BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan aset yang berharga untuk keberhasilan kehidupan manusia, karena kesehatan berhubungan dengan semua segi kehidupan manusia baik mental, fisik, maupun spiritual. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Depertemen Kesehatan, 2010). Rumah sakit memiliki tugas antara lain melaksanakan pelayanan kesehatan, penyembuhan penderita, dan pemulihan keadaan (cacat badan dan jiwa) sesuai dengan peraturan perundangan. Rumah sakit umum juga berfungsi dalam melaksanakan usaha pelayanan medis, melakukan usaha rehabilitasi medis, melaksanakan sistem rujukan, usaha pendidikan dan pelatihan (diklat) bagi tenaga medis dan paramedis, sebagai tempat penelitian untuk pengembangan, dan penyelenggaraan umum pelayanan rumah sakit. Semua fasilitas yang ada dituntut untuk bekerja secara profesional dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan memuaskan. Masyarakat yang menerima pelayanan medis dan kesehatan di rumah sakit, baik pada saat operasi maupun dalam rawat inap dihadapkan dengan resiko infeksi. Mekanisme penyebaran mikroorganisme
penyebab infeksi dapat melalui dua cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penyebaran secara langsung dapat melalui adanya sentuhan, batuk, berbicara, dan lain-lain. Untuk penyebaran mikroorganisme secara tidak langsung dapat melalui media perantara salah satunya dengan melalui sediaan alat kesehatan yang tidak steril, terutama untuk alat kesehatan yang bersentuhan langsung dengan luka dan cairan biologis tubuh (Darmadi, 2008). Semua alat kesehatan yang kontak langsung dengan pasien dapat menjadi sumber infeksi. Alat kesehatan steril memberikan peran penting dalam mengurangi penyebaran penyakit infeksi dalam tindakan pelayanan kesehatan (Depertemen Kesehatan, 2008a). Menurut Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 yang dimaksud dengan alat kesehatan adalah instrumen, peralatan medis atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Oleh karena itu rumah sakit dituntun untuk berperan dalam pengendalian infeksi dan upaya menekan kejadian infeksi nosokomial pada pasien dan petugas rumah sakit. Steril adalah kondisi bebas dari segala bentuk kehidupan termasuk mikroorganisme dan spora. Proses untuk mencapai kondisi steril disebut sterilisasi yang berarti suatu proses pengolahan alat atau bahan yang bertujuan untuk menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroorganisme termasuk endospora dan dapat dilakukan baik dengan proses kimia maupun dengan proses fisika (Depertemen Kesehatan, 2009). Alat kesehatan steril dapat didefinisikan sebagai
alat kesehatan yang bebas dari mikroorganisme baik bersifat patogen maupun nonpatogen bentuk vegetatif maupun spora (Agoes, 2009). Central Steril Supply Departement (CSSD) atau sering disebut Pusat Sterilisasi merupakan salah satu unit pengelola alat kesehatan dan linen steril pada fase akhir di rumah sakit, sehingga CSSD merupakan ujung tombak terjaminnya sterilitas alat kesehatan tersebut. Pusat sterilisasi dianggap unit yang sangat bertangung jawab atas persiapan dan ketersediaan alat kesehatan steril di rumah sakit terutama kamar operasi (Syamlan, 2001). Istilah untuk CSSD bervariasi, mulai dari Central Service (SC), Central Supply (CS), Central Processing Departement (CPD) dan lain-lain. Namun kesemuanya mempunyai fungsi utama yang sama yaitu menyiapkan alat-alat bersih dan steril untuk keperluan perawatan pasien di rumah sakit. Secara lebih rinci fungsi dari pusat sterilisasi adalah menerima, memproses, memproduksi, mensterilkan menyimpan serta untuk kepentingan perawatan pasien (Depertemen Kesehatan, 2009). Pusat sterilisasi merupakan salah satu mata rantai yang penting untuk pengendalian infeksi dan berperan dalam upaya menekan kejadian infeksi nosokomial (Depertemen Kesehatan, 2009). Tujuan umum dari pusat sterilisasi sendiri adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan sterilisasi alat dan bahan guna, serta menekan kejadian infeksi di rumah sakit. Rata-rata tindakan pembedahan per hari di rumah sakit lebih kurang 30-40 tindakan operasi, sehingga ketersediaan alat kesehatan steril seperti intrumen alat bedah maupun linen yang steril perlu diperhatikan ketersediaannya di rumah sakit (Syamlan, 2001). Pada saat operasi instrumen yang telah dipakai sangat mudah menyebarkan infeksi dan dapat pula
merusak fungsi dari instrumen itu sendiri, ketika darah dan cairan tubuh lainnya dibiarkan kering pada permukaan instrumen, protein cenderung mengental sehingga perlu teknik yang sesuai dalam dekontaminasi (Joseph, 2011). Selain itu bakteri atau mikroorganisme lainnya pada permukaan perangkat akan mulai membentuk biofilm. Biofilm adalah komunitas mikro-organisme yang terbungkus dalam sebuah “polimer ekstraseluler”, merupakan matriks lendir yang hidup di permukaan, bila biofilm sudah terbentuk akan sukar sekali untuk dihilangkan, selain itu lapisan pelindung biofilm dapat mengurangi fungsi dari sterilisasi dengan mencegah akses proses sterilisasi ke mikroorganisme (Joseph, 2011). Dilihat dari nilai rupiah yang tidak murah baik untuk perawatan mesin secara terus menerus atau penggantian mesin/alat sterilisasi yang telah rusak dengan yang baru. Dikarenakan kurangnya perawatan ataupun penggunaan mesin/alat sterilisasi secara tidak optimal. Ini merupakan beban yang perlu ditanggung rumah sakit sebagai pemborosan dan kerugian yang dialami rumah sakit, sehingga masalah ini harus segera diatasi. CSSD berperan penting dalam manajemen ketersediaan alat kesehatan sediaan steril pada proses pelayanan medis di rumah sakit. Dibutuhkan pimpinan serta rumah sakit yang mampu mengelola kinerja CSSD secara baik dan dapat pula menjamin mutu semua produk CSSD di rumah sakit. Menjadi staf atau tenaga kerja dari pusat sterilisasi tidak sembarang orang, dikarenakan tugas dan tanggung jawabnya yang begitu besar dalam menjamin sterilisasi alat kesehatan di rumah sakit. Menurut lembaga riset dan pelatihan yang bergerak pada business intelligence and clinical excellence yaitu novia strategie.
Pada studi kasusnya layanan rumah sakit khususnya pada CSSD rumah sakit, perlu meningkatkan kinerja kepemimpinan yang lebih optimal pada unit CSSD. Masih banyaknya temuan masalah dilapangan yaitu kurangnya kinerja kepemimpinan pada CSSD di rumah sakit, standar praktek kerja yang tidak konsisten, pemantauan kualitas yang tidak memadai, kurangnya kebijakan dan prosedur yang benar, tidak konsisten pada pendidikan serta kompetensi tenaga kesehatan di CSSD rumah sakit (Anonim, 2014). Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat karakteristik pimpinan dan karakteristik rumah sakit dalam praktek sterilisasi yang baik di CSSD rumah sakit. Diharapkan mampu menyediakan produk steril yang dapat dipertanggung jawabkan dengan menekan biaya operasional, serta dapat mencegah terjadinya duplikasi proses sterilisasi. Jumlah rumah sakit DIY dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 yaitu sebanyak 69 rumah sakit, dengan jumlah penduduk DIY sebanyak 3.560.080 jiwa (Kementerian Kesehatan, 2014). Rasio perbandingan 1 rumah sakit di DIY melayani kurang lebih 51.595 jiwa. Jumlah rumah sakit Jawa Tengah dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 yaitu sebanyak 272 rumah sakit (Kementerian Kesehatan, 2014). Jumlah penduduk Jawa Tengah sebanyak 32.684.579 jiwa, sehingga rasio perbandingan 1 rumah sakit di Jawa Tengah melayani kurang lebih 120.163 jiwa. Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.340/MENKES/PER/III/2010 tentang kalsifikasi rumah sakit, diharuskan untuk semua kelas rumah sakit memiliki Instalasi Sterilisasi atau disebut CSSD. Rumah sakit dituntut untuk bekerja secara profesional dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan memuaskan, dengan adanya CSSD diharapkan
untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan sterilisasi alat, serta menekan kejadian infeksi di rumah sakit. Tujuan penelitian ini untuk melihat dan menganalisis karakteristik pimpinan dan karakteristik rumah sakit dalam praktek sterilisasi yang baik di CSSD rumah sakit DIY dan Jawa Tengah, dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan yang optimal di rumah sakit DIY dan Jawa Tengah.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang ada dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Adakah hubungan karakteristik pimpinan (lama kerja, tingkat pendidikan, jenis kelamin, usia, frekuensi pelatihan, pengetahuan tentang CSSD dan pemahaman proses sterilisasi) terhadap praktek sterilisasi yang baik di CSSD rumah sakit DIY dan Jateng ? 2. Adakah hubungan karakteristik rumah sakit (kepemilikian rumah sakit, klasifikasi rumah sakit, jumlah tempat tidur, dan jumlah sumber daya manusia yang dimiliki CSSD) terhadap praktek sterilisasi yang baik di CSSD rumah sakit DIY dan Jateng? 3. Apakah terdapat perbedaan antara profesi tenaga kesehatan terhadap praktek sterilisasi yang baik di CSSD rumah sakit DIY dan Jateng? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui hubungan karakteristik pimpinan (lama kerja, tingkat pendidikan, jenis kelamin, usia, frekuensi pelatihan, pengetahuan tentang CSSD dan pemahaman proses sterilisasi) terhadap praktek sterilisasi yang baik di CSSD rumah sakit DIY dan Jateng.
2. Untuk mengetahui hubungan karakteristik rumah sakit (kepemilikian rumah akit, klasifikasi rumah sakit, jumlah tempat tidur, dan jumlah sumber daya manusia yang dimiliki CSSD) terhadap praktek sterilisasi yang baik di CSSD rumah sakit DIY dan Jateng. 3. Untuk mengetahui perbedaan antara profesi tenaga kesehatan terhadap praktek sterilisasi yang baik di CSSD rumah sakit DIY dan Jateng.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian diharapkan dapat memberi manfaat untuk informasi sebagai evaluasi terhadap tenaga kesehatan yang berkompeten sebagai sumber daya manusia pada CSSD dalam pengelolaan manajemen alat kesehatan steril rumah sakit, yang nantinya dapat dijadikan masukan untuk pihak rumah sakit dalam meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit. 2.
Bagi Peneliti Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan ilmu yang bermanfaat, sehingga nantinya dapat diaplikasikan dalam dunia kerja sebagai acuan bagi semua pihak yang terkait dalam manajemen alat kesehatan sediaan steril di CSSD rumah sakit.
3.
Bagi Akademisi Hasil penelitian diharapkan dapat memberi masukan dan tambahan ilmu tentang pentingnya kompetensi apoteker dalam pengelolaan alat kesehatan steril di CSSD rumah sakit.
E. Keaslian Penelitian Penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya namun ada beberapa penelitian yang cukup relevan. Perbedaan penelitian ini dari penelitian lain sebagai berikut : Tabel 1. Hal yang Membedakan Dari Keaslian Penelitian Fusco dan Spiri Penelitian yang Syamlan (2001) (2014) dilakukan Penerapan metode Deskriptif analitik Analisis karakteristik Unit master production secara sistematis pimpinan dan analisis schedule (MPS) dalam dengan karakteristik rumah menentukan jumlah menghubungkan dan sakit dalam praktek produksi yang optimal membandingkan sterilisasi yang baik di Pusat Sterilisasi manajemen di CSSD Rumah (CSSD). pengelolaan CSSD Sakit, sehingga dapat tiap rumah sakit. mengetahui pemahaman dan sudut pandang dari pimpinan CSSD. Subjek penelitian
Meramal kebutuhan linen steril di rumah sakit, dilakukan dengan menggunakan software quantity system business plus (QSB+) dan pengendalian persediaan dilakukan dengan master production schedule (MPS).
Menganalisis indikator kualitas di Instalasi Pusat Sterilisasi (CSSD) pada rumah sakit umum yang telah terakreditasi, dengan mengambil data dari setiap pimpinan CSSD yang bertanggung jawab.
Kepala CSSD dan sub.divisi CSSD rumah sakit kelas A dan B.
Tempat penelitian
Rumah sakit daerah Dr. Soetomo, Surabaya, Jawa timur.
3 rumah sakit di kota Rumah sakit kelas A Florianopolis, Brazil. dan B wilayah DIY dan Jawa Tengah.