BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Hadirnya dunia usaha sangat diharapkan untuk dapat turut berpartisipasi
secara langsung dalam mengembangkan perekonomian nasional, agar dapat mencapai tujuan nasional. Sebagaimana diketahui untuk dapat mewujudkan masyarakat adil dan makmur baik dari segi materiil maupun spiritual yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, diperlukan adanya pertumbuhan perekonomian yang baik. Oleh karena itu dukungan dari berbagai bidang sangatlah diperlukan salah satunya adalah bidang perbankan, karena fungsi utama perbankan adalah menghimpun dana dari masyarakat, dengan harapan dapat memperbaiki tingkat kehidupan ekonomi rakyat banyak kearah tingkat ekonomi yang lebih baik. Namun demikian pelaksanaan pembangunan ekonomi harus tetap memperhatikan dan menjaga stabilitas. Keberadaan sektor perbankan di Indonesia semakin banyak, hal itu ditandai dengan hadirnya bank-bank baru tumbuh dan berkembang, dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat pun merupakan catatan keberhasilan perbankan. Industri perbankan merupakan salah satu komponen sangat penting dalam perekonomian demi menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Berkaitan dengan itu, stabilitas industri perbankan sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian secara keseluruhan, sebagaimana pengalaman yang
1
2
terjadi pada saat krisis moneter dan perbankan di Indonesia pada akhir 1990-an.1 Jumlah dana yang dapat dihimpun oleh suatu bank merupakan pencerminan dari meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap bank. Semakin banyak dana yang dihimpun berarti merupakan suatu indikasi bagi bank, bahwa bank yang bersangkutan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Bisnis perbankan merupakan bisnis kepercayaan, oleh karena itu pengelolaan yang hati-hati sangat diperlukan karena dana dari masyarakat dipercayakan kepadanya. Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku di Indonesia tentang perbankan menyatakan bahwa bank sebagai lembaga penghimpun dana dari masyarakat baik dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu, dimana pada idealnya dana dari masyarakat ini merupakan tulang punggung (basic/dasar) dari dana yang dikelola oleh bank untuk memperoleh keuntungan.2 Dapat dikatakan bahwa fungsi bank yang terutama dalam perekonomian adalah untuk memobilisasi dana masyarakat dengan tepat dan cepat serta menyalurkan dana tersebut kepada penggunaan atau investasi yang efektif dan efisien.3 Sebagai suatu lembaga keuangan, bank juga merupakan sarana yang menyediakan alat pembayaran yang dapat digunakan secara cepat dan aman, dengan adanya fungsi bank ini, maka setiap pihak yang menggunakan jasa perbankan pasti memiliki kepercayaan kepada bank. Demikian juga sebaliknya
1
Dahlan Siamat, 2005, Manajemen Lembaga Keuangan; Kebijakan Moneter dan Perbankan, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Edisi V, Jakarta, Hal. 177 2 Muhammad Djumhana, 2000, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Hal. 169 3 Zulkarnain Sitompul, 2002, Perlindungan Dana Nasabah Bank : Suatu Gagasan Tentang Pendirian LPS di Indonesia, FHUI, Jakarta, Hal. 1
3
bank harus tetap menjaga kepercayaan tersebut agar dapat menjalankan fungsinya paling tidak karena dua alasan yaitu : pertama meningkatkan efisiensi penggunaan bank, kedua mencegah terjadinya bank yang berjalan tidak stabil (bank runs and panic).4 Bank dalam melakukan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian, dan juga harus menjaga kesehatan bank agar tetap terjaga terus demi kepentingan masyarakat pada umumnya dan bagi para nasabah penyimpan dana. Kepercayaan terhadap industri perbankan nasional merupakan salah satu kunci untuk memelihara stabilitas industri perbankan sehingga krisis tersebut tidak terulang. Kepercayaan ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta penjaminan simpanan nasabah bank. Kelangsungan usaha bank secara sehat dapat menjamin keamanan simpanan para nasabahnya serta meningkatkan peran bank sebagai lembaga intermediasi dan penyedia jasa-jasa perbankan. Apabila bank kehilangan kepercayaan masyarakat, kelangsungan usaha bank tidak dapat dilanjutkan. Akibatnya, bank tersebut menjadi bank gagal yang dapat dicabut izin usahanya. Atas dasar pertimbangan tersebut, baik pemilik dan pengelola bank maupun otoritas yang terlibat dalam pengaturan dan pengawasan bank, harus bekerja sama mewujudkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan.5 Keterkaitan dan kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan merupakan pilar dan unsur utama yang harus dijaga dan dipelihara. Kepercayaan ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan 4 5
Ibid, Hal. 2 Dahlan Siamat, Loc.Cit
4
pengawasan bank serta penjaminan simpanan nasabah bank untuk meningkatkan kelangsungan usaha bank secara sehat. Dengan demikian maka bagi pemerintah dan kalangan perbankan perlu sekali untuk tetap selalu membangkitkan pemahaman yang benar dari masyarakat terhadap industri perbankan. Hal itu telah diatur dan merupakan satu kewajiban yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Jika industri perbankan dalam kondisi yang stabil dan baik, tentunya ini akan memberikan pengaruh positif terhadap perekonomian suatu Negara, namun jika yang terjadi adalah sebaliknya maka akan memberikan pengaruh negatif terhadap perekonomian suatu Negara bahkan kepada sektor lainnya. Pada awal juli 1997, terjadi depresiasi mata uang Baht Thailand yang memberikan dampak berupa proses penularan regional (contagion effect) ke Negara-negara asia lainnya seperti Korea, Malaysia, dan Filipina tak terkecuali Indonesia. Keadaan ini mengakibatkan krisis yang meluas kepada seluruh sector kehidupan, termasuk krisis perbankan yaitu melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang Baht, Peso dan Ringgit. Dampak dari krisis perbankan menyebabkan 16 Bank dinilai oleh otoritas perbankan tidak mungkin lagi dipertahankan eksistensinya, sehingga dicabut izinnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang memiliki
5
kewenangan untuk menerbitkan dan mencabut izin usaha bank adalah Menteri Keuangan berdasarkan rekomendasi dari Bank Indonesia.6 Pencabutan izin usaha bank tersebut mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional menjadi terpuruk. Sebagai tindak lanjut dari pencabutan izin usaha, dilakukan pembubaran badan hukum bank tersebut melalui proses likuidasi bank. Likuidasi bank terhadap 16 bank tersebut, pada saat itu ternyata menimbulkan domino effect antara lain didahului dengan adanya rush disektor perbankan sehingga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional menjadi terpuruk.7 Keadaan ini memperlihatkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap perbankan perlu diperkuat, yaitu perlu diberikan jaminan atas dana yang disimpannya. Kepercayaan masyarakat terhadap perbankan perlu diperkuat. Untuk itu perlu diberikan jaminan atas dana yang disimpannya. Keberadaan suatu sistem penjaminan simpanan yang diatur secara tegas dan disusun secara lengkap dan meningkatkan kepercayaan pada akhirnya memperkuat seluruh sistem perbankan.8 Dalam hubungannya dengan perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana, belum ada pengaturan yang dapat menjamin bahwa dana yang disimpan pada bank yang dilikuidasi tersebut akan dapat kembali ke pemiliknya. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dalam hal pengaturannya pun mengacu pada
6
Adrian Sutedi, 2010, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi Dan Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disingkat Adrian Sutedi I), Hal. 131-132 7 Ibid 8 Zulkarnain Sitompul, Op.Cit, Hal. 140
6
KUHPerdata pada Pasal 1132 KUHPerdata. Hal tersebut membuat pemerintah berpikir dan berupaya mengeluarkan pengaturan baru, lalu dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 37B ayat (1) menentukan : “Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan” Pasal 37B ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan bahwa : “Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan” Sebagai pelaksanaan dari amanat Pasal 37B ayat (2) tersebut, pada tanggal 22 september 2004 dibentuk secara resmi lembaga tetap yang bertugas untuk menjamin keamanan dana nasabah di bank yaitu dengan dikeluarkannya UndangUndang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Lembaga Penjamin Simpanan mulai beroperasi pada tanggal 22 september 2005. Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan menyatakan bahwa “Setiap Bank yang melakukan
7
kegiatan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia wajib menjadi peserta Penjaminan”, maka kewajiban menjamin simpanan nasabah yang bermula tertelak pada bank (sebagaimana yang dituangkan dalam Pasal 37B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan), namun bank tersebut dicabut izin usahanya akan beralih menjadi kewajiban Lembaga Penjamin Simpanan dengan pembayaran premi oleh bank kepada Lembaga Penjamin Simpanan sebagai jaminan atas simpanan nasabah yang diperalihkan itu. Dalam hal bank dilikuidasi pemilik bank harus mempunyai asset yang cukup untuk membayar kewajibannya dan juga harta pribadi pemilik bank dapat diambil alih untuk mempertanggungjawabkan. Apabila asset tidak memenuhi untuk pelunasan kewajiban bank, maka uang nasabah yang tersimpan pada bank yang bersangkutan tidak dapat kembali lagi ke pemiliknya yang dalam hal ini adalah nasabah penyimpan dana. Bank yang dilikuidasi membuat sebagian masyarakat khawatir akan keberadaan dana simpanannya itu akan kembali atau bahkan hilang. Hal itu tidak lain karena banyak dari masyarakat hanya tahu menabung, berbunga, lalu mereka menariknya kembali, dengan tidak mengetahui hak-haknya sebagai penyimpan dana. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam guna menyusun skripsi dengan judul : “PENGATURAN TENTANG PRIORITAS PEMBAYARAN TERHADAP NASABAH PENYIMPAN DALAM HAL BANK DI LIKUIDASI”
8
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan beberapa
permasalahan, yaitu : 1. Bagaimana pengaturan mengenai kedudukan nasabah penyimpan dalam prioritas pembayaran terhadap nasabah penyimpan dalam hal bank di Likuidasi ? 2. Bagaimanakah tanggung jawab bank terhadap nasabah penyimpan atas simpanan yang tidak terpenuhi haknya dari hasil penjualan asset bank dalam hal terjadi Likuidasi bank ?
1.3
Ruang Lingkup Masalah Dalam penulisan skripsi ini ditentukan secara tegas mengenai materi yang
akan di bahas. Hal ini tentunya untuk menghindari agar materi atau isi dari pembahasan tidak menyimpang dari pokok permasalahan. Maka permasalahan yang diteliti dibatasi sesuai dengan rumusan masalah yang dibahas yaitu mengenai pengaturan mengenai kedudukan nasabah dalam prioritas pembayaran terhadap nasabah penyimpan dalam hal bank di Likuidasi dan tanggung jawab bank terhadap nasabah penyimpan atas simpanan yang tidak terpenuhi haknya dari hasil penjualan asset bank dalam hal terjadi pencabutan izin usaha dan Likuidasi bank.
9
1.4
Orisinalitas Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dibuat berdasarkan ide yang
timbul dari pemikiran sendiri yaitu dari hasil membaca beberapa literatur. Sebelumnya sudah terdapat penelitian yang sejenis di Universitas Udayana sebagaimana disebutkan di bawah ini : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Ni Luh Putu Laksmi Puspitasari, tahun 2010, dengan judul “Tanggung Jawab Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Dan
Perlindungan
Hukum
Terhadap
Simpanan
Nasabah
Sehubungan Dengan Likuidasi Bank”. Permasalahan yang diangkat adalah Bagaimana hubungan hukum antara Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di satu pihak dengan Bank dan Nasabah Penyimpan pada pihak Lain dalam Program penjaminan ? Serta Bagaimana tanggung jawab Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam memberi perlindungan hukum terhadap nasabah sehubungan dengan Likuidasi bank ? 2. Penelitian yang dilakukan oleh I Made Darmadi Yoga, tahun 2012, dengan judul “Peranan Tim Likuidasi Dalam Rangka Likuidasi Bank”. Permasalahan yang diangkat adalah Bagaimanakah peranan tim likuidasi dalam proses likuidasi bank menurut ketentuan hukum yang berlaku ? Serta Bagaimanakah kedudukan direksi bank setelah penetapan tim likuidasi bank ? 3. Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Mas Yuliastari, tahun 2007, dengan judul “Tanggung Jawab Direksi Sehubungan Dengan Likuidasi Bank”, permasalahan yang diangkat adalah apakah yang menjadi alasan atau
10
pertimbangan dilakukannya tindakan likuidasi bank ? serta bagaimanakah tanggung jawab direksi apabila suatu bank di likuidasi ? Untuk lebih jelasnya penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya dapat dilihat dalam table berikut ini : No. 1.
Nama Ni
Judul
Luh Tanggung Jawab
Rumusan Masalah 1. Bagaimana hubungan hukum
Putu
Lembaga Penjamin
antara
Laksmi
Simpanan (LPS) Dan
Simpanan (LPS) di satu pihak
Puspitasari
Perlindungan Hukum
dengan Bank dan Nasabah
Terhadap Simpanan
Penyimpan pada pihak Lain
Nasabah Sehubungan
dalam Program penjaminan ?
Dengan Likuidasi Bank
Lembaga
Penjamin
2. Bagaimana tanggung jawab Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
dalam
memberi
perlindungan hukum terhadap nasabah sehubungan dengan Likuidasi bank ?
11
2.
I
Made Peranan Tim Likuidasi
1. Bagaimanakah peranan tim
Darmadi
Dalam Rangka
likuidasi
dalam
Yoga
Likuidasi Bank
likuidasi
bank
ketentuan
proses menurut
hukum
yang
berlaku ? 2. Bagaimanakah
kedudukan
direksi bank setelah penetapan tim likuidasi bank ? 3.
Ayu
Mas Tanggung
Yuliastari
Direksi
Jawab Sehubungan
Dengan Likuidasi Bank
1. apakah yang menjadi alasan atau
pertimbangan
dilakukannya
tindakan
likuidasi bank ? 2. Bagaimanakah direksi penetapan
kedudukan
bank
setelah
tim
likuidasi
bank ?
Penelitian yang saya lakukan dalam skripsi ini yaitu dengan judul “Pengaturan Tentang Prioritas Pembayaran Terhadap Nasabah Penyimpan Dalam Hal Bank Di Likuidasi”. Permasalahan yang diangkat adalah Bagaimana pengaturan mengenai kedudukan nasabah penyimpan dalam prioritas pembayaran terhadap nasabah penyimpan dalam hal bank di Likuidasi ? serta Bagaimanakah tanggung jawab bank terhadap nasabah penyimpan atas simpanan yang tidak
12
terpenuhi haknya dari hasil penjualan asset bank dalam hal terjadi Likuidasi bank ? 1.5
Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Adapun tujuan yang dimaksud disini yaitu : 1. Untuk melatih diri dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis. 2. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya di bidang penulisan ilmiah yang dilakukan oleh mahasiswa 3. Mengembangkan ilmu pengetahuan hukum 4. Sebagai sarana memenuhi kewajiban yang sifatnya akademis, dalam rangka menyelesaikan tugas akhir di fakultas hukum universitas udayana b. Tujuan Khusus Sejalan dengan permasalahan yang dikemukakan diatas, maka tujuan
khusus dari penulisan ini adalah : 1. Untuk meningkatkan pemahaman dan pengembangan wawasan tentang studi hukum, khususnya yang menyangkut aspek hukum kedudukan nasabah bank dalam prioritas pembayaran dan tanggung jawab bank dalam Likuidasi. 2. Untuk meningkatkan pemahaman dan pengembangan wawasan mengenai tanggung jawab bank terhadap nasabah penyimpan atas
13
simpanan yang tidak terpenuhi haknya dari hasil penjualan asset bank dalam hal terjadi pencabutan izin usaha dan Likuidasi bank. 1.5
Manfaat Penelitian
a.
Manfaat Teoritis Pembahasan terhadap masalah-masalah yang akan dibahas akan
menimbulkan pemahaman dan pandangan baru di dalam perlindungan terhadap nasabah penyimpan pada perbankan, seperti kedudukan nasabah bank dalam prioritas pembayaran, tanggung jawab bank terhadap nasabah penyimpan atas simpanan yang tidak terpenuhi haknya dari hasil penjualan asset bank dalam hal terjadi pencabutan izin usaha dan Likuidasi bank. Diketahui bahwa bank adalah lembaga kepercayaan di bidang keuangan maka diharapkan agar pembaca semakin mengetahui tentang keberadaan hukum perbankan di Indonesia dan lebih teliti untuk memperhatikan peraturan-peraturan yang ada, yang berhubungan dengan perbankan dalam fungsinya sebagai penyimpan dana masyarakat. b.
Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini ditujukan untuk dapat memberikan
sumbangan pemikiran dan pengetahuan secara yuridis tentang kedudukan nasabah bank dalam prioritas pembayaran dan tanggung jawab bank terhadap nasabah penyimpan atas simpanan yang tidak terpenuhi haknya dari hasil penjualan asset bank dalam hal terjadi pencabutan izin usaha dan Likuidasi bank yang ditinjau dari peraturan perundang-undangan. Dan juga sebagai bahan kajian bagi para akademisi dalam menambah wawasan pengetahuan tentang perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan dalam hal adanya Likuidasi bank.
14
1.6
Landasan Teoritis Dalam upaya penemuan hukum (inconcreto), penafsiran hukum atau
sampai pada usaha menemukan asas dan doktrinnya atau sampai pula pada usaha menemukan teori-teori tentang Law in proses dan law in action, maka mereka harus mengetahui terlebih dahulu apa saja yang termasuk hukum positif yang tengah berlaku. Pada prinsipnya suatu teori adalah hubungan antara dua fakta atau lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu fakta tersebut merupakan suatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris, oleh sebab itu dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu teori merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih yang telah diuji kebenarannya.9 Sehingga dalam menjawab permasalahan yang terkait dengan perlindungan dan tanggung jawab bank kepada nasabah penyimpan dalam hal bank di Likuidasi, maka dalam hal ini akan diuraikan melalui teori sebagai berikut : -
Teori Pengayoman Teori pengayoman ini dikemukakan oleh Suhardjo (Mantan Menteri
Kehakiman). Teori ini pada intinya menegaskan ; Tujuan hukum adalah untuk mengayomi manusia baik secara aktif maupun pasif. Secara aktif dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan suatu kondisi kemasyarakatan yang manusiawi dalam proses yang berlangsung secara wajar. Sedangkan
9
Soerjono Soekanto: 2001, "Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Gravindo Persada, Jakarta,Hal.30
15
yang dimaksud secara pasif adalah mengupayakan pencegahan atas upaya yang sewenang-wenang dan penyalahgunaan hak secara tidak adil.10 -
Teori Schutnorm Teori ini mengajarkan bahwa agar seseorang dapat dimintakan tanggung
jawabnya karena melakukan perbuatan melawan hukum, maka tidak cukup hanya menunjukkan adanya hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian yang timbul. Akan tetapi, perlu ditunjukkan bahwa norma atau peraturan yang dilanggar tersebut dibuat memang untuk melindungi terhadap kepentingan korban yang dilanggar.11 Kerugian yang dialami oleh nasabah penyimpan dana tidak lepas dari kesalahan yang yang dilakukan oleh bank. Ada dua macam teori mengenai hubungan kausal antara kesalahan dengan kerugian, yaitu : 1. Teori Conditio Sine Qua Non Oleh Von Buri, yang mengemukakan suatu hal adalah sebab dari suatu akibat dan akibat tidak akan terjadi jika sebab itu tidak ada. 2. Teori Adequate Veroorzaking Oleh Von Kries, yang menyatakan bahwa suatu hal baru dapat dikatakan sebab dari suatu akibat jika menurut pengalaman manusia dapat diperkirakan terlebih dahulu bahwa sebab itu akan diikuti oleh akibat.12
10 11
Abdul Manan, 2005, Aspek-aspek Pengubah Hukum, Kencana, Jakarta, Hal. 23 Setiawan, 2001 Makalah Produsen atau Konsumen; Siapa Dilindungi Hukum, Jakarta,
Hal. 16 12
Shofie, Yusuf, 2003, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, PT. Citra Aditya Bandung, Hal. 26
16
Di bidang hukum perdata, kualifikasi pertanggungjawaban pelaku usaha yang merugikan konsumen sering digunakan sarana wanprestasi (default) dan perbuatan melawan hukum (tort) berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata. Wanprestasi digunakan bila ada hubungan kontraktual antara konsumen dengan pelaku usaha, yaitu kerugian konsumen karena tidak dilaksanakannya prestasi oleh pelaku usaha. Jika tidak ada hubungan kontraktual, maka tidak ada tanggungjawab (no privity no liability principle).13 Pada umumnya setiap orang harus bertanggung jawab (aanspraklijk) atas perbuatannya, oleh karena itu bertanggung jawab dalam pengertian hukum berarti suatu keterikatan. Dengan demikian tanggung jawab hukum (legal responsibility) sebagai keterikatan terhadap ketentuan-ketentuan hukum. Bila tanggung jawab hukum hanya dibatasi pada hukum perdata saja maka orang hanya terikat pada ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan hukum diantara mereka.14 Dalam kaitannya dengan bisnis perbankan, banyak pengertian atau istilah perbankan yang secara langsung berhubungan dengan lembaga keuangan. Ketentuan perbankan diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan Pasal 1 angka 1 yang berbunyi :
13
Ibid, Hal. 43 Bernadette M.Waluyo, 1997, Hukum Perlindungan Konsumen, Bahan Kuliah Universitas Parahyangan, Hal. 15 14
17
“Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya”. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pengertian bank berbunyi : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak” Hukum perbankan menurut Muhammad Djumhana adalah sebagai kumpulan aturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi, eksistensinya serta hubungannya dengan bidang kehidupan yang lain.15 Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, Pasal 1 angka (24) menyatakan bahwa “Lembaga Penjamin Simpanan adalah badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas simpanan Nasabah Penyimpan melalui skim asuransi, dana penyangga, atau skim lainnya.” Menurut sistem perbankan Indonesia, perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana, dapat dilakukan dengan dua cara, yakni : 15
Muhammad Djumhana, Op Cit, Hal. 1
18
1. Perlindungan secara Implisit (Implicit Deposit Protection), yaitu perlindungan yang diperoleh melalui : a. Peraturan perundang-undangan di bidang perbankan (UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan) b. Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif yang dilakukan oleh Bank Indonesia. c. Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai suatu lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya. d. Memelihara tingkat kesehatan bank. e. Melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. f. Cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah. g. Menyediakan informasi resiko pada nasabah. 2. Perlindungan secara Eksplisit (Explicit Deposit Protection), yaitu perlindungan yang diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat.16 Pengertian perlindungan secara implicit adalah perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank yang diawasi. Adapun yang dimaksud dengan perlindungan secara eksplisit adalah perlindungan melalui
16
Adrian Sutedi, Op.Cit, Hal. 167
19
pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut.17 Hubungan hukum antara nasabah dengan bank adalah hubungan kontraktual, yaitu apabila seorang nasabah menjalankan kontraktual dengan bank, maka perikatan yang timbul adalah perikatan atas dasar kontrak (perjanjian). Bank dalam mengembangkan usahanya, harus mampu memberikan kenyamanan pada masyarakat untuk mempercayakan uangnya pada bank yang bersangkutan. Ini berarti bahwa, bank harus dapat menggalang dana bagi masyarakat dan dapat memobilisasi dana tersebut untuk ditempatkan pada banknya agar kegiatan perbankan tersebut dapat berjalan. Pasal 1233 KUHPerdata menyatakan bahwa : “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena Undang-undang.” Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan bahwa : “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Timbulnya suatu perikatan antara bank dengan nasabah dalam Pasal 1233 KUHPerdata, diatas menjelaskan bahwa hubungan tersebut adalah hubungan kontraktual, karena perikatan yang timbul antara bank dan nasabah tersebut 17
Adrian Sutedi, Loc.cit
20
adalah perikatan atas dasar kontrak dan perjanjian dengan bentuk tertulis. Hubungan hukum ditandai dan diawali dengan penandatanganan aplikasi, permohonan sebagai penabung/deposan atau ditandatanganinya perjanjian yang memuat syarat-syarat umum sebagai nasabah, yang disediakan oleh bank umum yang nantinya akan mengikat nasabah. Apabila transaksi-transaksi tersebut memberikan resiko kerugian bagi nasabah dan pihak bank tidak memberikan informasi yang berhubungan dengan resiko-resiko tersebut dan menyebabkan nasabah megalami kerugian, maka nasabah dapat melakukan gugatan kepada bank berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan bahwa : “Tiap perbuatan yang melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut.” Sesuai dengan ketentuan Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran Dan Likuidasi Bank dinyatakan bahwa likuidasi bank dilakukan dengan cara : -
Pencairan harta atau penagihan piutang kepada debitur, diikuti dengan pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dan hasil pencairan dan atau penagihan tersebut, atau ;
-
Pengalihan seluruh harta dan kewajiban bank kepada pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia.
21
1.7
Metode Penelitian
a.
Jenis Penelitian Penelitian pada dasarnya adalah suatu kegiatan terencana dilakukan dengan metode ilmiah bertujuan untuk mendapatkan data guna membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran dari suatu gejala yang ada.18 Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Soerjono soekanto mengemukakan bahwa penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.19
b.
Jenis Pendekatan Jenis pendekatan yang digunakan adalah Statute approach (Pendekatan
perUndang-Undangan),
maksudnya
pendekatan
yang
dilakukan dengan cara mempelajari peraturan-peraturan perUndangUndangan yang berkaitan dengan penelitian.20 Bagi penelitian untuk kegiatan
praktis,
pendekatan
undang-undang
ini
akan
membuka
kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaiaan antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya,
18
Bambang Waluyo, 2008, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta,
19
Soerjono Soekanto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, Hal.
Hal. 2 13-14 20
Johnny Ibrahim, 2008, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Malang, Hal.300
22
hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argument untuk memecahkan isu yang dihadapi.21
c. Sumber Bahan Hukum 1. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat sifatnya, yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan skripsi ini, Seperti: -
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
-
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
-
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi UndangUndang
-
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang.
-
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang pencabutan izin usaha, pembubaran dan Likuidasi bank
21
Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, cet ke-7,kencana, Jakarta, Hal. 93
23
-
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2008 tentang besaran nilai simpanan yang dijamin lembaga penjamin simpanan
2. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer, antara lain buku-buku, hasil karya ilmiah, dari kalangan hukum, artikel Koran, dan internet yang berkaitan dengan Likuidasi perbankan nasional dan lembaga penjamin simpanan. 3. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang dapat memperjelas suatu persoalan atau suatu istilah yang ditemukan pada bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Seperti Kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan sebagainya. d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum 1. Teknik pengumpulan Bahan Hukum primer, dilakukan dengan cara menginventarisasi, mempelajari dan mencatat ke dalam kartu penelitian tentang asas-asas dan norma hukum yang menjadi objek permasalahan ataupun yang dapat dijadikan alat analisis pada masalah penelitian. 2. Teknik pengumpulan bahan hukum sekunder, dilakukan dengan cara menelusuri
literatur-literatur
ilmu
hukum
ataupun
hasil-hasil
penelitian hukum yang relevan dengan masalah penelitian. 3. Teknik pengumpulan bahan hukum sekunder berupa bahan-bahan hukum tersier, dilakukan dengan cara menelusuri kamus-kamus
24
hukum, kamus bahasa dan dokumen tertulis lainnya yang dapat memperjelas suatu persoalan atau istilah yang ditemukan pada bahanbahan hukum primer dan sekunder. e. Teknik Analisis Bahan Hukum Bahan Hukum yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif, yaitu menekankan pada kualitas yang berbentuk pernyataan, maksudnya Bahan Hukum yang diperoleh diolah menurut pernyataan yang di dapat dari sumber-sumber hukum yang kemudian akan disusun secara sistematis. Dan disini penulis menggunakan metode deduktif, yaitu penulisan yang bertitik tolak pada dasar-dasar pengetahuan umum yang menuju ke hal yang khusus.