BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pelantikan Jenderal Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia yang kedua 27 Maret 1968 telah menandai berakhirnya Orde Lama yang dipimpin Ir. Soekarno. Di bawah pimpinan Soeharto, Indonesia memasuki babak baru pemerintahan bangsa ini, masa Orde Baru bertekad mewujudkan pemerintahan yang kembali menjunjung Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan membangun bangsa Indonesia. Dibuatlah berbagai kebijakan-kebijakan pembangunan nasional berdasar Pancasila dan UUD 1945 yang bertujuan mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera secara seimbang baik materiil maupun spiritual. Cita-cita pemerintah Orde Baru tersebut tidak hanya menjadi citacita dan tugas pemerintah namun juga segenap rakyat Indonesia, baik tua muda,
laki-laki
ataupun
perempuan,
masyarakat
bersama-sama
menggunakan perannya untuk mewujudkan cita-cita pembangunan nasional. Bahwasanya hal ini didukung pula dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 30 ayat 1 yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam pembelaan negara.” (Hardjito Notopuro, 1984: 16-17) Berdasarkan landasan tersebut, ikut sertanya seluruh rakyat Indonesia,
khususnya
perempuan
di
samping
para
pria
dalam
melaksanakan pembangunan nasional di segala bidang merupakan syarat
1
mutlak demi berhasilnya cita-cita nasional. Bahkan hal ini didukung pula dengan kenyataan bahwa separuh dari penduduk Indonesia terdiri dari kaum perempuan yang bekerja sebagai tenaga kerja wanita, baik mereka yang bekerja pada bidang pemerintahan, swasta maupun sebagai ibu-ibu pengurus rumah tangga. Oleh karena itu peran perempuan tidak dapat dikesampingkan lagi. Peran disini menunjuk pada fungsi, tugas perempuan (Eko Endarmoko,2006:103) Pada masa Orde Baru kaum wanita telah diminta untuk berpartisipasi dan lebih banyak memainkan peranannya di dalam proses pembangunan. (Hardjito Notopuro,1984: 16-17) Garis-Garis Besar Haluan Negara (Ketetapan MPR-RI Nomor II/MPR/1983) yang didalamnya menerangkan tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) perihal “Peranan Wanita dalam Pembangunan dan Pembinaan Bangsa” menentukan : 1.
Pembangunan yang menyeluruh mensyaratkan ikut sertanya pria maupun wanita secara maksimal di segala bidang. Oleh karena itu, wanita mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria untuk ikut serta sepenuhnya dalam segala kegiatan pembangunan.
2.
Peranan dan tanggung jawab wanita dalam pembangunan makin dimantapkan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan di berbagai bidang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
3.
Dalam
rangka
mendorong
partisipasi
wanita
dalam
pembangunan perlu makin dikembangkan kegiatan wanita
2
dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui organisasi Pembinaan
Kesejahteraan
Keluarga
(PKK).
(Hardjito
Notopuro, 1984: 27-29) Mendukung kebijakan tersebut, maka pada masa Orde Baru banyak organisasi wanita didirikan sebagai wadah bagi para wanita untuk menyadarkan dan mendorong tentang eksistensinya serta kedudukannya di masyarakat dalam pembangunan nasional. Organisasi ini didirikan di bidang khusus serta menurut profesi, keanggotaan sukarela, organisasi wanita di lingkungan militer dan sipil diintegrasikan dengan dinas dimana keanggotaan secara otomatis dengan usaha utama adalah meningkatkan partisipasi dalam pembangunan nasional termasuk kesejahteraan keluarga dan meninggikan derajat perempuan. Salah satu diantaranya adalah dibentuknya organisasi Dharma Wanita Persatuan pada tanggal 5 Agustus 1974 yang diprakarsa isteri-isteri Departemen dan Instansi Pemerintah. (Sukanti Suryochondro,1984:182) Pendidikan non formal adalah salah satu sub program organisasi Dharma Wanita Persatuan di bidang pendidikan. Program pendidikan menjadi hal penting organisasi, yaitu sebagai salah satu usaha untuk dapat membuka cakrawala yang lebih luas sebagai usaha mensejahterakan anggota. Organisasi ini terdapat di tingkat Kabupaten, salah satunya di Kabupaten Semarang yang banyak memberikan kontribusi untuk kesejahteraan anggotanya. Hal ini terbukti dengan diadakannya programprogram pendidikan non formal bagi anggota Dharma Wanita Persatuan Kabupaten Semarang sebagai usaha mensejahterakan anggota dan dalam
3
rangka mensukseskan pembangunan nasional. Pendidikan non formal tersebut seperti diadakannya pelatihan-pelatihan keterampilan, ceramah ataupun sosialisasi mengenai pendidikan dan kesehatan dan lain sebagainya. Hal ini menarik untuk diteliti. B. Rumusan Masalah Dalam penelitian ini, permasalahan yang diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bentuk-bentuk kegiatan Pendidikan Non Formal apa saja yang dapat memajukan anggota Dharma Wanita Persatuan Kabupaten Semarang? 2. Hasil kegiatan apa saja yang dapat membawa perubahan bagi anggotanya? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk kegiatan Pendidikan Non Formal Organisasi Dharma Wanita Persatuan Kabupaten Semarang yang dapat mensejahterakan anggotanya. 2. Mendeskripsikan hasil kegiatan Organisasi Dharma Wanita Persatuan Kabupaten Semarang yang membawa perubahan bagi anggotanya. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat: 1. Manfaat Akademik Sebagai masukan bagi kajian ilmu sosiologi dalam mengkaji organisasi Dharma Wanita dalam memperjuangkan perempuan khususnya para perempuan anggota Dharma Wanita Persatuan Kabupaten Semarang.
4
2. Manfaat Praktis Sebagai masukan bagi pihak-pihak terkait dalam rangka meningkatkan peran serta memperjuangkan kaum perempuan bagi pembangunan nasional.
5