BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Usaha untuk menciptakan kesempatan kerja guna mengurangi pengangguran dan sekaligus menampung pertambahan tenaga kerja merupakan bagian kesatuan dari seluruh kebijakan dan program-program pembangunan. Bahkan seluruh kebijakan dan program pembangunan ekonomi dan sosial, mempertimbangkan sepenuhnya tujuan-tujuan perluasan kesempatan kerja serta kegiatan usaha yang banyak menyerap tenaga kerja. 1 Tenaga kerja dalam pembangunan nasional mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting yaitu sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Sesusai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, maka diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja sesuai harkat dan
1
Rachmat Trijono, 2014, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, Penerbit Papas Sinar Sinanti, Jakarta, h. 14.
1
2
martabat kemanusiaan. Untuk itulah maka diperlukan suatu perlindungan terhadap tenaga kerja yang dimana perlindungan terhadap tenaga kerja ini dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja atau buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja atau buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha. 2 Perlindungan terhadap tenaga kerja diimplementasikan dengan dibuatnya Undang-undang Keselamatan Kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 yang dimana dalam Undang-undang ini mengatur keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.3 Selain itu juga terdapat program jaminan sosial tenaga kerja yang dimana jaminan sosial tenaga kerja merupakan suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.4 Secara yuridis kedudukan buruh adalah bebas, tetapi secara secara sosial ekonomis kedudukan buruh adalah tidak bebas. Pada hakekatnya, kedudukan buruh secara yuridis berdasarkan ketentuan Pasal 27 UUD 1945 adalah sama dengan majikan. Namun dalam kenyataan nya, secara sosial
2
Ibid, h. 53. Ibid, h. 54. 4 Ibid, h. 58. 3
3
ekonomis kedudukan antara buruh dengan majikan adalah tidak sama. Sebagai orang yang tidak mempunyai bekal hidup lain dari itu, ia terpaksa bekerja pada orang lain.5 Majikan inilah yang pada dasarnya menentukan syarat-syarat kerja. Mengingat kedudukan pekerja atau buruh yang lebih rendah daripada majikan, maka perlu adanya campur tangan pemerintah untuk memeberikan perlindungan hukumnya. Perlindungan hukum bagi buruh sangat diperlukan mengingat kedudukan yang lemah. Zainal Asikin menyebutkan bahwa “ perlindungan hukum dari kekuasaan majikan terlaksana apabila peraturan perundangundangan dalam bidang perburuhan yang mengharuskan atau memaksa majikan bertindak seperti dalam perundang-undangan tersebut benar-benar dilaksanakan semua pihak karena keberlakuan hukum tidak dapat diukur secara yuridis saja, tetapi diukur secara sosiologis dan filososfis”.6 Dalam hal ini hukum ketenagakerjaan adalah bagian dari hukum yang berlaku yang menjadi dasar dalam mengatur hubungan kerja antara pekerja atau buruh dengan majikan atau perusahaannya, mengenai tata kehidupan dan tata kerja langsung bersangkut-paut hubungan kerja tersebut. Dimana hubungan kerja merupakan hubungan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.7
5
Zainal Asikin, 2004, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 5. 6 Ibid, h. 6. 7
Rachmat Trijono, op.cit, h. 26.
4
Bekerja merupakan hak asasi dari semua orang atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Hak tersebut berlaku bagi pria maupun wanita. Ketentuan ini terdapat pada Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan pada Pasal 5 UndangUndang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mengatur bahwa setiap tenaga kerja memiliki hak atau kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan. Artinya hal ini membuka peluang kerja bagi pria maupun wanita untuk berhak mendapatkan pekerjaan yang layak. Salah satunya wanita dapat bekerja sebagai waitress di cafe, guna meningkatkan mutu penjualan khususnya di Indonesia dimana wanita sebagai perantara atau daya tarik untuk menarik minat pengunjung mengunjungi suatu cafe tempat waitress tersebut bekerja. Waitress merupakan salah satu cara komunikasi untuk menarik minat pengunjung. Biasanya para wanita yang bekerja sebagai waitress ini dicari yang masih muda dan cantik-cantik dan agar lebih menarik perhatian, mereka selalu berpakaian dan berpenampilan yang menarik agar lebih menarik minat para pengunjung untuk mengunjungi cafe tempat mereka bekerja. Waitress merupakan perempuan yang bertugas untuk membawakan makanan dan minuman yang dipesan oleh pengunjung ke meja tempat pengunjung itu duduk dan menemani pengunjung selama pengunjung tersebut berada di cafe tempat mereka bekerja. Biasanya mereka bertugas menuangi minuman yang dipesan pengunjung ke dalam gelas dan menemani pengunjung bernyanyi selama berada di dalam cafe.
5
Biasanya terdapat perjanjian kerja antara pemilik cafe dengan waitress yang bekerja dengannya. Perjanjian kerja hanya dilakukan oleh dua belah pihak yakni pengusaha atau pemberi kerja dengan pekerja atau buruh. Hal-hal apa saja yang diperjanjikan diserahkan sepenuhnya kepada kedua belah pihak. Apabila salah satu pihak tidak menyetujuinya, maka tidak akan terjadi perjanjian kerja. Perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis atau lisan. Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara yuridis, yakni Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, pengertian perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja atau buruh denagn pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. 8 Namun dalam kenyataannya di lapangan sering dibuat dalam bentuk lisan, sehingga isinya sering tidak dipenuhi oleh kedua belah pihak. Hal ini yang menjadi persoalan bagaimana perlindungan hukum yang diberikan oleh perusahaan kepada waitress. Dalam bekerja waitress berada di lokasi yang daerah pekerjaannya rawan akan kecelakaan kerja karena pada saat sudah dipengaruhi minuman alkohol atau minuman keras pengunjung yang mereka dampingi tidak dapat mengontrol emosi mereka. Mungkin saja pengunjung ingin berbuat senonoh atau melakukan pelecehan terhadap waitress namun waitress menolak sehingga membuat pengunjung tersebut marah dan memaki mereka bahkan sampai memukul mereka atau pada saat di cafe tersebut pengunjung tidak
8
Rachmat Trijono, loc.cit.
6
sengaja bergesekan dengan pengunjung lainnya maka karena sama-sama terpengaruh minuman keras bisa saja terjadi perkelahian dan mungkin akibat perkelahian tersebut tidak sengaja terkena atau berimbas pada waitress tersebut. Hal ini menjadi alasan mengapa perlunya perlindungan hukum terhadap waitress yang mengalami kecelakaan pada saat bekerja. Apalagi banyak yang menganggap negatif pekerjaan sebagai waitress padahal tidak semua waitress seperti pikiran orang-orang yang mengatakan bahwa waitress merupakan wanita yang gampangan atau murahan. Sementara perlindungan terhadap pekerja atau buruh dimaksudkan untuk menjamin hak dasar pekerja atau buruh dan menjamin kesamaan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha. 9 Dimana ketentuan ini diatur dalam Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menentukan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan yaitu keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan agama, kelakuan sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai agama. Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 sangat berarti dalam mengatur hak dan kewajiban bagi para tenaga kerja maupun para pengusaha di dalam melaksanakan mekanisme proses produksi. Perlindungan tenaga kerja tidak kalah pentingnya untuk bisa menjamin hak-hak dasar 9
I Made Udiana, Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial, Udayana University Perss, Denpasar, 2015, h. 4
7
pekerja dan menjamin kesamaan serta perlakuan tanpa diskriminasi. Hal ini merupakan esensi dari disusunnya Undang-undang Ketenagakerjaan, yaitu mewujudkan kesejahteraan para pekerja yang akan berimbas terhadap kemajuan dunia usaha di Indonesia.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dibahas permasalahan dengan judul “ Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Wanita yang Bekerja Sebagai Waitress di Cafe Pulau Biru Berdasarkan Undang-Undang No 13 Tahun 2003”
1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah implementasi perlindungan hukum yang diberikan oleh pemilik cafe kepada waitress berdasarkan hukum Undang-Undang No 13 tahun 2003? 2. Bagaimanakah
pertanggungjawaban
dari
pemilik
cafe
terhadap waitress apabila terjadi kecelakaan kerja? 1.3. Ruang Lingkup Masalah Ruang lingkup penelitian merupakan bingkai penelitian yang menggambarkan batas penelitian, yang menggambarkan batas penelitian,
8
mempersempit permasalahan, dan membatasi area penelitian. Lingkup penelitian juga menunjukkan secara pasti factor-faktor mana yang diteliti dan mana yang tidak, atau untuk menetukan apakah semua factor yang berkaitan dengan penelitian akan diteliti ataukah akan dieliminasi sebagian. 10 Untuk mencegah agar isi dan uraian tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan maka perlu diberikan batasan-batasan mengenai ruang lingkup masalah yang akan dibahas. Adapun ruang lingkupnya, pada permasalahan pertama akan dibahas mengenai bentuk implementasi perlindungan hukum terhadap waitress berdasarkan hukum ketenagakerjaan dan permasalahan kedua, yaitu akan dibahas mengenai pertanggungjawaban pemilik cafe terhadap waitress pada saat terjadi kecelakaan kerja. 1.4. Orisinalitas Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dibuat berdasarkan pada ide, gagasan, dan pemikiran sendiri, serta hasil membaca dari berbagai literatur. Berdasarkan informasi dan penelusuran pada kepustakaan, khususnya lingkungan Perpustakaan Hukum Universitas Udayana, ditemukan penelitian yang sejenis namun memiliki perbedaan substansi, yaitu : No
Nama
1
Tude Trisnajaya
Tahun 2013
Rumusan Masalah 1.Bentuk
jaminan
kesehatan
kerja bagi pekerja wanita pada melasti beach resort spa?
10
Bambang Sunggono, 2005, Metodologi Penelitian Hukum, Ed. 1, Cet. 7, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 111.
9
2.Implementasi
jaminan
kesehatan
terhadap
kerja
produktifitas wanita
kinerja
pada
pekerja
Melasti
Beach
Resort? 2
I Dewa Ayu Dani 2013
1.Bagaimanakah
bentuk
Saputri
perlindungan hukum bagi pekerja wanita menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003? 2.Bagaimanakah akibat hukum bagi pengusaha apabila tidak dilaksanakannya
program
jamsostek? 3
I
Kadek
Sutarmayasa
Putra 2015
1.Bagaimanakah perlindungan diberikan kepada
implementasi hukum
oleh waitress
Undang-Undang
pemilik
yang café
berdasarkan Nomor
13
Tahun 2003? 2.Bagaimanakah pertanggungjawaban dari pemilik café terhadap waitress apabila terjadi kecelakaan kerja?
10
1.5. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum : 1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap waitress berdasarkan hukum ketenagakerjaan. 2. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pemilik cafe terhadap waitress pada saat terjadi kecelakaan kerja. b. Tujuan Khusus 1. Untuk memahami mengenai perlindungan hukum yang didapatkan oleh waitress berdasarkan hukum ketenagakerjaan. 2. Untuk memahami pertanggungjawaban pemilik cafe terhadap waitress pada saat terjadi kecelakaan kerja. 1.6. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis : 1. Dapat melatih mahasiswa untuk belajar membandingkan hal-hal secara teori yang tertuang di dalam kepustakaan maupun peraturan perundang-undangan dengan pelaksanaan teori tersebut di lapangan. 2. Dapat menambah wawasan mahasiswa mengenai sejauh mana pelaksanaan dari teori hukum tersebut berkembang di lapangan. 3. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam bidang pendidikan terutama untuk mengembangkan ilmu hukum khususnya hukum ketenagakerjaan mengenai perlindungan hukum terhadap waitress.
11
b. Manfaat praktis : 1. Penelitian ini bermanfaat dalam pelaksanaan dan prakteknya bagi pemilik
cafe
dan
masyarakatdalam
rangka
menyelesaikan
permasalahan hukum mengenai perlindungan hukum terhadap waitress. 2. Untuk dapat dijadikan pedoman oleh kalangan mahasiswa, praktisi maupun masyarakat umum didalam menyikapi masalah yang timbul saat terjadi kecelakaan kerja yang dialami oleh waitress.
1.7. Landasan Teoritis Negara Indonesia merupakan negara hukum. Hukum adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi peraturan hidup suatu masyarakat yang bersifat kendalikan, mencegah, mengikat, memaksa. Dengan kata lain hukum merupakan serangkaian aturan yang berisi perintah ataupun larangan yang sifatnya memaksa demi terciptanya suatu kondisi yang aman, tertib, damai, dan tentram serta terdapat sanksi bagi siapapun yang melanggarnya. Sedangkan menurut Plato hukum merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat. Pada hakekatnya, setiap negara pasti memberikan perlindungan hukum bagi setiap warga negaranya. Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 alenia ke-4 disebutkan bahwa “ Pemerintah negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum….”
12
Ini menunjukan bahwa pemerintah memberikan perlindungan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk para pekerja dan buruh. Perlindungan tenaga kerja bertujuan untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. 11 Pengertian tenaga kerja menurut Imam Soepomo diartikan juga sangat luas, yaitu meliputi semua orang yang mampu dan diperbolehkan melakukan pekerjaan, baik yang sudah mempunyai pekerjaan dalam hubungan kerja ataupun sebagai swa pekerja maupun yang belum mempunyai pekerjaan.12 Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepadasubyek hukum ke dalam bentuk perangkat baik yang preventif maupun yang bersifat represif, baik yang lisan maupun yang tertulis. Dengan kata lain dikatakan bahwa perlindungan hukum sebagai gambaran tersendiri dari fungsi hukum itu sendiri, yang memiliki konsep bahwa hukum memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan, dan kedamaian. Sedangkan menurut Philipus M. Hadjon perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki
oleh
subyek
hukum
berdasarkan
ketentuan
hukum
kesewenangan. 11 12
Hardijan Rusli, 2003, Hukum Ketenagakerjaan, Ghalian Indonesia, Jakarta, h. 12. Imam Soepomo, 2003, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, h. 27.
dari
13
Ada dua macam perlindungan hukum, yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. 1. Perlindungan Hukum Preventif Preventif
artinya
rakyat
diberikan
kesempatan
untuk
mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitive. Dalam hal ini artinya perlindungan hukum yang preventif ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum yang preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintah yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang prevemtif pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan. 2. Perlindungan Hukum Represi Perlindungan hukum represi, yaitu perlindungan hukum yang diberikan setelah adanya sengketa. Perlindungan hukum represif ini bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Imam Soepomo membagi perlindungan bagi pekerja atau tenaga kerja ini menjadi 3 (tiga) macam, yaitu : 1. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup untuk memenuhi
keperluan
sehari-hari
baginya
beserta
keluarganya, termasuk dalam hal pekerja tidak mampu
14
bekerja karena sesuatu diluar kehendaknya. Perlindungan ini disebut dengan jaminan sosial. 2. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya memungkinkan
pekerja
itu
mengenyam
dan
memperkembangkan prikehidupannya sebagai manusia pada umumnya, dan sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga, atau yang biasa disebut kesehatan kerja. 3. Perlindungan teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan yang dapat ditimbulkan oleh pesawatpesawat atau alat kerja lainnya atau oleh bahan yang diolah ataudikerjakan perusahaan. Perlindungan jenis ini disebut dengan keselamatan kerja.13 Dalam hukum ketenagakerjaan bentuk perlindungan hukum yang diberikan berupa perlindungan hukum dibidang keamanan kerja dimana baik dalam waktu yang relatif singkat atau lama akan aman dan ada jaminan keselamatan bagi pekerja. Dengan adanya perlindungan hukum terhadap pekerja, negara mewajibkan kepada pengusaha untuk menyediakan alat keamanan kerja bagi pekerja. Dalam hal pertanggungjawaban terhadap pekerja apabila terjadi kecelakaan kerja ketika melaksanakan kewajibannya dalam
13
Zainal Asikin, Agusfian Wahab, Lalu Husni, dan Zaeni Asyhadie, 2012, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 97.
15
pekerjaan, maka pengusaha akan menanggung beban yang timbul secara materiil dengan memberikan penggantian dari biaya yang timbul akibat kecelakaan kerja.14 Perlindungan pekerja dapat dilakukan, baik dengan jalan memberikan tuntunan maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia, perlindungan fisik dan teknis serta sosial dan ekonomi norma yang berlaku dalam lingkungan kerja itu. Dengan demikian maka perlindungan kerja ini akan mencakup : a. Norma keselamatan kerja : yang meliputi keselamatan kerja yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat-alat kerja, bahan, proses pengerjaan, keadaan tempat kerja, dan lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan. b. Norma kesehatan kerja dan Heigiene kesehatan perusahaan : yang meliputi pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja, dilakukan dengan mengatur pemberian obat-obatan, perawatan tenaga kerja yang sakit. c. Norma kerja : yang meliputi perlindungan terhadap tenaga kerja yang bertalian dengan waktu kerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti, kerja wanita, anak, kesusilaan ibadah menurut agama
keyakinan
masing-masing
yang
diakui
oleh
pemerintah, kewajiban sosial kemasyarakatan dan sebagainya
14
h. 53.
Soedarjadi, 2008, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta,
16
guna memelihara kegairahan dan moril kerja yang menjamin daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral. d. Kepada tenaga kerja yang mendapat kecelakaan dan/atau menderita penyakit kuman akibat pekerjaan, nerhak atas ganti rugi perawatan dan rehabilitasi akibat kecelakaan, dan atau penyakit akibat pekerjaan, ahli warisnya berhak mendapat ganti kerugian.15 Salah satu bentuk perlindungan tenaga kerja adalah menyangkut penyelesaian perselisihan hubungan industrial yaitu berdasarkan pasal 136 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003. Dimana pada pasal 136 tersebut mengenal dua pola penyelesaian yakni melalui musyawarah dan melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dalam Undang-Undang.16 Adapun asas-asas dalam suatu perjanjian, yaitu asas konsesualisme, asas pacta sunt servanda, dan asas kebebasan berkontrak. 1. Asas Konsesualisme, artinya bahwa suatu perikatan itu terjadi sejak saat tercapainya kata sepakat antara kedua belah pihak. Berdasarkan Pasal 1320 Ayat (1) KUH Perdata, dinyatakan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan kedua belah pihak.
15
Zainal Asikin, Agusfian Wahab, Lalu Husni, dan Zaeni Asyhadie, op.cit, h. 96. I Made Udiana, op.cit.
16
17
Dimana kesepakatan tersebut dapat dibuat secara lisan maupun tulisan. 2. Asas Pacta Sunt Servanda, artinya semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata. 3. Asas Kebebasan Berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian, kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia. Namun kebebasan kontrak tersebut tetap dibatasi oleh tiga hal, yaitu : tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan, dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum.17 1.8. Metode Penelitian Penelitian pada dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati dengan teliti terhadap suatu obyek yang mudah terpegang di tangan. Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu research, yang berasal dari kata re (kembali) dan to search ( mencari). Dengan demikian secara logawiyah berarti mencari kembali. Penelitian merupakan pencarian kembali terhadap pengetahuan yang benar (ilmiah), karena dari hasil pencariaan akan dipakai untuk menjawab permasalahan tertentu. 18 Metode penelitian merupakan cara-cara yang digunakan dalam penyusunan skripsi untuk menjawab suatu permasalahan yang dibahas.
17
Titik Triwulan Tutik, 2010, Hukum Perdata dan Sistem Hukum Nasional, Prenada media Group, Jakarta, h. 227. 18 Bambang Sunggono, op.cit, h. 27.
18
Adapun metode penelitian terdiri dari: jenis penelitian, sifat pendekatan, sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik pengolahan dan analisis data.19 a. Jenis penelitian Sesuai dengan permasalahan yang diajukan, maka jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yang bersifat yuridis empiris. Yuridis empiris adalah suatu penelitian yang beranjak dari kesenjangan-kesenjangan das solem (teori) dengan das sein (praktek atau kenyataan), kesenjangan antara keadaan teoritis dengan fakta hukum dan/atau situasi ketidaktahuan yang dikaji untuk pemenuhan kepuasan akademik. Penelitian yuridis, yaitu dengan melihat dari aspekaspek hukum sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Penelitian empiris diteliti dari sifat hukum yang nyata sesuai dengan kenyataan yang hidup di dalam masyarakat. Jadi penelitian empiris harus dilakukan di lapangan dengan menggunakan metode teknik lapangan. Penelitian hukum empiris sendiri menurut sifat nya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu : a. Penelitian yang sifatnya eksploratif (penjajakan atau penjelajahan). Penelitian eksploratif umumnya dilakukan terhadap pengetahuan yang masih baru, masih belum ada teori-teori, atau informasi tentang norma-norma atau ketentuan yang mengatur tentang hal tersebut. Penelitian ini 19
Amirudin dan Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 19.
19
bertujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai suatu gejala tertentu, atau untuk mendapatkan ide-ide baru mengenai suatu gejala itu. b. Penelitian yang sifatnya deskriptif. Penelitian ini bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan
penyebaran
suatu
gejala,
atau
untuk
menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. c. Penelitian yang sifatnya eksplanatoris. Sifatnya menguji hipotesis, yaitu penelitian yang ingin mengetahui pengaruh atau dampak suatu variable terhadap variable lainnya atau penelitian tentang hubungan atau korelasi suatu variable. Penelitian ini pada dasarnya berbentuk eksperimen yang hanya didominasi oleh ilmu eksata.20 Penggunaan hukum empiris disini karena penelitian lapangan yang mengkaji pelaksanaan dan implementasi perlindungan ketentuan perundang-undangan di lapangan. Menurut sifatnya, penelitian yang digunakan, yaitu penelitian yang bersifat deskriptif.21 Penelitian ini melihat
54.
20
Ibid, h. 19
21
Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, h.
20
fakta-fakta yang terjadi di lapangan khususnya melihat bagaimana perlindungan hukum terhadap waitress yang bekerja di cafe. b. Jenis pendekatan Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum umumnya dibaginya menjadi 5 (lima) jenis, antara lain : 1. Pendekatan
perundang-undangan
(statute
approach).
Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua undangundang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. 2. Pendekatan
kasus
(case
approach).
Pendekatan
ini
dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah menjadi kekuatan yang tetap. 3. Pendekatan historis (historical approach). Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah latar belakang apa yang di pelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu yang dihadapi. 4. Pendekatan Pendekatan
komparatif yang dilakukan
(comparative dengan
approach).
membandingkan
undang-undang suatu negara dengan undang-undang dari satu atau lebih negara lain mengenai hal yang sama.
21
Kegunaan pendekatan ini adalah untuk memperoleh persamaan dan perbedaan diantara undang-undang tersebut. 5. Pendekatan konseptual (conseptual approach). Pendekatan ini beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. 6. Pendekatan fakta (fact approach). Pendekatan ini dilakukan dengan melihat fakta yang terjadi di lapangan/kenyataannya di lapangan.22 Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perundangundangan dan pendekatan fakta. Pendekataan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini, kemudian dikaitkan dengan permasalahan yang dibahas. Sedangkan pendekatan fakta dilakukan untuk mengetahui fakta-fakta yang terjadi di lapangan yang berkaitan dengan permasalahan, dalam hal ini mengenai perlindungan hukum terhadap waitress yang bekerja di cafe.
c. Sumber bahan hukum/data Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari :
22
Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 93.
22
1. Data primer atau data dasar yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan yaitu baik dari responden maupun informan. Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini bersumber pada fakta-fakta yang terjadi di lapangan,23 terkait dengan perlindungan hukum terhadap waitress yang bekerja di cafe. 2. Data sekunder (secondary data), yaitu data yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan/library research, yaitu dari berbagai macam sumber bahan hukum yang dapat diklasifikasikan atas 3 (tiga) jenis meliputi : a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. b. Bahan hukum sekunder berupa bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yang terdiri dari buku-buku dan artikel-artikel hasil penelitian atau pendapat pakar hukum. c. Bahan hukum tersier berupa bahan-bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder seperti kamus hukum.24
23
Amirudin dan H.Zainal Asikin, op.cit, h. 30.
24
Amirudin dan H Zainal Asikn, op.cit, h. 31.
23
d. Teknik pengumpulan data Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu data primer diperoleh dengan teknik wawancara (interview). Wawancara merupakan suatu cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada yang diwawwwancarai / responden dan informan, untuk memperoleh data yang otentik tentang perlindungan terhadap Waitress yang bekerja di cafe. Data-data yang dikumpulkan melalui wawancara ini dengan melakukan tanya jawab secara sistematis dimana peneliti bertatap muka langsung dengan pemilik cafe sebagai pihak yang berkompetensi untuk memberikan pernyataan. Untuk mendapatkan data sekunder, teknik yang digunakan yaitu dengan
study
kepustakaan
dengan
membaca,
menelaah,
dan
mengklasifikasikan data-data dari peraturan perundang-undangan serta beberapa
literatur
yang
berkaitan
dengan
permasalahan.
Data
dikelompokan lalu dilakukan dengan mengutip bagian-bagian penting, baik yang berupa kutipan langsung maupun tidak langsung.25 e. Teknik Pengolahan dan Analisis data Setelah data-data yang diperoleh terkumpul, baik data lapangan maupun data kepustakaan selanjutnya data tersebut diolah dan dianalisis. Pengolahan data ini disajikan secara deskriptif, yaitu pemaparan secara jelas dan terperinci mengenai penelitian terhadap suatu peristiwa untuk
25
M.Syamsudin, 2007, Operasionalisasi Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 101.
24
mengetahui keadaan yang sebenarnya dalam hal ini mengenai perlindungan hukum terhadap waitress yang bekerja di cafe. Sedangkan untuk menguraikan dan menjelaskan pengertian tentang masalah hukum yang data-datanya telah terkumpul dilakukan analisis kualitatif. Analisis kualitatif ditunjukan terhadap data-data yang sifatnya berdasarkan kualitas dan kemudian disusun secara sistematis guna memperoleh suatu kesimpulan dan kejelasan dalam pembahasan masalah.