformasional organisasi, inovasi manajemen, dan kinerja organisasi. Kuesioner terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berisi tentang karakteristik demografi responden seperti latar belakang pendidikan dan masa kerja. Bagian kedua berisi pertanyaan dari variabel gaya kepemimpinan transformasional organisasi, inovasi manajemen, dan kinerja organisasi. Konstruk gaya kepemimpinan transformasional organisasi pengukurannya menggunakan kuesioner dari Bass & Avolio (1995) Multifactor leadership Questionnaire (MLQ-5X) yang terdiri dari 20 item pertanyaan untuk gaya kepemimpinan transformasional organisasi. Konstruk inovasi manajemen pengukurannya menggunakan kuesioner inovasi manajemen dari Vaccaro et al. (2012), yang terdiri dari 6 item pertanyaan. Konstruk kinerja organisasi pengukurannya menggunakan kuesioner yang diadopsi dari penelitian Lee & Choi (2003) yang terdiri dari 5 item pertanyaan. Dalam mengukur kinerja perusahaan,
58
responden diminta menilai kinerja perusahaan dibandingkan dengan pesaing selama 3 tahun terakhir. Fokus pengukuran ini adalah mengetahui seberapa sering atau intens direktur utama menggunakan kepemimpinannya berdasarkan persepsi karyawan di Bank Perkreditan Rakyat. Dalam kaitannya dengan inovasi manajemen dan kinerja organisasi, fokus pengukuran berdasarkan persepsi direktur utama pada Bank Perkreditan Rakyat. Pernyataan-pernyataan dalam kuesioner diukur menggunakan skala likert dengan skala 1 sampai dengan 5 (1=sangat tidak setuju, 2=tidak setuju, 3=netral, 4=setuju, 5=sangat setuju) untuk menunjukkan tingkat penggunaan (frekuensi) responden terhadap pilihan jawaban. Untuk meningkatkan tingkat respon yang baik dalam pengumpulan data, kuisioner akan dikirimkan langsung ke seluruh responden kemudian responden dimintakan untuk memberikan jawaban sesegera mungkin. Cara ini memberi keuntungan dari segi kepastian waktu pengumpulan data dan tingginya tingkat respon, namun dengan konsekuensi biaya tinggi.
3.5. DEFINISI OPERASIONAL DAN PENGUKURAN VARIABEL Variabel dalam digunakan dalam penelitian ini adalah; variabel independen yaitu gaya kepemimpinan transformasional organisasi, variabel dependen yaitu kinerja organisasi dan variabel mediasi yaitu inovasi manajemen. Tabel 3.1 menjelaskan definisi operasional, konstruk dan pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian ini:
59
TABEL 3.1 DEFINISI VARIABEL DAN KONSTRUK PENGUKURAN
Variabel
Definisi
Penelitian Gaya kepemimpinan transformasional organisasi Inovasi manajemen
Kinerja organisasi
Indikator
Kode
Pengukuran Gaya kepemimpinan transformasional memotivasi bawahan untuk berkinerja melebihi ekspektasi. Penerapan praktik manajemen, proses manajemen, struktur manajemen yang baru dalam suatu organisasi Suatu perkiraan yang luas tentang persepsi dari hasil kerja organisasional.
20 Pertanyaan dari MLQ Form 5X (Bass & Avolio, 1995)
KTR1KTR20
6 Pertanyaan inovasi manajemen (Vaccaro et al., 2012). 5 Pertanyaan kinerja organisasi (Lee & Choi, 2003).
IM1-IM6
KO1-KO5
Dalam penelitian ini juga terdapat variabel kontrol. Variabel kontrol merupakan variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variabel independen terhadap variabel dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti dan dapat diteliti lebih cermat (Gudono, 2012). Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah: jenis kelamin (1=Pria, 2=Wanita), usia (1= <20 tahun, 2=21-35 tahun, 3=36-50 tahun, 4=51-65 tahun, 5= >65 tahun), masa kerja (1=0-1 tahun, 2=1-4 tahun, 3=5-10 tahun, 4= >10 tahun), dan pendidikan (1=SD, 2=SMP, 3=SMA, 4=Diploma, 5=Sarjana, 6=Pascasarjana, 7=lain-lain).
60
3.6. METODE PENGUJIAN INSTRUMEN Pengujian instrumen dilakukan untuk menguji apakah instrumen penelitian yang digunakan mampu untuk mengukur konstruk penelitian yang ingin diukur. Tahap ini meliputi uji validitas, uji realibilitas, dan uji asumsi klasik (uji multikoleniaritas) 3.6.1. UJI VALIDITAS Validitas ini sangat perlu dilakukan untuk menunjukkan sejauh mana instrumen penelitian dapat mengukur objek dalam penelitian secara tepat (Cooper dan Schindler, 2011). Pengujian validitas yang dilakukan meliputi uji validitas wajah dan isi (face dan content validity) serta validitas konstruk (construct validity). Validitas wajah menunjukkan bahwa kuesioner secara visual atau penampilan dinilai benar-benar dapat mengukur konstruk yang akan diukur (Neuman, 2006). Validitas isi menunjukkan keseluruhan isi dari definisi suatu konstruk, yang telah terwakili oleh ukuran atau dalam kuesioner yang digunakan (Neuman, 2006). Validitas wajah dan isi ini diukur melalui penilaian orang yang ahli dan berkompeten di bidang perbankan (Hair et al., 2006). Validitas wajah dan isi bersifat judmental. Kuesioner yang telah diperiksa dengan skema ini kemudian disebar di beberapa Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah. Setelah kuisioner dinyatakan dapat digunakan, kemudian kuesioner kembali disebar kelebih banyak lagi di Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah. Setelah validitas wajah dan isi selesai dilakukan kemudian pengujian validitas yang bersifat statistikal dapat dilakukan. Pengujian validitas yang digunakan adalah pengujian validitas konstruk dengan menggunakan faktor
61
analisis. Validitas akan diketahui dengan menghitung nilai factor loading. Factor loading adalah korelasi item-item pertanyaan dengan konstruk yang diukur. Menurut Hair et al. (2006) suatu instrumen riset dapat diterima jika nilai loading setiap item atau indikator terhadap variabel yang diukurnya adalah ≥ 0,4. Jika factor loading suatu item mencapai ≥ 0,50, maka item tersebut sangat penting dalam menginterpretasikan konstruk yang diukurnya (Hair et al., 2006). 3.6.2. UJI RELIABILITAS Reliabilitas berkaitan dengan akurasi dan presisis dari sebuah prosedur pengukuran (Cooper & Schindler, 2011). Reliabilitas instrumen terdiri dari beberapa tipe yaitu reliabilitas stabilitas, kesetaraan (equivalence), dan konsistensi internal (Cooper & Schindler, 2011). Reliabilitas instrumen yang diuji pada penelitian ini adalah konsistensi internal. Konsistensi internal mengukur tingkat yang mana item-item instrumen bersifat homogen dan mencerminkan konstruk yang sama (Cooper & Schindler, 2011). Reliabilitas dianggap baik jika beberapa indikator yang berbeda dapat mengukur konstruk yang sama dan memberikan pengukuran yang sama (Neuman, 2006). Reliabilitas diuji dengan menggunakan Cronbach’s alpha, dengan koefisien Cronbach’s alpha minimal 0,6 (Hair et al., 2006).
3.7. UJI MULTIKOLINEARITAS Uji multikolineritas dilakukan untuk mengetahui apakah di dalam model regresi
yang
digunakan
terjadi
korelasi
sempurna
antar variabel bebas
(independen). Multikolinearitas mungkin terjadi pada efek interaksi dua atau
62
lebih variabel independen (Hair et al., 2010). Korelasi
yang
tinggi
antar
variabel independen dapat mengganggu pengukuran. Model regresi yang baik hubungan antara variabel independennya tidak kuat. Uji mulitokinearitas dapat dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) variabel saat melakukan regresi. Semakin rendah nilai tolerance, maka semakin kuat hubungan antar variabel independen. Nilai VIF merupakan invers dari nilai tolerance (Hair et al., 2010). Para peneliti memiliki kecenderungan mengenai nilai maksimal multikolinearitas
yang
dapat
mengganggu
hasil
penelitian,
yaitu
nilai
tolerance yang kecil dari 0,1 dan nilai VIF yang lebih besar dari 10 (Hair et al., 2010). Untuk melakukan uji multikolinearitas
dapat dilakukan dengan
melihat nilai tolerance dan nilai variance inflation factor (VIF) variabel pada saat melakukan analisis regresi.
3.8. METODE ANALISIS DATA Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis
regresi
pemediasi
(mediated
regression
analysis)
yang
telah
dikembangkan oleh Baron dan Kenny (1986). Untuk mengidentifikasi pengaruh varaibel mediasi, akan dilakukan empat tahapan analisis sesuai dengan apa yang telah disyaratkan oleh Baron dan Kenny (1986) yaitu: 1. Meregresikan variabel independen (gaya kepemimpinan transformasional organisasi) pada variabel dependen (kinerja organisasi).
63
2. Meregresikan variabel independen (gaya kepemimpinan transformasional organisasi) pada variabel pemediasi (inovasi manajemen). 3. Meregresikan variabel pemediasi (inovasi manajemen) pada variabel dependen (kinerja organisasi). 4. Meregresikan variabel independen (gaya kepemimpinan transformasional organisasi) dan variabel mediasi (inovasi manajemen) terhadap variabel dependen (kinerja organisasi) secara bersama-sama. Baron dan Kenny (1986) menyatakan bahwa sebuah variabel berfungsi sebagai variabel mediasi bila memenuhi kondisi sebagai berikut: 1. Variabel independen (gaya kepemimpinan transformasional organisasi) berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (kinerja organisasi) pada persamaan pertama. 2. Variabel independen (gaya kepemimpinan transformasional organisasi) berpengaruh signifikan terhadap variabel mediasi (inovasi manajemen) pada persamaan kedua. 3. Variabel mediasi (inovasi manajemen) berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (kinerja organisasi) pada persamaan ketiga. 4. Variabel independen (gaya kepemimpinan transformasional organisasi) dan variabel pemediasi (inovasi manajemen) berpengaruh secara signifikan pada variabel dependen (kinerja organisasi) dalam persamaan keempat. Hipotesis penelitian diuji dengan rincian sebagai berikut: Hipotesis 1 diuji menggunakan rumus berikut:
64
Y = α + β1.X1 + e.....................................................persamaan 1 Hipotesis 2 diuji menggunakan rumus berikut: X2 = α + β1.X1 + e...................................................persamaan 2 Y = α + β2.X2 + e...................................................persamaan 3 Y = α + β1.X1 + β2.X2 + e.....................................persamaan 4 Keterangan : Y = Variabel kinerja organisasi. a = Konstanta regresi berganda. β = Nilai beta.
X1 = Variabel kepemimpinan transformasional organisasi. X2 = Variabel inovasi manajemen. e = Error (variabel bebas lain diluar model regresi). Apabila dihitung dan diketahui hasilnya, maka: 1. Apabila nilai β1 (pada persamaan keempat signifikan), maka variabel pemediasi tersebut memediasi secara parsial. 2. Apabila nilai β1 pada persamaan keempat (non-signifikan), maka variabel pemediasi tersebut memediasi sepenuhnya pada pengaruh positif variabel independen terhadap variabel dependen.
65
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dipaparkan mengenai analisis data dan pembahasan penelitian. Analisis data terdiri dari distribusi kuesioner, prosedur proses pengumpulan data, karakteristik responden, uji validitas, uji reliabilitas, uji asumsi klasik, dan analisis regresi. 4.1. ANALSISIS DATA 4.1.1. DISTRIBUSI KUESIONER Unit analisis dalam penelitian ini adalah organisasi yang diwakili oleh direktur utama dan karyawan pada Bank Perkreditan Rakyat di Indonesia. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah direktur utama dan karyawan yang bekerja pada beberapa Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah. Prosedur pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Metode ini digunakan dengan tujuan untuk memudahkan peneliti dalam memperoleh informasi yang diperlukan dari responden yang sesuai dengan beberapa kriteria yang telah dirancang oleh peneliti. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei dengan instrumen penelitian berupa kuesioner. Item-item pertanyaan yang disampaikan dalam kuesioner tersebut berjumlah 31 pertanyaan yang terdiri atas dua puluh item pertanyaan untuk mengukur variabel gaya kepemimpinan transformasional organisasi (KT), enam item pertanyaan untuk mengukur variabel inovasi
66
manajemen (IM), dan lima item pertanyaan untuk mengukur kinerja organisasi (KO). Ke 31 item pertanyaan tersebut merupakan adaptasi dari penelitianpenelitian sebelumnya yang telah ditranslasikan ke dalam bahasa indonesia. Selain translasi, juga dilakukan penyesuaian redaksional agar lebih relevan dengan konteks perusahaan yang diteliti. Proses pengumpulan dalam penelitian ini memakan waktu 4 bulan dari bulan Januari s/d April 2015. Kuesioner yang dicetak dan dibagikan sebanyak 443 eksemplar yang disebar pada 67 Bank Perkreditan Rakyat (376 untuk karyawan pada beberapa Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah dan 67 kuesioner untuk direktur utama pada beberapa Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah). Dari 376 kuesioner yang ditujukan kepada beberapa karyawan, tiap Bank Perkreditan Rakyat mendapatkan beberapa kuesioner sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti. Sedangkan 67 kuesioner yang ditujukan kepada direktur utama pada beberapa Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah, tiap Bank Perkreditan Rakyat mendapatkan satu kuesioner yang ditujukan untuk direktur utama. Proses pendistribusian kuesioner yang ditujukan kepada direktur utama dan karyawan dilakukan secara tidak langsung tetapi melalui manajer atau kepala divisi Bank Perkreditan Rakyat. Pendistribusian langsung kepada responden sulit untuk dilakukan karena responden secara umum memiliki jam kerja yang berbeda, terutama dengan responden yang bekerja sebagai karyawan operasional garda depan (front liner), sehingga kecil kemungkinan untuk dapat melakukan kontak langsung dan meminta responden mengisi kuesioner waktu itu juga. Oleh karena
67
itu, pilihan menggunakan manajer atau kepala divisi sebagai distributor dan kolektor kuesioner dirasa sangat relevan. Terlepas dari beberapa keuntungan yang ada, pembagian kuisioner secara tidak langsung mengundang risiko. Pertama, kemungkinan adanya unsur subyektifitas pada jawaban responden terkait dengan beberapa item pertanyaan yang menyangkut gaya kepemimpinan dari atasan. Unsur subyektifitas ini bisa muncul karena responden cenderung berhati-hati dalam menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan atasan mereka. Kedua, responden mungkin kurang mendapat informasi mengenai konten dan cara pengisian kuesioner. Ketiga, proses pengisian kuesioner yang memakan waktu lama (dikarenakan banyak yang tidak langsung mengisi di tempat kerja) dan tidak ada pengawasan langsung dari peneliti membuat jawaban dari responden tidak dapat dijamin seratus persen kebenarannya, seperti misalnya, apakah benar semua orang telah mengisi kuesioner atau ada satu orang yang mengisikan untuk semuanya? Untuk mengurangi kemungkinan timbulnya subyektifitas dan kesalahan dalam proses pengambilan data melalui kuesioner, maka dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Mencantumkan himbauan untuk menjawab pertanyaan degan jujur dan menginformasikan secara tertulis bahwa tidak ada jawaban yang benar maupun salah. Semua jawaban responden semata-mata hanya digunakan untuk penelitian. 2. Mencantumkan petunjuk teknis pengisian di dalam kuisioner untuk mempermudah responden dalam menjawab pertanyaan. Selain itu,
68
dilakukan presentasi singkat kepada masing-masing manajer atau kepala divisi tentang cara pengisian maupun konten dari kuesioner sehingga diharapkan mereka dapat membantu responden yang mengalami kesulitan. 3. Melakukan screening data sebelum ditabulasi. Ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya responden yang mengisikan jawaban untuk banyak orang. Hal tersebut bisa dideteksi melalui karakter tulisan pada segmen identitas responden. Jika ada kemiripan tulisan dan pola pengisian kuisioner yang sama, maka patut dicurigai bahwa telah terjadi proses pengisian yang tidak benar, sehingga data-data dari kuesioner tersebut tidak perlu ditabulasi. Selain kesamaan pola jawaban, juga dilakukan pengecekan terhadap tendensi netral pada jawaban kuesioner. Jika mayoritas jawaban responden netral, maka kuesioner tersebut dianulir karena diduga kuat responden tidak jujur atau serius dalam mengisi jawaban. Dari 443 kuesioner yang disebar pada 67 Bank Perkreditan Rakyat, 407 kuisioner kembali (response rate sebesar 91,87 %) yang terdiri dari 63 kuesioner dari para direktur utama pada 63 Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah dan 344 kuesioner dari karyawan pada 63 Bank Perkreditan Rakyat. Kuesioner yang tidak kembali pada penelitian ini berjumlah 36 kuesioner pada 4 Bank Perkreditan Rakyat. Berikut ini dan ringkasan distribusi kuesioner pada Tabel 4.1 berikut ini
69
Tabel 4.1 Hasil Penyebaran Kuesioner Keterangan
Jumlah
Waktu pengumpulan
4 bulan
Kuesioner disebar
443
Kuesioner tidak kembali
36
Kuesioner kembali
407
Kuesioner tidak dapat diolah
0
Kuesioner dapat diolah
407
Tingkat respon kuesioner
91,87 %
Sumber: Data diolah (2015) 4.1.2. KARAKTERISTIK RESPONDEN Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, jabatan, masa kerja. Secara terperinci presentase karakteristik responden tersebut dapat ditunjukkan pada Tabel 4.2 di bawah ini. Tabel 4.2 Karakteristik Responden Karakteristik
Jenis Kelamin 1. Pria 2. Wanita Usia 1. < 20 Tahun 2. 21-35 Tahun 3. 36-50 Tahun 4. 51-65 Tahun 5. > 65 Tahun
Jumlah Karyawan
Persentase Total Karyawan (%)
Jumlah Direktur Utama
Persentase Total Direktur Utama (%)
140 204
40,6 59,4
47 16
74,6 25,4
0 208 136 0 0
0 0 0 60,4 3 4,8 30,6 55 87,3 0 5 7,9 0 0 0 Tabel 4.2 dilanjutkan ke halaman berikutnya
70
Tabel 4.2 (Lanjutan) Karakteristik
Jumlah Karya wan
Pendidikan Terakhir 1. SD 0 2. SMP/ Sederajat 0 3. SMU / Sederajat 0 4. Diploma (d3/d4) 178 5. Sarjana (S1) 166 6. Pasca Sarjana (S2) 0 7. Doktor (S3) 0 8. Lainnya 0 Jabatan 1. Direktur Utama 0 2. Manajer 0 3. Direksi 0 4. Karyawan 344 5. Lainnya 0 Masa Kerja 1. 0-1 Tahun 0 2. 2-4 Tahun 93 3. 5-10 tahun 194 4. > 10 Tahun 57 Sumber: Data diolah (2015)
Persentase Total Karyawan (%)
Jumlah Direktur Utama
Persentase Total (%) Direktur Utama
0 0 0 51,7 48,3 0 0 0
0 0 0 0 24 39 0 0
0 0 0 0 38,1 61,9 0 0
0 0 0 100 0
63 0 0 0 0
100 0 0 0 0
0 27,0 16,7 56,3
0 29 34 0
0 46,0 54,0 0
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa secara umum mayoritas responden karyawan adalah wanita sebanyak 204 orang dengan presentase 59,4 % dan pria sebanyak 140 dengan persentase 40,6 %. Jenis kelamin mayoritas responden direktur utama adalah pria sebanyak 74,6 % dan wanita sebanyak 25,4%. Usia responden karyawan mayoritas berkisar antara 21-35 tahun sebanyak 208 orang dengan persentase 60,4% dan persentase usia responden minoritas berkisar antara 36-50 tahun sebanyak 136 orang dengan presentase 30,6%. Usia responden direktur utama mayoritas berkisar antara 36-50 tahun sebanyak 55 orang dengan
71
persentase 87,3% dan usia responden minoritas berkisar antara 21-35 tahun sebanyak 3 orang dengan presentase 4,8%. Pada latar belakang pendidikan mayoritas responden karyawan secara umum adalah diploma sebanyak 178 orang dengan presentase sebesar 51,7% dan sebanyak 166 orang dengan persentase 48,3% memiliki pendidikan sarjana. Latar belakang responden direktur utama mayoritas adalah pascasarjana yaitu sebanyak 39 orang dengan persentase 61,9% dan sebanyak 24 orang dengan persentase 38,1% memiliki pendidikan sarjana. Tabel 4.2 juga menunjukkan jabatan dan masa kerja responden. Mayoritas responden dengan jabatan karyawan sebanyak 344 orang dengan persentase 100% dan responden dengan jabatan direktur utama sebanyak 63 orang dengan persentase 100%. Pada masa kerja responden karyawan, mayoritas responden telah bekerja selama 5-10 tahun yaitu berjumlah 194 orang dengan persentase 56,03% dan masa kerja yang paling sedikit yaitu selama >10 tahun sebanyak 57 orang dengan persentase sebesar 16,7%. Masa kerja responden direktur utama mayoritas telah bekerja selama 5-10 tahun yaitu berjumlah 34 orang dengan persentase 54% dan masa kerja minoritas responden selama 2-4 tahun sebanyak 29 orang dengan persentase 46%. Adapun mengenai jumlah tenaga kerja, pada 63 Bank Perkreditan Rakyat yang dijadikan obyek penelitian ini memiliki jumlah tenaga kerja berkisar antara 20-99 tenaga kerja. Hasil penyebaran kuisioner pada 63 Bank Perkreditan Rakyat di Peorvinsi Jawa Tengah menunjukkan 344 karyawan yang memenuhi kriteria terbagi menjadi 3 kategori yaitu; sebanyak 41 Bank Perkreditan Rakyat diwakili
72
oleh 5 karyawan, 15 Bank Perkreditan Rakyat diwakili oleh 6 karyawan, dan 7 Bank Perkreditan Rakyat diwakili oleh 7 karyawan. 4.1.3. ANALISIS SKOR RERATA Data
yang
telah
terkumpul
pada variabel independen (gaya
kepemimpinan transformasional organisasi) yang terdiri dari beberapa responden (karyawan) kemudian dicari nilai rerata untuk masing-masing Bank Perkreditan Rakyat. Penghitungan nilai rerata ini mengacu pada penelitian Vaccaro et al. (2012) yang dilakukan untuk mengetahui kecenderungan umum jawaban responden terhadap variabel independen. Hasil nilai rerata yang diperoleh merupakan individu yang merepresentasikan organisasi. Dalam menghitung nilai rerata pada beberapa responden, langkah yang dapat dilakukan yaitu dengan mencari kecenderungan nilai rerata jawaban beberapa responden dalam kuesioner gaya kepemimpinan transformasional organisasi pada masing-masing perusahaan (Vaccaro et al., 2012) atau dalam penelitian ini adalah Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah. Rumus: ͞X= X/F Dimana:
͞x= Nilai rata-rata skor responden pada Bank Perkreditan Rakyat X= Jumlah skor dari jawaban beberapa responden pada Bank Perkreditan Rakyat F= Frekuensi responden.
73
4.2. UJI VALIDITAS DAN UJI RELIABILITAS 4.2.1. HASIL UJI VALIDITAS Validitas wajah dan isi dilakukan dengan beberapa akademisi Universitas yaitu dari FEB UGM Yogyakarta serta pihak lain yang berkompeten dalam bidang perbankan seperti: beberapa konsultan lembaga perbankan dan jajaran direksi dari beberapa bank terkemuka di Indonesia. Instrumen penelitian yang sudah dikonsultasikan ini, kemudian dilakukan tes awal ke responden yaitu karyawan dan direktur utama di beberapa Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah. Setelah melalui tes awal ini beberapa item kuesioner perlu disusun ulang tata bahasanya terutama yang menyangkut item variabel inovasi manajemen dan kinerja organisasi. Setelah dilakukan perbaikan kemudian pengujian diperluas dengan menyebar kuesioner di 67 Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah. Melalui hasil dari pengujian validitas tahap awal ini diputuskan bahwa instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian dirasa bisa diterima dan dipahami dengan baik oleh responden. Selanjutnya pengujian validitas instrumen dilakukan dengan analisis faktor terhadap butir-butir pernyataan kuesioner. Butir-butir pernyataan dikatakan mempunyai factor loading yang signifikan, apabila butir pernyataan tersebut memiliki skor factor loading ≥ 0,4 dan skor factor loading tersebut tidak menjadi bagian atau anggota faktor lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa indikatorindikator tersebut merupakan kesatuan alat ukur yang mengukur satu konstruk yang sama dan dapat memprediksi apa yang seharusnya diprediksi (Hair et al., 2010).
74
Sebelum
melakukan
analisis
faktor,
kriteria
penting
yang
harus
diperhatikan, yaitu hasil tes KMO dan tes Bartlett’s. Kesimpulan tentang layak‐tidaknya analisis faktor dilakukan untuk menguji suatu dimensi tertentu yang menggunakan uji Kaiser Meyer Olkin (KMO). Jika hasil yang ditampilkan oleh KMO dengan indeks di atas 0,05 maka analisis faktor untuk menguji item‐item suatu dimensi tertentu layak untuk dilakukan (Hair et al., 2010). Hasil uji KMO dan Bartlett’s menunjukkan bahwa nilai KMO sebesar 0,740 dengan signifikansi 0,000. Hal ini dapat disimpulkan bahwa uji analisis faktor telah memenuhi kriteria karena semua subvariabel atau item pengukuran layak sebagai faktor untuk masing-masing variabel yang diukurnya. Hasil KMO dan Bartlett’s output SPSS 20.0 disajikan pada Tabel 4.3 dibawah ini: Tabel 4.3 KMO dan Barlett’s Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Approx. Chi-Square Bartlett's Test of Sphericity df Sig. Sumber: lampiran 3
Untuk
menguji
validitas
masing-masing
konstruk
,740 1529,202 465 ,000
menggunakan
confirmatory factor analysis untuk memperoleh factor loading masing-masing butir-butir pengukuran. Indikator yang mempunyai factor loading yang signifikan menunjukkan bahwa indikator tersebut merupakan satu kesatuan alat ukur yang mengukur suatu konstruk yang sama dan dapat memprediksi dengan baik apa yang seharusnya diprediksi (Hair et al., 2010). Hasil confirmatory factor analysis output SPSS disajikan pada Tabel 4.4 berikut ini:
75
Tabel 4.4 HASIL ANALISIS FAKTOR GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL ORGANISASI, INOVASI MANAJEMEN, DAN KINERJA ORGANISASI ITEM KOMPONEN KETERANGAN PERTANYAAN 1 2 3 KTR1 Valid 0,785 KTR2 Valid 0,817 KTR3 Valid 0,682 KTR4 Valid 0,787 KTR5 Valid 0,549 KTR6 Valid 0,681 KTR7 Tidak Valid 0,485 0,410 KTR8 Valid 0,752 KTR9 Valid 0,631 KTR10 Valid 0,719 KTR11 Valid 0,707 KTR12 Valid 0,541 KTR13 Valid 0,422 KTR14 Tidak Valid 0,457 0,437 KTR15 Valid 0,522 KTR16 Valid 0,831 KTR17 Valid 0,820 KTR18 Valid 0,885 KTR19 Tidak Valid 0,315 KTR20 Valid 0,724 IM1 Valid 0,885 IM2 Valid 0,408 IM3 Valid 0,461 IM4 Valid 0,645 IM5 Valid 0,737 IM6 Valid 0,915 KO1 Valid 0,763 KO2 Valid 0,645 KO3 Valid 0,413 KO4 Valid 0,769 KO5 Valid 0,858 Sumber: lampiran 4
76
Tabel 4.4 menunjukkan hasil analisis faktor terhadap variabel gaya kepemimpinan transformasional organisasi. Item KTR7 dan KTR14 secara statistik
bukan
merupakan
pembentuk
dimensi
gaya
kepemimpinan
transformasional organisasi karena item KTR7 cross loading pada faktor 3 dan item KTR14 cross loading pada faktor 2 sehingga dinyatakan tidak valid. Item KTR 19 juga dinyatakan tidak valid karena memiliki factor loading yang tidak sesuai dengan kriteria dalam penelitian ini yaitu harus berada di atas 0,4. Hasil analisis faktor pada konstruk inovasi manajemen dan kinerja organisasi menunjukkan tidak ada item pernyataan yang dibuang karena semuanya memiliki factor loading di atas 0,4. 4.2.2. UJI RELIABILITAS Reliabilitas suatu pengukur menunjukkan stabilitas dan konsistensi dari suatu instrumen mengukur suatu konsep atau suatu variabel (Cooper & Schindler, 2006. Reliabilitas dapat diukur dengan melihat nilai Cronbach’s alpha dan Composite reliability. Dalam penelitian ini, metoda pengujian reabilitas yang
digunakan
adalah
Cronbach’s
alpha
karena
lebih
baik dalam
mengestimasi konsistensi internal suatu konstruk (Werts et al., 1974 dalam Salisbury et al., 2002). Suatu konstruk dikatakan reliabel jika memberikan nilai ≥ 0,60 (Hair et al., 2010). Tabel 4.5 menunjukkan hasil pengujian reliabilitas Tabel 4.5 Pengujian Reliabilitas Variabel
Cronbach’s Alpha
Keterangan
Gaya kepemimpinan transformasional organisasi Inovasi manajemen
0.941
Reliabel
0.830
Reliabel
Kinerja organisasi Sumber: Lampiran 4
0.774
Reliabel
77
Berdasarkan nilai pada Tabel 4.5, uji reliabilitas variabel gaya kepemimpinan transformasional organisasi dilakukan dengan menggunakan 17 item pernyataan (KTR1, KTR2, KTR3, KTR4, KTR5, KTR6, KTR8, KTR9, KTR10, KTR11, KTR12, KTR13, KTR15, KTR16, KTR17, KTR18, KTR20) yang valid dengan menghasilkan nilai koefisien Cronbach’s alpha sebesar 0,941 dan variabel gaya kepemimpinan transformasional organisasi dikatakan reliabel. Selanjutnya, variabel inovasi manajemen dengan menggunakan 6 item pertanyaan (IM1, IM2, IM3, IM4, IM5, IM6) dan kinerja organisasi dengan 5 item pertanyaan (KO1, KO2, KO3, KO4, KO5) memiliki nilai koefisien Cronbach’s alpha sebesar 0,830 dan 0,774 sehingga kedua variabel tersebut dikatakan reliabel. Dari hasil uji reliabilitas diatas, dapat disimpulkan bahwa jawaban
setiap
responden
terhadap peryataan adalah konsisten sehingga
membantu masing-masing item mengukur konsep yang diukurnya. 4.3. STATISTIK DESKRIPTIF Statistik deskriptif adalah penggambaran sebuah data dan karakteristik data yang terdiri atas jumlah data (N), nilai minimum, maksimum, rata‐rata (mean), standar deviasi dan korelasi antar variabel seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.6 Tabel 4.6 Statistik Deskriptif Variabel
M
3,6851 KTR 3,4947 IM 3,4286 KO Sumber: Lampiran 5 * P < 0.05 ** P < 0.01
SD 0,42723 0,57888 0,64644
KTR 1 0,281* 0,360**
IM
KO
1 0,378**
1
78
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai mean menjelaskan rata-rata responden untuk masing‐masing variabel. Untuk gaya kepemimpinan transformasional organisasi memiliki rata-rata variabel bahwa rata-rata
sebesar
3,6851
yang
menunjukkan
jawaban responden memberikan skor 3 untuk pertanyaan
mengenai gaya kepemimpinan transformasional organisasi dan jawaban responden
mengindikasikan
adanya
penerapan
gaya
kepemimpinan
transformasional organisasi dalam perusahaan. Pada inovasi manajemen memiliki rata-rata sebesar 3,4947 yang menunjukkan rata-rata jawaban responden untuk pertanyaan mengenai inovasi manajemen memberikan skor di atas 3. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata skor dari jawaban responden mengindikasikan adanya penerapan inovasi manajemen dalam perusahaan. Pada variabel kinerja organisasi memiliki mean sebesar 3,4286 yang menunjukkan bahwa rata-rata jawaban responden untuk pertanyaan mengenai kinerja organisasi di atas 3. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata skor dari jawaban responden mengindikasikan adanya penerapan kinerja organisasi.
4.4. UJI MULTIKOLINEARITAS Uji multikolinearitas digunakan untuk menganalisa hubungan antar variabel independen yang digunakan dalam penelitian. Multikolinearitas mungkin terjadi pada efek interaksi dua atau lebih variabel independen (Hair et al., 2010). Korelasi yang tinggi antar variabel independen dapat mengganggu pengukuran (Hair et al., 2010).
79
Model regresi yang baik hubungan antara variabel independennya tidak kuat. Uji mulitokinearitas dapat dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) variabel saat melakukan regresi. Semakin rendah nilai tolerance, maka semakin kuat hubungan antar variabel independen. Para
peneliti
memiliki
kecenderungan
mengenai
nilai
maksimal
multikolinearitas yang dapat mengganggu hasil penelitian, yaitu nilai tolerance yang kecil dari 0,1 dan nilai VIF yang lebih besar dari 10 (Hair et al., 2010). Untuk melakukan uji multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan nilai variance inflation factor (VIF) variabel pada saat melakukan analisis regresi.
Model
Tabel 4.7 UJI MULTIKOLINEARITAS Statistik Multikolinearitas
Gaya kepemimpinan transformasional organisasi Inovasi manajemen
Tolerance
VIF
0.921
1.085
0.921
1.085
Sumber: Lampiran 6 Berdasarkan Tabel 4.7 di atas dapat dilaporkan bahwa perhitungan nilai tolerance dan nilai VIF menunjukkan nilai yang tidak kurang dari 0,1 dan tidak lebih besar dari 10 sehingga hal ini juga dapat dinyatakan bahwa model regresi pada penelitian ini tidak mengalami gejala multikolinearitas (Hair et al., 2010). Dengan demikian, peneliti dapat melanjutkan analisis data pada tahap yaitu melakukan uji hipotesis.
80
4.5. HASIL PENGUJIAN HIPOTESIS Hipotesis yang dibangun dan dijelaskan pada Bab II diuji dengan metode analisis regresi pemediasi (mediated regression analysis) yang telah dikembangkan oleh Baron dan Kenny (1986). Untuk mengidentifikasi pengaruh variabel mediasi, akan dilakukan empat tahapan analisis sesuai dengan apa yang telah disyaratkan oleh Baron dan Kenny (1986) yaitu: pertama, menguji variabelvariabel gaya kepemimpinan transformasional organisasi (KTR) pada variabel kinerja organisasi (KO). Kedua, menguji variabel gaya kepemimpinan transformasional organisasi (KTR) pada variabel inovasi manajemen (IM). Ketiga, menguji variabel inovasi manajemen (IM) pada variabel kinerja organisasi (KO), dan keempat, menguji variabel gaya kepemimpinan transformasional organisasi (KTR) dan variabel inovasi manajemen (IM) terhadap variabel kinerja organisasi (KO) secara bersama-sama. Analisis regresi pemediasi ini dengan kata lain digunakan untuk mengetahui menemukan nilai T-value
yang akan
digunakan untuk melihat signifikasi keterdukungan hipotesis. Metode ini dengan menggunakan alat software komputer Statistical Package for the Social Science (SPSS) versi 20.0. Berikut dipaparkan diskusi mengenai pembahasan hasil pengujian hipotesis penelitian.
81
TABEL 4.8 HASIL ANALISIS REGRESI PEMEDIASI INOVASI MANAJEMEN Inovasi Manajemen Kinerja Organisasi Variabel B T Sig. Independen B T Sig. Variabel Kontrol: Jenis Kelamin -0,140 Pendidikan 0,263 Usia 0,405 Masa Kerja -0,333 R² = 0, 104 ΔR² = 0,104 Tahapan 1 Gaya kepemimpinan transformasional 0,360 organisasi (KTR) R² = 0, 130 ΔR² = 0,130 Tahapan 2 Gaya kepemimpinan transformasional organisasi (KTR) R² = 0,079 ΔR² = 0,079 Tahapan 3 Inovasi Manajemen (IM) 0,378 R² = 0,143 ΔR² = 0,143 Tahapan 4 Gaya kepemimpinan transformasional 0,275 organisasi (KTR) + 0,301 Inovasi Manajemen (IM) R² = 0,213 ΔR² = 0,213 Sumber: Lampiran 7 * P < 0.05 ** P < 0.01
-1,056 1,795 2,410 -2,070
0,295 0,078 0,019 0,043
3,013
0,004**
0,281
3,192
0,002**
2,308 2,523
0,024* 0,014**
2,283
0,026*
82
Hasil analisis regresi pemediasi untuk inovasi manajemen disajikan secara ringkas pada tabel 4.8. Dari tabel tersebut beberapa variabel kontrol tidak memiliki pengaruh positif yang signifikan pada kinerja organisasi yaitu variabel jenis kelamin dan pendidikan. Variabel kontrol yang memiliki pengaruh positif dan signifikan pada kinerja organisasi yaitu variabel usia. Variabel kontrol yang memiliki pengaruh negatif dan signifikan pada kinerja organisasi yaitu variabel masa kerja. Nilai koefisien determinasi (R square) pada tahapan 1 sebesar 0,130 atau 13%. Berdasarkan hal tersebut, maka nilai R square berada di antara 0 sampai dengan 1. Nilai R square sebesar 0,130 atau 13% berarti kemampuan variabel bebas (gaya kepemimpinan transformasional organisasi) dalam menjelaskan varians dari variabel terikat (kinerja organsiasi) adalah sebesar 13%. Terdapat 87% (100%-13%) varians variabel kinerja organisasi yang dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian. Nilai koefisien determinasi (R square) pada tahapan 2 sebesar 0,079 atau 7,9%. Berdasarkan hal tersebut, maka nilai R square berada di antara 0 sampai dengan 1. Nilai R square sebesar 0,079 atau 7,9% berarti kemampuan variabel bebas (gaya kepemimpinan transformasional organisasi) dalam menjelaskan varians dari variabel terikat (inovasi manajemen) adalah sebesar 7,9%. Terdapat 92,1% (100%-7,9%) varians variabel inovasi manajemen yang dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian. Nilai koefisien determinasi (R square) pada tahapan 3 sebesar 0,143 atau 14,3%. Berdasarkan intrepretasi tersebut, maka nilai R square berada di antara 0
83
sampai dengan 1. Nilai R square sebesar 0,143 atau 14,3% berarti kemampuan variabel bebas (inovasi manajemen) dalam menjelaskan varians dari variabel terikat (kinerja organisasi) adalah sebesar 14,3%. Terdapat 85,7% (100%-14,3%) varians variabel kinerja organisasi yang dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian. Nilai koefisien determinasi (R square) pada tahapan 4 sebesar 0,213 atau 21,3%. Berdasarkan intrepretasi tersebut, maka nilai R square berada di antara 0 sampai dengan 1. Nilai R square sebesar 0,213 atau 21,3% berarti kemampuan variabel bebas (gaya kepemimpinan transformasional organisasi) dan variabel mediasi (inovasi manajemen) dalam menjelaskan varians dari variabel terikat (kinerja organisasi adalah sebesar 21,3%. Terdapat 78,7% (100%-21,3%) varians variabel dependen (kinerja organisasi) yang dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian. 1. Hasil Pengujian Hipotesis 1 Hipotesis 1 menyatakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi. Hasil pengujian hipotesis pada Tabel 4.8. menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional organisasi memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja organisasi (ß = 0.360; t= 3.013; p< 0,01). Hal ini berarti hipotesis pertama didukung. 2. Hasil Pengujian Hipotesis 2 Hipotesis 2 menyatakan bahwa inovasi manajemen memediasi pada pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional organisasi pada
84
kinerja organisasi. Hasil pengujian hipotesis pada Tabel 4.8 menunjukkan bahwa inovasi manajemen memediasi parsial pada pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional organisasi terhadap kinerja organisasi (ß1= 0,275; ß2=0.301; t1=2,308; t2= 2,523; p1<0,05; p2<0,01). Hal ini berarti hipotesis kedua didukung sebagian (parsial). Adapun hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada hasil penelitian pada Gambar 4.1 berikut ini H1
0,004**
0,026* Gaya Kepemimpinan Transformasional organisasi
0,002** Kinerja Organisasi
Inovasi Manajemen
0,024*
H2
Gambar 4.1 Hasil Pengujian Hipotesis
4.6. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.6.1. HIPOTESIS SATU Hipotesis 1 menyatakan bahwa direktur utama dengan gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi. Hasil pengujian hipotesis
pada
tabel
4.8.
menunjukkan
bahwa
gaya
kepemimpinan
transformasional memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja organisasi (ß = 0.360; t= 3.013; p< 0,01). Hal ini berarti hipotesis pertama didukung. Adanya
dukungan
positif
dan
siginfikan
pada
pengaruh
gaya
kepemimpinan transformasional terhadap kinerja organisasi ini berarti pemimpin
85
dari beberapa Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah memiliki kemampuan dalam menggunakan perilaku kepemimpinan transformasional yang
terdiri
dari
unsur
4I:
intellectual stimulation,
individualized
consideration, inspirational motivation, dan individualized influence behavior sebagai
salah
penelitian
ini
satu
faktor
turut
yang mempengaruhi kinerja organisasi. Hasil
mendukung penelitian empiris yang telah dilakukan
sebelumnya oleh Keller (1992); Bass
& Avolio (1994); Avolio (1999); dan
Elenkov (2002) yang membuktikan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi. Hasil penelitian ini juga mendukung pendapat beberapa peneliti (Misalnya: Geyer & Streyer, 2003; Kirkbride, 2006), yang mengungkapkan bahwa dalam konteks industri perbankan kepemimpinan transformasional sangat dibutuhkan dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Kepemimpinan
khususnya
kepemimpinan
transformasional
dapat
mempengaruhi kehidupan organisasi dan manusia dari segala aspek dan perilaku dalam organisasi (Northouse, 1997). Penelitian inipun semakin menguatkan pendapat tersebut karena penelitian ini berhasil membuktikan kepemimpinan transformasional juga bisa memberikan dampak positif dari aspek kinerja organisasi. Bass
(1985)
menjelaskan
bahwa
dalam
teori
kepemimpinan
transformasional, pemimpin pada prinsipnya berusaha memotivasi bawahan untuk dapat mempunyai kinerja yang melebihi ekspektasi dari organisasi itu sendiri atau dengan
kata
lain
kepemimpinan
transformasional
dapat
meningkatkan
86
kepercayaan atau keyakinan diri bawahan untuk berkinerja melebihi ekspektasi. Logika yang mendasari adanya dukungan pada pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional yang ada dalam diri direktur utama terhadap kinerja organisasi adalah pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional dapat membentuk ikatan emosional antara atasan dan bawahan (Deluga, 1990). Oleh karena itu, hubungan pemimpin (direktur utama) dengan karyawan Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah dapat terbangun dari ikatan emosional tersebut. Ikatan atau hubungan emosional ini baik untuk membuka sikap dan perilaku karyawan untuk mau meningkatkan kinerjanya dan secara bersama–sama dapat meningkatkan kinerja organisasi. Ikatan emosional itu dapat terbentuk dari sifat mengayomi, membimbing, mendidik, panutan, dan simbol karyawan. Oleh karena itu, karakteristik kepemimpinan transformasional bisa memberi pengaruh positif dalam mengubah perilaku bawahannya untuk mau meningkatkan kinerjanya dan pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja organisasi. 4.6.2. HIPOTESIS DUA Hipotesis 2 menyatakan bahwa inovasi manajemen memediasi pada pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional yang ada pada direktur utama terhadap kinerja organisasi. Pada pengujian hipotesis dua ini, ada 4 tahapan prasyarat awal pengujian yang disyaratkan oleh Baron & Kenny (1986) untuk membuktikan adanya suatu mediasi dalam suatu penelitian yaitu:
87
1. Variabel independen (gaya kepemimpinan transformasional) harus berpengaruh positif terhadap variabel dependen (kinerja organisasi) pada persamaan pertama. 2. Variabel independen (gaya kepemimpinan transformasional) harus berpengaruh positif terhadap variabel mediator (inovasi manajemen) pada persamaan kedua. 3. Variabel mediator (inovasi manajemen) harus berpengaruh positif terhadap variabel dependen (kinerja organisasi) dalam persamaan ketiga. 4 Variabel independen (gaya kepemimpinan transformasional) dan variabel pemediasi (inovasi manajemen) berpengaruh secara signifikan pada variabel dependen (kinerja organisasi) dalam persamaan keempat. Apabila nilai β1 (pada persamaan keempat signifikan), maka variabel pemediasi tersebut memediasi secara parsial dan apabila
nilai
β1
pada
persamaan keempat (non-signifikan), maka variabel pemediasi tersebut memediasi sepenuhnya pada pengaruh positif variabel independen (gaya kepemimpinan transformasional) terhadap variabel dependen (kinerja organisasi). Sebelum menguji pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja organisasi yang dimediasi oleh inovasi manajemen, penelitian ini telah menguji terlebih dahulu, pertama, pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja organisasi. Kedua, menguji pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional yang ada dalam diri direktur utama terhadap inovasi manajemen dan ketiga, menguji pengaruh positif inovasi manajemen terhadap kinerja organisasi.
88
Pada
tahapan
pertama,
hasil
pengujian
pengaruh
positif
gaya
kepemimpinan transformasional terhadap kinerja organisasi menunjukkan hasil yang positif dan signifikan seperti yang sudah dijelaskan pada hasil analisa hipotesis 1 diatas. Pada tahapan kedua, hasil pengujian pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional yang ada dalam diri direktur utama dalam Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah terhadap inovasi manajemen yang dirangkum dalam Tabel 4.8 menunjukkan adanya dukungan positif dan signifikan (ß = 0.281; t= 2,283; p<0,05), dengan persamaan regresi Y= 2,094+0,380X2. Hal ini berarti bahwa pengujian pada tahapan kedua didukung. Adanya
dukungan
pada
pengaruh
positif
gaya
kepemimpinan
transformasional yang ada pada direktur utama terhadap inovasi manajemen di beberapa Bank Perkreditan Rakyat di Jawa Tengah turut memperkuat hasil penelitian empiris yang telah dilakukan sebelumnya yaitu oleh Vaccaro et al. (2012). Studi empiris yang telah dilakukan oleh Vaccaro et al. (2012) mengungkapkan bahwa pemimpin dengan gaya transformasional berpengaruh positif pada inovasi manajemen. Teori kepemimpinan transformasional yang dikemukanan oleh Bass pada tahun 1985 menjelaskan bahwa pemimpin denngan gaya kepemimpinan transformasional mampu merangsang dan memotivasi bahawan untuk bekerja sama dalam mencari ide-ide baru terutama yang berkaitan dengan praktik manajemen, proses manajemen, dan struktur manajemen yang baru sehingga secara bersama-sama dapat meningkatkan inovasi manajemen dalam perusahaan (Bass et al., 2003).
89
Pemimpin
transformasional
merupakan
pemimpin
yang
sangat
komunikatif dengan visinya terhadap bawahannya. Oleh karena itu, pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional merupakan sumber motivasi bagi bawahannya untuk bekerja sama dalam upaya mencari cara-cara baru dalam meningkatkan inovasi manajemen (Sosik, 1997) dan mampu mendorong bawahan untuk mencari cara-cara kreatif terutama dalam menghadapi perubahan proses, praktik, dan struktur manajemen yang baru dalam perusahaan (Amabile, 1998). Pada tahapan pengujian ketiga, pengujian pengaruh pengaruh positif inovasi manajemen terhadap kinerja organisasi Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah menunjukkan adanya dukungan positif dan signifikan (ß = 0.378; t= 3,192; p<0,01), dengan persamaan regresi Y= 1,952+0,422X2. Hal ini berarti tahapan ketiga didukung. Adanya dukungan pada pengaruh positif inovasi manajemen pada kinerja organisasi mendukung pendapat beberapa peneliti terdahulu yang menjelaskan bahwa inovasi manajemen secara eksplisit juga dimaksudkan untuk mendukung organisasi mencapai tujuannya (Mol & Birkinshaw, 2006), memiliki peranan penting dalam mengatasi kinerja buruk organisasi (Volberda & Bosch, 2005) dan dapat meningkatkan kinerja organisasi (Mol & Birkinshaw, 2009). Lebih lanjut Vaccaro et al. (2012) mengungkapkan bahwa inovasi manajemen merupakan sarana dalam meningkatkan keunggulan kompetitif suatu organisasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja organisasi. Teori kapabilitas dinamis Teece (1997) yang merupakan pengembangan dari teori resources based view (Barney, 1991) juga memberi dukungan pada
90
pengaruh inovasi manajemen terhadap kinerja organisasi. Menurut teori ini, keunggulan yang lestari dapat diperoleh jika organisasi memiliki kapasitas untuk terus menerus melakukan penyesuaian dan merekonfigurasi sumber dayanya secara menyeluruh baik; internal/eksternal dan tangible/intangible, untuk merespons perubahan pasar atau teknologi yang cepat (Teece et al.,1997). Inovasi manajemen merupakan salah satu kapabilitas dinamik perusahaan yang memiliki peranan penting dalam mendorong optimalisasi sumber daya perusahaan yang bernilai untuk mencapai keunggulan kompetitif (Teece, 2007), mendorong proses perubahan
internal
organisasi, perencanaan strategik
organisasi, dengan menyesuaikan lingkungan internal organisasi, dan juga perubahan lingkungan eksternal organisasi (Walker et al., 2010), membantu perusahaan dalam menghadapi perubahan lingkungan organisasi yang semakin cepat (Birkinshaw et al., 2008), memiliki peranan penting dalam mengatasi kinerja buruk organisasi (Volberda & Bosch, 2005) dan dapat meningkatkan kinerja organisasi (Mol & Birkinshaw, 2009). Lebih lanjut, Cortes et al. (2007) mengungkapkan bahwa penciptaan dan penerapan inovasi manajemen dalam perusahaan berperan dalam upaya mensirkulasi kegiatan internal yang ada dalam organisasi dengan memperhatikan lingkungan eksternal organisasi dan pada akhirnya akan membantu organisasi tersebut menciptakan kinerja organisasi yang lebih baik. Pada tahap pengujian keempat, hasil pengujian hipotesis pada Tabel 4.8. menunjukkan bahwa inovasi manajemen memediasi sebagian (parsial) pada pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja organisasi
91
(ß1= 0,275; ß2=0.301; t1=2,308; t2= 2,523; p1<0,05; p2<0,01). Pada hasil perhitungan yang tercantum dalam Tabel 4.8, ß1 merupakan koefisien dari variabel gaya kepemimpinan transformasional sebesar 0,275 dengan signifikasi 0,024. Hal ini menunjukkan nilai ß1 signifikan (p1<0,05) yang berarti bahwa inovasi manajemen memediasi parsial pada pengaruh gaya kepemimpinan transformasional yang ada dalam diri direktur utama terhadap kinerja organisasi. Hal ini berarti hipotesis kedua didukung sebagian (parsial). Adanya dukungan sebagian (parsial) pada pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja organasi yang dimediasi oleh inovasi manajemen menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional yang menjadi variabel independen tidak serta merta langsung berpengaruh pada kinerja organisasi yang menjadi variabel dependen tetapi dapat melalui variabel inovasi manajemen yang bisa menjadi variabel pemediasi. Dalam penelitian ini, inovasi manajemen hanya
memediasi
secara
parsial
pada pengaruh gaya
kepemimpinan transformasional terhadap kinerja organisasi menunjukkan akan adanya faktor lain yang bisa turut memediasi pengaruh hubungan tersebut, namun tidak menutup kemungkinan jika proses kepemimpinan transformasional telah diterapkan dengan baik maka akan meningkatkan inovasi manajemen dalam perusahaan (Vaccaro et al., 2012) dan hasilnya akan meningkatkan kinerja organisasi (Mol & Birkinshaw, 2009). Hasil pengujian ini mendukung studi yang dilakukan oleh Vaccaro et al. (2012) yang menekankan bahwa inovasi manajemen mampu berperan sebagi pemediasi potesial dari pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap
92
kinerja organisasi karena perilaku kepemimpinan transformasional berperan penting pada penerapan inovasi manajemen dalam organisasi yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kinerja organisasi. Pada pemimpin
mengimplementasikan
proses
konteks
organisasi,
transformasional
seperti
banyak yang
dikemukakan oleh Bass (1985) yaitu intellectual stimulation, individualized consideration, inspirational motivation, dan individualized influence behavior untuk
mencapai
strategi
dan tujuan organisasi. Keempat dimensi proses
transformasional tersebut erat kaitannya dengan bagaimana seorang pemimpin transformasional dalam mendorong penerapan dan penciptaan inovasi manajemen sehingga dapat meningkatkan kinerja organisasi. Dalam perspektif teori kepemimpinan transformasional, pemimpin dengan gaya transformasional mampu memotivasi bawahan untuk berkinerja melebihi ekspektasi (Bass, 1985). Gaya kepemimpinan transformasional pada beberapa Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah mampu meningkatkan inovasi manajemen dalam perusahaan ketika pemimpin mampu mendorong dan merangsang munculnya ide-ide abstrak atau baru dari anggota organisasi yang berkaitan dengan praktik manajemen, proses manajemen, struktur manajemen dan menindaklanjuti ide-ide abstrak atau baru tersebut menjadi tindakan nyata (Bass, 1994). Dengan adanya dorongan dari pemimpin transformasional tersebut, maka setiap anggota organisasi akan termotivasi dalam menerapkan inovasi manajemen (Bass et al., 2003) dan inovasi manajemen memiliki peranan sentral dalam meningkatkan kinerja organisasi (Mol & Birkinshaw, 2009). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional mampu mengubah
93
perilaku bawahannya untuk mau meningkatkan inovasi manajemen dalam perusahaan dan secara bersama–sama dapat meningkatkan kinerja organisasi. Gaya kepemimpinan transformasional dapat meningkatkan inovasi manajemen dalam konteks Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah pada saat pemimpin memotivasi bawahanya untuk bersama-sama menerapkan inovasi manajemen di dalam perusahaan seperti: 1. Menerapkan praktik dan proses manajemen baru dalam bidang pelayanan terhadap nasabah perbankan seperti kecepatan dan ketepatan dalam melayani nasabah. Praktik dan proses manajemen baru tersebut berperan dalam meningkatkan kepuasan nasabah. Praktik dan proses manajemen yang diterapkan oleh Bank Perkreditan Rakyat tersebut telah mengadopsi salah satu konsep yang disinyalir merupakan hasil dari inovasi manajemen perusahaan yaitu konsep total quality management (Zbaracki, 1998). 2. Menerapkan struktur manajemen yang baru dengan cara: mengatur ulang tugas dan fungsi dari berbagai dari berbagai divisi dalam organisasi, mengelola atau merampingkan struktur organisasi untuk menghadapi kompleksitas di dalam organisasi dengan tidak bertentangan dengan service level agreement yang telah diatur oleh otoritas perbankan di Indonesia. Penerapan struktur manajemen yang telah dipraktikkan oleh Bank Perkreditan Rakyat tersebut telah mengadopsi salah satu konsep yang disinyalir merupakan hasil dari inovasi manajemen perusahaan di bidang struktur manajemen yaitu divisional M-form (Chandler, 1962).
94
3. Menerapkan struktur manajemen yang baru untuk mengelola proses teknologi informasi dan inovasi produk perbankan dengan mengadopsi konsep yang disinyalir merupakan hasil dari inovasi manajemen perusahaan yaitu modern research lab (Hargadon, 2003) 4. Menerapkan praktik dan proses manajemen yang baru dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan meminimalisir biaya yang dikeluarkan pada setiap kegiatan operasional perbankan dengan mengadopsi konsep yang disinyalir merupakan hasil dari inovasi manajemen perusahaan yaitu activity based costing (Kaplan, 1998). 5. Menerapkan praktik dan proses manajemen yang baru dengan cara menyempurnakan desain kerja anggota organisasi sesuai dengan kebutuhan organisasi, mengembangkan bakat dari anggota organisasi, mendorong munculnya ide-ide baru dari anggota organisasi yang berkaitan dengan; perencanaan strategis organisasi, evaluasi kegiatan organisasi, dan proses alokasi sumberdaya yang ada dalam Bank Perkreditan Rakyat dengan mengadopsi konsep quality work of life (Yorks & Whitsett, 1985). 6. Menerapkan praktik manajemen baru yang bertujuan untuk memudahkan Bank Perkreditan Rakyat dalam mengintegrasikan berbagai tipe informasi yang dibutuhkan perbankan dan berguna bagi pembuatan keputusan penting perbankan. Praktik manajemen yang baru ini mengacu pada konsep yang disinyalir merupakan hasil dari inovasi manajemen perusahaan yaitu balanced scorecard (Kaplan, 1998).
95
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional organisasi berperan dalam meningkatkan inovasi manajemen di dalam Bank Perkreditan Rakyat. Dengan meningkatnya inovasi manajemen di dalam Bank Perkreditan Rakyat, maka secara bersama-sama dapat meningkatkan kinerja organisasi (Mol & Birkinshaw, 2009). Adanya dukungan sebagian pada pengujian pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional organisasi terhadap kinerja organisasi yang dimediasi oleh inovasi manajemen sejalan dengan teori kapabilitas dinamis yang dikemukakan oleh Teece et al. (1997). Aktivitas inovasi manajemen merupakan salah satu kapabilitas dinamik perusahaan dan bagian dari inovasi perusahaan yang sangat penting karena berhubungan dengan optimalisasi sumber daya yang bernilai untuk mencapai keunggulan kompetitif perusahaan (Teece, 2007), dapat membantu perusahaan dalam menghadapi perubahan lingkungan organisasi yang semakin cepat (Birkinshaw et al., 2008), memiliki peranan penting dalam mengatasi kinerja buruk organisasi (Volberda & Bosch, 2005) dan dapat meningkatkan kinerja organisasi (Mol & Birkinshaw, 2009). Teece & Augier (2009) mengungkapkan pemimpin yang dapat meningkatkan kapabilitas dinamis perusahaan adalah pemimpin yang peka terhadap perubahan lingkungan, memiliki kemampuan manajerial yang baik, memiliki kemampuan dalam: merespon pesaing, merekonfigurasi aset perusahaan, dan menangkap peluang perusahaan. Kepemimpinan transformasional merupakan kepemimpinan yang mendukung adanya perubahan dengan menyesuaikan perubahan lingkungan organisasi, menciptakan suatu visi organisasi secara
96
dinamis yang dibutuhkan untuk menciptakan inovasi, dan memiliki peran sentral dalam membawa organisasi mencapai tujuannya (Pawar & Eastman, 1997). Logika yang mendasari adanya dukungan sebagian pada pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional organisasi pada kinerja organisasi yang dimediasi oleh inovasi manajemen adalah pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional merupakan pemimpin yang peka terhadap perubahan lingkungan organisasi akan berperan dalam mendorong inovasi manajemen yang merupakan salah satu kapabilitas dinamik perusahaan. Dengan adanya inovasi manajemen yang merupakan salah satu kapabilitas dinamik perusahaan (Teece, 2007), maka pada akhirnya dapat membantu perusahaan dalam meningkatkan kinerja organisasi (Mol & Birkinshaw, 2009).