BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Menurut United States Department of Agricultural (Februari 2015)
terdapat 9 (sembilan) jenis minyak nabati utama yakni minyak kelapa, minyak biji kapas, minyak zaitun, minyak kelapa sawit, minyak inti/biji sawit, minyak kacang, minyak lobak, minyak kacang kedelai dan minyak biji bunga matahari. Konsumsi minyak nabati yang paling tinggi diantara Sembilan jenis tersebut adalah minyak kelapa sawit dan minyak kacang kedelai, dengan jumlah konsumsi mencapai 56,71 juta metrik ton (MT) dan 45,22 juta MT, masing-masing pada periode 2013/14 sampai dengan bulan September (FAS Statistics, Februari 2015). Peningkatan konsumsi minyak kelapa sawit terhadap jumlah konsumsi minyak nabati dunia dari 12,5 juta MT pada tahun 1990 menjadi 56,71 juta MT pada tahun 2014 (FAS Statistics, Februari 2015). Peningkatan kontribusi ini mengindikasikan meningkatnya peran penting industri minyak kelapa sawit dalam ekonomi dunia (PASPI, 2014). Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang diolah dari buah segar kelapa sawit. Minyak kelapa sawit dapat dipergunakan sebagai bahan dalam makanan maupun pengolahan lainnya. Menurut PASPI (2014), peningkatan konsumsi dunia terhadap minyak kelapa sawit telah mendorong para produsen untuk meningkatkan produksinya. Sejak tahun 1970, negara penghasil minyak
kelapa sawit seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Nigeria dan Columbia telah mencoba untuk meningkatkan produksi minyak kelapa sawit (PASPI, 2014). Tabel 1.1: Penawaran dan Distribusi Minyak Kelapa Sawit Dunia (dalam Juta MT) Minyak Kelapa Sawit 2001/02 2002/03 2003/04 2004/05 2005/06 2006/07 2007/08 2008/09 2009/10 2010/11 2011/12 2012/13 2013/14 2014/15
Saldo Produksi Awal 3,51 25,35 3,33 27,76 3,47 30,11 4,16 33,63 4,59 35,96 4,83 37,58 5,08 41,42 4,65 44,45 5,16 46,39 5,56 49,14 6,09 52,44 7,29 56,49 7,34 59,42 7,20 62,44
Impor 16,50 19,67 21,91 24,32 26,09 27.00 30,76 34,13 35,42 36,49 38,99 41,85 40,56 43,35
Ekspor 17,92 20,40 22,69 25,90 28,06 28,54 32,64 35,22 36,57 37,46 40,08 43,42 43,41 44,90
Konsumsi 24,11 26,90 28,64 31,63 33,76 35,79 39,97 42,86 44,84 47,65 50,15 54,87 56,71 60,84
Saldo Akhir 3,33 3,47 4,16 4,59 4,83 5,08 4,65 5,16 5,56 6,09 7,29 7,34 7,20 7,24
Sumber: FAS Statistics, “Oil Seeds: World Market and Trade”: World Palm Oil Supply and Distribution, Februari 2015 Tabel 1.1 mengenai penawaran dan distribusi minyak kelapa sawit dunia menunjukkan bahwa produksi minyak kelapa sawit mengalami peningkatan dari 25,35 juta MT untuk periode 2001/02 menjadi 62,44 juta MT untuk periode 2014/15 bulan Februari. Peningkatan produksi minyak kelapa sawit terjadi seiring dengan peningkatan kebutuhan dunia akan minyak kelapa sawit dari 24,11 juta MT pada periode 2001/02 menjadi 60,84 juta MT pada periode 2014/15 bulan Februari. Pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang seperti negara Cina dan India juga mempengaruhi peningkatan tingkat permintaan minyak kelapa sawit. Peningkatan produksi dan konsumsi minyak kelapa sawit memberikan
1
dampak terhadap turunnya harga minyak kelapa sawit secara signifikan dari US$1.032 per MT pada periode 2011/12 menjadi US$791 per MT pada periode 2012/13. Harga minyak kelapa sawit mengalami penurunan menjadi US$656 per MT pada akhir tahun 2014 (FAS Statistics, Februari 2015). Penurunan harga minyak kelapa sawit ini telah meningkatkan persaingan perusahaan-perusahaan dalam industri tersebut. Tabel 1.2: Minyak Kelapa Sawit: Produksi Dunia per Negara (dalam Juta MT) Produsen Indonesia Malaysia Thailand Colombia Nigeria Other Total
2010/11 2011/12 2012/13 2013/14 2014/15 23,60 18,21 1,83 0,75 0,85 3,90 49,14
26,20 18,20 1,89 0,95 0,85 4,35 52,44
28,50 19,32 2,14 1,14 0,91 4,48 56,49
30,50 20,16 2,15 1,04 0,93 4,63 59,41
33,00 20,50 2,25 1,11 0,93 4,65 62,44
% Rata-rata Pertumbuhan 8,75% 3,03% 5,41% 11,10% 2,31% 4,59% 6,18%
Sumber: Kalkulasi penulis berdasarkan data FAS Statistics, “Oil Seeds: World Market and Trade” Palm Oil: World Supply and Distribution, Februari 2015 Tabel 1.2 tentang statistik produksi minyak kelapa sawit menunjukkan bahwa Indonesia merupakan produsen terbesar minyak kelapa sawit di dunia dengan hasil produksi 33 juta MT pada periode 2014/15. Rata-rata pertumbuhan produksi minyak kelapa sawit Indonesia yakni 8,75% per tahun di atas rata-rata total pertumbuhan produksi minyak kelapa sawit dunia yakni 6,18%. Hal ini memberikan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia. Malaysia merupakan produsen minyak kelapa sawit kedua terbesar di dunia yakni 20,50 juta MT pada periode 2014/15 dengan rata-rata pertumbuhan produksi 3,03% per tahun. Pertumbuhan produksi
2
minyak kelapa sawit Malaysia berada di bawah rata-rata total pertumbuhan produksi minyak kelapa sawit dunia. Pertumbuhan sektor perkebunan kelapa sawit Indonesia sangat pesat sehingga sektor ini masuk dalam sektor strategis Indonesia. Menurut Menteri Perindustrian, pengembangan kluster industri kelapa sawit merupakan program master plan percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam bidang usaha industri. Master plan percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia memfokuskan pengembangan kluster industri kelapa sawit pada koridor ekonomi Sumatera. Iklim tropis merupakan faktor pendukung utama tanaman kelapa sawit tumbuh dengan subur di Indonesia. Sektor perkebunan kelapa sawit yang strategis membuat lahan Indonesia mulai dipenuhi dengan perkebunan kelapa sawit baik yang dimiliki oleh para petani, perusahaan pemerintah maupun perusahaan swasta. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan – Kementerian Pertanian (2014), total sementara lahan perkebunan kelapa sawit sampai dengan tahun 2014 adalah 10.956.231 hektar dengan komposisi kepemilikan lahan oleh petani seluas 4.551.854 hektar (42%), perusahaan milik pemerintah seluas 748.272 hektar (7%), dan perusahaan milik swasta seluas 5.656.105 hektar (51%). Petani memiliki luas lahan sekitar 42% dari seluruh lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Hal ini telah mendorong keinginan perusahaanperusahaan swasta untuk melakukan ekspansi kepemilikan lahan dengan cara membeli lahan dari petani. Oleh karena itu, Pemerintah melakukan revisi terhadap Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan pada pasal 15 ayat 2 merujuk pada lampiran VI, batas paling
3
luas pemberian IUP untuk 1 (satu) perusahaan atau grup perusahaan pada komoditas nomor 1 (satu) yakni komoditas kelapa sawit adalah 20.000 Hektar per provinsi atau 100.000 Hektar di Indonesia. Revisi atas Permentan Nomor 26 tahun 2007 dilakukan dengan tujuan untuk memperketat perpindahan kepemilikan lahan dari petani kepada pihak swasta, membatasi kepemilikan lahan suatu grup, pembinaan dan pengawasan terhadap pemegang izin usaha perkebunan yang diberikan gubernur/bupati/walikota, meratakan pertumbuhan ekonomi daerah diseluruh
provinsi
di
Indonesia,
pembangunan
kebun
masyarakat
dan
meningkatkan program kerjasama antara pemerintah, rakyat serta perusahaan swasta melalui program perusahaan inti rakyat (PIR). Perusahaan perkebunan kelapa sawit hanya bisa melakukan ekspansi usaha dengan membentuk grup perusahaan baru. Hal ini dikarenakan adanya peraturan pembatasan luas lahan perkebunan tersebut. Perusahaan atau grup yang telah memiliki luas lahan perkebunan kelapa sawit sebelum revisi Permentan tersebut berlaku yakni di atas 100.000 Ha, diharapkan untuk melakukan pemekaran atau pemisahan grup. Akan tetapi beberapa grup perusahaan masih mempertahankan luas lahan yang telah dimiliki yakni di atas 100.000 Ha hingga akhir tahun 2014. Hal ini dikarenakan perusahaan membutuhkan pasokan bahan baku dari lahanlahan perkebunan tersebut untuk memaksimalkan penggunaan kapasitas produksi minyak kelapa sawit. Pembatasan lahan perkebunan kelapa sawit melalui Permentan No. 26 tahun 2007 yang dilakukan pemerintah, telah mendorong perusahaan untuk melakukan strategi perluasan bisnis melalui kerjasama dengan petani dalam pola
4
perusahaan inti rakyat seperti program kemitraan petani plasma dan program KKPA (Kredit Koperasi Primer Anggota). Hal ini dilakukan agar perusahaan dapat memastikan bahwa kapasitas produksi mesin pengolahan minyak kelapa sawit dapat digunakan secara maksimal dan untuk memiliki rantai pasok pasti selain pasokan bahan baku dari perkebunan inti perusahaan. Hal ini dikarenakan siklus peremajaan kembali tanaman. Selain alasan tersebut, program perusahaan inti rakyat juga merupakan wujud partisipasi perusahaan swasta dalam kontribusi wajibnya terhadap negara yang diatur melalui Permentan No 26/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Kedua program tersebut memberikan keuntungan ekonomi bagi perusahaan terutama dalam hal memperluas dan memastikan rantai pasok kelapa sawit. Keberadaan perusahaan telah memberikan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan. Perusahaan semakin dipersalahkan atas permasalahan sosial dan lingkungan yang terjadi ketika perusahaan melakukan corporate social responsibility (CSR). Hal ini dikarenakan masyarakat memiliki persepsi bahwa perusahaan yang telah menimbulkan permasalahan sosial dan lingkungan sehingga perusahaan melakukan CSR. Selain itu, CSR perusahaan lebih ke kewajiban untuk beroperasi secara jujur dan menciptakan kondisi kerja yang baik tanpa menyelesaikan akar permasalahan yang dihadapi masyarakat. Perusahaan lebih memperhatikan penerapan strategi untuk penciptaan nilai personal perusahaan, optimalisasi kinerja keuangan jangka pendek, dan mengabaikan dampak penting lingkungan sosial seperti kesejahteraan masyarakat sebagai faktor penentu keberhasilan jangka panjang perusahaan. Perusahaan
5
kurang memperhatikan permasalahan sosial dan lingkungan seperti kelangsungan hidup dan kebutuhan mendasar konsumen, berkurangnya sumber daya alam utama yang dibutuhkan perusahaan, kelangsungan pemasok utama perusahaan, dan krisis ekonomi komunitas di sekitar wilayah operasional perusahaan. Solusi utamanya adalah pada creating shared value yang melibatkan penciptaan nilai ekonomi dan penciptaan nilai sosial untuk mengatasi kebutuhan dan tantangan masyarakat. Michael E. Porter dan Mark R. Kramer melalui artikel yang dipublikasikan dalam Harvard Business Review (2011) memperkenalkan konsep penciptaan nilai bersama (Creating Shared Value - CSV). Strategi CSV merupakan konsep strategi bisnis yang memasukkan kebutuhan dan tantangan sosial dalam perancangan strategi perusahaan untuk memberikan keuntungan bagi masyarakat dan membangun keunggulan bersaing jangka panjang perusahaan. Hal ini dilakukan karena adanya hubungan antara bisnis dan kesejahteraan sosial. Strategi CSV menciptakan nilai berupa keunggulan bersaing dan sekaligus nilai bagi masyarakat dengan mengatasi kebutuhan dan tantangan masyarakat. Ilustrasi sederhana strategi CSV adalah perusahaan membuat sumur dan tangki penampungan air untuk memberikan akses air bersih kepada masyarakat yang memiliki permasalahan krisis air bersih. Perusahaan kemudian memberikan pelatihan mengenai manajemen air bersih kepada masyarakat agar air bersih tersebut dapat berkelanjutan. Pengadaan air bersih ini meningkatkan kesehatan masyarakat sehingga produktivitas kerja dan pendapatan masyarakat meningkat. Hal ini kemudian menguntungkan perusahaan dalam hal peningkatan daya beli masyarakat dan produktivitas rantai pasok.
6
Pada dasarnya konsep strategi CSV dan CSR adalah doing well by doing good, namun terdapat perbedaan signifikan di antara kedua strategi ini. Strategi CSR membahas mengenai tanggung jawab, dilakukan karena adanya tekanan dari pihak luar, merupakan respon terhadap hasil laporan pihak luar dan terpisah dari maksimalisasi keuntungan ekonomi secara langsung. Strategi CSV berbicara mengenai penciptaan nilai bersama yakni perusahaan dan masyarakat, dilakukan untuk membangun daya saing perusahaan, dirancang dalam perusahaan sebagai sebuah strategi bisnis, dan terintegrasi dengan maksimalisasi keuntungan perusahaan secara langsung. Strategi CSV membidik penyelesaian masalah dan tantangan sosial sebagai suatu peluang bisnis baik peningkatan produktivitas maupun peluang inovasi baru untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan. Strategi CSV lebih menitikberatkan pada hubungan kesuksesan perusahaan dengan progres perkembangan masyarakat karena keterkaitan antara bisnis dan komunitas. Bisnis membutuhkan komunitas yang sukses untuk menciptakan permintaan atas produk perusahaan dan lingkungan yang suportif, sedangkan komunitas membutuhkan bisnis yang sukses untuk menciptakan lapangan kerja dan peluang untuk meningkatkan kekayaan. Sentimen CSV secara garis besar sangat pantas, bila masyarakat gagal, maka bisnis juga (Orr and Sarni, 2015, hal.27). Strategi CSV akan membangun kembali kapitalis sehingga tidak lagi hanya menjadi penggerak untuk memenuhi kebutuhan manusia, meningkatkan efisiensi, menciptakan pekerjaan, dan membangun kekayaan namun juga mengatasi tantangan sosial. Strategi ini membuka kesempatan inovasi bersama
7
untuk melebihi gelombang inovasi dan pertumbuhan perusahaan selama ini, dengan cara memahami kerugian sosial yang menjadi beban bagi perusahaan dan mengatasi kerugian tersebut tanpa meningkatkan beban perusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan berinovasi pada teknologi baru, metode operasional dan pendekatan manajemen untuk mengatasi permasalahan sosial seperti penggunaan energi, penggunaan air, kecelakaan kerja dan kerugian sosial lainnya. Ilustrasi strategi CSV yang mengatasi kerugian sosial masyarakat dan memberikan keuntungan pada perusahaan seperti Thompson Reuters yang mengembangkan jasa informasi melalui telefon gengam mengenai keadaan cuaca, harga benih, dan nasehat pertanian. Target dari program ini adalah para petani berpenghasilan US$2.000 hanya dengan biaya US$5 per kuartal. Objektif dari layanan
informasi
ini
adalah
menyelesaikan
permasalan
petani
dalam
meningkatkan produktivitas hasil pertanian. Masalah petani dapat diselesaikan dengan memahami situasi cuaca dan kondisi pasar. Service ini dipakai oleh 2juta petani India dan jasa ini telah meningkatkan 60% penghasilan petani dan pertumbuhan perusahaan. Eco-sustainable development menjadi konsep dasar perusahaan dalam memahami kembali peluang untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, memahami pengaruh kerugian dan kelemahan masyarakat terhadap rantai nilai dan berkolaborasi dengan stakeholders dalam pengembangan sosial yang berkelanjutan. Strategi CSV akan membuka kesempatan bagi perusahaan untuk melayani kebutuhan baru, meningkatkan efisiensi, menciptakan diferensiasi, dan mempeluas pasar sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan perusahaan. Strategi
8
CSV merupakan strategi korporasi yang melibatkan kondisi sosial dalam peningkatan daya saing dan pertumbuhan perusahaan. Ada tiga level strategi CSV yakni memahami kembali kebutuhan, produk dan pasar, memperjelas kembali produktivitas pada rantai nilai dan memampukan pengembangan komunitas daerah. Beberapa perusahaan yang telah memahami pentingnya strategi penciptaan nilai bersama yakni General Electric, Google, IBM, Intel, Johnson&Johnson, Nestlé, Unilever dan Wal-Mart (Porter&Kramer, 2011). Nestlé menerapkan strategi CSV pada level memahami kembali kebutuhan, produk dan pasar. Nestlé, membangun kepemimpinan pengetahuan atas nutrisi anak untuk mengatasi kebutuhan mendasar masyarakat yakni nutrisi anak. Hal itu dilakukan dengan cara membangun pusat penelitian di beberapa negara untuk memahami dinamika keluarga dalam hal pola makan dan gaya hidup anak melalui Feeding Infants and Toddlers Study (FITS), Kids Nutrition and Healthy Study (KNHS) dan Nestlé Nutrition Institute (NNI) studies. Kinerja strategi ini terlihat pada kesesuaian produk dengan kriteria Nestlé Nutrional Foundation yakni 78.5% dari penjualan (Nestlé, 2014). Wal-Mart menerapkan strategi CSV pada level memperjelas produktivitas pada rantai nilai untuk menyelesaikan permasalahan pemakaian pembungkus dan efek gas rumah kaca. Wal-mart mengurangi pemakaian pembungkus, merubah jalur distribusi dan melakukan inovasi pembuangan plastik bekas. Strategi tersebut telah mengurangi biaya penanganan limbah dan biaya operasional.
9
Yara, sebuah perusahaan pupuk terbesar di dunia, menerapkan strategi CSV pada level memampukan pengembangan komunitas daerah, Yara menyelesaikan permasalahan akses infrastruktur petani Afrika yang kurang memadai. Yara memperbaiki pelabuhan dan jalan di Mozambique dan Tanzania dengan dukungan pemerintah setempat dan investasi US$60juta. Hal ini memperlancar bisnis perusahaan dengan petani, menguntungkan 200.000 petani kecil, dan menciptakan 350.000 lowongan kerja. Seiring dengan pertumbuhan perusahaan yang diperoleh dari strategi CSV, Anglo American, BHP Billiton, Rio Tinto’s Diavik Diamond Mine, Dow Chemical, Novartis, Becton Dickinson, dan Pearson mulai menciptakan nilai bersama (FSG, 2014). Asian Agri Grup mengimplementasikan strategi CSV yakni strategi pembinaan petani swadaya. Pembinaan petani swadaya merupakan strategi perusahaan untuk menciptakan nilai bersama pada level penegasan kembali produktivitas dalam rantai nilai dan pengembangan kelompok masyarakat daerah. Objektif dari strategi pembinaan petani swadaya ini adalah menyelesaikan permasalahan sosial yakni produktivitas petani yang rendah dan teknik budidaya tanaman kelapa sawit yang tidak melakukan konsep berkelanjutan. Asian Agri Grup mengeksekusi strategi pembinaan petani swadaya sejak tahun 2011.
1.2
Rumusan Masalah Triple bottom line (tiga garis fundamental) merupakan suatu referensi dari
tiga jenis pengukuran kinerja yakni ekonomi, sosial dan lingkungan. Setiap perusahaan memiliki tujuan untuk sukses dalam ketiga dimensi tersebut yang
10
mencerminkan manusia, lingkungan hidup, dan keuntungan secara simultan (Thompson, et al., 2014). Pengukuran kinerja perusahaan pada tiga garis fundamental ini merupakan pengukuran yang membawa perusahaan untuk tetap berkelanjutan di dalam industrinya sehingga perusahaan dapat memenuhi kebutuhan saat ini dan memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan masa mendatang. Beberapa perusahaan telah memberikan perhatian lebih terhadap garis fundamental sosial yakni dengan melibatkannya dalam bisnis melalui eksekusi strategi penciptaan nilai bersama. Strategi penciptaan nilai bersama keunggulan
kompetitif
bagi
diterapkan untuk menciptakan
perusahaan,
meningkatkan
produktivitas,
meningkatkan daya saing dan pertumbuhan perusahaan. Hal ini dikarenakan perusahaan tidak hanya menciptakan value proposition yang berbeda pada rantai nilai dengan cara mendesain aktivitas bisnis dan mengintegrasikan aktivitas tersebut seperti dalam strategi bersaing namun perusahaan juga menciptakan posisi yang unik dalam industri dan rantai nilai khusus bersama lingkungan sosialnya. Nilai bersama menuntut perusahaan untuk lebih memahami pengaruh lingkungan sosial sekitar perusahaan terhadap produktivitas dan inovasi daripada memahami lingkungan bisnis untuk berkompetisi. Penerapan strategi creating shared value akan memperluas jangkauan lingkungan bisnis perusahaan terutama disekitar wilayah operasional perusahaan dan menciptakan keunggulan bersaing yang lebih berkelanjutan karena mengatasi permasalahan dan tantangan sosial, bila dibandingkan dengan strategi bersaing konvensional melalui biaya dan peningkatan kualitas. Strategi CSV juga berbeda
11
dengan corporate social responsibility karena strategi CSV menempatkan lingkungan dan sosial sebagai bagian internal dalam persaingan untuk maksimalisasi keuntungan bukan muncul sebagai tanggapan atas tekanan pihak luar dan terpisah dari unsur maksimalisasi keuntungan. Asian Agri Grup merupakan salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit industri hulu dengan hasil produksi utamanya adalah minyak kasar kelapa sawit (crude palm oil), minyak kasar inti kelapa sawit (palm kernel), minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan minyak ampas inti kelapa sawit (palm kernel expeller). Perusahaan juga telah mengoperasikan pabrik biogas pada tahun 2015. Perusahaan tidak dapat menetapkan harga jual atas produk perusahaan karena produk tersebut merupakan barang komoditas yang memiliki harga pasar internasional sehingga perusahaan hanya dapat bersaing dalam hal kualitas bibit sawit yang menentukan jumlah bahan baku, kapasitas produksi dan kecepatan produksi. Asian Agri Grup harus memiliki jumlah pasokan bahan baku (Tandan Buah Segar) yang mencukupi yakni luas lahan perkebunan kelapa sawit dengan produktivitas yang baik agar perusahaan dapat bersaing dalam industri minyak kelapa sawit. Asian Agri Grup memiliki lahan perkebunan kelapa sawit yang telah ditanami seluas 99.665 Ha. Hal ini telah sesuai dengan peraturan menteri pertanian no 26 tahun 2007, sehingga sulit bagi Asian Agri Grup untuk memperoleh izin lahan baru sebagai langkah ekspansi usaha. Asian Agri Grup juga memiliki program kerjasama dengan petani plasma dan KKPA dengan jumlah lahan perkebunan kelapa sawit yang sudah ditanami seluas 59.568 Ha.
12
Persaingan dalam industri minyak kelapa sawit sangat tinggi. Hal ini terlihat pada jumlah kepemilikan lahan perusahaan, plasma dan swadaya. Sebagai contoh PT Astra Agro Lestari Tbk memiliki perkebunan kelapa sawit yang telah ditanami seluas 235.311 Ha, lahan plasma seluas 62.268 Ha dan lahan petani swadaya seluas 77.699 Ha (AALI Annual Report, 2014); PT SMART TBK memiliki lahan ditanami seluas 107.934 Ha dan lahan plasma seluas 31.169 Ha (SMAR Annual Report, 2014); dan PT Salim Ivomas Pratama TBK memiliki lahan ditanami seluas 185.181 Ha dan lahan plasma seluas 90.149 Ha (SIMP Annual Report, 2014). Arah persaingan dalam industri hulu minyak kelapa sawit melibatkan kerjasama dengan petani plasma dan petani swadaya untuk memperoleh kepastian pasokan bahan baku dan menciptakan nilai bersama. Pada akhir tahun 2014, persaingan dalam industri perkebunan kelapa sawit semakin meningkat seiring dengan penurunan harga minyak kelapa sawit. Strategi pembinaan petani swadaya Asian Agri Grup dimaksudkan untuk menyelesaikan permasalahan sosial seperti akses pemasok, keselamatan kerja petani swadaya dan pengaruh aktivitas perkebunan kelapa sawit terhadap lingkungan sehingga menciptakan nilai bersama bagi perusahaan. Kunci utama penggerak strategi ini adalah sistem informasi yang memadai seperti geopgraphic information system, rancangan program pelatihan budidaya kelapa sawit dan tim manajemen yang memiliki kompetensi dan pengalaman untuk mengawasi petani swadaya agar lebih memahami kondisi tanaman. Kunci keberhasilan dari strategi pembinaan petani swadaya ini adalah peningkatan produktivitas lahan perkebunan petani swadaya dan praktek perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.
13
Kegiatan utama dalam strategi pembinaan petani swadaya adalah pemetaan dan pendataan petani, pembentukkan dan penguatan kelompok, sistem pengawasan internal, pemberian akses penjualan TBS, perbaikan infrastruktur dan pendampingan best agriculture. Indikator keberhasilan strategi ini adalah peningkatan luas lahan kerjasama petani dan perusahaan, peningkatan produktivitas petani, pengakuan minyak kelapa sawit petani Indonesia sebagai sawit lestari, dan peningkatan taraf hidup petani dalam hal pendapatan, pendidikan dan pengembangan ekonomi daerah. Penerapan strategi pembinaan petani swadaya ini memiliki potensi yang menyebabkan penyelesaian masalah sosial tidak maksimal. Hal ini terjadi apabila perusahaan tidak menerapkan penyesuaian dalam strategi pembinaan petani swadaya untuk mengatasi berbagai perubahan lingkungan pada saat implementasi strategi tersebut. Gambar 1.1: Monitoring Target Pembinaan Petani Swadaya Asian Agri Grup (Ha)
60.000 50.000 40.000 30.000
0
2.791
2011
6.045
2012
11.242
2013
15.000
2014
20.000
2015
2016
2017
2018
2019
2020
Tahun
Sumber : Data Internal Asian Agri Grup Strategi pembinaan petani swadaya Asian Agri Grup memiliki target yakni membina petani swadaya dengan luas lahan 60.000 Ha pada tahun 2020. Kinerja
14
perusahaan dalam mengeksekusi strategi pembinaan petani swadaya terlihat pada Gambar 1.1 di mana pada tahun 2014, perusahaan telah membina petani swadaya dengan luas lahan 11.242 Ha perkebunan kelapa sawit. Hal penting yang menjadi pertanyaan adalah apakah Asian Agri Grup mampu bersaing dalam persaingan yang ketat di industri hulu minyak kelapa sawit terutama dengan daya saing yang dicapai melalui strategi pembinaan petani swadaya Asian Agri Grup? Banyak perusahaan yang belum peduli dengan kesempatan meningkatkan nilai bersama dan bahkan kurang siap untuk membeli nilai bersama ketika nilai bersama tersebut dapat dinilai dengan uang. Oleh karena itu, Asian Agri Grup lebih baik memanfaatkan potensi perusahaan untuk mengatasi berbagai permasalahan sosial seperti permasalahan penggunaan energi, penggunaan air, permasalahan gender, permasalahan lingkungan dan memahami kebutuhan mendasar masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan alternatif strategi baru atau strategi penyesuaian yang cocok dengan kondisi perusahaan. Strategi-strategi CSV tersebut akan menciptakan nilai bersama dan meningkatkan pertumbuhan perusahaan melebihi pertumbuhan saat ini.
1.3
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan pada paparan latar belakang masalah dan rumusan masalah
maka pertanyaan pada penelitian ini adalah 1.
Apakah strategi penciptaan nilai bersama yang digunakan Asian Agri Grup saat ini masih efektif untuk menghadapi persaingan pada industri hulu minyak kelapa sawit?
15
2.
Apa strategi yang lebih tepat dilakukan oleh Asian Agri Grup untuk menciptakan nilai bersama agar perusahaan dapat bersaing dalam bisnis kelapa sawit saat ini?
1.4
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
1.
Mengevaluasi keefektifan strategi pembinaan petani swadaya yang telah dijalankan Asian Agri Grup dalam menempatkan Asian Agri Grup pada posisi saing yang berbeda dari perusahaan pesaing dan menciptakan nilai saing sebagai keunggulan kompetitif bagi perusahaan.
2.
Merumuskan strategi CSV yang sesuai bagi Asian Agri Grup untuk menciptakan
nilai
bersama
dalam
meningkatkan
produktivitas
dan
pertumbuhan perusahaan.
1.5
Manfaat Penelitian Dari penelitian yang dilakukan oleh penulis, penulis diharapkan untuk
dapat memberikan manfaat yang berguna bagi Praktisi dan Pelaku Bisnis yakni memberikan masukan bagi pihak pengelola manajemen Asian Agri Grup dan pihak-pihak lain yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung seperti para stakeholder, kreditor, investor, masyarakat sekitar dan lain sebagainya untuk memahami pentingnya strategi CSV Asian Agri Grup dalam meningkatkan posisi saing perusahaan dan menciptakan nilai saing perusahaan dalam industri minyak kelapa sawit.
16
1.6
Ruang Lingkup Penelitian Indonesia merupakan produsen terbesar minyak kelapa sawit di dunia yang
kemudian disusul oleh Malaysia. Pada penelitian ini, perusahaan yang akan diteliti adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang telah mengimplementasikan strategi CSV di Indonesia yakni perusahaan swasta seperti Asian Agri Grup, perusahaan terbuka seperti PT Astra Agro Lestari TBK dan perusahaan yang belum mengimplementasikan strategi CSV seperti PT SMART TBK, PT Salim Ivomas Pratama TBK dan beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit terbuka di Indonesia. Sudut pandang utama pada pembahasan ini adalah daya saing perusahaan yang diciptakan oleh strategi pembinaan petani swadaya.
1.7
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deksriptif yakni penelitian yang
dilakukan terhadap strategi penciptaan nilai bersama. 1.7.1
Objek Penelitian Objek strategi Asian Agri Grup dengan fokus pada implementasi strategi
penciptaan nilai bersama yang ditujukan untuk meningkatkan penciptaan nilai bersama.
1.7.2
Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah
1.
Interview dengan pihak manajemen untuk memahami langkah strategis yang sudah dijalankan perusahaan pada tahun ini
17
2.
Data rendemen CPO, pertumbuhan penjualan, luas lahan, biaya produksi, jumlah produksi CPO economic value added, perubahan economic value added, asset turnover, gross profit margin, revenue per employee, return on asset akan digunakan dalam analisis kinerja perusahaan, analisis kerangka nilai saing dan analisis luas areal mapping, sumber: Laporan Asian Agri Grup, Bursa Efek Jakarta,
3.
Data monitoring program pembinaan petani swadaya, struktur organisasi, peta penyebaran petani swadaya, data produksi, data penjualan, data rendemen CPO petani swadaya digunakan dalam analisis kinerja petani swadaya, sumber: laporan Asian Agri Grup,
4.
Data program pengembangan human capital (HC) petani swadaya, digunakan dalam analisis pengembangan HC, sumber: laporan Asian Agri Grup,
5.
Data statistik lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, sumber: Pertumbuhan Areal Kelapa Sawit Meningkat, Dirjen Perkebunan – Kementerian Pertanian (2014),
6.
Data perkembangan konsumsi minyak kelapa sawit dunia yang bersumber dari FAS Statistics, “Oil Seeds: World Market and Trade”: World Palm Oil Supply and Distribution (Februari 2015); data produksi CPO, total aset dan pertumbuhan laba/rugi perusahaan hulu minyak kelapa sawit, sumber: laporan tahunan perusahaan, akan digunakan dalam analisis five forces (persaingan dalam industri hulu minyak kelapa sawit di Indonesia),
7.
Peraturan mengenai ISPO akan digunakan dalam analisis five forces (ancaman kekuatan pendatang baru),
18
8.
Data konsumsi dan harga minyak dunia, sumber: Oilseeds: World Markets and Trade, FAS Statistics (Februari 2015); data perbandingan produktivitas minyak sumber PASPI (2014) akan digunakan dalam analisis five forces (produk substitusi),
9.
Data produksi dan konsumsi pupuk, sumber: Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia akan digunakan dalam analisis five forces (kekuatan pemasok).
1.7.3
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan secara sistematis
dan teratur untuk mengumpulkan bahan sebagai dasar analisa dalam menghasilkan kesimpulan dan saran atas objek yang diteliti. Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian lapangan. Penelitian lapangan merupakan penelitian yang dilakukan secara langsung terhadap objek yang diteliti melalui beberapa metode berikut: 1.
Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data yang diperoleh dari laporan perusahaan dan publikasi-publikasi yang terkait dengan objek penelitian, dan
2.
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan melakukan sesi tanya jawab diantara dua orang atau lebih dengan pihak manajemen baik secara langsung (tatap muka) ataupun secara tidak langsung melalui telefon, dan media lainnya yang berisikan beberapa pertanyaan mengenai tujuan penelitian. Pada penelitian ini, tipe wawancara yang digunakan adalah tipe wawancara semi terstruktur. Wawancara akan dilakukan kepada para
19
manajemen atas yakni Managing Director, Operational Director, Head of CSV, Head of Sustainability and Stakeholders, Head of Financial Controller dan Operational Financial Controller.
1.7.4
Alat Analisis Alat analisis yang dipergunakan untuk mengevaluasi dan menganalisis
strategi pembinaan petani swadaya serta merumuskan alternatif strategi penciptaan nilai bersama yang fit dengan perusahaan, antara lain: 1.
Analisis lingkungan internal Analisis lingkungan internal dilakukan untuk memahami implementasi strategi CSV perusahaan adalah: a. Analisis kinerja dan progres petani swadaya b. Analisis kinerja perusahaan c. Analisis pengembangan human capital d. Analisis kekuatan pesaing e. Analisis sustainability matrix
2.
Analisis lingkungan eksternal Analisis lingkungan eksternal dilakukan untuk memahami kondisi eksternal perusahaan sehingga perusahaan dapat merumuskan strategi yang tepat. a. Analisis Porter’s Five Forces Model of Competition b. Analisis Driving Forces c. Analisis Key Success Factors d. Analisis Luas Areal Mapping
20
e. Analisis Kerangka Nilai Saing (Competing Value Framework) 3.
Shared Value Canvas Analisis ini dilakukan dengan menganalisa keterkaitan 11 blok kanvas shared value strategi pembinaan petani swadaya yakni societal value proposition, beneficiary, problem being solved (for beneficiary), the collective, problem being solved (for the Collective), channels, ongoing relationship, key activities, key resources, won’t work if dan will work if.
1.8
Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran mengenai tesis ini maka dilakukan
pengelompokan penulisan dalam tesis ini menjadi 5 (lima) bab yakni: BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini memaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini memaparkan mengenai teori-teori pendukung yang melandasi penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN DAN PROFIL PERUSAHAAN Pada bab ini memaparkan tentang metode penelitian seperti lingkup penelitian, metode pengumpulan data, jenis data dan alat analisis, serta tentang profil perusahaan seperti sejarah perusahaan, misi perusahaan, nilai-nilai perusahaan, tingkah laku dan pilar-pilar budaya.
21
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini memaparkan tentang hasil penelitian dan pembahasan mengenai penelitian ini. BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan dibuat kesimpulan, keterbatasan, implikasi dan saransaran yang diharapkan dapat memberikan berbagai manfaat bagi setiap pihak.
22