BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Umat Islam selalu berjuang tanpa henti untuk menyalurkan aspirasinya lewat jalur politik, ini ada sejak penjajahan Belanda, bahkan paska kemerdekaan umat Islam kembali terjun ke dalam kancah politik yakni dengan mendirikan partai Masyumi (1945).1 Namun dalam meniti perjalanan waktu partai Islam ternyata lebih banyak terpinggirkan bahkan cenderung banyak mengalami konflik, ini terjadi pada tahun 1945 – 1957, di mana hubungan partai Islam dengan pemerintah kurang harmonis, serta pecahnya partai Islam Masyumi menjadi beberapa partai (partai NU dan PSII). 2 Pada tahun 1965, era orde lama telah berakhir, dengan kepemimpinan Soeharto maka berganti nama menjadi orde baru. Pemilu pertama masa orde baru dilaksanakan pada tanggal 3 juli 1971 yang diikuti oleh sepuluh kontestan, yakni; GOLKAR, PNU, PNI, PARMUSI, PSII, PERTI, PARKINDO, MURBA, IPKI, dan Partai Katholik. Dari banyak kontestan tersebut GOLKAR memperoleh suara 62, 80 %, PNU 18 %, PNI 7 %, PARMUSI 7 %, PSII 7 %, PERTI, PARKINDO, MURBA, IPKI dan Partai Katholik masing-masing memperoleh 2 %.3
1
2
Namun demikian, hubungan politik antara negara dan Islam sudah lama mengalami jalan buntu. Baik pemerintahan presiden Soekarno maupun Soeharto yang memandang partai-partai politik yang berlandaskan Islam sebagai pesaing kekuasaan yang potensial, yang dapat merobohkan landasan negara yang nasionalis. Terutama karena alasan ini, sepanjang lebih dari empat dekade, kedua pemerintahan di atas berupaya untuk melemahkan dan menjinakkan partai-partai Islam. Akibatnya, tidak saja para pemimpin dan aktivitas Islam politik gagal menjadikan Islam sebagai dasar ideologi dan agama negara pada 1945 (menjelaskan Indonesia merdeka) dan lagi, pada akhir 1950-an (dalam perdebatan-perdebatan di majelis konstituante mengenai masa depan konstitusi Indonesia), tetapi Islam juga mendapatkan berkali-kali disebut “kelompok minoritas” atau kelompok luar. Pendek kata, seperti telah dikemukakan para pengamat lain, Islam politik telah berhasil dikalahkan baik secara konstitusional, fisik, birokratis. Lewat pemilihan umum maupun secara simbolik.4 Dalam kasus pemilu orde baru dimensi menuju pluralitas ternyata sangat tidak menggembirakan. Dalam masa pelaksanaan enam kali pemilu, terdapat banyak kecurangan dan sikap berat sebelah dari pemerintah. Nuansa kedilan untuk beraktifitas sama sekali tidak pernah dirasakan oleh semua partai politik, fakta memperlihatkan bahwa selama orde baru Golkar selalu dominan.
3
Pada masa inipun partai Islam tetap terpinggirkan, bahkan dengan strategi kediktatoran Soeharto semua aspirasi masyarakat Islam di pasung, bahkan pada tahun 1973 sistem kepartaian juga dirubah menjadi tiga partai; Golongan karya, PPP, dan PDI. Tidak berhenti sampai disitu, tahun 1983 semua partai telah di introduksikan oleh ideologi negara dengan wajib menggunakan pancasila sebagai azas tunggal bagi semua partai, tentu saja ini sangat menyudutkan partai Islam yang mempunyai ideologi Islam. Upaya subversi tidak langsung terhadap partai dan simbol Islam kemudian
direalisasikan
dalam
bentuk
undang-undang,
sehingga
dikeluarkanlah Undang-Undang No.3/1985 tentang partai politik dan golongan Karya, yakni; semua organisasi politik berasazkan pancasila sebagai azas tunggal.
5
Ini mungkin sebagai konsekuensi logis terhadap
partai yang berbeda platform dengan pemerintah. Bagaimanapun juga partai Islam hanya sebagai simbol dari golongan Islam dan dijadikan alat politik Orde baru, ini terjadi sampai dengan 1998. Era diktator soharto telah tumbang, reformasi telah digulirkan, pemilihan umum 7 juni 1999 telah usai, namun partai Islam senantiasa tidak ada kemajuan yang signifikan. Padahal pemilihan umum 7 juni 1999 partai Islam merupakan kontestan terbanyak jumlahnya yakni 89 persen dari semua peserta. Kekalahan partai-partai yang berazazkan islam benar-benar
4
telak. Hanya partai persatuan pembangunan (PPP) yang meraih suara signifikan dan masuk lima besar; perolehan parati bulan bintang (PBB) jauh dibawah perkiraan, meski membentuk fraksi tersendiri di DPR dengan 13 anggota. Partai keadilan (PK) hanya memetik 7 kursi di DPR, gagal memenuhi ketentuan perolehan minimal dua persen dari total, dan dengan demikian terlikuidasi untuk pemilu 2004.6 Ini sangat berbeda jauh dengan pemilu pertama tahun 1955, yang merupakan eleksi pertama yang dianggap demokratis sebelum pemilu era 1999. dalam pemilu 1955 gabungan seluruh partai islam (lima partai, dari 29 parpol dan golongan yang berkontes) mengantungi hampir 45 persen suara sedangkan pada pemilu 1999, gabungan partai-partai Islam hanya meraih tak sampai separuh prosentasi itu.7 Pada pemilu pertama, muncul empat besar, yaitu; Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdhatul Ulama dan Parti Komunis Indonesia. Bahkan PNI dan Masyumi menjadi “juara bersama,” dengan masing-masing mengantungi 57 kursi. Empat puluh lima tahun kemudian, jurang perbedaan menganga lebar. PDI-P, yang bisa dikatakan “reinkarnasi” PNI, menduduki 153 kursi.8 Sementara itu PBB yang mengkaim diri “reinkarnasi” dari Masyumi hanya menempati 13 kursi, malah, dua partai yang secara terang menggunakan nama Masyumi (Partai Masyumi Baru dan Partai Politik Islam Masyumi) terpuruk total, tanpa meraih satu kursipun.9
5
Mengapa ini terjadi, menurut Deliar Noer; Dalam kehidupan berpolitik pemilihan umum pada tahun 1955 merupakan cermin dari kerukunan dan perbedaan. Praktis tidak ada kecurangan, apalagi money politik, baik dalam menghadapi pemilihan umum, termasuk kampanye, atau dalam penghitungan suara. Kampanye di lapangan terbuka yang sama (tentu dalam waktu yang berbeda) tidak pula mengundang pertikaian.10 Dus, mengapa pemilu sekarang telah meluluh lantakkan partai Islam yang sebenarnya sebagai partai pilihan umat Islam. Apakah format dan strategi politik Islam kurang canggih ? Dialah
Deliar
Noer,
sosok
yang
tidak
dapat
dilepaskan
keberadaannya dari pergulatan intelektual keislaman khususnya yang terjadi dalam partai politik Islam di Indonesia, menuangkan gagasan - gagasannya tentang format partai Islam yang ideal dalam kancah perpolitikan Indonesia. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan atas diangkatnya pemikiran Deliar Noer sebagai obyek kajian dalam penelitian ini: pertama. Karena Deliar merupakan sosok pemikir yang selalu intens dalam melihat dan menganalisis perkembangan partai politik Islam di Indonesia. Bahkan dialah orang pertama yang mengkaji perkembangan politik Islam di Indonesia, sehingga tak jarang mendapat undangan dari dalam dan luar negeri sebagai pembicara dalam masalah politik Islam. Kabarnya sebagai intelektual kemudian politisi terus merangkak setelah merebut gelar master dan Doktornya dari Cornell University, AS (1962 dengan mengambil
6
disertasi mengenai “ The Modernist Muslim Movement in Indonesia 19001942”. Beberapa buku tentang politik Islam telah di terbitkannya serta banyak tulisannya diterbitkan di beberapa media massa. (lihat bab III) Kedua; Deliar bukanlah politisi instan yang lahir akibat runtuhnya rezim Soeharto. Sikap kritis Deliar senantiasa berkumandang sejalan dengan usianya mengabdi tanah air ini. Tak terhitung sudah larangan-termasuk cekal- terhadap dirinya untuk tampil sebagai pembicara dalam berbagai acara. Selain itu ia juga diberhentikan sebagai rektor IKIP Jakarta dan dilarang mengajar di seluruh Indonesia.11 Ketiga; Melawan realitas, ya, penampilan Deliar lebih nyata saat ini, khususnya untuk kegiatan politik. Kendati para pengamat sinis akan prospek partai politik Islam, namun bagi Deliar itu merupakan amanah dan tanggung jawab sehingga untuk menyebarluaskan gagasannya dia mendirikan Partai Umat Islam pada tanggal 26 Juni 1998. Namun demikian pada pemilihan umum 1999 PUI yang dibentuknya hanya memperoleh kurang dari 2 % suara, sehingga partai yang dibentuknya tidak dapat mengikuti Pemilihan Umum 2004. Kenyataan ini bukan berarti bahwa pemikiran politiknya tidak dapat digunakan. Perlu diketahui bahwa Indonesia menganut sistem partai politik massa, yang selalu mengandalkan adanya publik figur dari tokoh partai yang paling dominan, nampaknya Deliar tidak punya itu. Kekalahan PUI dengan partai yang lain juga dapat menunjukkan bahwa Deliar bukanlah politikus Praktis
7
namun cocok sebagai pemikir dan konseptor pada ilmu politik di Indonesia. Lain halnya dengan Megawati yang bukan pemikir politik namun sebagai politisi praktis. Bukankah dalam berpolitik pasti ada yang kalah dan menang. Kekalahan PUI juga bukan berarti konsep dan pemikirannya tidak dapat digunakan namun baru sebatas wacana pemikiran politik Islam. Oleh sebab itulah kemudian penulis hendak mengkaji lebih dalam akan pemikiran-pemikirannya tentang partai politik Islam di Indonesia. Nampaknya ada beberapa hal yang menjadi gagasannya yang layak dikaji lebih mendalam, yakni; Partai Islam harus lebih respek dalam menegakkan nilai-nilai Keislaman yakni dengan memberikan saham kembali untuk perjuangan. Maka pada tempatnyalah bila umat, ormas dan partai Islam, memperhatikan beberapa kemungkinan kerja sebagai berikut: Pertama, umat Islam harus konsekuen dalam berpolitik, dengan syarat harus meninggalkan segala sifat yang negatif di masa lalu dan menumbuhkan segala hal yang bersifat positif. Kedua, membangun ukhuwah (persaudaraan) antar umat Islam, antar golongan maupun antar partai. Ini dilakukan mengingat bahwa konsep ukhuwah ini sudah banyak dilalaikan orang, bahkan sesama partai Islam ada perselisihan Bila ukhuwah ini dapat terjalin dengan sempurna maka akan tercipta tugas yang ketiga; yakni adanya kerjasama antar partai Islam, untuk lebih mempererat tali persaudaraan, sehingga cita-cita dan tujuan partai-
8
partai Islam dapat dicapai.12 Dengan demikian akhirnya politik akan dapat membawa kepada keadilan, kerukunan, kesejahteraan bersama. Akan tetapi ini menuntut kerja sama antar partai Islam, kalau bisa penyatuan partaipartai ini ke dalam aliansi, dan akhirnya fusi.13 Selain itu juga diperlukan moralitas yang cukup sebagai dasar untuk memimpin bangsa. Menurut Ibnu Khaldun; “tidak mungkin seseorang yang tidak bermoral dapat sampai kepada kekuasaan negara. Kekuasaan itu pada hakekatnya seperti pohon. Pohon kekuasaan itu mempunyai batang (ashl) dan juga memiliki cabang-cabang (furu’). Batang yang tidak mempunyai cabang itu seperti orang yang tampil di depan umum tanpa busana. Batang itu adalah solidaritas dan pendukungnya, sementara cabang adalah sifat-sifat terpuji.14 Itulah beberapa pokok pikiran Deliar Noer tentang konsep ideal format partai politik Islam Indoensia, karena ide ini masih besifat global maka penulis hendak meneliti, mengulas dan menganalisa lebih dalam tentang begaimana format ideal Partai politik Islam menurut Deliar Noer, dengan mengambil judul: “MEMFORMAT ULANG PARTAI POLITIK ISLAM INDONESIA (Studi Analisis Pemikiran Politik Deliar Noer )”
9
B.
Pokok Permasalahan Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, penulis akan merumuskan pokok permasalahan yang akan di bahas lebih lanjut dalam penulisan skripsi ini, adalah sebagai berikut: “ Bagaimana Pemikiran Deliar Noer tentang Format Ideal Partai Politik Islam di Indonesia ”
C.
Tujuan Penulisan Skripsi Mengacu pada tiga pokok permasalahan di atas, maka penulisan skripsi ini bertujuan : “ Untuk mengetahui bagaimana Pemikiran Deliar Noer tentang Format Baru yang ideal Partai Politik Islam di Indonesia ?”
D.
TELAAH PUSTAKA Politik Islam selalu mengalami dilema, di mana masyarakat Islam belum bisa mendukung sepenuhnya akan keberadaannya. Pasang surut partai politik Islam ini ternyata menggugah para peneliti untuk meneliti perkembangannya. Bakhtiar Efendi melihat bagaimana fenomena Islam hubungannya dengan negara kendati Islam politik telah dikalahkan baik secara konstitusional, fisik, birokratis. Lewat Pemilu maupun secara simbolik.15 Menurut Bahtiar bahwa Islam tidak bisa dipisahkan dari politik, namun
10
munculnya partai-partai Islam pada era reformasi telah menimbulkan kontroversi. Apakah maraknya partai Islam di era reformasi hanya karena euforia politik atau hanya untuk Re-politisasi Islam sebagai simbol sebuah partai politik.16. Dan pendapat ini didukung sepenuhnya oleh Azzumardi Azra dan Kuntowijoyo yang berpendapat bahwa Islam politik mencerminkan perasaan emosional saja.17 Karena didalamnya terjadi pengkotakan antara “Islam Kultural dan Islam Politik”. Serta adanya sinyalemen yang mengatakan bahwa penggunaan kata Partai Islam lebih dimotivasi oleh simbol, bukan isi; ataupun penilaian bahwa Islam merupakan akhlak, sehingga tidak diperlukan partai politik Islam. Ini jelas penggembosan terhadap Partai Islam. Selain itu juga telah mementahkan harapan dan citacita para pendiri dan sesepuh partai-partai Islam, karena mereka sangat berharap agar partai Islam dapat menguasai politik di Indonesia.18 Pemikiran
tersebut
jelas
ditentang
oleh
Deliar
Noer
mengungkapkan, bahwa masyarakat Islam menganganggap penting arti politik bagi masyarakat Islam.19 Sehingga diperlukan juga untuk bergerak dengan Islam dan membentuk sebuah wadah partai politik yang menggunakan kaidah Islam. Karena berpolitik sangat penting maka umat Islam mulai memperdalam kajian ilmu politik, baik politik Islam maupun politik umum.20
11
Walaupun telah banyak yang meneliti tentang sepak terjang politik Islam Indonesia, sepengetahuan penulis ada seorang mahasiswa syari’ah IAIN Walisongo Semarang angkatan 1997 mengkaji pemikiran Politik Deliar Noer. Dalam penelitian itu menjelaskan tentang bagaimana cara membuka dialog yang intensif antara Islam dan Negara supaya tercipta sebuah pemerintahan yang Demokratis. Ahmad Munif hanya mengkaji ide-ide dasar Deliar Noer tentang intensifikasi dialog antara Islam dan demokrasi yang berusaha mencari format ideal terhadap praksis demokrasi di Indonesia.21 Penelitian yang ada tersebut berbeda dengan penelitian penulis karena Penelitian Munif nampaknya tidak menyoroti pemikiran Deliar Noer tentang partai politik Islam di Indonesia, dan penelitian ini terfokus pada pemikiran politik Islam Deliar Noer. Karena itulah yang membuat penulis merasa perlu mengkaji dan meneliti kembali pemikiran Deliar Noer dari sisi yang lain, yaitu, Memformat ulang partai politik
Islam di Indonesia. Dimana fokus
penelitian ini adalah semua pemikiran Deliar Noer tentang pertumbuhan, perkembangan dan kemunduran partai Islam serta untuk mengetahui lebih jauh bagaimana format format ideal partai politik Islam menurut Deliar Noer supaya partai Islam menjadi partai yang diperhitungkan pada era yang akan datang.
12
E.
Metode Pengumpulan Data Untuk menunjang penelitian ini penulis dalam tugas penelitian menggunakan penelitian kepustakaan (library research), Yakni dengan mengumpulkan berbagai buku referensi utama, dokumen-dokumen, manuskrip, ensiklopedia, jurnal ilmiah, makalah, artikel serta karya tulis lainnya kemudian diteliti dan dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang pemikiran politik Islam Deliar Noer.22 Dalam penelitian kepustakaan ini penulis menggunakan dua jenis referensi, yakni referensi utama dan referensi pendukung. Adapun Reverensi utama yang dimaksud adalah buku-buku asli tentang politik yang dikarang oleh Deliar Noer, seperti; Partai Islam di Pentas Nasional (1945-1965), Aku Bagian bangsa- Aku Bagian Umat (biografi), Mengapa Partai Islam Kalah (1999),Pengantar Ke Pemikiran Politik (1983), Ideologi politik dan pembangunan (1983), Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (1980 / 1996) Referensi pendukung adalah beberapa referensi yang berhubungan dengan penelitian ini, yakni referensi yang membahas tentang pemikiran politik dan perpolitikan Islam di Indonesia.23
F.
Metode Analisis Data Setelah data terkumpul maka selanjutnya akan dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan analisis isi. Sesuai dengan obyek penelitian,
13
yakni ; format ideal partai politik Islam di Indonesia versi Deliar Noer, maka metode yang dibutuhkan adalah metode deskriptif-analitis kritis. a. Metode Deskriptif, diperlukan untuk menjelaskan kebenaran atau kesalahan dari sebuah fakta atau pemikiran yang akan membuat suatu kepercayaan itu benar. Dalam konteks ini, maka pandanganpandangan Deliar Noer mengenai format partai politik Islam akan dipaparkan kembali sebagaimana adanya. b. Metode Analitis Kritis dimaksudkan agar penelitian ini selalu mengadakan analisis secara berimbang dengan melihat kekurangan dan kelebihan obyek. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan metode induktif, deduktif dan komparatif. 1. Metode Induktif, Yaitu metode berfikir atau cara menganalisis yang berawal dari premis khusus, ditarik ke kesimpulan yang umum24. Metode ini digunakan untuk menganalisis data-data yang diperoleh berkaitan dengan pokok pemikiran Deliar Noer tentang partai politik Islam. Setelah mengkaji beberapa pemikiran pemikiran Deliar Noer, maka ditarik sebuah kesimpulan. 2. Metode Deduktif, Yaitu cara mengambil natijah (kesimpulan) atau cara berfikir yang berawal dari sesuatu yang bersifat umum ke sesuatu yang bersifat khusus.25 Metode ini di gunakan untuk menganalisis pengarus
14
pemikiran Deliar Noer. Hal ini dilakukan guna mencari landasan teoritik tentang pemikiran pemikiran Deliar Noer. 3. Metode
Komparatif,
Yaitu
penelitian
yang
dapat
menemukan
persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang benda-benda, orang, prosedur, kerja, ide-ide, atau sumber prosedur kerja. Dapat juga membandingkan kesamaan pandangan, peristiwa dan ide-ide.26 Analisis ini digunakan untuk menganalisa perbandingan pemikiran Deliar Noer dengan beberapa pakar lainnya, sehingga akan mendapatkan kejelasan dari sosok Deliar Noer.
G.
Sistematika Penulisan Skripsi. Sebelum memasuki memasuki pembahasan dan pengkajian lebih lanjut,
kiranya perlu sekali lagi untuk terlebih dahulu mengetahui
sistematika penulisan skripsi yang memuat pemberitaan masalah. Untuk memudahkan pembahasan, pemahaman yang jelas dalam membaca skripsi maka disusunlah sistematika penulisan skripsi ini secara garis besar sebagai berikut: 1.
Muka (Preliminaries) Pada bagian muka ini di muat: Halaman sampul, halam judul, nota pembimbing,
halaman
pengesahan,
persembahan, kata pengantar dan daftar isi. 2.
Bagian Isi (batang tubuh)
halam
motto,
halaman
15
Bab I : Pendahuluan. Dalam halaman ini dikemukakan : latar belakang masalah, Perumusan masalah, tujuan penulisan skripsi, telaah pustaka / kerangka teoritis, metodologi penulisan skripsi dan sistematika penulisan skripsi. Bab II
: Teori – teori Politik Islam. Bab ini menjelaskan tentang teori politik Islam yang meliputi tentang pengertian Politik, Partai Politik dan Partai Islam, dijelaskan juga disini tentang fungsi partai politik serta kaidah umum yang mendasari adanya partai politik
Bab III : Biografi dan pemikiran Deliar Noer. Bab Ketiga, menguraikan tentang; Biografi Deliar Noer yang meliputi: Riwayat Hidup, Pendidikan dan Aktifitasnya serta Perjalanan Karier dan Pengabdian Deliar Noer untuk umat dan bangsa serta Pemikiran Deliar Noer tentang Format Ideal Partai Politik Islam Bab IV : Analisis Tentang Pemikiran Politik Deliar Noer Pada bab ini merupakan analisis Pemikiran Deliar Noer tentang Format Ideal Partai Politik Islam yang meliputi; Menelaah Pemikiran Politik Deliar Noer dan Relevansi Konsep Politik Islam Deliar Noer dengan Fenomena Politik Islam Politik Di Indonesia. Bab V :
Dalam bab ini meliputi, kesimpulan, saran dan penutup.
16
Catatan Akhir:
1
Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional (1945-1965), Jakarta : Grafiti Pers, cet I, 1987, hlm 47 2
Ibid
3
Djohermansyah Johan, Pola Dan Masa Depan Perimbangan Kekuasaan Politik Di DPR, Jakarta : Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Rajawali, cet I, 1988, hlm. 16 4
Bahtiar Effendy, Islam Dan Negara;Transfomasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia, Jakarta : Paramadina, Cet. I, 1998, hlm. 2-3 5
PK. Purwantana, Partai Politik di Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta, 1994, hlm. 82-83.
6
Hamid Basyaib Dan Hamid Abidin (Editor), "Mengapa Partai Islam Kalah", Jakarta : Alvabet, Cet I, 1999, Hlm. III 7
Ibid, hlm IV
8
PDI-P Boleh Dikatakan “Reinkarnasi” Dari PNI karena latar belakang dan platporm partai sama dengan PNI. Dan Sebenarnya PNI sendiri telah pecah menjadi beberapa partai; PNI Front Marhaein, PNI Masa Marhaen, PNI Supeni, Partai Nasional Demokrat, Dan PDI Soeryadi. 9
Hamid Basyaib, op. cit. Hlm.IV
10
Deliar Noer, Pengantar Buku “Partai Islam Di Pentas Nasional (Kisah Dan Analisis Perkembangan Politik Indonesia 1945-1965”, Jakarta : Mizan, 2000, Hlm. X 11
Ohio Halawa dkk, Profil 48 Ketua Umum Partai Politik RI, Jakarta : PT. Kreassi Karya Wiguna dan Nias, 1999, hlm. 303 12
Deliar Noer, "Mengapa Partai Islam Kalah", Op. Cit, Hlm 265
13
Ibid, hlm 267
14
Ibnu Khaldun, Muqaddimah I,, Beirut, Dar Shadir, TT, hlm. 292-293.
15
Bahtiar Effendy, "Islam Dan Negara;Transfomasi Pemikiran Dan Praktik Politik Islam Di Indonesia", Op.Cit. hlm. 2-3
17
16
Bahtiar Efendy, (Re) Politisasi Islam (Pernahkah Islam berhenti berpolitik), Bandung : Mizan, 2000, hlm 195. 5
Azzumardi Arza, Islam Reformis; Dinamika Intelektual dan Gerakan, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999, hlm XIX 18
Ahmad Munif, Intensifikasi Dialog Antara Islam Dan Demokrasi Dalam Upaya Mencari Format Ideal Terhadap Praksis Demokrasi di Indonesia (Study Telaah Terhadap Pemikiran Politik Deliar Noer (1962-2001 perspektif Fiqh Siyasah, Dalam Kelembagaan dan Kemajemukan), Skripsi, 2002 19
Biro Statistik Indonesia, Statitistik Indonesia, Jakarta, 1982
20
Ilmu Politik adalah ilmu yang memusatkan pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat. (lihat. Deliar noer, "Pemikiran Ke Pemikiran Politik, Medan : Dwipa, 1965, cet;i, hlm.56). 21
Ahmad Munif, op cit.s
22
_________, Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syari’ah, IAIN Walisongo Semarang, 2000, hlm 13 23
Soetrisno Hadi, "Metodologi Research", Jilid I, Yogyakarta : Andi Offset, 1990,
Hal.42. 24
Wahyu Ms Dan Muhammad Masduki, "Petunjuk Praktis Membuat Skripsi", Surabaya : Usaha Nasional, T.T., Hlm. 31 25
Suharsimi Arikunto, Op. Cit. hlm. 197